The True Identity of My Hubby - Bab 243 Bertemu Setiap Hari
"Liam, tunggu sebentar." Clarissa mengejar Liam, setelah membuka pintu mobil dan bermaksud membuka pintu mobil, Liam dan Natalia tiba-tiba dengan senang memanggil: "Paman!"
Punggung Clarissa membeku, satu kata ini menusuk telinganya seperti jarum, saat ini dia bahkan tidak berani berbalik, tidak berani melihat lelaki di belakangnya.
Julius bisa-bisanya datang ke sekolah, kelihatannya Julius sama sekali tidak percaya bahwa dia membawa anak-anak ke luar negeri.
Kalau bukan karena Liam dan Natalia sudah berlari ke Julius, kalau saat ini hanya ada dia seorang, mungkin dia akan langsung membuka pintu mobil, masuk dan langsung melarikan diri, tapi sekarang situasinya tidak memungkinkan, dia tidak mungkin meninggalkan Liam dan Natalia begitu saja!
Di belakangnya, Liam tertawa senang dan bertanya: "Paman, kamu juga datang menjemput kita pulang?"
Suara Julius lembut namun tegas: "Panggil aku Paman Julius."
"Kenapa?"
"Karena aku ingin hanya menjadi Paman kalian."
"Bibi Clarissa, mana yang benar?" Natalia melihat ke arah Clarissa dan bertanya bingung. (Kedua paman ini berbeda, yang sebelumnya adalah panggilan dari suami bibi, sedangkan yang satunya hanyalah paman pada umumnya.)
Clarissa yang dipanggil terpaksa berbalik, dia dengan cepat melihat Julius sekilas, namun tatapannya seketika tertahan di tatapan Julius.
Julius menatap lurus ke arahnya, tatapannya dingin bak es.
Clarissa segera mengalihkan pandangannya, menunduk berkata kepada Natalia: "Dia adalah suami bibi kalian, kalian tentu saja harus memanggilnya paman."
"Tapi Paman bilang dia hanya ingin menjadi paman Julius."
"Paman kalian tidak ada hak memilih, oleh karena itu kalian tidak boleh mendengar kata-katanya."
"Oh, Paman." Natalia berpaling ke arah Julius dan memanggilnya.
Julius kesal, melewati anak-anak dan melangkah mendekati Clarissa, kedua tangannya meremas bahunya dan menatapnya dari jarak yang dekat: "Apa maksudmu? Bersikeras ingin mendorongku ke perempuan itu?"
"Julius Yi." Clarissa menggerakkan bahunya mencoba lepas dari genggamannya, melirik Julius dan berkata kesal: "Bisa tidak kita tidak membicarakan masalah ini di depan anak-anak?"
"Kamu itu tidak bisa membicarakan masalah ini di depan anak-anak atau sebenarnya sama sekali tidak ingin berbicara?"
"Aku...... Kita benar-benar tidak boleh begini."
"Tidak boleh bagaimana? Tidak boleh bertemu tidak boleh bersama?" Julius kesal: "Jadi kamu membohongiku kamu keluar negeri? Bahkan memblokir nomor teleponku?"
Clarissa melihat Liam dan Natalia yang menatapi dia dan Julius dengan tegang, terpaksa membawa mereka kembali ke TK, berjongkok dan berkata: "Liam, Natalia, Bibi ada hal yang harus dibicarakan dengan Paman, kalian pergi main disana dulu, ya?"
"Baik!" Liam dan Natalia berlari ke arah pelosotan di TK.
Setelah menyingkirkan anak-anak, Clarissa berbalik, menatapi Julius dan berkata dengan serius: "Julius, kita benar-benar tidak boleh seegois ini, tidak bisa tidak menghiraukan hidup Justin, terlebih lagi aku sudah berjanji pada Gwendolyn dan Nenek bahwa aku tidak akan bertemu denganmu lagi, aku tidak bisa terus melanggar janji."
"Tapi kamu juga sudah berjanji tidak akan menghindariku, tidak akan mengabaikanku lagi." Julius lagi-lagi mengangkat tangan meremas bahu Clarissa, memelototinya: "Aku juga pernah bilang, kecuali hatimu benar-benar telah berubah, kalau tidak aku selamanya tidak akan menyerah, aku ingin kamu ada di sampingku, tidak peduli dengan cara apa."
"Julius, bisakah kamu jangan begini?"
"Tidak bisa." Julius menatapi Clarissa dan berkata dengan nada mengancam: "Kalau lain kali kamu lagi-lagi menghindariku, aku akan datang kesini setiap hari untuk menemuimu, aku juga akan pergi ke rumah keluarga Tsu untuk mencarimu, aku tidak peduli kamu berjanji pada siapa, tapi aku pernah berjanji pada diriku sendiri, aku akan bertemu denganmu setiap hari."
"Julius! Kamu ingin memaksaku mati?"
"Benar! Memaksamu mati, kemudian menemanimu mati bersama!"
"Dasar gila!" Clarissa langsung melempar diri masuk ke pelukan Julius, menangis keras sambil memeluk Julius.
Julius memeluk Clarissa, mendongakkan kepalanya dan berkedip menyerap air matanya: "Aku benar-benar sudah mau gila dibuat kamu, tinggal sedikit lagi sudah gila."
"Sebenarnya aku juga sudah hampir gila." Clarissa menggumam di dalam pelukannya.
Dia tahu hati Julius sakit, tapi apakah dia bisa tidak sakit? Dia sama sakitnya dengan Julius, sama sedihnya. Setiap kali melihat Liam dan Natalia, dia pun merindukan Julius sampai hampir gila.
Dia juga ingin melempar diri ke arah Julius tanpa memikirkan apapun, memeluk Julius dengan erat.
Tapi bagaimana? Apa yang harus dia lakukan kalau Gwendolyn tahu dia lagi-lagi bertemu dengan Julius?
"Lain kali masih lari?" Julius melepaskan pelukannya, menunduk melihat Clarissa dan bertanya.
Clarissa menggelengkan kepala: "Tidak, tidak akan lari lagi."
"Lagipula juga tidak akan berhasil, lebih baik jangan menghabiskan tenaga." Julius menunduk dan mencium bibir Clarissa, tapi malah didorong oleh Clarissa.
"Jangan..... Sekarang kita di taman, perhatikan imejmu."
"Kalau begitu kita ganti tempat." Julius pun berjalan ke arah pelosotan, kemudian menepuk tangannya untuk menarik perhatian Liam dan Natalia: "Anak-anak, Paman Julius bawa kalian pergi bermain."
"Paman mau membawa kita kemana?" Liam tertawa senang.
"Panggil Paman Julius, Paman baru akan memberitahu kalian."
Liam dengan muka kesusahan melihat ke arah Clarissa.
Julius juga berpaling ke arah Clarissa dan menaikkan alisnya.
Clarissa terpaksa berkata: "Kalau begitu......ketika sedang bersama Bibi kalian panggil Paman*, saat tidak ada Bibi kita panggil Paman Julius, begini boleh?" Clarissa bertanya kepada Julius.
Julius berpikir sejenak, dengan tidak puas mengangguk: "Baiklah."
"Kalau begitu Paman Julius berencana membawa kita kemana?" Liam dan Natalia langsung mengubah panggilan Julius.
"Lihat kalian suka main kemana?"
"Aku ingin Paman Julius menemaniku makan dessert, pergi main bola, dan juga pergi naik kereta api."
"Boleh, kita ke semua tempat." Julius menggendong kedua kakak beradik ini turun dari tempat tinggi.
Clarissa berjalan mendekati mereka, berkata: "Tidak bisa, ayah akan menunggu kita makan di rumah, jadi kita tidak boleh keluar terlalu lama."
Merasakan pandangan Julius yang mengarah padanya, Clarissa berpaling ke arahnya, menepuk lengannya dan menghiburnya: "Meskipun aku sudah setuju tidak akan menghindarimu, tapi kita ini termasuk selingkuh, oleh karena itu tidak boleh terlalu terang-terangan, kan?"
"Kalau begitu apa hubungannya dengan Frans?"
"Tentu saja ada, dia adalah kakak Gwendolyn, tentu saja tidak berharap adiknya sendiri sedih." Clarissa berpikir sejenak: "Anggap saja demi aku, ya?"
Kemudian Clarissa berpaling ke anak-anak: "Bagaimana kalau hari ini kita pergi makan dessert ke toko sebelumnya, kemudian pulang?"
"Tapi aku ingin bermain dengan Paman Julius." Liam membuat ekspresi sedih.
"Boleh bermain dengan Paman Julius, kita tunggu lain kali ada kesempatan baru main, ya?" Clarissa diam-diam menyiku lengan Julius, menyuruhnya bantu berbicara.
Julius meskipun tidak rela, tapi tetap membantu Clarissa: "Anak pintar, lain kali Paman Julius punya waktu senggang pasti akan membawa kalian pergi bermain bola, bagaimana?"
"Baiklah kalau begitu." Liam dan Natalia mengangguk setuju.
*****
Clarissa membawa Liam dan Natalia naik ke mobil Julius, Julius membawa mereka ke arah toko dessert yang ada di seberang City Walk.
Toko dessert ini sepertinya adalah toko favorit Liam dan Natalia, setiap ingin makan dessert mereka selalu kepikiran toko ini. Tentu saja, sekarang juga sudah menjadi toko favorit Clarissa.
Melihat sosok Julius yang membawa Liam dan Natalia memilih dessert, melihat di wajah ayah dan anak penuh dengan kegembiraan, Clarissa pun refleks tersenyum manis.
Empat orang sekeluarga hidup senang dan bahagia, ini adalah pemandangan yang ingin dia lihat bahkan di mimpinya.
Julius meletakkan nampan di atas meja, mengamati Clarissa yang tersenyum, dia pun mengulurkan tangan dan mencubit pipinya: "Memikirkan apa sampai tersenyum senang begitu?"
Clarissa terbangun dari lamunannya, mendongak melihat Julius: "Mau tahu aja."
Kemudian dia bangun dan menggendong Liam dan Natalia, mendudukkan mereka di kursi, senyum berseri-seri dan memindahkan makanan dari nampan satu per satu.
Melihat semua dessert tidak ada kacangnya, Clarissa melihat ketiga ayah dan anak, orang-orang ini alergi kacang......benar-benar sekeluarga!
"Tidak beritahu aku, berarti ada hubungannya denganku?" Julius berkata dengan percaya diri.
"Tentu saja tidak." Clarissa mengambilkan es krim rasa cokelat untuk Liam, kemudian mengambilkan es krim rasa stroberi untuk Natalia, mengamati mereka makan dengan tatapan lembut.
Kemudian, di depan dia muncul es krim rasa mangga, Julius yang menaruhnya di depan Clarissa.
Dia mengamati Julius, bertanya: "Kamu? Kamu tidak ikut makan?"
"Aku........?" Julius awalnya tidak suka makan es krim, tapi melihat mereka semua makan dengan sangat nikmat, dia pun mengulurkan tangan menerima es krim rasa apel yang diserahkan Clarissa untuknya.
Natalia makan sejenak, kemudian mendongak melihat Julius: "Paman Julius, kamu lebih sering tertawa ketika sedang bersama dengan Bibi Clarissa."
Clarissa membeku sejenak, mendongak bertatapan dengan Julius.
Julius tertawa dan mengelus kepala Natalia: "Tentu saja, kamu tidak lihat Bibi Clarissa juga lebih sering tertawa ketika sedang bersama dengan Paman Julius?"
"Benar juga." Natalia seperti menyadari sebuah hal yang ajaib, dia mengangguk sambil tertawa.
Clarissa segera memesan: "Sayang, di depan Bibi tidak boleh mengatakan hal seperti ini, tahu?"
"Tahu, aku tidak akan bilang."
"Juga tidak boleh memberitahu Bibi bahwa Paman Julius dan Bibi Clarissa pernah bertemu, ya?"
"Baik!" Natalia berjanji.
"Pintar!" Clarissa memuji Natalia dengan nada puas.
*****
Malamnya, Gwendolyn menerima foto yang dikirim Andy, foto yang diterima semua adalah foto Julius dan Clarissa sedang bersama.
Ada yang di TK, juga ada yang di toko dessert.
Di setiap foto mereka terlihat sangat mesra, bahkan ada yang sedang berpelukan erat.
"Nona Tsu, ini adalah foto yang paling baru." Andi mengirimkan pesan.
Gwendolyn awalnya memang tidak berharap Julius dan Clarissa benar-benar akan putus bersih, tapi juga tidak menyangka Clarissa seberani ini, baru beberapa hari saja sudah menempel Julius lagi.
Kelihatannya Clarissa tidak menaruh peringatannya ke dalam hati.
"Nona Tsu, apa rencanamu?" Andi lagi-lagi mengirimkan pesan.
"Aku pikir dulu." setelah membalas pesan Andi dengan singkat, Gwendolyn pun menutup ponselnya.
Dia bisa melakukan apa? Masih bisa melakukan apa? Tidak mungkin mencari Clarissa bicara lagi, kan? Apa gunanya bicara, tidak hanya tidak bisa menghentikan pertemuan mereka, bahkan bisa menurunkan wibawanya.
Gwendolyn menghirup nafas dalam, dengan marah melempar ponselnya ke dinding.
Novel Terkait
Demanding Husband
MarshallMilyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu
Milea AnastasiaSang Pendosa
DoniWahai Hati
JavAliusLelah Terhadap Cinta Ini
Bella CindyDoctor Stranger
Kevin WongLove And Pain, Me And Her
Judika DenadaThe True Identity of My Hubby×
- Bab 1 Déjà vu
- Bab 2 Bawa Dia
- Bab 3 Apa Bisa Tidak Dilaporkan Ke Polisi
- Bab 4 Menikahi Pria Buta
- Bab 5 Ini Maharnya
- Bab 6 Pindah ke daerah orang kaya
- Bab 7 Bertemu kepala keluarga
- Bab 8 Merk terkenal palsu
- Bab 9 Keluarga dia
- Bab 10 Menikah demi uang
- Bab 11 Pernikahan
- Bab 12 Mabuk
- Bab 13 Malam Pengantin Baru
- Bab 14 Membeli Mobil Untuknya
- Bab 15 Memanggilnya Nyonya Muda
- Bab 16 Penolong Dari Masalah
- Bab 17 Pertama Kali Bertemu
- Bab 18 Makan Bersama
- Bab 19 Mengacaukan Dunia
- Bab 20 Masa Lalunya
- Bab 21 Beli Satu Gratis Satu
- Bab 22 Bertemu Secara Kebetulan
- Bab 23 Tombol Milik Siapa?
- Bab 24 Ternyata Bukanlah Mimpi
- Bab 25 Sangat Mirip Dengan Seseorang
- Bab 26 Sakit Lambung(1)
- Bab 27 Sakit Lambung (2)
- Bab 28 Mabuk (1)
- Bab 29 Mabuk(2)
- Bab 30 Mabuk (3)
- Bab 31 Hanya Cantik Saja Tidak Berguna
- Bab 32 Dia Hanya Buta
- Bab 33 Tidak Pernah Masuk ke Kamarnya
- Bab 34 Suami Istri Tidak Perlu Terlalu Sungkan
- Bab 35 Cincin Pertunangan(1)
- Bab 36 Cincin Pertunangan (2)
- Bab 37 Membawa Teman Ke Rumah
- Bab 38 Tiba-tiba Menampakkan Diri
- Bab 39 Banyak Bicara Maka Banyak Salah
- Bab 40 Membantu Dia Melakukan Operasi Wajah Secara Gratis
- Bab 41 Terjadi Kecelakan Mobil (1)
- Bab 42 Terjadi Kecelakaan Mobil (2)
- Bab 43 Masa Lalu Yang Tidak Diketahui
- Bab 44 Menjadi Marah
- Bab 45 Dimana Anaknya
- Bab 46 Mimpi Buruk Lagi (1)
- Bab 147 Mimpi Buruk Lagi (2)
- Bab 48 Memilih Mundur
- Bab 49 Menemaninya Sampai Pertunjukan Selesai
- Bab 50 Apakah Sudah Mengakui Kesalahannya?
- Bab 51 Tidak Berani Bertemu Orang
- Bab 52 Menolak Makan
- Bab 53 Jangan Keras Kepala
- Bab 54 Pria Asing
- Bab 55 Ingin Pelukan
- Bab 56 Bersembunyi Sendiri
- Bab 57 Tertidur di Hotel
- Bab 58 Keamanannya
- Bab 59 Rumor
- Bab 60 Berterima Kasih Atas Bantuannya
- Bab 61 Dikejar orang yang ingin membunuhnya?
- Bab 62 Tiba-tiba berkunjung
- Bab 63 Meminta bantuannya
- Bab 64 Mendoakannya dengan berbesar hati
- Bab 65 Menolak berulang kali
- Bab 66 Pusing Mual
- Bab 67 Berlelucon
- Bab 68 Strategi Yuliana 1
- Bab 69 Strategi Yuliana 2
- Bab 70 Mulai Sekarang Saling Tidak Melanggar
- Bab 71 Rencana jahat berhasil
- Bab 72 Rencana jahat berhasil 2
- Bab 73 Keluarga Yi sudah memiliki cucu pertama
- Bab 74 Memaksa menikah
- Bab 75 Fitnah
- Bab 76 Tidak takut diolok-olok
- Bab 77 Dia atau bukan
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (1)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (2)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (3)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (1)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (2)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (3)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (1)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (2)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (3)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (1)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (2)
- Bab 82 Bukan Sengaja Menguping (1)
- Bab 82 Bukan sengaja ingin mendengar (2)
- Bab 83 Sakit (1)
- Bab 83 Sakit (2)
- Bab 83 Sakit (3)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (1)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (2)
- Bab 85: Menjadi Tidak Sopan (1)
- Bab 85 Menjadi Tidak Sopan (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (1)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (3)
- Bab 87 Sudah Hamil (1)
- Bab 87 Sudah Hamil (2)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (1)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (2)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (1)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (2)
- Bab 90 Janji Dulu (1)
- Bab 90 Janji Dulu (2)
- Bab 90 Janji Dulu (3)
- Bab 91 Bertengkar (1)
- Bab 91 Bertengkar (2)
- Bab 92: Membuktikan Satu Hal (1)
- Bab 92 Membuktikan Satu Hal (2)
- Bab 93 Sebuah Masalah (1)
- Bab 93 Sebuah Masalah (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (1)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (3)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (4)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (5)
- Bab 96 Mencari tahu (1)
- Bab 96 Mencari tahu (2)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (1)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (2)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (1)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (2)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (1)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (2)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (1)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol (1)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 1 (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 2 (1)
- Bab 102 Menggila karena alkohol 2 (2)
- Bab 103 Menjadi istri orang (1)
- Bab 103 Menjadi istri orang (2)
- Bab 104 Emosinya (1)
- Bab 104 Emosinya (2)
- Bab 105 Terjebak Api (1)
- Bab 105 Terjebak Api (2)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (1)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (2)
- Bab 107 Intrik Melawan Satu Sama Lain
- Bab 108 Di Depan Umum (1)
- Bab 108 Di Depan Umum (2)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (1)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (2)
- Bab 110 Kesalahpahaman (1)
- Bab 110 Kesalahpahaman (2)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (1)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (2)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (1)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (2)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (1)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (2)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (1)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (2)
- Bab 115 Melindungi Dengan Tubuh
- Bab 116 Terluka Dan Pingsan
- Bab 117 Bertengkar (1)
- Bab 117 Bertengkar (2)
- Bab 118 Terkena Flu
- Bab 119 Hal di luar perkiraan
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (1)
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (2)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (1)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (2)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (1)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (2)
- Bab 123 Terlambat Pulang(1)
- Bab 123 Terlambat Pulang (2)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (1)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (2)
- Bab 125 Cincin Itu Hilang
- Bab 126 Pengakuan Dia
- Bab 127 Pertama Kalinya di Hina Pria (1)
- Bab 128 Pertama Kalinya di Hina Pria (2)
- Bab 128 Kecelakaan
- Bab 129 Kecelakaan (Bagian 2)
- Bab 130 Kecelakaan (3)
- Bab 131 Kita Berpisah Saja
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (1)
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (2)
- Bab 133 Saya Memberikanmu Dua Pilihan
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (1)
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (2)
- Bab 135 Dia Merasa Bersalah
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (1)
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (2)
- Bab 137 Regenerasi
- Bab 138 Hari Sulit, Aku Masih Bisa Melewatinya
- Bab 139 Pertengkaran Panas
- Bab 140 Penebusan Kesalahan
- Bab 141 Kesepian Sorang Diri
- Bab 142 Balas Dendam Kebencian
- Bab 143 Perempuan Dan Laki-Laki Sama Saja
- Bab 144 Mengadopsi Anak
- Bab 145 Meninggalkannya
- Bab 146 Bawa Dia Pergi
- Bab 147 Suami Istri Sehati
- Bab 148 Apa Kebenarannya
- Bab 149 Petir di Siang Bolong
- Bab 150 Pergi dari Rumah
- Bab 151 Terlihat Asing
- Bab 152 Balik Melawan
- Bab 153 Dengan Enggan
- Bab 154 Paman yang Asing (1)
- Bab 154 Paman yang Asing (2)
- Bab 155 Permintaan Maaf (1)
- Bab 155 Permintaan Maaf (2)
- Bab 156 Permintaan Maaf (Bagian 3)
- Bab 157 Memberanikan Diri Sekali
- Bab 158 Perjanjian ( 1)
- Bab 158 Perjanjian ( 2)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam ( 1)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam (2)
- Bab 160 Rencana Gagal
- Bab 161 Berkhianat
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (1)
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (2)
- Bab 163 Kenapa Selalu Dia yang Berkorban
- Bab 164 Selalu Menemanimu (1)
- Bab 164 Selalu Menemanimu (2)
- Bab 165 Hidup dalam Ketakutan
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (1)
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (2)
- Bab 167 Aku Juga Bisa Bermain Trik
- Bab 168 Konflik
- Bab 169 Memanfaatkan Kekacauan Ini
- Bab 170 Kejadian Tidak Terduga
- Bab 171 Menghidupinya seumur hidup
- Bab 172 Marah
- Bab 173 Membantu
- Bab 174 Kebohongannya
- Bab 175 Levin
- Bab 176 Bayang-bayang yang Familiar
- Bab 177 Diam-diam Membawa Mereka Pulang
- Bab 178 Dirinya yang Dulu
- Bab 179 Belajar Berbohong
- Bab 180 Siapa yang Mengatakan Ingin Cerai
- Bab 181 Semuanya demi dia
- Bab 182 Pembagian warisan
- Bab 183 Ada kamu saja sudah cukup
- Bab 184 Kesempatan terakhir
- Bab 185 Yuliana melahirkan! (1)
- Bab 185 Yuliana melahirkan (2)
- Bab 186 Memohon Untuk Dimaafkan
- Bab 187 Justin Yi
- Bab 188 Perubahan Baik
- Bab 189 Kebenaran
- Bab 190 Senang Terlalu Awal
- Bab 191 Penculikan
- Bab 192 Penculikan 2
- Bab 193 Terjatuh Dari Lantai Tiga
- Bab 194 Menjadi Orang Buta Sesungguhnya?
- Bab 195 Keberanian Untuk Tetap Hidup
- Bab 196 Balas Dendam
- Bab 197 Ini adalah pembalasan karma
- Bab 198 Kesadaran yang kacau
- Bab 199 Rahasia pada dirinya
- Bab 200 Rahasia pada dirinya 2
- BAB 201 Misteri Charlie Shen Hilang
- Bab 202 Kasih Kalian Melihat Sebuah Dokumen
- Bab 203 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 2
- Bab 204 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 3
- Bab 205 Memaksa Dia Berlutut
- Bab 206 Negosiasi
- Bab 207 Dicurigai
- Episode 208 Kekanak-kanakan
- Bab 209 Mengingat Masa Lalu
- Bab 210 Janji Sebelum Berpisah
- Bab 211 Masuk Kembali ke Rumah Sakit.
- Bab 212 Pergi
- Bab 213 Anakku Ada dimana?
- Bab 214 Harapan Baru
- Bab 215 Persetujuan Perceraian
- Bab 216 Keteguhan Hatinya
- Bab 217 Berakting Seperti di Film Hollywood
- Bab 218 Dibawa Pergi Oleh Polisi
- Bab 219 Frans Tsu Kembali
- Bab 220 Undangan Pernikahan
- Bab 221 Pertemuan Tidak Disengaja Yang Mencanggungkan
- Bab 222 Acara Pernikahan
- Bab 223 Malam pengantin
- Bab 224 Bertemu lagi dan menjadi orang asing
- Bab 225 Dipecat
- Bab 226 Pemikiran yang tidak seharusnya ada
- Bab 227 Terjadi pertengkaran
- Bab 228 Dihina
- Bab 229 Anak-anak hilang
- Bab 230 Anak-anak hilang 2
- Bab 231 Meminta Bantuan Padanya
- Bab 232 Foto Keluarga
- Bab 233 Kanker
- Bab 234 Menyadari Sesuatu
- Bab 235 Kecuali Meminta Maaf Padaku
- Bab 236 Hanya bisa membantu sampai disini
- Bab 237 Mabuk (1)
- Bab 237 Mabuk (2)
- Bab 238 Kegilaan saat mabuk
- Bab 239 Bertemu untuk yang terakhir kalinya (1)
- Bab 239 Betemu untuk yang terakhir kalinya (2)
- Bab 240 Tes DNA
- Bab 241Menggoda Suamiku
- Bab 242 Menghindar (1)
- Bab 242 Menghindar (2)
- Bab 243 Bertemu Setiap Hari
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (1)
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (2)
- Bab 245 Biarkan Aku Hidup
- Bab 246 Biarkan Aku Hidup (2)
- Bab 247 Pergi menjauh
- Bab 248 Fakta
- Bab 249 Natasia Hilang (1)
- Bab 249 Natasia Hilang (2)
- Bab 250 Bukan Sengaja Membohongi
- Bab 251 Hukuman dari Dia
- Bab 252 Kontrak (1)
- Bab 252 Kontrak (2)
- Bab 253 Surat perceraian
- Bab 254 Suami istri yang tidak saling mencintai
- Bab 255 Liam
- Bab 256 Liam 2
- Bab 257 Berbuat jahat lagi
- Bab 258 Panik
- Bab 259 Orang yang Berbahaya (1)
- Bab 260 Orang yang Berbahaya (2)
- Bab 261 Menolong Dia atau Tidak
- Bab 262 Tidak Memiliki Tenaga Untuk Berjuang
- Bab 263 Apakah Aku Salah?
- Bab 264 Tidak Berubah (1)
- Bab 264 Tidak Berubah ( 2)
- Bab 265 Kemarahan yang Menyerang Hati
- Bab 266 Berkumpul
- Bab 267 Keadaan yang Baik
- Bab 268 Akibat Membuat Dia Marah
- Bab 269 Bencana
- Bab 270 Mau Membantunya Tidak
- Bab 271 Jangan Lompat Gedung
- Bab 272 Menandatangani Surat Perceraian
- Bab 273 Apa Kamu Masih Akan Menikahiku?
- Bab 274 Masih Mencintainya
- Bab 275 Reaksi Evelin
- Bab 276 Tidak Ingin Ribut Lagi
- Bab 277 Permintaan Maafnya
- Bab 278 Undangan Pernikahan
- Bab 279 Tidak menginginkan anak
- Bab 280 Akhirnya bersama
- Bab 281Pemikiran yang saling bertentangan
- Bab 282 Pernikahan
- Bab 283 Perasaan itu terbalaskan
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)