The True Identity of My Hubby - Bab 197 Ini adalah pembalasan karma

Dia tidak berani sembarang menggerakkan Gwendolyn, dia berpikir sejenak baru mengeluarkan ponsel dan menghubungi nomor darurat.

Setelah mobil Yuliana menabrak Gwendolyn, juga menabrak tanaman hijau di sisi jalan, dan mobil dipaksa berhenti. Kali ini dia tidak berencana untuk kabur, tapi setelah dirinya agak tenang perlahan dia melepaskan sabuk pengaman, turun dari mobil dan berjalan menuju ke arah Gwendolyn.

Dia berdiri dengan jarak hanya setengah meter dari Gwendolyn, Yuliana melihat ke bawah dan tersenyum dingin : “Pada saat itu setelah aku mendengar hasutan dari kamu, sama menabrak Clarissa seperti ini juga. Bukankah perasaan seperti ini sungguh tidak enak? Coba kamu pikir, apakah kamu juga akan berakhir dengan tidak bisa hamil seumur hidup? Tapi, wanita jahat sepertimu juga tidak pantas untuk melahirkan anak, bisa hamil atau tidak bagi kamu tidak ada masalah kan?”

Gwendolyn yang terbaring dalam genangan darah melotot padanya, pelan-pelan kesadaran mulai menghilang dari otaknya, terakhir yang tertinggal dalam ingatannya adalah wajah Yuliana yang menyeringai karena senyum mengejek dan nada bicaranya yang dingin.

Seumur hidup ini, tidak peduli melakukan hal apapun dia tidak pernah menyesal, karena dia memiliki rasa percaya diri dan sombong yang cukup tinggi. Hanya sekali ini dia menyesal, harusnya dari awal dia sadar…….Yuliana dan Clarissa tidak sama.

****

Teresa masuk ke kamar pasien, dengan wajah berseri berkata : “Barusan aku menerima kabar, Gwendolyn wanita hina itu ditabrak mobil, dan sedang mendapat pertolongan darurat di rumah sakit ini.”

Teresa tersenyum girang, seolah-olah ini adalah sebuah peristiwa yang sangat bahagia.

Tentu saja, kalau bagi Clarissa mestinya ini menjadi sebuah peristiwa yang bahagia, bagaimanapun Gwendolyn melakukan banyak hal buruk padanya. Dari awal dia sudah ingin membalas dendam, tapi saat ini selain terkejut dia tidak ada perasaan bahagia sedikutpun, karena hari ini adalah hari Julius melepaskan perban matanya.

Dia sejak semalam mulai kuatir akan reaksi ekstrem dari Julius setelah melepas perban, senantiasa kuatir hingga sekarang.

“Eh, bukankah ini berita bagus? Aku khusus datang untuk memberi tahu pada kalian, mengapa kalian berdua tidak merasa senang sama sekali?” Teresa dengan wajah tidak mengerti mengamati mereka berdua.

“Aku merasa cukup senang. Bagaimana, apakah Clarissa tidak senang?” Julius mengangkat tangan dan membelai wajah Clarissa : “Coba aku lihat, ternyata benar tidak ada sedikitpun rasa senang.”

“Senang, mana mungkin tidak?” Senyum Clarissa menangkap telapak tangan Julius : “Gwendolyn melakukan begitu banyak hal buruk, adanya pembalasan karma hanya masalah cepat atau lambat.”

“Iya, hanya saja tidak tahu bagaimana dengan lukanya, bahkan Tuhan pun ingin membalasnya untuk anak kita, mestinya kamu bisa tenang sekarang.”

“Kamu berharap dia terluka seperti apa?”

“Tentu saja makin parah lebih bagus, paling baik kalau cacat seumur hidup, kelak tidak akan mampu keluar untuk mencelakai orang lagi.” kata Clarissa dongkol, lalu dengan segera tawa terkekeh : “Apakah aku ada sedikit jahat?”

“Tidak, ini wajar dan normal.”

Setelah dia dicelakai begitu parah, wajar Julius tidak meminta dia untuk menjadi sebuah bunga teratai putih yang suci dan murni, lagi pula manusia memiliki tujuh perasaan dan enam nafsu.

“Ehm, sudahlah kalau cuma celakai aku sendiri, tapi malah mencelakai kamu juga sampai parah begini.” Kemarahan muncul lagi di wajah Clarissa.

“Kalau begitu berarti kamu marah karena aku diperlakukan begini?”

“Aku tidak tega melihat kamu.” Clarissa mengulurkan tangan dan memeluk lehernya, dan berkata di samping telinganya : “Julius, nanti dokter akan datang untuk melepas perban, kamu istirahat dulu ya?”

“Tidak perlu, aku baru bangun belum lama.” Ujar Julius sambil menepuk-nepuk bahunya.

Claissa mengangguk, setelah ragu-ragu baru berkata : “Aku mau ke kantor sebentar, Justin dan nenek akan datang menemani kamu.”

“Baik, kamu pergi sibuk saja.” Jawab Julius.

Clarissa benar pergi dan meninggalkan rumah sakit.

Dia sungguh tidak mempunyai keberanian untuk menghadapi Julius setelah perbannya dilepas, dia takut dirinya sendiri tidak bisa menghadapi Julius yang putus asa.

Dia tidak kembali ke kantor, tapi berjalan sendiri di sekitar jalan dekat rumah sakit, seakan-akan seperti sebuah boneka kayu yang tidak memiliki jiwa.

Sampai waktu hampir siang, dia baru menerima telepon dari Justin, di ujung telepn sana terdengar nada bicara Justin yang murung : “Julius tidak apa-apa, sudah tidur lelap.”

“Benarkah tidak ada masalah?” Clarissa tidak berani percaya.

“Iya, barusan disuntik obat penenang, sudah tertidur.”

Clarissa menghela dengan sedih, dia sudah tahu Julius tidak mungkin tidak ada masalah.

Ketika dia kembali ke rumah sakit, Julius masih tidur, perban di mata sudah dilepas, masih tetap Julius yang tampan, raut wajah tidurnya yang tenang sama seperti waktu tidur di hari-hari biasa.

“Julius, kamu pernah berjanji padaku bertemu dengan masalah apapun, pasti akan menghadapinya dengan kuat.” Bisik dia di samping telinga Julius.

Sorenya, Julius sudah bangun, tidak seperti yang dibayangkan oleh Clarissa. Tidak emosi, tidak ada suara tangisan, sebaliknya ketenangan yang membuat hatinya tidak tenang.

“Julius……kamu baik-baik saja?” Dia memandang Julius dan bertanya dengan gelisah.

Sepasang matanya kehilangan sinar, tidak seperti biasanya yang penuh semangat dan bersinar-sinar.

Kali ini, dia benar-benar buta!

“Aku baik-baik saja.” Dengan pelan Julius berkata : “Aku ingin sendiri dulu, boleh?”

“Baik, tapi kamu harus berjanji padaku tidak boleh melakukan hal bodoh.” Kata Clarissa cemas.

Julius mengangguk : “Tenang saja, tidak akan.”

Akhirnya dia mengerti mengapa Clarissa berkata seperti itu padanya beberapa hari lalu, juga tidak lupa dengan setiap kata-katanya. Jika dia menderita, Clarissa akan lebih menderita darinya, jika dia tidak tegar, Clarissa akan bersama dengannya juga akan hilang keberanian untuk hidup

Dia tidak berharap Clarissa mengikuti dirinya untuk menderita dan sedih, namun dia perlu waktu untuk memaksa dirinya sendiri untuk menyesuaikan diri dan menerima semua ini.

****

Waktu sepanjang hari ini, Julius mengunci dirinya di dalam kamar pasien, tidak makan, tidak minum, tidak mau bertemu dengan siapapun.

Dia tidak membuka pintu, Clarissa tidak berhenti kuatir.

Sendirian terhuyung-huyung di rumah sakit, Clarissa sendiri tidak tahu sudah terhuyung berapa lama, dan malah berjalan sampai ke lantai bagian tulang.

Berjalan maju beberapa langkah, sebuah suara teriakan yang tidak asing mendadak terdengar di telinganya, dan membuat dia spontan menghentikan langkah kakinya.

Itu suara Gwendolyn, pekikan yang menyedihkan dan putus asa : “Kalian bohong padaku! Dokter sudah mengatakan kakiku sudah cacat, kalian ini semua pembohong!”

Clarissa melangkah maju beberapa langkah, dan berdiri di depan sebuah kamar pasien, melewati celah pintu melihat kepala yang dibalut perban, kaki yang terpasang gips. Wajah Gwendolyn penuh dengan air mata dan duduk di atas ranjang sambil teriak dan menangis.

Raut wajah yang pucat, air muka yang putus asa, saat ini dia tidak ada sedikitpun kelihatan luar biasa dan menonjol.

Nyonya Tsu yang di samping menghibur dengan berlinang air mata : “Gwen, sekarang kedokteran begitu maju, kakimu pasti bisa diobati. Jangan menangis lagi, kamu baru saja operasi hati-hati dengan tulang yang akan salah posisi!”

Gwendolyn yang emosi sama sekali tidak mendengar nasehatnya, hanya sebuah pekik tangis keras : “Kamu bohong padaku, barusan aku sudah mendengar apa yang dokter katakan pada kalian, dokter bilang kakiku tidak akan bisa sembuh seumur hidup, kalian membohongiku……”

Sudut mata Gwendolyne tiba-tiba melihat Clarissa yang ada di depan pintu, membuatnya semakin marah ditambah emosi yang tinggi, mengambil bantal yang ada di ranjang dan melemparnya ke arah pintu, seraya berteriak : “Pergi! Enyahlah kamu dari sini!”

Pintu yang terkena lemparan bantal tadi bergoyang, kemudian pelan-pelan menutup rapat.

Clarissa tidak pergi, tapi mendorong pintu dan melangkah masuk, berdiri dan memandang Gwendolyn lalu mengejeknya : “Ternyata kamu bisa putus asa juga, juga bisa sakit. Aku kira kamu adalah orang yang tak berperasaan dan berdarah dingin.”

“Kamu datang untuk menertawaiku? Kamu ada hak apa datang untuk menertawaiku?” Gwendolyn menunjuk-nunjuk Clarissa dan berteriak : “Clarissa kamu jangan senang dulu! Aku pasti akan sembuh kembali!”

“Jika kamu bisa sembuh lagi, maka Tuhan sungguh tidak adil.”

“Nona Yuan, kalau bicara bolehkah jangan terlalu kasar begitu?” kata nyonya Tsu tidak sabar.

Clarissa menoleh dan melirik sekilas, segera dengan wajah penuh kemarahan dia melotot pada Gwendolyn dan berkata : “Julius ada di bawah sekarang, matanya sudah buta. Dia lebih putus asa dibanding kamu, lebih menderita, kamu yang menyebabkan dia seperti itu! Gwendolyn kamu pikir masih layak untuk menangis di sini? Wanita jahat sepertimu mau mati sepuluh kalipun tidak akan cukup untuk membayar hutang ini!”

“Julius benar-benar buta?” Gwendolyn tidak terima dengan kata-kata Clarissa : “Dia buta apa hubungannya denganku? Itu salah dia sendiri!”

“Kalau kamu? Bukankah Tuhan sedang menghukummu, hingga kamu menjadi cacat?”

“Aku tidak cacat! Dokter sudah bilang kakiku akan sembuh lagi.” Setelah Gwendolyn berteriak, tiba-tiba dia tertawa : “Bukankah Julius suka menjadi orang buta? Kalau begitu biar dia menjadi buta, sampai dia puas! Dan juga kamu, bukankah suka melayani orang buta? Kelak ada kesempatan untuk melayani, sungguh bagus!”

“Gwendolyn, kamu benar-benar orang gila!” Clarissa melontarkan kata ini dengan amarah meluap-luap.

Gwendolyn malah tertawa lagi : “Julius baru orang gila, demi seorang wanita yang baru kenal belum setahun tidak peduli dengan nyawa sendiri, dia pantas dapatkan itu!”

“Dia pantas? Terus kamu apa? Ini pembalasan karma untukmu! Ini adalah hukuman dari Tuhan bagimu! Kamu baik-baik saja di sini menjadi orang cacat!” kata Clarissa dengan kejam, karena tidak mau mendengar lebih banyak lagi dia berbalik dan keluar dari kamar pasien.

Dia tidak peduli biasanya apa yang dikatakan Gwendolyn terhadap dirinya, mempermalukan dia, namun dia peduli jika Gwendolyn berkata buruk tentang Julius, dia sangat peduli!

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu