The True Identity of My Hubby - Bab 198 Kesadaran yang kacau
“Kamu jangan puas dulu! Aku tidak akan melepaskanmu!” teriak Gwendolyn pada bayangan punggung Clarissa. Jika saat ini dia bisa berjalan, pasti akan mengejar dan berkelahi dengannya.
Nyonya Tsu lekas menghamburkan satu pelukan pada dia, dengan berlinang air mata menghiburnya : “Gwen, jangan bertengkar lagi dengannya, dia ada Julius yang mencintai dan menyukainya, kamu tidak akan mampu menghadapinya, kita jangan mencari malu sendiri lagi, boleh ya?”
“Tidakkkk!” Gwendolyn menggeleng dengan tegas : “Aku tidak akan melepaskan dia, aku tidak akan membiarkan dia hidup tenang.”
“Julius sudah buta, apakah kamu masih ingin merebutnya?”
“Mau, buta juga aku mau!” Gwendolyn tersenyum dingin dengan bibir mengatup : “Mereka semua ingin aku mati, mau menertawakan aku, tapi aku tidak akan membuat keinginan mereka tercapai.”
“Gwen, jangan begini……” Nyonya Tsu juga tidak tahu bagaimana lagi untuk menghibur putrinya sendiri.
Setelah terluka Gwendolyn menjadi lebih keras kepala, emosi semakin tinggi, Nyonya Tsu takut kalau begini terus Gwendolyn benar-benar akan menjadi gila.
“Mengapa tidak boleh begini?” Gwendolyn menoleh dan balik bertanya : “Clarissa yang merebut Julius dulu, aku hanya ingin merebut kembali Julius, aku ingin Clarissa wanita rendah itu merasakan rasanya kehilangan orang yang dicintai, apakah ini tidak pantas?”
“Tapi kamu sekarang sudah……” Nyonya Tsu tidak tega melanjutkan omongannya.
“Aku kenapa? Emangnya kenapa kalau kakiku sudah cacat? Clarissa masih ayam betina yang tidak bisa bertelur, berdasarkan apa dia bisa bersama dengan Julius?” Mendadak Gwendolyn melotot dan meraung pada Nyonya Tsu : “Papa pernah bilang dia akan membantuku, papa pasti membantuku untuk merebut kembali Julius!”
Meskipun dia tidak tega dengan putrinya, tapi melihat Gwendolyn begitu gila demi seorang Julius, Nyonya Tsu juga tidak tega memancing perasaannya lagi dan hanya bisa diam.
***
Besok paginya, Teresa datang lagi membawa kabar baik untuk Clarissa, Yuliana ditangkap polisi.
Melihat Clarissa yang lagi duduk di samping pintu dan tidak bersuara, Teresa melirik ke daun pintu yang tertutup, dengan ragu bertanya : “Ada apa denganmu? Julius masih tidak bersedia keluar?”
Clarissa mengangkat kepala memandang mamanya, dan mengangguk.
Teresa melihat anggukan kepalanya, segera menjadi emosi, dan maju menggedor-gedor pintu, berteriak penuh amarah : “Julius kamu masih belum selesai bermain-main? Di dunia ini banyak sekali orang yang kehilangan penglihatan, coba kamu lihat siapa yang seperti kamu begini? Terserah kalau kamu ingin menyiksa diri sendiri, tapi kamu malah menyebabkan Clarissa di luar penuh keletihan dan menderita kelaparan! Kalau masih tidak membuka pintu, maka aku akan membongkar pintunya!”
“Ma……” Clarissa bergegas bangkit berdiri dan menahan tangan Teresa, berkata dengan panik : “Kamu jangan begini, bisa mengganggu Julius.”
“Mengganggu? Kamu masih takut dia terganggu? Dia sudah tidak memikirkan hidup matimu lagi, kamu masih kuatir padanya?”
“Walaupun tidak takut dia terganggu, tapi mengganggu pasien di kamar yang lain juga tidak baik.” kata Clarissa.
Dia tidak peduli harus tunggu berapa lama, asalkan Julius dapat berdiri kembali dia tidak takut untuk menunggu.
Tetapi, Teresa tidak peduli apakah Julius dan pasien lain akan terganggu, dia maju lagi dan menggedor pintu : “Julius! Keluar kamu! Kalau kamu memang tidak ingin hidup lagi, cepat keluar untuk tanda tangan surat perceraian, putriku masih ingin melanjutkan hidup! Julius kamu dengar tidak……!”
Cklek, pintu terbuka, bayangan Julius tiba-tiba muncul di depan mereka berdua.
Dia terlihat berantakan, rambut kusut, pakaian tidak rapi, ekspresi wajah yang muram.
“Julius……” panggil Clarissa tidak tega melihatnya.
Julius dengan wajah muram berkata : “Aku dari tadi mencari tempat kunci pintu, tapi tidak ketemu. Clarissa, maafkan aku……”
“Julius.” Clarissa menghamburkan diri padanya, memeluknya dengan erat, dengan penuh perasaan berbisik : “Mengapa kamu tidak memanggil aku? Aku selalu di depan pintu menunggumu buka pintu.”
“Maaf, aku sudah berjanji tidak akan membuatmu menderita bersamaku, tapi aku malah tidak menepatinya.”
“Tidak apa-apa, kamu bersedia menghadapi aku, bersedia memelukku seperti sekarang ini, aku sudah merasa senang.”
“Coba lihat, kalau bukan satu hari satu malam tidak bertemu, pasti setiap hari menempel terus, memuakkan sekali” kata Teresa sambil menggosok kedua lengannya dan mendesak masuk ke dalam lewat samping mereka berdua. Setelah meletakkan sarapan dia berlalu pergi.
Clarissa tidak menggubris godaan mamanya, dia mundur dari pelukan Julius, dengan tangan kecilnya mengusap wajah Julius yang lesu, dan berkata : “Sekarang apa sudah lebih baik?”
“Sudah jauh lebih baik.” Jawab Julius sedih.
Bagaimanapun sudah kehilangan penglihatan, mana mungkin bisa baik? Dia hanya tidak ingin membuat Clarissa kuatir, jadi mau tidak mau dia harus pura-pura tegar.
“Aku akan menemanimu untuk istirahat di ranjang, makan sedikit ya?” Sudah lama dia tidak makan, pasti kelaparan.
Julius mengangguk, dia tahu Clarissa pasti belum makan juga, terlebih lagi tidak istirahat dengan baik.
Dari pintu sampai arah ranjang hanya sejauh lima meter, tapi Julius sangat sulit untuk berjalan, selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya.
Saat sudah mendekati ranjang, Julius tidak hati-hati dan terbentur ujung ranjang.
“Hati-hati.” Clarissa buru-buru memapah tubuh Julius.
“Maaf……” Julius menahan kesulitan ini dalam hati, tidak menampakkan perasaan yang hancur.
“Tidak masalah, awalnya memang agak sulit, tunggu kelak akan terbiasa.” Clarissa dengan sabar memapahnya duduk di sisi ranjang, menuang segelas air untuknya. Tadinya ingin menyuap Julius, tapi takut melukai harga dirinya jadi dia memberikan segelas air itu di depannya, satu tangannya menggandeng tangan Julius untuk menerima gelas : “Minum dulu.”
Julius dengan hati-hati menerima gelas itu, malah saat ingin meneguk tidak waspada menyentuh tangan Clarissa yang belum sempat ditarik kembali, terdengar suara gelas jatuh ke lantai.
Mereka berdua kaget dan termangu, Clarissa segera menghiburnya : “Tidak apa-apa, aku pergi mengambil pel untuk mengeringkan lantainya.”
Dia yang sudah melangkah keluar merasa tidak tenang, lagi dia berbalik dan berpesan pada Julius : “Julius kamu jangan bergerak dulu, hati-hati dengan serpihan gelas nanti kena kaki.”
Setelah itu, baru dengan cepat berlari ke balkon mengambil sapu dan pengepel lalu menyapu serpihan gelas dan mengepel lantai yang basah hingga bersih. Tunggu ketika dia dengan tidak mudah membereskan ini semua, dia baru sadar wajah Julius yang pucat pasi, dan tetap duduk di situ tanpa bersuara.
“Julius……apa kamu baik-baik saja?” Dia memandang Julius dengan kuatir.
Julius terdiam agak malam, baru membuka mulut dengan wajah tanpa ekspresi : “Kelak setiap hari, kamu harus menghadapi orang cacat seperti ini sibuk depan dan belakang, apa kamu merasa ada arti menjalani hidup seperti ini?”
“Tentu saja ada.” Clarissa segera berkata : “Asalkan bisa bersama dirimu, biar setiap hari menjalani kehidupan yang bagaimanapun aku merasa ada maknanya, kmau lupa sebelumnya kamu pernah buta, bukankah kita juga melewatinya dengan gembira?”
“Aku yang dulu apa pernah memecahkan gelas? Ada menabrak barang-barang? Apakah seperti sekarang yang berjalan saja sulit?” Julius meraung dengan penuh emosi.
“Sudah kubilang, tunggu kamu mengenalnya dengan baik semuanya akan lancar, kamu takut menabrak sesuatu? Kalau begitu semua barang yang ada di dalam rumah kita bereskan, sisain beberapa untuk dipakai sudah cukup, kamu takut memecahkan gelas, kita mengganti gelas, mangkok dan piring keramik dengan bahan plastik. Asal kita mau berusaha, kita pasti bisa menyesuaikan diri.” Clarissa mengulurkan tangan dan merangkul dalam pelukannya, tidak berdaya juga tidak tega, dia berkata : “Julius, aku tahu kamu sangat sedih, tapi masalah sudah terjadi, kita hanya bisa sambil menyesuaikan diri sambil mencari cara pengobatan. Kamu jangan marah ya? Semuanya akan baik kembali.”
“Maaf, aku emosi lagi.” Julius memeluknya dengan risau, jelas-jelas sudah bilang akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru, tidak membiarkan dia kuatir. Tapi tidak disangka barusan mengalami sedikit kegagalan sudah tidak tenang, dan mulai emosi.
“Tidak masalah, kita mulai pelan-pelan.” Hibur Clarissa lalu menunduk dan mencium keningnya.
Ciumannya seakan mempunyai daya gaib, dalam sedetik membuyarkan semua ketidaktenangan dan ketidaksabaran yang ada dalam hatinya, dia menarik Clarissa ke pangkuannya, membalas ciuman ke pipinya dan berkata : “Aku akan berusaha, walaupun demi kamu aku juga harus berusaha.”
“Terima kasih.” Dia terharu hingga mengeluarkan air mata.
Julius menarik napas dalam, dan beralih mencium bibirnya, mencium dengan cinta yang dalam. Bersamaan itu dia berjanji dalam hati, lain kali pasti tidak akan melakukan hal yang bisa membuat Clarissa sedih, pasti tidak akan melakukannya…....
Setelah mereka selesai makan, Julius memaksa Clarissa untuk istirahat di rumah, dan Clarissa juga memaksa untuk tetap tinggal.
Julius sengaja pura-pura marah dan berkata : “Sudah kubilang aku akan jaga diri baik-baik, kamu tidak percaya denganku?”
Benar Clarissa tidak begitu percaya, juga tidak tenang, apalagi ini baru awal-awal, bagi dia masih harus meraba-raba di setiap tempat. Tapi Clarissa tidak menunjukkan kekuatirannya, dengan wajah tenang dia berkata : “Bukan aku tidak percaya denganmu, tapi aku tidak bisa tidur tanpa dirimu di sampingku, pulang juga tidak ada gunanya.”
“Kamu sudah sehari semalam tidak istirahat.”
“Tidak apa-apa, aku tidak capek.” Mendadak Clarissa memandang Julius, dengan senyum kecil berkata : “Atau tidak kamu yang temani aku tidur?”
“Kamu mau tidur di atas ranjang pasien?”
“Iya.”
“Di sini penuh dengan bau desinfektan, kamu bisa tidur?”
“Bisa, karena ada bau kamu juga.” Clarissa berbaring di atas ranjang, sembari menepuk-nepuk tempat di sampingnya : “Ayo, sedikit sesak, tapi lebih hangat.”
Julius tidak bisa berbuat apa-apa dengan dia, hanya bisa dengan bantuannya meraba-raba lalu berbaring, luka yang ada di kepala masih belum membaik, memang benar penuh dengan aroma obat, tapi Clarissa tidak peduli, malah mendesak dalam pelukannya, segera sudah tertidur pulas.
Dia sungguh sudah sangat lelah, sudah lama tidak tidur dengan baik.
“Masih bilang tidak capek.” Julius tersenyum pahit dan menarik napas dalam, mendengar suara tarikan napas yang teratur, dia memeluknya, pelan-pelan juga mulai tertidur.
Seharian ini, dia sendiri juga tidak pernah benar-benar istirahat dengan tenang.
***
Sekali tidur sampai waktu senja, saat Clarissa bangun, Julius dengan mata terbuka dan berbaring miring di sampingya tanpa bergerak.
“Julius, sejak kapan kamu bangun?” tanya Clarissa sambil mengucek kedua matanya dan memandang Julius.
“Belum lama.” Julius dengan termangu bertanya : “Jam berapa sekarang?”
Clarissa mengambil ponsel di meja dan melihat jam : “Sore jam empat lewat lima puluh menit, ada apa? Kamu lapar? Atau ingin ke kamar kecil?”
Julius menggeleng, pelan-pelan menundukkan kepala, berhadapan dengannya dan berkata : “Clarissa, barusan aku mendadak teringat akan satu potong ingatan yang aneh, sepertinya kita sudah kenal sejak lama, dan juga pernah mengulang pelajaran bersama di kelas, aneh……jadi apakah kesadaran aku yang masih kacau?”
“Kemungkinan besar kamu mimpi.” Senyum Clarissa sambil tangan menyentuh keningnya : “Paman, kita tidak seumuran, ketika kamu masuk sekolah dasar aku masih bermain lumpur di tepi jalan, kamu naik sekolah menengah atas aku masih ada dalam ruangan sekolah dasar, mana mungkin duduk bareng dan mengulang pelajaran?”
“Ini bukan mimpi.” Julius menggeleng : “Aku sudah bangun baru tiba-tiba teringat.”
“Mungkin juga kondisi kesadaran yang kurang?”
“Entahlah.” Julius memejamkan mata, berniat untuk mengenang kembali banyak hal mengenai potongan ingatan yang sudah berl, tapi tidak ingat sama sekali, malah karena kelewat batas samar-samar kepalanya terasa sakit.
“Julius, kamu jangan berpikir lagi.” Clarissa mendapati ekspresinya yang menderita, segera menghibur : “Kita tidak mungkin kenal.”
“Dokter bilang aku bisa kehilangan ingatan, karena kecelakaan mobil waktu itu, masih ada gumpalan darah yang tidak dibersihkan hingga bersih itu yang menjadi penyebabnya. Operasi kali ini telah membersihkan semua gumpalan darah tersebut, jadi kemungkinan aku bisa mencari kembali ingatan aku yang dulu hilang.” kata Julius.
Novel Terkait
Husband Deeply Love
NaomiMore Than Words
HannyCintaku Pada Presdir
NingsiMenaklukkan Suami CEO
Red MapleHei Gadis jangan Lari
SandrakoRahasia Istriku
MahardikaPria Misteriusku
LylyThe True Identity of My Hubby×
- Bab 1 Déjà vu
- Bab 2 Bawa Dia
- Bab 3 Apa Bisa Tidak Dilaporkan Ke Polisi
- Bab 4 Menikahi Pria Buta
- Bab 5 Ini Maharnya
- Bab 6 Pindah ke daerah orang kaya
- Bab 7 Bertemu kepala keluarga
- Bab 8 Merk terkenal palsu
- Bab 9 Keluarga dia
- Bab 10 Menikah demi uang
- Bab 11 Pernikahan
- Bab 12 Mabuk
- Bab 13 Malam Pengantin Baru
- Bab 14 Membeli Mobil Untuknya
- Bab 15 Memanggilnya Nyonya Muda
- Bab 16 Penolong Dari Masalah
- Bab 17 Pertama Kali Bertemu
- Bab 18 Makan Bersama
- Bab 19 Mengacaukan Dunia
- Bab 20 Masa Lalunya
- Bab 21 Beli Satu Gratis Satu
- Bab 22 Bertemu Secara Kebetulan
- Bab 23 Tombol Milik Siapa?
- Bab 24 Ternyata Bukanlah Mimpi
- Bab 25 Sangat Mirip Dengan Seseorang
- Bab 26 Sakit Lambung(1)
- Bab 27 Sakit Lambung (2)
- Bab 28 Mabuk (1)
- Bab 29 Mabuk(2)
- Bab 30 Mabuk (3)
- Bab 31 Hanya Cantik Saja Tidak Berguna
- Bab 32 Dia Hanya Buta
- Bab 33 Tidak Pernah Masuk ke Kamarnya
- Bab 34 Suami Istri Tidak Perlu Terlalu Sungkan
- Bab 35 Cincin Pertunangan(1)
- Bab 36 Cincin Pertunangan (2)
- Bab 37 Membawa Teman Ke Rumah
- Bab 38 Tiba-tiba Menampakkan Diri
- Bab 39 Banyak Bicara Maka Banyak Salah
- Bab 40 Membantu Dia Melakukan Operasi Wajah Secara Gratis
- Bab 41 Terjadi Kecelakan Mobil (1)
- Bab 42 Terjadi Kecelakaan Mobil (2)
- Bab 43 Masa Lalu Yang Tidak Diketahui
- Bab 44 Menjadi Marah
- Bab 45 Dimana Anaknya
- Bab 46 Mimpi Buruk Lagi (1)
- Bab 147 Mimpi Buruk Lagi (2)
- Bab 48 Memilih Mundur
- Bab 49 Menemaninya Sampai Pertunjukan Selesai
- Bab 50 Apakah Sudah Mengakui Kesalahannya?
- Bab 51 Tidak Berani Bertemu Orang
- Bab 52 Menolak Makan
- Bab 53 Jangan Keras Kepala
- Bab 54 Pria Asing
- Bab 55 Ingin Pelukan
- Bab 56 Bersembunyi Sendiri
- Bab 57 Tertidur di Hotel
- Bab 58 Keamanannya
- Bab 59 Rumor
- Bab 60 Berterima Kasih Atas Bantuannya
- Bab 61 Dikejar orang yang ingin membunuhnya?
- Bab 62 Tiba-tiba berkunjung
- Bab 63 Meminta bantuannya
- Bab 64 Mendoakannya dengan berbesar hati
- Bab 65 Menolak berulang kali
- Bab 66 Pusing Mual
- Bab 67 Berlelucon
- Bab 68 Strategi Yuliana 1
- Bab 69 Strategi Yuliana 2
- Bab 70 Mulai Sekarang Saling Tidak Melanggar
- Bab 71 Rencana jahat berhasil
- Bab 72 Rencana jahat berhasil 2
- Bab 73 Keluarga Yi sudah memiliki cucu pertama
- Bab 74 Memaksa menikah
- Bab 75 Fitnah
- Bab 76 Tidak takut diolok-olok
- Bab 77 Dia atau bukan
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (1)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (2)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (3)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (1)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (2)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (3)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (1)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (2)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (3)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (1)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (2)
- Bab 82 Bukan Sengaja Menguping (1)
- Bab 82 Bukan sengaja ingin mendengar (2)
- Bab 83 Sakit (1)
- Bab 83 Sakit (2)
- Bab 83 Sakit (3)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (1)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (2)
- Bab 85: Menjadi Tidak Sopan (1)
- Bab 85 Menjadi Tidak Sopan (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (1)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (3)
- Bab 87 Sudah Hamil (1)
- Bab 87 Sudah Hamil (2)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (1)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (2)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (1)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (2)
- Bab 90 Janji Dulu (1)
- Bab 90 Janji Dulu (2)
- Bab 90 Janji Dulu (3)
- Bab 91 Bertengkar (1)
- Bab 91 Bertengkar (2)
- Bab 92: Membuktikan Satu Hal (1)
- Bab 92 Membuktikan Satu Hal (2)
- Bab 93 Sebuah Masalah (1)
- Bab 93 Sebuah Masalah (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (1)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (3)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (4)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (5)
- Bab 96 Mencari tahu (1)
- Bab 96 Mencari tahu (2)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (1)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (2)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (1)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (2)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (1)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (2)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (1)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol (1)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 1 (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 2 (1)
- Bab 102 Menggila karena alkohol 2 (2)
- Bab 103 Menjadi istri orang (1)
- Bab 103 Menjadi istri orang (2)
- Bab 104 Emosinya (1)
- Bab 104 Emosinya (2)
- Bab 105 Terjebak Api (1)
- Bab 105 Terjebak Api (2)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (1)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (2)
- Bab 107 Intrik Melawan Satu Sama Lain
- Bab 108 Di Depan Umum (1)
- Bab 108 Di Depan Umum (2)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (1)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (2)
- Bab 110 Kesalahpahaman (1)
- Bab 110 Kesalahpahaman (2)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (1)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (2)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (1)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (2)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (1)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (2)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (1)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (2)
- Bab 115 Melindungi Dengan Tubuh
- Bab 116 Terluka Dan Pingsan
- Bab 117 Bertengkar (1)
- Bab 117 Bertengkar (2)
- Bab 118 Terkena Flu
- Bab 119 Hal di luar perkiraan
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (1)
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (2)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (1)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (2)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (1)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (2)
- Bab 123 Terlambat Pulang(1)
- Bab 123 Terlambat Pulang (2)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (1)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (2)
- Bab 125 Cincin Itu Hilang
- Bab 126 Pengakuan Dia
- Bab 127 Pertama Kalinya di Hina Pria (1)
- Bab 128 Pertama Kalinya di Hina Pria (2)
- Bab 128 Kecelakaan
- Bab 129 Kecelakaan (Bagian 2)
- Bab 130 Kecelakaan (3)
- Bab 131 Kita Berpisah Saja
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (1)
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (2)
- Bab 133 Saya Memberikanmu Dua Pilihan
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (1)
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (2)
- Bab 135 Dia Merasa Bersalah
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (1)
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (2)
- Bab 137 Regenerasi
- Bab 138 Hari Sulit, Aku Masih Bisa Melewatinya
- Bab 139 Pertengkaran Panas
- Bab 140 Penebusan Kesalahan
- Bab 141 Kesepian Sorang Diri
- Bab 142 Balas Dendam Kebencian
- Bab 143 Perempuan Dan Laki-Laki Sama Saja
- Bab 144 Mengadopsi Anak
- Bab 145 Meninggalkannya
- Bab 146 Bawa Dia Pergi
- Bab 147 Suami Istri Sehati
- Bab 148 Apa Kebenarannya
- Bab 149 Petir di Siang Bolong
- Bab 150 Pergi dari Rumah
- Bab 151 Terlihat Asing
- Bab 152 Balik Melawan
- Bab 153 Dengan Enggan
- Bab 154 Paman yang Asing (1)
- Bab 154 Paman yang Asing (2)
- Bab 155 Permintaan Maaf (1)
- Bab 155 Permintaan Maaf (2)
- Bab 156 Permintaan Maaf (Bagian 3)
- Bab 157 Memberanikan Diri Sekali
- Bab 158 Perjanjian ( 1)
- Bab 158 Perjanjian ( 2)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam ( 1)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam (2)
- Bab 160 Rencana Gagal
- Bab 161 Berkhianat
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (1)
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (2)
- Bab 163 Kenapa Selalu Dia yang Berkorban
- Bab 164 Selalu Menemanimu (1)
- Bab 164 Selalu Menemanimu (2)
- Bab 165 Hidup dalam Ketakutan
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (1)
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (2)
- Bab 167 Aku Juga Bisa Bermain Trik
- Bab 168 Konflik
- Bab 169 Memanfaatkan Kekacauan Ini
- Bab 170 Kejadian Tidak Terduga
- Bab 171 Menghidupinya seumur hidup
- Bab 172 Marah
- Bab 173 Membantu
- Bab 174 Kebohongannya
- Bab 175 Levin
- Bab 176 Bayang-bayang yang Familiar
- Bab 177 Diam-diam Membawa Mereka Pulang
- Bab 178 Dirinya yang Dulu
- Bab 179 Belajar Berbohong
- Bab 180 Siapa yang Mengatakan Ingin Cerai
- Bab 181 Semuanya demi dia
- Bab 182 Pembagian warisan
- Bab 183 Ada kamu saja sudah cukup
- Bab 184 Kesempatan terakhir
- Bab 185 Yuliana melahirkan! (1)
- Bab 185 Yuliana melahirkan (2)
- Bab 186 Memohon Untuk Dimaafkan
- Bab 187 Justin Yi
- Bab 188 Perubahan Baik
- Bab 189 Kebenaran
- Bab 190 Senang Terlalu Awal
- Bab 191 Penculikan
- Bab 192 Penculikan 2
- Bab 193 Terjatuh Dari Lantai Tiga
- Bab 194 Menjadi Orang Buta Sesungguhnya?
- Bab 195 Keberanian Untuk Tetap Hidup
- Bab 196 Balas Dendam
- Bab 197 Ini adalah pembalasan karma
- Bab 198 Kesadaran yang kacau
- Bab 199 Rahasia pada dirinya
- Bab 200 Rahasia pada dirinya 2
- BAB 201 Misteri Charlie Shen Hilang
- Bab 202 Kasih Kalian Melihat Sebuah Dokumen
- Bab 203 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 2
- Bab 204 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 3
- Bab 205 Memaksa Dia Berlutut
- Bab 206 Negosiasi
- Bab 207 Dicurigai
- Episode 208 Kekanak-kanakan
- Bab 209 Mengingat Masa Lalu
- Bab 210 Janji Sebelum Berpisah
- Bab 211 Masuk Kembali ke Rumah Sakit.
- Bab 212 Pergi
- Bab 213 Anakku Ada dimana?
- Bab 214 Harapan Baru
- Bab 215 Persetujuan Perceraian
- Bab 216 Keteguhan Hatinya
- Bab 217 Berakting Seperti di Film Hollywood
- Bab 218 Dibawa Pergi Oleh Polisi
- Bab 219 Frans Tsu Kembali
- Bab 220 Undangan Pernikahan
- Bab 221 Pertemuan Tidak Disengaja Yang Mencanggungkan
- Bab 222 Acara Pernikahan
- Bab 223 Malam pengantin
- Bab 224 Bertemu lagi dan menjadi orang asing
- Bab 225 Dipecat
- Bab 226 Pemikiran yang tidak seharusnya ada
- Bab 227 Terjadi pertengkaran
- Bab 228 Dihina
- Bab 229 Anak-anak hilang
- Bab 230 Anak-anak hilang 2
- Bab 231 Meminta Bantuan Padanya
- Bab 232 Foto Keluarga
- Bab 233 Kanker
- Bab 234 Menyadari Sesuatu
- Bab 235 Kecuali Meminta Maaf Padaku
- Bab 236 Hanya bisa membantu sampai disini
- Bab 237 Mabuk (1)
- Bab 237 Mabuk (2)
- Bab 238 Kegilaan saat mabuk
- Bab 239 Bertemu untuk yang terakhir kalinya (1)
- Bab 239 Betemu untuk yang terakhir kalinya (2)
- Bab 240 Tes DNA
- Bab 241Menggoda Suamiku
- Bab 242 Menghindar (1)
- Bab 242 Menghindar (2)
- Bab 243 Bertemu Setiap Hari
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (1)
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (2)
- Bab 245 Biarkan Aku Hidup
- Bab 246 Biarkan Aku Hidup (2)
- Bab 247 Pergi menjauh
- Bab 248 Fakta
- Bab 249 Natasia Hilang (1)
- Bab 249 Natasia Hilang (2)
- Bab 250 Bukan Sengaja Membohongi
- Bab 251 Hukuman dari Dia
- Bab 252 Kontrak (1)
- Bab 252 Kontrak (2)
- Bab 253 Surat perceraian
- Bab 254 Suami istri yang tidak saling mencintai
- Bab 255 Liam
- Bab 256 Liam 2
- Bab 257 Berbuat jahat lagi
- Bab 258 Panik
- Bab 259 Orang yang Berbahaya (1)
- Bab 260 Orang yang Berbahaya (2)
- Bab 261 Menolong Dia atau Tidak
- Bab 262 Tidak Memiliki Tenaga Untuk Berjuang
- Bab 263 Apakah Aku Salah?
- Bab 264 Tidak Berubah (1)
- Bab 264 Tidak Berubah ( 2)
- Bab 265 Kemarahan yang Menyerang Hati
- Bab 266 Berkumpul
- Bab 267 Keadaan yang Baik
- Bab 268 Akibat Membuat Dia Marah
- Bab 269 Bencana
- Bab 270 Mau Membantunya Tidak
- Bab 271 Jangan Lompat Gedung
- Bab 272 Menandatangani Surat Perceraian
- Bab 273 Apa Kamu Masih Akan Menikahiku?
- Bab 274 Masih Mencintainya
- Bab 275 Reaksi Evelin
- Bab 276 Tidak Ingin Ribut Lagi
- Bab 277 Permintaan Maafnya
- Bab 278 Undangan Pernikahan
- Bab 279 Tidak menginginkan anak
- Bab 280 Akhirnya bersama
- Bab 281Pemikiran yang saling bertentangan
- Bab 282 Pernikahan
- Bab 283 Perasaan itu terbalaskan
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)