Istri Direktur Kemarilah - Bab 151 Bau Pria Lain

Yuna menuruni tangga dengan penuh emosi, dengan marah membanting pintu dan masuk ke rumah.

Mungkin terbangunkan oleh suara bantingan pintu, seorang wanita dengan raut muka yang buruk keluar dari kamar.

“Kenapa, pagi-pagi sudah emosi tinggi?”

“Kamu tebak, aku ketemu siapa di lantai atas tadi?” Yuna melempar kunci ke atas meja kopi, memeluk bantal dan menggeletakkan dirinya ke sofa dengan emosi tinggi.

“Siapa?” Sora Neimi menguap. Tadi malam, Yuna bilang lantai atas sedang merenovasi rumah sehingga sangat menggangu, jadi dia pun melapor polisi. Takut akan dibalas oleh pria galak dan ganas di lantai atas, Sora pun langsung dipanggil kemari olehnya.

“Wanita murahan itu!”

Ini adalah sebutan mereka untuk Sheila, tidak perlu dikatakan lebih jelas pun sudah pada tahu.

“Bukannya lantai atas disewa Sisi Wijaya? Berarti wanita itu menyelesaikan masalah yang disebabkan Sisi?”

“Iya.” Yuna menjawab dengan acuh tak acuh, Sora tentunya sudah ketebak, wanita murahan itu bukan orang yang gampang dilawan.

Sora berjalan ke kamar mandi, mengambil sikat gigi elektronik, menyikat hingga keluar busa putih di gigi.

Sepertinya teringat sesuatu, memuntahkan busa ke wastafel: “Dia benar hamil?”

“Mungkin.” dengan tidak senang memelototi Sora, ini adalah topik yang paling tidak disukainya.

"Ini seharusnya menjadi kesempatan bagus untuk kamu. Kamu dekat dengan tempat tinggalnya, memiliki lebih banyak kelebihan daripada yang lain." Sora pura-pura canggung: "Aku lupa kamu sudah pindah keluar dari rumah Salim tadi malam."

“Selesai gosok gigi, kamu sudah boleh pergi!” Yuna menggertakkan gigi.

“Jangan buru-buru, menurutku, kamu pergi pada waktu yang tidak tepat.” Selesai berkumur, dia pergi duduk di sofa sebelah Yuna, bertumpu di lengan sofa dan menatap Yuna: “sekarang Tuan muda Salim sedang dalam masa mudanya, seharusnya hasrat pada bidang ranjang sedang sangat tinggi. Pada bilang bahwa ketika wanita hamil, pria paling mudah selingkuh, pergi bermain di luar… … karena hamil tidak bisa memuaskan pria akan keinginan… …seks!”

“Kamu bilang… …”

“Kalau wanita itu benar hamil, walau Tuan muda Salim menginginkannya, dia juga tidak bisa memberikan, kalau tidak dia pasti akan mengalami keguguran, tidakkah menurutmu ini adalah satu kesempatan yang bisa mendapatkan dua kemenangan?”

Kesempatan yang bagus malah terlewatkan olehnya, Yuna sungguh amat menyesal.

“Walau kamu sudah pindah keluar, seharusnya masih ada barang yang tertinggal di situ kan?”

Diingatkan oleh Sora, Yuna mengangguk dengan kuat: “Benar, benar benar!”

Kemudian muncul lagi masalah: “Tapi bagaimana aku bisa memasukkan obat ke dalam makanan Kak Denis?” Yuna merasa bahwa ini adalah masalah yang sangat sulit.

Makanan Denis selalu diuji terlebih dahulu, jika terdeteksi obat, maka hukumannya mati.

"Bukankah hanya perlu gunakan obat yang tidak bisa terdeteksi? Asal punya uang, apa yang tidak bisa dibeli?"

……

Rumah sakit.

Sheila duduk di depan meja, menyaksikan darah mengalir keluar dari pembuluh darah lengannya.

Hatinya sedikit gugup, kemarin dia baru saja mengujinya dengan alat tes kehamilan, tidak ada perubahan. Jadi, seharusnya tidak hamil, tapi dari mana asal kegugupannya itu?

Menunggu adalah suatu proses yang sangat panjang.

Setengah jam kemudian.

Perawat menyerahkan hasil kepadanya, dia dengan gugup membuka laporan hasil tes kehamilan itu, wajah yang awalnya tegang, menjadi semakin tegang.

Sheila menarik napas dalam, melihat hasil laporan menuliskan kata ‘hamil’, kepalanya seketika seperti meledak.

Apakah hamil?

Apakah benar-benar hamil?

Menggelengkan kepala: “Tidak mungkin!”

“Bagaimana mungkin, bagaimana mungkin hamil!”

Menarik seorang perawat: “mungkinkah laporan ini salah? Kemarin aku mengujinya dengan alat tes kehamilan, hasilnya jelas tidak hamil.”

Perawat dengan sabar menjelaskan: “masih awal masa hamil, jadi tidak bisa teruji dengan alat tes kehamilan itu, laporan ini diutamakan sebagai hasil yang akurat.”

“……”

Sheila tidak tahu bagaimana cara dirinya keluar dari rumah sakit, bingung, entah harus bagaimana menangani masalah ini, respon pertamanya adalah dirinya tidak boleh melahirkan anak ini, tapi dia ragu-ragu.

Sebaliknya, ketika dia mendapat info atas kehamilannya, selain terkejut, dia bahkan memiliki semacam perasaan senang.

Kenapa bisa begitu?

Saat ini, ponsel tiba-tiba berdering, dia terlalu panik, awalnya dia ingin menekan decline, tapi malah tertekan accept, itu adalah suara Denis:

“Di mana?”

Sheila melingak-linguk sekeliling dengan pikiran yang tak berisi, dia juga tidak tahu di mana dirinya berada, tadi dia keluar dari rumah sakit bagai sedang melarikan diri, persis sama seperti lalat yang tidak berkepala, terbang ke mana saja asal ada jalan.

Dia sekilas melihat ke bangunan ikonik: "Shopping Plaza."

“Kata supir kamu keluar sendirian? Mau shopping?”

“… …” Sheila tertegun sejenak, secara naluriah mengangguk: “Aku mau beli bahan untuk membuat hadiah.”

“Aku pergi cari kamu.”

“Tidak usah!” dikatakannya dengan hampir tidak berpikir sedetik pun, dia masih belum tahu harus bagaimana menghadapinya, haruskah memberi tahunya… …

Jika memberi tahunya, anak ini mungkin akan dengan lancar dilahirkan, dan dia pun akan… …

Jika tidak memberi tahunya, diam-diam menggugurkan anak ini… …

Memikirkan hal ini, hatinya terasa mengencang, melihat dirinya hampir menabrak sebuah kendaraan di depan lampu merah, langsung mengerem mendadak.

“Apa yang terjadi? Sheila Wijaya! Jawab aku? Apa yang terjadi?” suara yang cemas terdengar dari ponsel.

“Aku tidak apa-apa.” Menarik nafas dalam, mengarahkan setir mobil, mobil masuk ke shopping plaza.

“Tetap diam di shopping plaza, jangan pergi kemana-mana, aku pergi cari kamu.” Menyadari kondisi Sheila tidak benar, begitu mematikan telepon, Denis langsung mengambil jas.

Sheila tahu bahwa Denis mau datang, dia pun semakin tidak ada niat untuk shopping, akhirnya dia sendiri bahkan tidak tahu apa saja yang dibeli oleh dirinya.

Ketika Sheila keluar dari toko, Denis kebetulan tiba, menghampirinya dan meraih pinggangnya dengan tindakan yang telihat sangat alami, lalu mencium bau di tubuhnya.

Tubuh Sheila menjadi kaku: “Apa yang kamu lakukan?”

“Lihat apa saja yang kamu lakukan saat aku tidak ada di sisi kamu.”

“Apakah kamu anjing? Mencium sana sini!?”

Denis mengangkat tangan Sheila, menaruhnya di dekat bibir dan mencium bau dari tangan itu.

Tubuh Sheila memiliki semacam aroma yang manis, itu membuat Denis terpesona.

Sheila malah takut Denis akan menemukan sesuatu, dia baru saja keluar dari rumah sakit, takut tubuhnya masih tertinggal bau alkohol dan obat.

“Kamu takut tubuhku ada bau pria lain?” Sheila berpura-pura tenang dalam menghina.

Denis menatapnya dengan serius, setiap kali menyebut kata-kata ‘pria lain’, dia selalu seperti sedang menghadapi lawan, berkata dengan alis yang berkerut: “Kamu tidak ada keberanian untuk itu.”

Tatapannya terlalu tajam, seperti berusaha membongkar isi pikiran Sheila.

Sheila gelisah, diam-diam mengalihkan pandangan… …

Dengan canggung berjalan masuk ke restoran terlebih dulu, entah karena respon psikologis atau apa, ketika mendekati restoran, tercium aroma hidangan, tiba-tiba agak mual.

Raut muka Sheila seketika berubah buruk, menggigit bibir bawah dan berusaha menahan.

Denis selalu sangat sensitif, jika pada saat ini Sheila mual, Denis pasti akan berpikir ke arah ini dan juga akan menyuruh dokter memeriksanya… …

Sebelum memikirkan bagaimana mengurusi masalah ini, dia tidak boleh membiakan Denis tahu… …

“Kenapa? Tidak enak badan?” Sesuai dugaan, Denis menariknya dan menghadapkan wajahnya ke dia: “raut mukamu buruk sekali.”

Sheila berusaha menekan kembali perasaan tidak nyaman, menggelengkan kepala: “Tidak ada.”

“Kenapa pagi tadi keluar begitu awal?”

“Tidak bisa tidur, jadi bangun lebih awal.”

“Kenapa tidak sarapan?”

“Karena tidak ada nafsu makan… …”

“Makan siang juga tidak makan?”

“Kemarin makan terlalu banyak kue, agak mual!” Kata Sheila: “tidakkah kamu mengatur terlalu jauh, berapa banyak yang aku makan juga mau kamu permasalahkan?”

“Karena peduli kamu.”

“……”

“Tidak lapar?” Tangan Denis tiba-tiba menjulur ke perut Sheila, meraba dengan lembut.

Sheila dengan sensitif menahan tangan Denis, sama sekali merupakan gerakan yang dilakukan secara naluriah, karena tahu dirinya hamil, jadi sangat gelisah ketika orang lain menyentuh perutnya.

“Kenapa?”

“Jangan sentuh perutku! Perutku lagi sakit!”

“Apakah kebanyakan makan kue jadinya sakit perut? Pulang nanti aku suruh dokter periksa!”

“Tidak mau!” Sheila menolak dengan tegas.

Novel Terkait

Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu