The True Identity of My Hubby - Bab 83 Sakit (1)

Ia tidak menghiraukan Gwendolyn yang histeris, ia membuka kran air sampai yang terbesar, air yang dingin mengalir dari kepala hingga ujung kakinya, tapi panas dalam tubuhnya yang masih bergejolak sama sekali tidak berkurang.

Dia berjongkok di bawah shower, tubuhnya seperti dibagi dua bagian, berupa es dan api, tidak berhentinya gemetar.

Di luar sana, Gwendolyn yang marah dan sedih melototi pintu toilet yang tertutup rapat, air mata mengalir deras.

Justin memilih untuk menyirami dirinya dengan air dingin di cuaca yang sangat dingin ini daripada menyentuh dirinya, bagaimana bisa demikian? Mengapa menjadi seperti ini?

Apakah dia benar-benar Justin yang dulu?

Mobil Bentley hitam berhenti di bawah gedung Avery Hill Park.

Steve menoleh dan berkata kepada Julius yang duduk di belakang : “Tuan muda pertama, rumah nona Evelin sudah sampai.”

Julius berdehem pelan, diikuti dengan bersin.

Steve segera menarik sebuah tisu untuknya, lalu bertanya dengan penuh perhatian : “Tuan muda pertama, anda kenapa?”

Sepanjang perjalanan ini, sudah keempat kalinya Julius bersin.

Julius menerima tisu tersebut dan mengelap ingus, serta berkata : “Aku tidak apa-apa,” Dan bertanya : “Yakin dia ada di dalam?”

Steve menganggukkan kepala : “Yakin, dan tebakan tuan muda pertama benar, kata sandi pintunya adalah ulang tahun nona Evelin sendiri, nona Evelin tadi sudah pergi berangkat kerja.”

Julius menganggukkan kepala dan membuka pintu mobil untuk keluar, dengan dituntun oleh Steve, ia sampai di depan pintu Evelin.

Steve memencet kata sandi, pintu pun terbuka.

Saat Julius melangkah masuk, Levin sedang meringkuk, dengan mata sayu terduduk di samping jendela. Dia yang terbakar hingga tak jelas wajah dan ekspresinya, mungkin tidak akan menunjukkan ekspresi apa pun lagi.

Sedangkan Steve langsung berdesis melihat Levin, hampir ia jatuh pingsan.

Dan Levin yang tadinya menghadap ruang tamu pun otomatis langsung membalikkan badan menjerit histeris : “Siapa kalian! Keluar! Keluar!”

Steve berniat mendekat untuk menenangkannya, tapi ditahan oleh Julius.

Julius maju satu langkah, menghadap ke arah Levin terduduk, dengan tenang ia berktaa : “Kalau sudah cukup berputus asa, cepatlah berdiri, cinta dan pekerjaan yang akan menjadi milikmu…semuanya ada.”

Suaranya meskipun terdengar tidak ada perasaan yang bergejolak, tapi samar-samar terpendam rasa pahit dan tak berdaya.

Levin yang meringkuk di pojokan membelakanginya, akhirnya tidak bisa menahan diri untuk menangis.

Setelah pulang kerja, Clarissa melihat kak Sarah membawa makanan yang tak disentuh sama sekali dari atas.

Ia mendekat dan melihat sekilas makanan di nampan, lalu bertanya : “Tuan muda pertama kenapa? Kenapa makanannya tidak dimakan?”

Jangan-jangan dia ngambek lagi? Tapi……kali ini dirinya tidak memancing emosinya.

Kak Sarah menghela nafas tak berdaya : “Tidak tahu kenapa tuan muda pertama demam, tidak nafsu makan.”

“Tuan muda pertama demam? Apakah parah?” Clarissa tercengang, kemudian bertanya dengan perhatian.

“Lumayan, demamnya tidak terlalu tinggi, cuma satu badannya terasa lemas, tidak bernafsu makan.”

“Aku pergi melihat dia sebentar.” Setelah itu Clarissa pun naik ke atas.

Kak Sarah yang panik pun segera menghentikannya : “Nyonya muda, lebih baik jangan…….”

Langkah kaki Clarissa terhenti, dengan agak kesal ia menoleh melototi kak Sarah : “Kak Sarah, apakah di saat seperti ini aku tidak seharusnya memperhatikan dia? Aku adalah istrinya.”

Julius menghindarinya ketika malam hari masih bisa tidak dihiraukan, di satu sisi kak Sarah menasihatinya untuk baik-baik bersama Julius, dan di sisi lainnya ia membantu Julius menghindarinya, sungguh tidak mengerti apa yang ia pikirkan.

“Ini…….” Kak Sarah menghela nafas pelan : “Baiklah, keadaan tuan muda pertama kurang baik, suasana hatinya juga tidak begitu baik, kamu hati-hati.”

“Aku tahu, aku akan berhati-hati.” Clarissa tersenyum ramah kepadanya dan membalikkan badan naik ke atas.

Saat Clarissa memasuki kamar Julius, Julius sedang bersandar di ranjang sambil memejamkan mata, mendengar suara pintu dibuka, ia pun langsung membuka mata dan sedikit menegakkan badan.

“Kenapa kamu masuk?” Tanya Julius.

“Aku dengar kamu demam, kenapa bisa?” Clarissa berjalan sampai di hadapannya, tangannya meraba kening Julius dengan perhatian : “Badanmu panas juga, kenapa tidak pergi ke rumah sakit?”

“Hanya demam saja, tidak perlu ke rumah sakit.”

“Apakah kamu tidak pernah dengar, sakit kalau tidak diobati akan menjadi penyakit besar.”

“Jangan menakut-nakuti aku, haaachiuuuu……” Julius menggosok hidungnya, dengan kalang kabut ia mencari tisu.

Novel Terkait

Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu