The True Identity of My Hubby - Bab 200 Rahasia pada dirinya 2
“Tidak perlu, kamu sekarang kerja begitu capek, besok masih harus bangun pagi.” Clarissa berpura-pura tenang dan tersenyum : “Aku sendiri akan membawa mobil ke sana.”
“Kalau begitu kamu hati-hati di jalan.” Justin tidak enak memaksa, dan hanya bisa memberi pesan.
“Tenang saja, aku akan hati-hati.” Clarissa berbalik, berusaha menahan air mata yang mulai mengambang di pelupuk mata, dia takut orang lain melihat air matanya, hanya bisa berjalan cepat menuju ke tempat mobil.
Setelah Clarissa pergi, nyonya tua dengan wajah tidak mengerti bertanya : “Ada apa dengan Clarissa? Ada yang janggal.”
“Aku juga tidak tahu, kelihatan sepertinya ada hubungan dengan masalah Julius pergi dari rumah.”
“Ahhh, jadi……bagaimana? Apa akan terjadi masalah pada mereka berdua?”
“Seharusnya tidak.” Setelah Justin berpikir, dia menepuk-nepuk bahu nyonya tua dan menghiburnya : “Nenek, tenang saja. Besok aku mengutus orang untuk menyelidiki apa yang terjadi dengan Julius saat berada di kota F.”
Sebelumnya dia tidak pernah berpikir untuk pergi menyelidiki masalah ini, karena merasa tidak perlu.
“Iya, semoga tidak ada masalah.” Nyonya tua menghela napas.
Keluarga Yi saat ini, dan Julius yang sekarang, tidak akan mengalami kegagalan lagi.
Setelah Clarissa meninggalkan kediaman keluarga Yi, dia tidak langsung kembali ke rumah sakit tapi menghentikan mobil di pinggiran sungai A.
Angin musim panas membelai lembut di atas permukaan sungai, meniup ke wajahnya dan sedikit dingin.
Dia menggosok wajah kecilnya yang dingin, baru menyadari air mata yang entah sejak kapan ada. Dia menangis, bahkan sampai dia sendiri tidak tahu mengapa bisa menangis sesedih ini.
Mengetahui Julius adalah Charlie, mestinya dia senang, tapi dalam hatinya malah terisi penuh kesedihan.
Ketika Evelin datang menyusul, mendapati dirinya sedang bengong di pinggiran sungai, dari jauh terlihat dan merasa sangat berbahaya.
Dia kaget sampai megap-megap napasnya, melangkah lebar menyerbu dan berdiri sejauh beberapa meter di belakang Clarissa, dengan panik berkata : “Clarissa! Apa yang kamu lakukan? Cepat masuk duduk di dalam!”
Clarissa mendengar teriakannya, perlahan menoleh dan wajahnya masih penuh dengan bekas air mata.
“Clarissa, ada apa denganmu? Apa yang terjadi?” Clarissa melangkah maju dan setelah duduk di sampingnya, Evelin memandang dan bertanya padanya.
“Mengapa kamu bisa ada di sini?” Clarissa balik bertanya.
“Justin bilang ada yang salah denganmu, agar aku datang untuk melihatmu. Aku tebak kamu pasti ada di pinggiran sungai jadi aku menyusul ke sini.” Evelin bertanya : “Katakan, apa yang terjadi sebenarnya? Apakah karena Julius buta, jadi……”
“Bukan……” Clarissa menggeleng, air matanya bercucuran lagi.
Melihatnya begitu sedih, Evelin semakin merasa tidak tahu harus bagaimana, juga tidak tahu apa yang sebaiknya dia lakukan. Akhirnya dengan tidak sabar dia berkata : “Clarissa, sebenarnya ada apa denganmu, bikin panik orang saja!”
Clarissa menatapnya, dengan penuh air mata berkata : “Evelin, aku sudah menemukan Charlie.”
“Hahh__!” Evelin terperanjat, agak lama kemudian baru bertanya : “Benar apa tidak ini?”
“Benar.”
“Kalau sudah ketemu?” Evelin dengan mulut terbuka memandang dia : “Biar aku pikir dulu, kamu menemukan Charlie, kamu masih mencintai Charlie, tapi juga tidak rela melepaskan Julius, kamu dilema, jadi baru menangis begitu sedih, benarkah? Ckckck……ini memang cukup sulit, kalau saja itu aku juga tidak tahu bagaimana harus memilih.” kata Evelin mengembangkan kemampuan mengarangnya.
“Julius adalah Charlie.” ujar Clarissa.
“Hah?” Evelin kaget sekali lagi.
“Aku juga baru menyadarinya hari ini.”
“Kamu tidak salah?”
Clarisssa menggeleng : “Tidak.”
“Nah sebelumnya sudah begitu lama mengapa kamu tidak menyadarinya?” tanya Evelin heran.
“Aku juga tidak tahu mengapa diriku begitu bodoh, begitu tolol.” Clarissa yang penuh linangan air mata tersenyum : “Aku mencarinya begitu lama, memikirkannya begitu lama, juga membencinya begitu lama, tidak disangka nasib menggunakan cara ini untuk kami bertemu lagi, sungguh tidak dapat dibayangkan.”
Evelin baru saja sadar kembali dari rasa kagetnya, ragu-ragu bertanya : “Tapi Julius dan Charlie berbeda wajahnya, bukankah begitu?”
“Julius pernah hancur wajahnya, baru di operasi seperti sekarang ini.”
“Pantas saja.” Evelin mengangguk, segera bertanya lagi : “Jika sudah tahu Julius adalah Charlie, bukankah harusnya kamu senang? Mengapa masih menangis begitu sedih?”
Menurutnya, jika Julius bukan Charlie, dan Charlie mendadak muncul, itu baru jalan cerita yang benar-benar kacau dan tak dapat dibayangkan? Sampai saat itu baru muncul pilihan yang sangat sulit, saat yang sangat rumit!
Air mata yang baru membludak lagi dari mata Clarissa, sambil terisak-isak berkata : “Semua orang bilang Charlie berubah hatinya, tidak menginginkan aku lagi, baru mendadak hilang begitu. Aku jadi percaya, juga selalu mengira dirinya yang menghilang karena tidak ingin aku lagi, jadinya di satu sisi aku merindukannya di sisi lain aku benci sekali dengannya, bahkan aku merasa saat itu aku telah buta baru bisa jatuh cinta pada bajingan seperti itu. Namun sampai hari ini aku baru tahu Charlie bukan orang seperti itu, karena dia mengalami kecelakaan baru tiba-tiba lenyap dari kehidupanku.”
“Charlie hancur wajahnya saat kecelakaan mobil itu, juga hilang ingatan, dan di waktu dia yang paling menderita paling tersiksa, aku tidak hanya tidak menemani dirinya dan menjaganya, melainkan dendam dan benci pada dirinya yang pergi tanpa pamit. Aku sudah keliru telah menyalahkan dia, yang bajingan harusnya aku……”
“Jangan bicara begitu, kamu juga bukan sengaja.” Evelin mengulurkan tangan dan membawanya ke dalam pelukan : “Sudahlah, jangan salahkan diri sendiri.”
“Evelin, aku sungguh menyesal tidak percaya padanya saat itu.”
“Dalam keadaan seperti itu, siapapun tidak akan membayangkan akhir seperti ini.” Evelin menghiburnya : “Baguslah kalau sudah ketemu, bukankah selanjutnya kamu ada kesempatan untuk mencintai dia menggantikan yang dulu hilang.”
Clairissa terdiam, hanya tetap menangis sedih.
Evelin berkata lagi : “Karena nasib mengikat kalian berdua lagi, harusnya kamu senang baru benar, bolehkan jangan memikirkan hal lain untuk menyalahkan diri sendiri?”
“Iya.” Clarissa mengangguk.
Mendadak Evelin tertawa : “Kalau dipikir-pikir aku cukup ikut senang untukmu, pria yang kamu rindukan selama ini akhirnya muncul, dan malah orang yang menjadi suamimu, jalan cerita yang berakhir bahagia ini mungkin dalam film juga tidak ada.”
“Oh ya, kamu sudah mengatakannya pada Julius? Apakah dia sangat senang saat mengetahuinya?” tanya Evelin.
Clarissa menggeleng : “Julius lupa semua dengan kejadian tiga tahun itu, tidak ingat sama sekali dengan keberadaanku.”
“Kamu tidak berencana untuk memberi tahu dia?”
“Aku takut diriku sendiri tidak bicara dengan jelas.”
“Benar juga, jika dokter mengatakan dia memiliki harapan akan ingatannya yang bisa pulih kembali, maka tunggu ingatannya sudah kembali baru bicara, jangan sampai dia tidak mampu mencerna berdasarkan kata-katamu sendiri. Cepat coba tertawa sekarang.”
Masih dalam kondisi terkejut dan menyalahkan diri sendiri Clarissa tidak bisa tertawa sama sekali, hanya bisa memberinya sebuah senyuman yang lebih jelek dibanding saat menangis.
“Lihat kamu mengagetkan diriku, masih kira kamu mau bunuh diri dengan melompat ke sungai.” Evelin beranjak berdiri, lalu berkata : “Ayo pergi, jangan bengong di sini lagi, cukup berbahaya.”
Clarissa juga berdiri, menarik napas panjang, setelah mengatur perasaan hatinya dia berkata pada Evelin : “Aku kembali ke rumah sakit dulu, terima kasih sudah menemaniku menangis.”
“Makasih apanya, melihat kamu menangis aku sangat senang.” Evelin masih terkekeh : “Bercanda kok, asal kamu tidak apa-apa sudah cukup.”
“Oh ya, apa perlu aku mengantarmu ke rumah sakit?”
“Tidak perlu, aku bawa mobil sendiri.”
“Kalau begitu……aku sudah bisa melaporkan keadaan kamu yang baik pada Justin?”
“Boleh, sekalian ucapin terima kasih sudah perhatian padaku.”
Ketika Clarissa tiba di rumah sakit, Julius sudah tidur, di dalam kamar sangat tenang.
Setelah meminta Kak Sarah pulang, Clarissa duduk di samping ranjang Julius, menatap lekat wajah tidurnya yang tenang.
Sampai saat ini, dia masih tidak berani percaya pria yang ada di depannya adalah Charlie pada waktu dulu, bagaimanapun semuanya terlihat tampak seperti drama.
Tangan kecilnya terangkat, membelai wajah tampannya, perlahan merabanya.
Tiga tahun lalu ketika dia bernama Charlie, lebih tampan dari sekarang, terlihat sangat terhormat dan menarik, sehingga banyak wanita yang suka mengikuti pelajaran manajemen bisnisnya, suka sampai ruangan kuliah nyaris penuh.
Teringat saat-saat bahagia bersamanya dulu, dan saat dia menderita dan sedih, seperti sebuah mimpi saja.
Sekalipun bergerak kecil, Julius tetap kaget dan terbangun olehnya.
Perlahan dia membuka kedua matanya, mengangkat tangan dan menangkap tangan kecilnya sambil tersenyum berkata : “Kamu sudah datang.”
“Iya, maaf, sudah membuatmu terbangun.” ujar Clarissa merasa bersalah.
Kedua tangan Julius menahan ranjang dan duduk, dengan senyum kecil berkata : “Aku memang tidak mengantuk, hanya saja bengong di atas ranjang sangat membosankan perlahan-lahan jadi tertidur.”
“Oh ya, sudah bertemu dengan nenek? Dia apa kabar?” tanya Julius.
“Sudah bertemu.” Clarissa mengangguk, melihatnya, tidak tahan hingga mulai ingin menangis lagi.
Tadi saat dia pergi, Julius merasa ada yang kurang beres padanya, kini tetap merasakan ada yang tidak biasa pada dirinya. Maka dengan bertatapan dia bertanya penuh perhatian : “Ada apa? Tidak gembira?”
“Tidak ada.”
Julius memegang wajah kecilnya, dengan serius berkata : “Clarissa, bukankah sebelumnya kita sudah berjanji? Tidak boleh menyembunyikan rahasia di dalam hati.”
“Aku benar-benar tidak ada……”
“Kalau begitu, mengapa kamu menangis?”
“Aku……” Clarissa dikejar pertanyaan olehnya hingga tidak tahan akhirnya dia menghambur dalam pelukannya, memeluknya dengan sangat erat, menangis tersedu-sedu : “Julius, maafkan aku, aku sudah keliru telah menyalahkan dirimu. Kamu begitu baik, begitu cakap, begitu mencintaiku, tapi aku malah senantiasa dendam dan benci padamu, menyalahkan dirimu……”
Julius dengan curiga membalas pelukannya, tidak mengerti mengapa dia mendadak berkata seperti itu.
Clarissa telah keliru menyalahkan dirinya? Kapan Clarissa keliru dan menyalahkan dirinya?
“Clarissa, apa yang kamu bicarakan? Aku tidak mengerti.”
“Aku……” Tiba-tiba Clarissa ingat dengan omongan Evelin, jika sekarang dia beri tahu ini semua, sama dengan memaksa Julius untuk ingat kembali ingatannya, dengan begitu kemampuan ingatan otak besarnya malah akan memberikan efek yang sebaliknya.
Jadi lebih baik tetap menunggu ingatannya berangsur-angsur pulih kembali, pelan-pelan teringat potongan masa lalu tersebut!
“Aku juga tidak tahu apa yang aku bicarakan, hanya merasa diriku tidak cukup baik padamu, kurang mencintaimu.” katanya sambil menyeka air mata.
Julius tersenyum, mengelus dahinya : “Bodoh, kelihatannya aku telah membawa tekanan yang sangat besar untukmu.”
Clarissa tidak bersuara, hanya memeluk erat Julius, sangat lama dan tidak rela untuk melepasnya.
Kali ini, dia tidak akan membuat Julius pergi, tidak akan!
****
Nyonya Tsu melangkah masuk ke kamar pasien, pemandangan yang terlihat masih Gwendolyn yang sedang duduk di kursi roda sedang termenung menghadap ke luar jendela.
Sejak kakinya terluka, setiap hari kalau tidak termenung pasti marah-marah, semua pembantu dimarahi hingga tidak ada yang berani mendekat, dokter juga dimarahi olehnya hingga dongkol.
Sampai Nyonya Tsu setiap kali melihatnya, selalu pergi dan tidak peduli karena emosinya. Sekalipun begitu marah, tapi biar bagaimanapun itu adalah putrinya sendiri. Jika sampai dia sendiri tidak peduli maka benar-benar tidak ada orang yang peduli pada putrinya.
Baru saja Nyonya Tsu membuka pintu, Gwendolyn meraung marah : “Sudah kubilang siapapun tidak bolek masuk, apa tidak dengar?”
Nyonya Tsu meletakkan termos yang ada di tangannya, berjalan ke samping Gwendolyn dengan wajah tanpa daya berkata : “Gwen, kamu tidak makan tidak minum, bagaimana mungkin kamu bisa sembuh? Jangan semau kamu sendiri, boleh tidak?”
Novel Terkait
Marriage Journey
Hyon SongIstri ke-7
Sweety GirlMilyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu
Milea AnastasiaDoctor Stranger
Kevin WongKisah Si Dewa Perang
Daron JayThe True Identity of My Hubby×
- Bab 1 Déjà vu
- Bab 2 Bawa Dia
- Bab 3 Apa Bisa Tidak Dilaporkan Ke Polisi
- Bab 4 Menikahi Pria Buta
- Bab 5 Ini Maharnya
- Bab 6 Pindah ke daerah orang kaya
- Bab 7 Bertemu kepala keluarga
- Bab 8 Merk terkenal palsu
- Bab 9 Keluarga dia
- Bab 10 Menikah demi uang
- Bab 11 Pernikahan
- Bab 12 Mabuk
- Bab 13 Malam Pengantin Baru
- Bab 14 Membeli Mobil Untuknya
- Bab 15 Memanggilnya Nyonya Muda
- Bab 16 Penolong Dari Masalah
- Bab 17 Pertama Kali Bertemu
- Bab 18 Makan Bersama
- Bab 19 Mengacaukan Dunia
- Bab 20 Masa Lalunya
- Bab 21 Beli Satu Gratis Satu
- Bab 22 Bertemu Secara Kebetulan
- Bab 23 Tombol Milik Siapa?
- Bab 24 Ternyata Bukanlah Mimpi
- Bab 25 Sangat Mirip Dengan Seseorang
- Bab 26 Sakit Lambung(1)
- Bab 27 Sakit Lambung (2)
- Bab 28 Mabuk (1)
- Bab 29 Mabuk(2)
- Bab 30 Mabuk (3)
- Bab 31 Hanya Cantik Saja Tidak Berguna
- Bab 32 Dia Hanya Buta
- Bab 33 Tidak Pernah Masuk ke Kamarnya
- Bab 34 Suami Istri Tidak Perlu Terlalu Sungkan
- Bab 35 Cincin Pertunangan(1)
- Bab 36 Cincin Pertunangan (2)
- Bab 37 Membawa Teman Ke Rumah
- Bab 38 Tiba-tiba Menampakkan Diri
- Bab 39 Banyak Bicara Maka Banyak Salah
- Bab 40 Membantu Dia Melakukan Operasi Wajah Secara Gratis
- Bab 41 Terjadi Kecelakan Mobil (1)
- Bab 42 Terjadi Kecelakaan Mobil (2)
- Bab 43 Masa Lalu Yang Tidak Diketahui
- Bab 44 Menjadi Marah
- Bab 45 Dimana Anaknya
- Bab 46 Mimpi Buruk Lagi (1)
- Bab 147 Mimpi Buruk Lagi (2)
- Bab 48 Memilih Mundur
- Bab 49 Menemaninya Sampai Pertunjukan Selesai
- Bab 50 Apakah Sudah Mengakui Kesalahannya?
- Bab 51 Tidak Berani Bertemu Orang
- Bab 52 Menolak Makan
- Bab 53 Jangan Keras Kepala
- Bab 54 Pria Asing
- Bab 55 Ingin Pelukan
- Bab 56 Bersembunyi Sendiri
- Bab 57 Tertidur di Hotel
- Bab 58 Keamanannya
- Bab 59 Rumor
- Bab 60 Berterima Kasih Atas Bantuannya
- Bab 61 Dikejar orang yang ingin membunuhnya?
- Bab 62 Tiba-tiba berkunjung
- Bab 63 Meminta bantuannya
- Bab 64 Mendoakannya dengan berbesar hati
- Bab 65 Menolak berulang kali
- Bab 66 Pusing Mual
- Bab 67 Berlelucon
- Bab 68 Strategi Yuliana 1
- Bab 69 Strategi Yuliana 2
- Bab 70 Mulai Sekarang Saling Tidak Melanggar
- Bab 71 Rencana jahat berhasil
- Bab 72 Rencana jahat berhasil 2
- Bab 73 Keluarga Yi sudah memiliki cucu pertama
- Bab 74 Memaksa menikah
- Bab 75 Fitnah
- Bab 76 Tidak takut diolok-olok
- Bab 77 Dia atau bukan
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (1)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (2)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (3)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (1)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (2)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (3)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (1)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (2)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (3)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (1)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (2)
- Bab 82 Bukan Sengaja Menguping (1)
- Bab 82 Bukan sengaja ingin mendengar (2)
- Bab 83 Sakit (1)
- Bab 83 Sakit (2)
- Bab 83 Sakit (3)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (1)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (2)
- Bab 85: Menjadi Tidak Sopan (1)
- Bab 85 Menjadi Tidak Sopan (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (1)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (3)
- Bab 87 Sudah Hamil (1)
- Bab 87 Sudah Hamil (2)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (1)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (2)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (1)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (2)
- Bab 90 Janji Dulu (1)
- Bab 90 Janji Dulu (2)
- Bab 90 Janji Dulu (3)
- Bab 91 Bertengkar (1)
- Bab 91 Bertengkar (2)
- Bab 92: Membuktikan Satu Hal (1)
- Bab 92 Membuktikan Satu Hal (2)
- Bab 93 Sebuah Masalah (1)
- Bab 93 Sebuah Masalah (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (1)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (3)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (4)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (5)
- Bab 96 Mencari tahu (1)
- Bab 96 Mencari tahu (2)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (1)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (2)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (1)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (2)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (1)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (2)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (1)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol (1)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 1 (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 2 (1)
- Bab 102 Menggila karena alkohol 2 (2)
- Bab 103 Menjadi istri orang (1)
- Bab 103 Menjadi istri orang (2)
- Bab 104 Emosinya (1)
- Bab 104 Emosinya (2)
- Bab 105 Terjebak Api (1)
- Bab 105 Terjebak Api (2)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (1)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (2)
- Bab 107 Intrik Melawan Satu Sama Lain
- Bab 108 Di Depan Umum (1)
- Bab 108 Di Depan Umum (2)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (1)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (2)
- Bab 110 Kesalahpahaman (1)
- Bab 110 Kesalahpahaman (2)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (1)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (2)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (1)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (2)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (1)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (2)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (1)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (2)
- Bab 115 Melindungi Dengan Tubuh
- Bab 116 Terluka Dan Pingsan
- Bab 117 Bertengkar (1)
- Bab 117 Bertengkar (2)
- Bab 118 Terkena Flu
- Bab 119 Hal di luar perkiraan
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (1)
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (2)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (1)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (2)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (1)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (2)
- Bab 123 Terlambat Pulang(1)
- Bab 123 Terlambat Pulang (2)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (1)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (2)
- Bab 125 Cincin Itu Hilang
- Bab 126 Pengakuan Dia
- Bab 127 Pertama Kalinya di Hina Pria (1)
- Bab 128 Pertama Kalinya di Hina Pria (2)
- Bab 128 Kecelakaan
- Bab 129 Kecelakaan (Bagian 2)
- Bab 130 Kecelakaan (3)
- Bab 131 Kita Berpisah Saja
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (1)
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (2)
- Bab 133 Saya Memberikanmu Dua Pilihan
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (1)
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (2)
- Bab 135 Dia Merasa Bersalah
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (1)
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (2)
- Bab 137 Regenerasi
- Bab 138 Hari Sulit, Aku Masih Bisa Melewatinya
- Bab 139 Pertengkaran Panas
- Bab 140 Penebusan Kesalahan
- Bab 141 Kesepian Sorang Diri
- Bab 142 Balas Dendam Kebencian
- Bab 143 Perempuan Dan Laki-Laki Sama Saja
- Bab 144 Mengadopsi Anak
- Bab 145 Meninggalkannya
- Bab 146 Bawa Dia Pergi
- Bab 147 Suami Istri Sehati
- Bab 148 Apa Kebenarannya
- Bab 149 Petir di Siang Bolong
- Bab 150 Pergi dari Rumah
- Bab 151 Terlihat Asing
- Bab 152 Balik Melawan
- Bab 153 Dengan Enggan
- Bab 154 Paman yang Asing (1)
- Bab 154 Paman yang Asing (2)
- Bab 155 Permintaan Maaf (1)
- Bab 155 Permintaan Maaf (2)
- Bab 156 Permintaan Maaf (Bagian 3)
- Bab 157 Memberanikan Diri Sekali
- Bab 158 Perjanjian ( 1)
- Bab 158 Perjanjian ( 2)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam ( 1)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam (2)
- Bab 160 Rencana Gagal
- Bab 161 Berkhianat
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (1)
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (2)
- Bab 163 Kenapa Selalu Dia yang Berkorban
- Bab 164 Selalu Menemanimu (1)
- Bab 164 Selalu Menemanimu (2)
- Bab 165 Hidup dalam Ketakutan
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (1)
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (2)
- Bab 167 Aku Juga Bisa Bermain Trik
- Bab 168 Konflik
- Bab 169 Memanfaatkan Kekacauan Ini
- Bab 170 Kejadian Tidak Terduga
- Bab 171 Menghidupinya seumur hidup
- Bab 172 Marah
- Bab 173 Membantu
- Bab 174 Kebohongannya
- Bab 175 Levin
- Bab 176 Bayang-bayang yang Familiar
- Bab 177 Diam-diam Membawa Mereka Pulang
- Bab 178 Dirinya yang Dulu
- Bab 179 Belajar Berbohong
- Bab 180 Siapa yang Mengatakan Ingin Cerai
- Bab 181 Semuanya demi dia
- Bab 182 Pembagian warisan
- Bab 183 Ada kamu saja sudah cukup
- Bab 184 Kesempatan terakhir
- Bab 185 Yuliana melahirkan! (1)
- Bab 185 Yuliana melahirkan (2)
- Bab 186 Memohon Untuk Dimaafkan
- Bab 187 Justin Yi
- Bab 188 Perubahan Baik
- Bab 189 Kebenaran
- Bab 190 Senang Terlalu Awal
- Bab 191 Penculikan
- Bab 192 Penculikan 2
- Bab 193 Terjatuh Dari Lantai Tiga
- Bab 194 Menjadi Orang Buta Sesungguhnya?
- Bab 195 Keberanian Untuk Tetap Hidup
- Bab 196 Balas Dendam
- Bab 197 Ini adalah pembalasan karma
- Bab 198 Kesadaran yang kacau
- Bab 199 Rahasia pada dirinya
- Bab 200 Rahasia pada dirinya 2
- BAB 201 Misteri Charlie Shen Hilang
- Bab 202 Kasih Kalian Melihat Sebuah Dokumen
- Bab 203 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 2
- Bab 204 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 3
- Bab 205 Memaksa Dia Berlutut
- Bab 206 Negosiasi
- Bab 207 Dicurigai
- Episode 208 Kekanak-kanakan
- Bab 209 Mengingat Masa Lalu
- Bab 210 Janji Sebelum Berpisah
- Bab 211 Masuk Kembali ke Rumah Sakit.
- Bab 212 Pergi
- Bab 213 Anakku Ada dimana?
- Bab 214 Harapan Baru
- Bab 215 Persetujuan Perceraian
- Bab 216 Keteguhan Hatinya
- Bab 217 Berakting Seperti di Film Hollywood
- Bab 218 Dibawa Pergi Oleh Polisi
- Bab 219 Frans Tsu Kembali
- Bab 220 Undangan Pernikahan
- Bab 221 Pertemuan Tidak Disengaja Yang Mencanggungkan
- Bab 222 Acara Pernikahan
- Bab 223 Malam pengantin
- Bab 224 Bertemu lagi dan menjadi orang asing
- Bab 225 Dipecat
- Bab 226 Pemikiran yang tidak seharusnya ada
- Bab 227 Terjadi pertengkaran
- Bab 228 Dihina
- Bab 229 Anak-anak hilang
- Bab 230 Anak-anak hilang 2
- Bab 231 Meminta Bantuan Padanya
- Bab 232 Foto Keluarga
- Bab 233 Kanker
- Bab 234 Menyadari Sesuatu
- Bab 235 Kecuali Meminta Maaf Padaku
- Bab 236 Hanya bisa membantu sampai disini
- Bab 237 Mabuk (1)
- Bab 237 Mabuk (2)
- Bab 238 Kegilaan saat mabuk
- Bab 239 Bertemu untuk yang terakhir kalinya (1)
- Bab 239 Betemu untuk yang terakhir kalinya (2)
- Bab 240 Tes DNA
- Bab 241Menggoda Suamiku
- Bab 242 Menghindar (1)
- Bab 242 Menghindar (2)
- Bab 243 Bertemu Setiap Hari
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (1)
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (2)
- Bab 245 Biarkan Aku Hidup
- Bab 246 Biarkan Aku Hidup (2)
- Bab 247 Pergi menjauh
- Bab 248 Fakta
- Bab 249 Natasia Hilang (1)
- Bab 249 Natasia Hilang (2)
- Bab 250 Bukan Sengaja Membohongi
- Bab 251 Hukuman dari Dia
- Bab 252 Kontrak (1)
- Bab 252 Kontrak (2)
- Bab 253 Surat perceraian
- Bab 254 Suami istri yang tidak saling mencintai
- Bab 255 Liam
- Bab 256 Liam 2
- Bab 257 Berbuat jahat lagi
- Bab 258 Panik
- Bab 259 Orang yang Berbahaya (1)
- Bab 260 Orang yang Berbahaya (2)
- Bab 261 Menolong Dia atau Tidak
- Bab 262 Tidak Memiliki Tenaga Untuk Berjuang
- Bab 263 Apakah Aku Salah?
- Bab 264 Tidak Berubah (1)
- Bab 264 Tidak Berubah ( 2)
- Bab 265 Kemarahan yang Menyerang Hati
- Bab 266 Berkumpul
- Bab 267 Keadaan yang Baik
- Bab 268 Akibat Membuat Dia Marah
- Bab 269 Bencana
- Bab 270 Mau Membantunya Tidak
- Bab 271 Jangan Lompat Gedung
- Bab 272 Menandatangani Surat Perceraian
- Bab 273 Apa Kamu Masih Akan Menikahiku?
- Bab 274 Masih Mencintainya
- Bab 275 Reaksi Evelin
- Bab 276 Tidak Ingin Ribut Lagi
- Bab 277 Permintaan Maafnya
- Bab 278 Undangan Pernikahan
- Bab 279 Tidak menginginkan anak
- Bab 280 Akhirnya bersama
- Bab 281Pemikiran yang saling bertentangan
- Bab 282 Pernikahan
- Bab 283 Perasaan itu terbalaskan
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)