The True Identity of My Hubby - Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (2)

Saat sampai di situ, akhirnya Clarissa mengerti.

Tiket yang diatur nyonya besar untuk mereka adalah tiket VIP, tinggal di vila dengan pemandangan laut, memakan masakan koki handal, pergi ke mana pun ada mobil yang mengantar jemput.

Clarissa membuka jendela panjang tersebut, tampak lautan yang luas muncul di depan matanya, angin yang sejuk ditambah dengan hangatnya matahari senja. Dia memejamkan mata, terasa seperti sampai di alam dewa.

Kalau setiap pagi membuka mata adalah pemandangan seperti ini, suasana hati juga bisa ikut lega!

Dia membuka kedua matanya, menoleh dan bertanya : “Tuan muda pertama, apakah dulu kamu pernah ke sini?”

Setelah bertanya demikian, dia baru sadar sepertinya dia telah mengabaikan Julius, saat dia menikmati pemandangan indah, Julius hanya bisa duduk di sofa dekat ranjang tanpa bisa melangkah sedikit pun.

Ini tidak seperti di rumah, lingkungan yang asing sama sekali adalah halangan yang mematikan baginya.

“Delapan tahun yang lalu pernah datang.” Jawab Julius.

“Dengan siapa?” Tanya Clarissa secara refleks.

Setelah bertanya, dia baru sadar pertanyaannya ini sungguh tidak perlu, 8 tahun yang lalu tanpa di pikir juga pasti bersama Gwendolyn?

Ternyata memang benar, mata Julius jadi suram karena pertanyaannya, dia segera mendekat menggandeng lengannya dan berkata : “Ayo, aku bawa kamu ke balkon untuk menghirup udara segar dan berjemur matahari, nyaman sekali rasanya.”

Julius keluar ke balkon bersamanya, angin laut yang meniup memang memberikan rasa lega, ia bertanya : “Kalau kamu? Kelihatannya baru pertama kali datang?”

Clarissa menganggukkan kepala : “Tentu saja, tempat yang begitu mahal, bagaimana mungkin aku bisa datang.”

“Charliemu tidak membawa kamu datang?” Tanya Julius dengan sedikit masam.

Clarissa mengangkat kepala melototinya, sungguh tidak tahu apakah harus melanjutkan perbincangan ini atau tidak.

Membicarakan mantan pacar di depan dia, bukankah kurang baik? Kalau Julius membicarakan Gwendolyn di depannya, dia juga akan tidak senang.

“Dia juga tidak punya uang sebanyak itu untuk membawa aku main ke tempat seperti ini.” Jawab Clarissa.

Agar secepatnya mengakhiri topik ini, Clarissa mengalihkan pembicaraan : “Kalau begitu, tuan muda pertama, kamu pasti tahu di sini ada permainan apa saja bukan?”

Banyak sekali jenis sarana permainan yang tertera di brosur.

Julius menganggukkan kepala dan berkata : “Permainan memang banyak, tapi tidak cocok untuk kesehatanmu sekarang.”

“Aku pikir juga begitu.” Clarissa menghela nafas kecewa.

Dengan keadaannya yang sekarang, selain menonton film, menikmati pemandangan, sepertinya tidak ada lagi yang cocok ia lakukan.

Melihat dia kecewa, Julius menambahkan : “Tapi depan sana lumayan bagus, bisa melihat burung laut dan hewan liar, juga bisa memungut kerang.”

“Kalau begitu……apakah kamu akan menemani aku ke sana?” Clarissa tampak semangat sekali.

“Asalkan kamu tidak keberatan aku menjadi beban kamu.”

“Tentu saja tidak keberatan, bukankah sudah pernah kubilang, aku adalah matamu.”

Mendengar perkataannya ini, Julius tersenyum kecil, telapak tangannya yang besar menepuk-nepuk punggung tangan Clarissa.

Pagi harinya, sambil melihat buku panduan resort, Clarissa bertanya : “Sarapan chinese, barat, perancis, jepang, dan lain lain, tuan muda pertama, kamu ingin makan yang mana?”

“Yang chinese saja.” Jawab Julius yang di sofa.

“Aku juga suka yang chinese.” Clarissa tertawa kecil, diletakkannya buku panduan tersebut, lalu merangkul lengan Julius : “Ayo, kita pergi sarapan.”

“Bantu aku ambil mantel.” Julius berdiri dari sofa.

“Tahu.” Clarissa berjalan ke depan lemari, diambilnya sebuah mantel tipis, dan membantu Julius mengenakan mantel dengan perhatian.

Saat keluar, tiba-tiba Julius berkata kepadanya : “Kartu kamar dibawa, yang warna merah, yang warna putih itu kartu listrik.”

Ketika akan mengambil kartu tersebut, Clarissa terkejut sekilas, ia mengamati Julius yang di samping dan bertanya : “Bagaimana kamu bisa tahu kartu kamar yang berwarna merah?”

Karena Julius memakai kaca mata hitam, dia tidak bisa melihat ekspresi Julius dengan jelas, tapi Clarissa tidak ingat pernah bilang ke dia kalau kartu kamar berwarna merah.

Ditanya seperti itu, Julius membisu, tapi dengan cepat pula ia menjawab sambil tertawa kecil, “Apakah kamu lupa, dulu aku pernah ke sini.”

“Oh.” Clarissa menganggukkan kepala, ditariknya kartu tersebut dan bersiap keluar…….

“Tidak benar, bukankah kamu hilang ingatan?” Dia kembali mengamati Julius dengan tatapan curiga.

Namun Julius tetap tenang dan berkata : “Hanya samar-samar ingat, aku tidak lupa ingatan secara total.”

“Hilang ingatan yang diseleksi?”

“Mungkin, melupakan semua yang tidak baik, dan hanya mengingat yang membahagiakan saja.”

Saat keduanya sampai di restoran, Clarissa melihat dua sosok bayangan yang familiar sedang duduk di dekat jendela. Dia tercengang, ternyata ada Frans dan Gwendolyn?

Sedangkan Gwendolyn juga melihat mereka di saat yang bersamaan, lantas ia pun berdiri dan menyapa mereka : “Julius, kakak ipar pertama, bagaimana kalian bisa di sini juga?”

Novel Terkait

Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu