The True Identity of My Hubby - Bab 197 Ini adalah pembalasan karma
Dia tidak berani sembarang menggerakkan Gwendolyn, dia berpikir sejenak baru mengeluarkan ponsel dan menghubungi nomor darurat.
Setelah mobil Yuliana menabrak Gwendolyn, juga menabrak tanaman hijau di sisi jalan, dan mobil dipaksa berhenti. Kali ini dia tidak berencana untuk kabur, tapi setelah dirinya agak tenang perlahan dia melepaskan sabuk pengaman, turun dari mobil dan berjalan menuju ke arah Gwendolyn.
Dia berdiri dengan jarak hanya setengah meter dari Gwendolyn, Yuliana melihat ke bawah dan tersenyum dingin : “Pada saat itu setelah aku mendengar hasutan dari kamu, sama menabrak Clarissa seperti ini juga. Bukankah perasaan seperti ini sungguh tidak enak? Coba kamu pikir, apakah kamu juga akan berakhir dengan tidak bisa hamil seumur hidup? Tapi, wanita jahat sepertimu juga tidak pantas untuk melahirkan anak, bisa hamil atau tidak bagi kamu tidak ada masalah kan?”
Gwendolyn yang terbaring dalam genangan darah melotot padanya, pelan-pelan kesadaran mulai menghilang dari otaknya, terakhir yang tertinggal dalam ingatannya adalah wajah Yuliana yang menyeringai karena senyum mengejek dan nada bicaranya yang dingin.
Seumur hidup ini, tidak peduli melakukan hal apapun dia tidak pernah menyesal, karena dia memiliki rasa percaya diri dan sombong yang cukup tinggi. Hanya sekali ini dia menyesal, harusnya dari awal dia sadar…….Yuliana dan Clarissa tidak sama.
****
Teresa masuk ke kamar pasien, dengan wajah berseri berkata : “Barusan aku menerima kabar, Gwendolyn wanita hina itu ditabrak mobil, dan sedang mendapat pertolongan darurat di rumah sakit ini.”
Teresa tersenyum girang, seolah-olah ini adalah sebuah peristiwa yang sangat bahagia.
Tentu saja, kalau bagi Clarissa mestinya ini menjadi sebuah peristiwa yang bahagia, bagaimanapun Gwendolyn melakukan banyak hal buruk padanya. Dari awal dia sudah ingin membalas dendam, tapi saat ini selain terkejut dia tidak ada perasaan bahagia sedikutpun, karena hari ini adalah hari Julius melepaskan perban matanya.
Dia sejak semalam mulai kuatir akan reaksi ekstrem dari Julius setelah melepas perban, senantiasa kuatir hingga sekarang.
“Eh, bukankah ini berita bagus? Aku khusus datang untuk memberi tahu pada kalian, mengapa kalian berdua tidak merasa senang sama sekali?” Teresa dengan wajah tidak mengerti mengamati mereka berdua.
“Aku merasa cukup senang. Bagaimana, apakah Clarissa tidak senang?” Julius mengangkat tangan dan membelai wajah Clarissa : “Coba aku lihat, ternyata benar tidak ada sedikitpun rasa senang.”
“Senang, mana mungkin tidak?” Senyum Clarissa menangkap telapak tangan Julius : “Gwendolyn melakukan begitu banyak hal buruk, adanya pembalasan karma hanya masalah cepat atau lambat.”
“Iya, hanya saja tidak tahu bagaimana dengan lukanya, bahkan Tuhan pun ingin membalasnya untuk anak kita, mestinya kamu bisa tenang sekarang.”
“Kamu berharap dia terluka seperti apa?”
“Tentu saja makin parah lebih bagus, paling baik kalau cacat seumur hidup, kelak tidak akan mampu keluar untuk mencelakai orang lagi.” kata Clarissa dongkol, lalu dengan segera tawa terkekeh : “Apakah aku ada sedikit jahat?”
“Tidak, ini wajar dan normal.”
Setelah dia dicelakai begitu parah, wajar Julius tidak meminta dia untuk menjadi sebuah bunga teratai putih yang suci dan murni, lagi pula manusia memiliki tujuh perasaan dan enam nafsu.
“Ehm, sudahlah kalau cuma celakai aku sendiri, tapi malah mencelakai kamu juga sampai parah begini.” Kemarahan muncul lagi di wajah Clarissa.
“Kalau begitu berarti kamu marah karena aku diperlakukan begini?”
“Aku tidak tega melihat kamu.” Clarissa mengulurkan tangan dan memeluk lehernya, dan berkata di samping telinganya : “Julius, nanti dokter akan datang untuk melepas perban, kamu istirahat dulu ya?”
“Tidak perlu, aku baru bangun belum lama.” Ujar Julius sambil menepuk-nepuk bahunya.
Claissa mengangguk, setelah ragu-ragu baru berkata : “Aku mau ke kantor sebentar, Justin dan nenek akan datang menemani kamu.”
“Baik, kamu pergi sibuk saja.” Jawab Julius.
Clarissa benar pergi dan meninggalkan rumah sakit.
Dia sungguh tidak mempunyai keberanian untuk menghadapi Julius setelah perbannya dilepas, dia takut dirinya sendiri tidak bisa menghadapi Julius yang putus asa.
Dia tidak kembali ke kantor, tapi berjalan sendiri di sekitar jalan dekat rumah sakit, seakan-akan seperti sebuah boneka kayu yang tidak memiliki jiwa.
Sampai waktu hampir siang, dia baru menerima telepon dari Justin, di ujung telepn sana terdengar nada bicara Justin yang murung : “Julius tidak apa-apa, sudah tidur lelap.”
“Benarkah tidak ada masalah?” Clarissa tidak berani percaya.
“Iya, barusan disuntik obat penenang, sudah tertidur.”
Clarissa menghela dengan sedih, dia sudah tahu Julius tidak mungkin tidak ada masalah.
Ketika dia kembali ke rumah sakit, Julius masih tidur, perban di mata sudah dilepas, masih tetap Julius yang tampan, raut wajah tidurnya yang tenang sama seperti waktu tidur di hari-hari biasa.
“Julius, kamu pernah berjanji padaku bertemu dengan masalah apapun, pasti akan menghadapinya dengan kuat.” Bisik dia di samping telinga Julius.
Sorenya, Julius sudah bangun, tidak seperti yang dibayangkan oleh Clarissa. Tidak emosi, tidak ada suara tangisan, sebaliknya ketenangan yang membuat hatinya tidak tenang.
“Julius……kamu baik-baik saja?” Dia memandang Julius dan bertanya dengan gelisah.
Sepasang matanya kehilangan sinar, tidak seperti biasanya yang penuh semangat dan bersinar-sinar.
Kali ini, dia benar-benar buta!
“Aku baik-baik saja.” Dengan pelan Julius berkata : “Aku ingin sendiri dulu, boleh?”
“Baik, tapi kamu harus berjanji padaku tidak boleh melakukan hal bodoh.” Kata Clarissa cemas.
Julius mengangguk : “Tenang saja, tidak akan.”
Akhirnya dia mengerti mengapa Clarissa berkata seperti itu padanya beberapa hari lalu, juga tidak lupa dengan setiap kata-katanya. Jika dia menderita, Clarissa akan lebih menderita darinya, jika dia tidak tegar, Clarissa akan bersama dengannya juga akan hilang keberanian untuk hidup
Dia tidak berharap Clarissa mengikuti dirinya untuk menderita dan sedih, namun dia perlu waktu untuk memaksa dirinya sendiri untuk menyesuaikan diri dan menerima semua ini.
****
Waktu sepanjang hari ini, Julius mengunci dirinya di dalam kamar pasien, tidak makan, tidak minum, tidak mau bertemu dengan siapapun.
Dia tidak membuka pintu, Clarissa tidak berhenti kuatir.
Sendirian terhuyung-huyung di rumah sakit, Clarissa sendiri tidak tahu sudah terhuyung berapa lama, dan malah berjalan sampai ke lantai bagian tulang.
Berjalan maju beberapa langkah, sebuah suara teriakan yang tidak asing mendadak terdengar di telinganya, dan membuat dia spontan menghentikan langkah kakinya.
Itu suara Gwendolyn, pekikan yang menyedihkan dan putus asa : “Kalian bohong padaku! Dokter sudah mengatakan kakiku sudah cacat, kalian ini semua pembohong!”
Clarissa melangkah maju beberapa langkah, dan berdiri di depan sebuah kamar pasien, melewati celah pintu melihat kepala yang dibalut perban, kaki yang terpasang gips. Wajah Gwendolyn penuh dengan air mata dan duduk di atas ranjang sambil teriak dan menangis.
Raut wajah yang pucat, air muka yang putus asa, saat ini dia tidak ada sedikitpun kelihatan luar biasa dan menonjol.
Nyonya Tsu yang di samping menghibur dengan berlinang air mata : “Gwen, sekarang kedokteran begitu maju, kakimu pasti bisa diobati. Jangan menangis lagi, kamu baru saja operasi hati-hati dengan tulang yang akan salah posisi!”
Gwendolyn yang emosi sama sekali tidak mendengar nasehatnya, hanya sebuah pekik tangis keras : “Kamu bohong padaku, barusan aku sudah mendengar apa yang dokter katakan pada kalian, dokter bilang kakiku tidak akan bisa sembuh seumur hidup, kalian membohongiku……”
Sudut mata Gwendolyne tiba-tiba melihat Clarissa yang ada di depan pintu, membuatnya semakin marah ditambah emosi yang tinggi, mengambil bantal yang ada di ranjang dan melemparnya ke arah pintu, seraya berteriak : “Pergi! Enyahlah kamu dari sini!”
Pintu yang terkena lemparan bantal tadi bergoyang, kemudian pelan-pelan menutup rapat.
Clarissa tidak pergi, tapi mendorong pintu dan melangkah masuk, berdiri dan memandang Gwendolyn lalu mengejeknya : “Ternyata kamu bisa putus asa juga, juga bisa sakit. Aku kira kamu adalah orang yang tak berperasaan dan berdarah dingin.”
“Kamu datang untuk menertawaiku? Kamu ada hak apa datang untuk menertawaiku?” Gwendolyn menunjuk-nunjuk Clarissa dan berteriak : “Clarissa kamu jangan senang dulu! Aku pasti akan sembuh kembali!”
“Jika kamu bisa sembuh lagi, maka Tuhan sungguh tidak adil.”
“Nona Yuan, kalau bicara bolehkah jangan terlalu kasar begitu?” kata nyonya Tsu tidak sabar.
Clarissa menoleh dan melirik sekilas, segera dengan wajah penuh kemarahan dia melotot pada Gwendolyn dan berkata : “Julius ada di bawah sekarang, matanya sudah buta. Dia lebih putus asa dibanding kamu, lebih menderita, kamu yang menyebabkan dia seperti itu! Gwendolyn kamu pikir masih layak untuk menangis di sini? Wanita jahat sepertimu mau mati sepuluh kalipun tidak akan cukup untuk membayar hutang ini!”
“Julius benar-benar buta?” Gwendolyn tidak terima dengan kata-kata Clarissa : “Dia buta apa hubungannya denganku? Itu salah dia sendiri!”
“Kalau kamu? Bukankah Tuhan sedang menghukummu, hingga kamu menjadi cacat?”
“Aku tidak cacat! Dokter sudah bilang kakiku akan sembuh lagi.” Setelah Gwendolyn berteriak, tiba-tiba dia tertawa : “Bukankah Julius suka menjadi orang buta? Kalau begitu biar dia menjadi buta, sampai dia puas! Dan juga kamu, bukankah suka melayani orang buta? Kelak ada kesempatan untuk melayani, sungguh bagus!”
“Gwendolyn, kamu benar-benar orang gila!” Clarissa melontarkan kata ini dengan amarah meluap-luap.
Gwendolyn malah tertawa lagi : “Julius baru orang gila, demi seorang wanita yang baru kenal belum setahun tidak peduli dengan nyawa sendiri, dia pantas dapatkan itu!”
“Dia pantas? Terus kamu apa? Ini pembalasan karma untukmu! Ini adalah hukuman dari Tuhan bagimu! Kamu baik-baik saja di sini menjadi orang cacat!” kata Clarissa dengan kejam, karena tidak mau mendengar lebih banyak lagi dia berbalik dan keluar dari kamar pasien.
Dia tidak peduli biasanya apa yang dikatakan Gwendolyn terhadap dirinya, mempermalukan dia, namun dia peduli jika Gwendolyn berkata buruk tentang Julius, dia sangat peduli!
Novel Terkait
Cinta Pada Istri Urakan
Laras dan GavinCinta Yang Terlarang
MinnieMendadak Kaya Raya
Tirta ArdaniMy Enchanting Guy
Bryan WuAwesome Guy
RobinWonderful Son-in-Law
EdrickDemanding Husband
MarshallMy Superhero
JessiThe True Identity of My Hubby×
- Bab 1 Déjà vu
- Bab 2 Bawa Dia
- Bab 3 Apa Bisa Tidak Dilaporkan Ke Polisi
- Bab 4 Menikahi Pria Buta
- Bab 5 Ini Maharnya
- Bab 6 Pindah ke daerah orang kaya
- Bab 7 Bertemu kepala keluarga
- Bab 8 Merk terkenal palsu
- Bab 9 Keluarga dia
- Bab 10 Menikah demi uang
- Bab 11 Pernikahan
- Bab 12 Mabuk
- Bab 13 Malam Pengantin Baru
- Bab 14 Membeli Mobil Untuknya
- Bab 15 Memanggilnya Nyonya Muda
- Bab 16 Penolong Dari Masalah
- Bab 17 Pertama Kali Bertemu
- Bab 18 Makan Bersama
- Bab 19 Mengacaukan Dunia
- Bab 20 Masa Lalunya
- Bab 21 Beli Satu Gratis Satu
- Bab 22 Bertemu Secara Kebetulan
- Bab 23 Tombol Milik Siapa?
- Bab 24 Ternyata Bukanlah Mimpi
- Bab 25 Sangat Mirip Dengan Seseorang
- Bab 26 Sakit Lambung(1)
- Bab 27 Sakit Lambung (2)
- Bab 28 Mabuk (1)
- Bab 29 Mabuk(2)
- Bab 30 Mabuk (3)
- Bab 31 Hanya Cantik Saja Tidak Berguna
- Bab 32 Dia Hanya Buta
- Bab 33 Tidak Pernah Masuk ke Kamarnya
- Bab 34 Suami Istri Tidak Perlu Terlalu Sungkan
- Bab 35 Cincin Pertunangan(1)
- Bab 36 Cincin Pertunangan (2)
- Bab 37 Membawa Teman Ke Rumah
- Bab 38 Tiba-tiba Menampakkan Diri
- Bab 39 Banyak Bicara Maka Banyak Salah
- Bab 40 Membantu Dia Melakukan Operasi Wajah Secara Gratis
- Bab 41 Terjadi Kecelakan Mobil (1)
- Bab 42 Terjadi Kecelakaan Mobil (2)
- Bab 43 Masa Lalu Yang Tidak Diketahui
- Bab 44 Menjadi Marah
- Bab 45 Dimana Anaknya
- Bab 46 Mimpi Buruk Lagi (1)
- Bab 147 Mimpi Buruk Lagi (2)
- Bab 48 Memilih Mundur
- Bab 49 Menemaninya Sampai Pertunjukan Selesai
- Bab 50 Apakah Sudah Mengakui Kesalahannya?
- Bab 51 Tidak Berani Bertemu Orang
- Bab 52 Menolak Makan
- Bab 53 Jangan Keras Kepala
- Bab 54 Pria Asing
- Bab 55 Ingin Pelukan
- Bab 56 Bersembunyi Sendiri
- Bab 57 Tertidur di Hotel
- Bab 58 Keamanannya
- Bab 59 Rumor
- Bab 60 Berterima Kasih Atas Bantuannya
- Bab 61 Dikejar orang yang ingin membunuhnya?
- Bab 62 Tiba-tiba berkunjung
- Bab 63 Meminta bantuannya
- Bab 64 Mendoakannya dengan berbesar hati
- Bab 65 Menolak berulang kali
- Bab 66 Pusing Mual
- Bab 67 Berlelucon
- Bab 68 Strategi Yuliana 1
- Bab 69 Strategi Yuliana 2
- Bab 70 Mulai Sekarang Saling Tidak Melanggar
- Bab 71 Rencana jahat berhasil
- Bab 72 Rencana jahat berhasil 2
- Bab 73 Keluarga Yi sudah memiliki cucu pertama
- Bab 74 Memaksa menikah
- Bab 75 Fitnah
- Bab 76 Tidak takut diolok-olok
- Bab 77 Dia atau bukan
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (1)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (2)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (3)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (1)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (2)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (3)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (1)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (2)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (3)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (1)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (2)
- Bab 82 Bukan Sengaja Menguping (1)
- Bab 82 Bukan sengaja ingin mendengar (2)
- Bab 83 Sakit (1)
- Bab 83 Sakit (2)
- Bab 83 Sakit (3)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (1)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (2)
- Bab 85: Menjadi Tidak Sopan (1)
- Bab 85 Menjadi Tidak Sopan (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (1)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (3)
- Bab 87 Sudah Hamil (1)
- Bab 87 Sudah Hamil (2)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (1)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (2)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (1)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (2)
- Bab 90 Janji Dulu (1)
- Bab 90 Janji Dulu (2)
- Bab 90 Janji Dulu (3)
- Bab 91 Bertengkar (1)
- Bab 91 Bertengkar (2)
- Bab 92: Membuktikan Satu Hal (1)
- Bab 92 Membuktikan Satu Hal (2)
- Bab 93 Sebuah Masalah (1)
- Bab 93 Sebuah Masalah (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (1)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (3)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (4)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (5)
- Bab 96 Mencari tahu (1)
- Bab 96 Mencari tahu (2)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (1)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (2)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (1)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (2)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (1)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (2)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (1)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol (1)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 1 (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 2 (1)
- Bab 102 Menggila karena alkohol 2 (2)
- Bab 103 Menjadi istri orang (1)
- Bab 103 Menjadi istri orang (2)
- Bab 104 Emosinya (1)
- Bab 104 Emosinya (2)
- Bab 105 Terjebak Api (1)
- Bab 105 Terjebak Api (2)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (1)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (2)
- Bab 107 Intrik Melawan Satu Sama Lain
- Bab 108 Di Depan Umum (1)
- Bab 108 Di Depan Umum (2)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (1)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (2)
- Bab 110 Kesalahpahaman (1)
- Bab 110 Kesalahpahaman (2)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (1)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (2)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (1)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (2)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (1)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (2)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (1)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (2)
- Bab 115 Melindungi Dengan Tubuh
- Bab 116 Terluka Dan Pingsan
- Bab 117 Bertengkar (1)
- Bab 117 Bertengkar (2)
- Bab 118 Terkena Flu
- Bab 119 Hal di luar perkiraan
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (1)
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (2)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (1)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (2)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (1)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (2)
- Bab 123 Terlambat Pulang(1)
- Bab 123 Terlambat Pulang (2)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (1)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (2)
- Bab 125 Cincin Itu Hilang
- Bab 126 Pengakuan Dia
- Bab 127 Pertama Kalinya di Hina Pria (1)
- Bab 128 Pertama Kalinya di Hina Pria (2)
- Bab 128 Kecelakaan
- Bab 129 Kecelakaan (Bagian 2)
- Bab 130 Kecelakaan (3)
- Bab 131 Kita Berpisah Saja
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (1)
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (2)
- Bab 133 Saya Memberikanmu Dua Pilihan
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (1)
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (2)
- Bab 135 Dia Merasa Bersalah
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (1)
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (2)
- Bab 137 Regenerasi
- Bab 138 Hari Sulit, Aku Masih Bisa Melewatinya
- Bab 139 Pertengkaran Panas
- Bab 140 Penebusan Kesalahan
- Bab 141 Kesepian Sorang Diri
- Bab 142 Balas Dendam Kebencian
- Bab 143 Perempuan Dan Laki-Laki Sama Saja
- Bab 144 Mengadopsi Anak
- Bab 145 Meninggalkannya
- Bab 146 Bawa Dia Pergi
- Bab 147 Suami Istri Sehati
- Bab 148 Apa Kebenarannya
- Bab 149 Petir di Siang Bolong
- Bab 150 Pergi dari Rumah
- Bab 151 Terlihat Asing
- Bab 152 Balik Melawan
- Bab 153 Dengan Enggan
- Bab 154 Paman yang Asing (1)
- Bab 154 Paman yang Asing (2)
- Bab 155 Permintaan Maaf (1)
- Bab 155 Permintaan Maaf (2)
- Bab 156 Permintaan Maaf (Bagian 3)
- Bab 157 Memberanikan Diri Sekali
- Bab 158 Perjanjian ( 1)
- Bab 158 Perjanjian ( 2)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam ( 1)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam (2)
- Bab 160 Rencana Gagal
- Bab 161 Berkhianat
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (1)
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (2)
- Bab 163 Kenapa Selalu Dia yang Berkorban
- Bab 164 Selalu Menemanimu (1)
- Bab 164 Selalu Menemanimu (2)
- Bab 165 Hidup dalam Ketakutan
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (1)
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (2)
- Bab 167 Aku Juga Bisa Bermain Trik
- Bab 168 Konflik
- Bab 169 Memanfaatkan Kekacauan Ini
- Bab 170 Kejadian Tidak Terduga
- Bab 171 Menghidupinya seumur hidup
- Bab 172 Marah
- Bab 173 Membantu
- Bab 174 Kebohongannya
- Bab 175 Levin
- Bab 176 Bayang-bayang yang Familiar
- Bab 177 Diam-diam Membawa Mereka Pulang
- Bab 178 Dirinya yang Dulu
- Bab 179 Belajar Berbohong
- Bab 180 Siapa yang Mengatakan Ingin Cerai
- Bab 181 Semuanya demi dia
- Bab 182 Pembagian warisan
- Bab 183 Ada kamu saja sudah cukup
- Bab 184 Kesempatan terakhir
- Bab 185 Yuliana melahirkan! (1)
- Bab 185 Yuliana melahirkan (2)
- Bab 186 Memohon Untuk Dimaafkan
- Bab 187 Justin Yi
- Bab 188 Perubahan Baik
- Bab 189 Kebenaran
- Bab 190 Senang Terlalu Awal
- Bab 191 Penculikan
- Bab 192 Penculikan 2
- Bab 193 Terjatuh Dari Lantai Tiga
- Bab 194 Menjadi Orang Buta Sesungguhnya?
- Bab 195 Keberanian Untuk Tetap Hidup
- Bab 196 Balas Dendam
- Bab 197 Ini adalah pembalasan karma
- Bab 198 Kesadaran yang kacau
- Bab 199 Rahasia pada dirinya
- Bab 200 Rahasia pada dirinya 2
- BAB 201 Misteri Charlie Shen Hilang
- Bab 202 Kasih Kalian Melihat Sebuah Dokumen
- Bab 203 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 2
- Bab 204 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 3
- Bab 205 Memaksa Dia Berlutut
- Bab 206 Negosiasi
- Bab 207 Dicurigai
- Episode 208 Kekanak-kanakan
- Bab 209 Mengingat Masa Lalu
- Bab 210 Janji Sebelum Berpisah
- Bab 211 Masuk Kembali ke Rumah Sakit.
- Bab 212 Pergi
- Bab 213 Anakku Ada dimana?
- Bab 214 Harapan Baru
- Bab 215 Persetujuan Perceraian
- Bab 216 Keteguhan Hatinya
- Bab 217 Berakting Seperti di Film Hollywood
- Bab 218 Dibawa Pergi Oleh Polisi
- Bab 219 Frans Tsu Kembali
- Bab 220 Undangan Pernikahan
- Bab 221 Pertemuan Tidak Disengaja Yang Mencanggungkan
- Bab 222 Acara Pernikahan
- Bab 223 Malam pengantin
- Bab 224 Bertemu lagi dan menjadi orang asing
- Bab 225 Dipecat
- Bab 226 Pemikiran yang tidak seharusnya ada
- Bab 227 Terjadi pertengkaran
- Bab 228 Dihina
- Bab 229 Anak-anak hilang
- Bab 230 Anak-anak hilang 2
- Bab 231 Meminta Bantuan Padanya
- Bab 232 Foto Keluarga
- Bab 233 Kanker
- Bab 234 Menyadari Sesuatu
- Bab 235 Kecuali Meminta Maaf Padaku
- Bab 236 Hanya bisa membantu sampai disini
- Bab 237 Mabuk (1)
- Bab 237 Mabuk (2)
- Bab 238 Kegilaan saat mabuk
- Bab 239 Bertemu untuk yang terakhir kalinya (1)
- Bab 239 Betemu untuk yang terakhir kalinya (2)
- Bab 240 Tes DNA
- Bab 241Menggoda Suamiku
- Bab 242 Menghindar (1)
- Bab 242 Menghindar (2)
- Bab 243 Bertemu Setiap Hari
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (1)
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (2)
- Bab 245 Biarkan Aku Hidup
- Bab 246 Biarkan Aku Hidup (2)
- Bab 247 Pergi menjauh
- Bab 248 Fakta
- Bab 249 Natasia Hilang (1)
- Bab 249 Natasia Hilang (2)
- Bab 250 Bukan Sengaja Membohongi
- Bab 251 Hukuman dari Dia
- Bab 252 Kontrak (1)
- Bab 252 Kontrak (2)
- Bab 253 Surat perceraian
- Bab 254 Suami istri yang tidak saling mencintai
- Bab 255 Liam
- Bab 256 Liam 2
- Bab 257 Berbuat jahat lagi
- Bab 258 Panik
- Bab 259 Orang yang Berbahaya (1)
- Bab 260 Orang yang Berbahaya (2)
- Bab 261 Menolong Dia atau Tidak
- Bab 262 Tidak Memiliki Tenaga Untuk Berjuang
- Bab 263 Apakah Aku Salah?
- Bab 264 Tidak Berubah (1)
- Bab 264 Tidak Berubah ( 2)
- Bab 265 Kemarahan yang Menyerang Hati
- Bab 266 Berkumpul
- Bab 267 Keadaan yang Baik
- Bab 268 Akibat Membuat Dia Marah
- Bab 269 Bencana
- Bab 270 Mau Membantunya Tidak
- Bab 271 Jangan Lompat Gedung
- Bab 272 Menandatangani Surat Perceraian
- Bab 273 Apa Kamu Masih Akan Menikahiku?
- Bab 274 Masih Mencintainya
- Bab 275 Reaksi Evelin
- Bab 276 Tidak Ingin Ribut Lagi
- Bab 277 Permintaan Maafnya
- Bab 278 Undangan Pernikahan
- Bab 279 Tidak menginginkan anak
- Bab 280 Akhirnya bersama
- Bab 281Pemikiran yang saling bertentangan
- Bab 282 Pernikahan
- Bab 283 Perasaan itu terbalaskan
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)