The True Identity of My Hubby - Bab 162 Tentang Surat Wasiat (2)

Gloria segera menambahkan: “Suamiku, aku tidak memiliki maksud lain, hanya takut ketiga saudara itu bertikai karena masalah warisan, makanya memikirkan hal ini lebih awal. Karena…. sudah banyak sekali terjadi masalah antara saudara karena warisan, aku tidak berharap mereka menjadi seperti itu juga.”

“Eh…..meski saat ini Perusahaan Besar Yi tidak lagi berjaya, tetapi bukankah bagian sahamnya masih tetap terjaga? Dan kamu tenang saja, surat wasiat ini sudah aku perlihatkan pada Ibu, Ibu juga merasa tidak ada kesalahan.”

Carter melirik dokumen di tangannya, berkata dengan nada datar: “Boleh, coba jelaskan isi di dalam surat itu.”

Takut sekali membuatnya kesal, setelah melihat emosinya tidak meledak, Gloria pun menghela nafas dalam hati, segera membuka dokumen itu dan menejelaskannya secara garis besarnya: “Pertama-tama adalah 30% saham Perusahaan Besar Yi atas namamu, ketiga saudara mendapatkan bagian yang sama rata, adil dan terbuka, bagaimana, ini tidak ada masalah kan?”

Melihat Carter Yi menganggukkan kepala, Gloria baru lanjut berkata: “Kemudian soal lima buah rumah dan tiga buah mobil atas namamu, aku dan Ibu merasa anak Yuliana akan segera lahir, dia juga termasuk cucu kandung Keluarga Yi, seharusnya mendapatkan warisan yang diturunkan Keluarga Yi. Rumah utama tentu saja diberikan pada Ibu, mobil juga seharusnya menjadi bagian dia, Julius dan Juwono sudah memiliki apartemen dan villa masing-masing, juga tidak memerlukan warisan itu lagi. Rumah dan mobil yang tersisa cukup diberikan pada cucu pertama Keluarga Yi saja.”

“Hm……” Carter menganggukkan kepala: “Kurang lebih sama seperti yang aku pikirkan.”

Gloria sangat senang mendengarnya, lanjut berkata: “Lalu dana, surat pinjaman dan saham atas namamu, seharusnya tersisa tidak banyak lagi, berikan saja pada Ibu untuk digunakan di hari tuanya.”

Carter meliriknya dengan ujung mata: “Kamu? Apa yang kamu dapatkan?”

Gloria menggelengkan kepala sambil tersenyum: “Suamiku, aku sudah bersamamu selama 20 tahun lebih, hidup mewah selama 20 tahun lebih, semua sudah sangat cukup, aku tidak menginginkan apapun lagi.”

Carter pun mengangguk dengan puas saat mendengarnya: “Juwono dan cucu kita termasuk milikmu, kamu juga tidak rugi, begitu saja.”

“Maksud suamiku….. semua sesuai surat wasiat ini?” Gloria bertanya dengan penuh hati-hati.

“Tidak.” Carter menggelengkan kepala, berkata: “Surat wasiat sudah aku siapkan sejak awal.”

“Suamiku sudah membuat surat wasiatnya?” Gloria sangat terkejut.

“Aku jauh lebih takut terjadi pertikaian antara tiga saudara itu, tentu saja sudah membuat surat wasiat jauh lebih awal.”

“Kalau begitu, apa saja isi surat wasiat itu?”

“Tidak ada bedanya dengan yang kamu bawa ini.”

“Benaran?” Akhirnya Gloria menghela nafas. Setelah melihat Carter mengangguk, dia pun lanjut bertanya: “Lalu siapa yang kamu cari untuk mengesahkannya? Bukan Clarissa kan?”

“Clarissa adalah menantu Keluarga Yi, tentu tidak mungkin membiarkan dia yang membuatnya.” Carter meliriknya sekilas, lanjut berkata: “Sudahlah, kamu jangan bertanya terlalu banyak, setelah aku meninggal nanti akan ada orang yang menjelaskan pada kalian.”

Meski Carter berkata demikian, Gloria masih saja merasa tidak tenang.

Tanpa melihat sendiri isi surat wasiat itu, dia sungguh tidak tenang!

“Suamiku, kamu……”

“Aku sudah selesai berbicara, masalah surat wasiat berakhir sampai disini!” Carter memotong pembicaraannya dengan kesal.

Setelah 20 tahun lebih hidup bersama, mungkinkah dia tidak tahu sifat seorang Gloria? Mungkinkah dia sebaik itu membagikan warisan dengan sama rata?

Julius dan Clarissa yang baru tiba di depan pintu kamar pasien pun mendengar Carter Yi sedang mengamuk, Julius segera berjalan masuk dan bertanya dengan cemas: “Kenapa? Yah, kenapa Ayah semarah ini?”

Melihat Julius dan Clarissa masuk, Gloria langsung menyembunyikan dokumen itu ke belakang badan, gerakan refleksnya ini malah membuat Julius penasaran.

“Ibu tiri, apa yang sedang Ibu pegang?” Julius bertanya dengan kening mengerut.

“Emm…memangnya apa lagi? Tentu saja dokumen.”

“Aku coba lihat dokumen apa itu.” Julius menjulurkan tangan dan merebut pergi dokumen itu dengan mudah.

Bukannya dia tidak hormat pada orang tua, tetapi sudah terlalu banyak ketidaktenangan terhadap Ibu dan anak itu, takutnya mereka sedang merencanakan sesuatu tanpa sepengetahuan Keluarga Yi.

Dan saat melihat dua kata ‘Surat Warisan’ di sampul depan, dia kesal hingga kehilangan kendali, langsung melototi Gloria sambil berkata dengan kasar: “Ibu tiri, Ayah masih hidup dan masih sangat sadar, apakah pantas Ibu membawa ini untuk ditandatanganinya?”

“Aku…..aku melakukan ini demi kebaikan kalian, demi kerukunan kalian di kehidupan mendatang.” Gloria berkata dengan gelisah: “Lagipula semua isinya sangat adil, aku tidak pilih kasih pada siapapun.”

Malas sekali membaca isinya, Julius langsung merobek surat wasiat itu hingga hancur, melemparkannya ke tong sampah dan berkata: “Dokter tidak berkata Ayah tidak bisa bertahan hidup, jangan membuatkan surat wasiat untuknya, kamu juga tidak perlu berpura-pura baik dengan mengatakan semua ini demi kebaikan kami, dan membujuk Ayah menandatangani surat ini.”

“Aku….”

“Sudah sudah, kalian jangan ribut lagi.” Carter memotong perselisihan kedua orang dengan kesal, memejamkan mata dan berkata: “Surat wasiat yang sesungguhnya sudah aku siapkan. Setelah aku meninggal, Pengacara Fang akan membacakan isinya untuk kalian.”

“Yah, Ayah akan sembuh.” Clarisa berkata menenangkannya.

“Terima kasih, tetapi aku tahu jelas keadaan badan sendiri.” Carter membuka mata secara perlahan, melihat sekilas orang-orang di sekitar, pada akhirnya menjatuhkan pandangan ke Clarissa dan berkata: “Clarissa, tolong panggilkan Julius, ada yang ingin aku katakan padanya.”

Clarissa sedikit terkejut, bertatapan sejenak dengan Julius, lalu berkata: “Sekarang?”

“Hm, sekarang, aku ingin berbicara empat mata dengannya.”

“Eh….baiklah, aku akan memintanya datang.” Clarissa kembali melihat Julius sekejap, berbalik badan berjalan ke arah pintu.

Clarissa Yuan keluar dari kamar, menoleh melihat Julius yang keluar bersamanya.

Julius Yi hanya menepuk pundaknya, seolah berkata jangan cemas.

Dua puluh menit kemudian, Julius kembali ke depan ranjang, tetap dengan identitasnya sebagai seorang yang buta. Dia bukan melakukannya karena sengaja, hanya saja saat ini memang belum tepat untuk menceritakan kenyataan pada Ayah, karena topik yang terlalu berat mudah membuat keadaan semakin menurun.

“Yah….Ayah mencariku?” Dengan bantuan Clarissa, Julius duduk di depan ranjang.

Mendengar suaranya, Carter membuka mata perlahan, menganggukkan kepala menjawab ‘Hm.” Setelah itu dia melihat Clarissa sekejap, Clarissa pun berkata: “Yah, kalian berbincang saja, aku keluar dulu.”

Selesai berkata, dia menundukkan kepala, berkata pada Julius: “Berbicaralah dengan baik bersama Ayah.”

Julius Yi mengerti apa yang dia cemaskan, segera mengangguk menenangkannya.

Setelah Clarissa pergi, Carter mengalihkan pandangan dari pintu kayu yang tertutup rapat, melihat ke arah Julius sambil tersenyum kecil: “Clarissa adalah seorang perempuan yang baik, perhatian, dewasa, dan berpendirian kuat.”

Julius juga ikut tersenyum: “Terima kasih Ayah sudah mendukungku menikahinya waktu itu.”

“Hm, tidak mudah bertemu perempuan baik dalam hidup.” Carter menghela nafas panjang: “Lihatlah hidupku, semua perempuan yang aku temui berhati serakah, aku belum meninggal saja surat wasiat sudah disiapkan.”

Raut wajah Julius sedikit memberat, dia paling tidak suka mendengar Ayah mengatakan hal-hal tidak baik soal Ibu.

Dalam benaknya, Ibu adalah seorang perempuan yang baik dan tidak pernah berencana licik, tetapi Ayah malah tidak merasa demikian. Dari awal hingga akhir dia selalu percaya dengan isu yang beredar di liar, yakin bahwa Ibu hampir mencelakai Ibu tiri yang saat itu sedang mengandung.

“Ibu tiri dinikahi dan dibawa pulang oleh Ayah secara paksa.”

Carter melihatnya sekilas, merasakan ketidaksenangan pada hatinya, langsung mengubah kata-kata: “Saat itu jika bukan karena Ibu tiri kamu hamil, aku juga tidak mungkin menikahinya dengan terburu-buru, tetapi semua ini hanya masa lalu, kita tidak perlu membicarakannya lagi.”

Julius Yi menarik nafas dengan dalam, berpikir keadaan Ayah sudah seperti sekarang, lebih baik biarkan saja.

Novel Terkait

Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu