The True Identity of My Hubby - Bab 198 Kesadaran yang kacau

“Kamu jangan puas dulu! Aku tidak akan melepaskanmu!” teriak Gwendolyn pada bayangan punggung Clarissa. Jika saat ini dia bisa berjalan, pasti akan mengejar dan berkelahi dengannya.

Nyonya Tsu lekas menghamburkan satu pelukan pada dia, dengan berlinang air mata menghiburnya : “Gwen, jangan bertengkar lagi dengannya, dia ada Julius yang mencintai dan menyukainya, kamu tidak akan mampu menghadapinya, kita jangan mencari malu sendiri lagi, boleh ya?”

“Tidakkkk!” Gwendolyn menggeleng dengan tegas : “Aku tidak akan melepaskan dia, aku tidak akan membiarkan dia hidup tenang.”

“Julius sudah buta, apakah kamu masih ingin merebutnya?”

“Mau, buta juga aku mau!” Gwendolyn tersenyum dingin dengan bibir mengatup : “Mereka semua ingin aku mati, mau menertawakan aku, tapi aku tidak akan membuat keinginan mereka tercapai.”

“Gwen, jangan begini……” Nyonya Tsu juga tidak tahu bagaimana lagi untuk menghibur putrinya sendiri.

Setelah terluka Gwendolyn menjadi lebih keras kepala, emosi semakin tinggi, Nyonya Tsu takut kalau begini terus Gwendolyn benar-benar akan menjadi gila.

“Mengapa tidak boleh begini?” Gwendolyn menoleh dan balik bertanya : “Clarissa yang merebut Julius dulu, aku hanya ingin merebut kembali Julius, aku ingin Clarissa wanita rendah itu merasakan rasanya kehilangan orang yang dicintai, apakah ini tidak pantas?”

“Tapi kamu sekarang sudah……” Nyonya Tsu tidak tega melanjutkan omongannya.

“Aku kenapa? Emangnya kenapa kalau kakiku sudah cacat? Clarissa masih ayam betina yang tidak bisa bertelur, berdasarkan apa dia bisa bersama dengan Julius?” Mendadak Gwendolyn melotot dan meraung pada Nyonya Tsu : “Papa pernah bilang dia akan membantuku, papa pasti membantuku untuk merebut kembali Julius!”

Meskipun dia tidak tega dengan putrinya, tapi melihat Gwendolyn begitu gila demi seorang Julius, Nyonya Tsu juga tidak tega memancing perasaannya lagi dan hanya bisa diam.

***

Besok paginya, Teresa datang lagi membawa kabar baik untuk Clarissa, Yuliana ditangkap polisi.

Melihat Clarissa yang lagi duduk di samping pintu dan tidak bersuara, Teresa melirik ke daun pintu yang tertutup, dengan ragu bertanya : “Ada apa denganmu? Julius masih tidak bersedia keluar?”

Clarissa mengangkat kepala memandang mamanya, dan mengangguk.

Teresa melihat anggukan kepalanya, segera menjadi emosi, dan maju menggedor-gedor pintu, berteriak penuh amarah : “Julius kamu masih belum selesai bermain-main? Di dunia ini banyak sekali orang yang kehilangan penglihatan, coba kamu lihat siapa yang seperti kamu begini? Terserah kalau kamu ingin menyiksa diri sendiri, tapi kamu malah menyebabkan Clarissa di luar penuh keletihan dan menderita kelaparan! Kalau masih tidak membuka pintu, maka aku akan membongkar pintunya!”

“Ma……” Clarissa bergegas bangkit berdiri dan menahan tangan Teresa, berkata dengan panik : “Kamu jangan begini, bisa mengganggu Julius.”

“Mengganggu? Kamu masih takut dia terganggu? Dia sudah tidak memikirkan hidup matimu lagi, kamu masih kuatir padanya?”

“Walaupun tidak takut dia terganggu, tapi mengganggu pasien di kamar yang lain juga tidak baik.” kata Clarissa.

Dia tidak peduli harus tunggu berapa lama, asalkan Julius dapat berdiri kembali dia tidak takut untuk menunggu.

Tetapi, Teresa tidak peduli apakah Julius dan pasien lain akan terganggu, dia maju lagi dan menggedor pintu : “Julius! Keluar kamu! Kalau kamu memang tidak ingin hidup lagi, cepat keluar untuk tanda tangan surat perceraian, putriku masih ingin melanjutkan hidup! Julius kamu dengar tidak……!”

Cklek, pintu terbuka, bayangan Julius tiba-tiba muncul di depan mereka berdua.

Dia terlihat berantakan, rambut kusut, pakaian tidak rapi, ekspresi wajah yang muram.

“Julius……” panggil Clarissa tidak tega melihatnya.

Julius dengan wajah muram berkata : “Aku dari tadi mencari tempat kunci pintu, tapi tidak ketemu. Clarissa, maafkan aku……”

“Julius.” Clarissa menghamburkan diri padanya, memeluknya dengan erat, dengan penuh perasaan berbisik : “Mengapa kamu tidak memanggil aku? Aku selalu di depan pintu menunggumu buka pintu.”

“Maaf, aku sudah berjanji tidak akan membuatmu menderita bersamaku, tapi aku malah tidak menepatinya.”

“Tidak apa-apa, kamu bersedia menghadapi aku, bersedia memelukku seperti sekarang ini, aku sudah merasa senang.”

“Coba lihat, kalau bukan satu hari satu malam tidak bertemu, pasti setiap hari menempel terus, memuakkan sekali” kata Teresa sambil menggosok kedua lengannya dan mendesak masuk ke dalam lewat samping mereka berdua. Setelah meletakkan sarapan dia berlalu pergi.

Clarissa tidak menggubris godaan mamanya, dia mundur dari pelukan Julius, dengan tangan kecilnya mengusap wajah Julius yang lesu, dan berkata : “Sekarang apa sudah lebih baik?”

“Sudah jauh lebih baik.” Jawab Julius sedih.

Bagaimanapun sudah kehilangan penglihatan, mana mungkin bisa baik? Dia hanya tidak ingin membuat Clarissa kuatir, jadi mau tidak mau dia harus pura-pura tegar.

“Aku akan menemanimu untuk istirahat di ranjang, makan sedikit ya?” Sudah lama dia tidak makan, pasti kelaparan.

Julius mengangguk, dia tahu Clarissa pasti belum makan juga, terlebih lagi tidak istirahat dengan baik.

Dari pintu sampai arah ranjang hanya sejauh lima meter, tapi Julius sangat sulit untuk berjalan, selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya.

Saat sudah mendekati ranjang, Julius tidak hati-hati dan terbentur ujung ranjang.

“Hati-hati.” Clarissa buru-buru memapah tubuh Julius.

“Maaf……” Julius menahan kesulitan ini dalam hati, tidak menampakkan perasaan yang hancur.

“Tidak masalah, awalnya memang agak sulit, tunggu kelak akan terbiasa.” Clarissa dengan sabar memapahnya duduk di sisi ranjang, menuang segelas air untuknya. Tadinya ingin menyuap Julius, tapi takut melukai harga dirinya jadi dia memberikan segelas air itu di depannya, satu tangannya menggandeng tangan Julius untuk menerima gelas : “Minum dulu.”

Julius dengan hati-hati menerima gelas itu, malah saat ingin meneguk tidak waspada menyentuh tangan Clarissa yang belum sempat ditarik kembali, terdengar suara gelas jatuh ke lantai.

Mereka berdua kaget dan termangu, Clarissa segera menghiburnya : “Tidak apa-apa, aku pergi mengambil pel untuk mengeringkan lantainya.”

Dia yang sudah melangkah keluar merasa tidak tenang, lagi dia berbalik dan berpesan pada Julius : “Julius kamu jangan bergerak dulu, hati-hati dengan serpihan gelas nanti kena kaki.”

Setelah itu, baru dengan cepat berlari ke balkon mengambil sapu dan pengepel lalu menyapu serpihan gelas dan mengepel lantai yang basah hingga bersih. Tunggu ketika dia dengan tidak mudah membereskan ini semua, dia baru sadar wajah Julius yang pucat pasi, dan tetap duduk di situ tanpa bersuara.

“Julius……apa kamu baik-baik saja?” Dia memandang Julius dengan kuatir.

Julius terdiam agak malam, baru membuka mulut dengan wajah tanpa ekspresi : “Kelak setiap hari, kamu harus menghadapi orang cacat seperti ini sibuk depan dan belakang, apa kamu merasa ada arti menjalani hidup seperti ini?”

“Tentu saja ada.” Clarissa segera berkata : “Asalkan bisa bersama dirimu, biar setiap hari menjalani kehidupan yang bagaimanapun aku merasa ada maknanya, kmau lupa sebelumnya kamu pernah buta, bukankah kita juga melewatinya dengan gembira?”

“Aku yang dulu apa pernah memecahkan gelas? Ada menabrak barang-barang? Apakah seperti sekarang yang berjalan saja sulit?” Julius meraung dengan penuh emosi.

“Sudah kubilang, tunggu kamu mengenalnya dengan baik semuanya akan lancar, kamu takut menabrak sesuatu? Kalau begitu semua barang yang ada di dalam rumah kita bereskan, sisain beberapa untuk dipakai sudah cukup, kamu takut memecahkan gelas, kita mengganti gelas, mangkok dan piring keramik dengan bahan plastik. Asal kita mau berusaha, kita pasti bisa menyesuaikan diri.” Clarissa mengulurkan tangan dan merangkul dalam pelukannya, tidak berdaya juga tidak tega, dia berkata : “Julius, aku tahu kamu sangat sedih, tapi masalah sudah terjadi, kita hanya bisa sambil menyesuaikan diri sambil mencari cara pengobatan. Kamu jangan marah ya? Semuanya akan baik kembali.”

“Maaf, aku emosi lagi.” Julius memeluknya dengan risau, jelas-jelas sudah bilang akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru, tidak membiarkan dia kuatir. Tapi tidak disangka barusan mengalami sedikit kegagalan sudah tidak tenang, dan mulai emosi.

“Tidak masalah, kita mulai pelan-pelan.” Hibur Clarissa lalu menunduk dan mencium keningnya.

Ciumannya seakan mempunyai daya gaib, dalam sedetik membuyarkan semua ketidaktenangan dan ketidaksabaran yang ada dalam hatinya, dia menarik Clarissa ke pangkuannya, membalas ciuman ke pipinya dan berkata : “Aku akan berusaha, walaupun demi kamu aku juga harus berusaha.”

“Terima kasih.” Dia terharu hingga mengeluarkan air mata.

Julius menarik napas dalam, dan beralih mencium bibirnya, mencium dengan cinta yang dalam. Bersamaan itu dia berjanji dalam hati, lain kali pasti tidak akan melakukan hal yang bisa membuat Clarissa sedih, pasti tidak akan melakukannya…....

Setelah mereka selesai makan, Julius memaksa Clarissa untuk istirahat di rumah, dan Clarissa juga memaksa untuk tetap tinggal.

Julius sengaja pura-pura marah dan berkata : “Sudah kubilang aku akan jaga diri baik-baik, kamu tidak percaya denganku?”

Benar Clarissa tidak begitu percaya, juga tidak tenang, apalagi ini baru awal-awal, bagi dia masih harus meraba-raba di setiap tempat. Tapi Clarissa tidak menunjukkan kekuatirannya, dengan wajah tenang dia berkata : “Bukan aku tidak percaya denganmu, tapi aku tidak bisa tidur tanpa dirimu di sampingku, pulang juga tidak ada gunanya.”

“Kamu sudah sehari semalam tidak istirahat.”

“Tidak apa-apa, aku tidak capek.” Mendadak Clarissa memandang Julius, dengan senyum kecil berkata : “Atau tidak kamu yang temani aku tidur?”

“Kamu mau tidur di atas ranjang pasien?”

“Iya.”

“Di sini penuh dengan bau desinfektan, kamu bisa tidur?”

“Bisa, karena ada bau kamu juga.” Clarissa berbaring di atas ranjang, sembari menepuk-nepuk tempat di sampingnya : “Ayo, sedikit sesak, tapi lebih hangat.”

Julius tidak bisa berbuat apa-apa dengan dia, hanya bisa dengan bantuannya meraba-raba lalu berbaring, luka yang ada di kepala masih belum membaik, memang benar penuh dengan aroma obat, tapi Clarissa tidak peduli, malah mendesak dalam pelukannya, segera sudah tertidur pulas.

Dia sungguh sudah sangat lelah, sudah lama tidak tidur dengan baik.

“Masih bilang tidak capek.” Julius tersenyum pahit dan menarik napas dalam, mendengar suara tarikan napas yang teratur, dia memeluknya, pelan-pelan juga mulai tertidur.

Seharian ini, dia sendiri juga tidak pernah benar-benar istirahat dengan tenang.

***

Sekali tidur sampai waktu senja, saat Clarissa bangun, Julius dengan mata terbuka dan berbaring miring di sampingya tanpa bergerak.

“Julius, sejak kapan kamu bangun?” tanya Clarissa sambil mengucek kedua matanya dan memandang Julius.

“Belum lama.” Julius dengan termangu bertanya : “Jam berapa sekarang?”

Clarissa mengambil ponsel di meja dan melihat jam : “Sore jam empat lewat lima puluh menit, ada apa? Kamu lapar? Atau ingin ke kamar kecil?”

Julius menggeleng, pelan-pelan menundukkan kepala, berhadapan dengannya dan berkata : “Clarissa, barusan aku mendadak teringat akan satu potong ingatan yang aneh, sepertinya kita sudah kenal sejak lama, dan juga pernah mengulang pelajaran bersama di kelas, aneh……jadi apakah kesadaran aku yang masih kacau?”

“Kemungkinan besar kamu mimpi.” Senyum Clarissa sambil tangan menyentuh keningnya : “Paman, kita tidak seumuran, ketika kamu masuk sekolah dasar aku masih bermain lumpur di tepi jalan, kamu naik sekolah menengah atas aku masih ada dalam ruangan sekolah dasar, mana mungkin duduk bareng dan mengulang pelajaran?”

“Ini bukan mimpi.” Julius menggeleng : “Aku sudah bangun baru tiba-tiba teringat.”

“Mungkin juga kondisi kesadaran yang kurang?”

“Entahlah.” Julius memejamkan mata, berniat untuk mengenang kembali banyak hal mengenai potongan ingatan yang sudah berl, tapi tidak ingat sama sekali, malah karena kelewat batas samar-samar kepalanya terasa sakit.

“Julius, kamu jangan berpikir lagi.” Clarissa mendapati ekspresinya yang menderita, segera menghibur : “Kita tidak mungkin kenal.”

“Dokter bilang aku bisa kehilangan ingatan, karena kecelakaan mobil waktu itu, masih ada gumpalan darah yang tidak dibersihkan hingga bersih itu yang menjadi penyebabnya. Operasi kali ini telah membersihkan semua gumpalan darah tersebut, jadi kemungkinan aku bisa mencari kembali ingatan aku yang dulu hilang.” kata Julius.

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu