The True Identity of My Hubby - Bab 181 Semuanya demi dia
“Jadi?” Clarissa menyelanya, melirik dan balik bertanya.
“Jadi aku juga sudah memutuskan......tidak akan membuat kamu terlalu enak, jangankan miskin seumur hidup, kalaupun harus mati, jadi hantu pun aku mau mengentayangi kamu seumur hidup.”
“Bruhhh——!” Clarissa tidak bisa menahan tawanya.
Bisakah tidak seserius itu ketika bercanda? Sungguh lucu.
“Soal bercerai sampai di sini saja.” Wajah Julius masih begitu serius : “Siapa yang bilang mau menjual rumah? Kamu?”
“Iya.......”
“Kamu tidak mengindahkan perkataan aku lagi?”
“Aku hanya ingin secepatnya melunasi hutang seratusan milyaran lebih itu ke Frans, agar kamu tidak marah.”
“Sudah menoreh luka begini, apakah menurut kamu masih soal membayar hutang atau tidak?” Kata Julius dengan wajah emosi : “Jangankan rumah ini yang palingan hanya bisa dijual empat puluhan milyar, kalau pun bisa dijual dengan seratusan milyar dan melunasi hutang, apa bisa menghilangkan noda kotor bahwa keluarga Yi meminjam uang dengan Frans?”
“Maaf......” Clarissa menyesal, kedua matanya menatap Julius : “Apakah aku membuat kamu sangat malu?”
“Iya.”
“Maaf.” Clarissa tiba-tiba maju satu langkah dan memeluknya : “Aku hanya tidak berharap keributan dari warga terjadi lagi seperti sebelumnya, aku takut lain kali orang yang terlempar batu bata adalah kamu. Aku berharap keluarga Yi akan membaik, dengan demikian kamu tidak perlu menjadi orang yang tidak membantu ketika melihat yang lain dalam bahaya, tidak perlu risau setiap hari hingga tidak bisa tidur, kita juga tidak perlu hidup dengan menanggung beban di hati, dan bisa bersama selamanya.”
“Julius, maafkan aku, bolehkah? Kelak aku tidak akan membuat keputusan sendiri lagi.” Clarissa mengangkat wajah mungilnya, menatap Julius dengan mata berkaca-kaca.
“Kalau kamu begitu lagi?”
“Kalau aku begitu lagi, selamanya kamu tidak perlu memaafkan aku.”
Julius menatap wajah penuh penyesalannya, akhirnya muncul ketidaktegaan dalam hatinya.
Benar kata kak Sarah, semua yang Clarissa lakukan adalah untuk kebaikannya, untuk kebaikan keluarga Yi, hanya saja caranya bukan yang ia sukai.
“Sebenarnya tadi juga memutuskan untuk tidak memaafkan kamu selamanya.”
“Segitunyakah?”
“Waktu itu memang rasanya sangat tidak bisa dimaafkan.” Julius menghembuskan nafas tidak berdaya, dan menarik Clarissa ke pelukannya : “Tidak disangka segitu cepatnya aku terbujuk oleh kata-kata manismu, seharusnya tadi ibu mengingatkan aku untuk teguh sama pendirian sendiri, jangan sampai terbawa oleh bujuk rayu, bukannya mengingatkan kamu.”
Tiba-tiba Clarissa tidak bisa menahan tawanya sekali lagi, ia mundur dari pelukan Julius dan berkata dengan wajah ketawa : “Kelihatanya aku harus berterima kasih dengan ibuku, kalau bukan karena dia ribut seperti itu, tidak tahu kapan kamu baru mau memaafkan aku.”
“Harusnya tidak akan bertahan lewat dari malam ini.” Julius berkata sambil tertawa : “Tadi ketika kamu pergi, dalam hati aku rasanya sudah kosong, merasa aku sendiri terlalu membesar-besarkan masalah. Lalu mendapat telepon dari ibumu, yang ribut ingin menjual rumah, aku kira kamu mau bercerai dengan aku, aku kaget sekali sampai langsung datang ke Avery Hill Park tanpa sempat mengganti pakaian.”
Clarissa menundukkan kepala mengamatinya sekilas, ternyata dia memang memakai pakaian rumah, kelihatannya memang tidak sedikit ia dikejutkan oleh ibuku yang banyak masalah itu.
“Siapa suruh kamu buat aku marah sampai kabur dari rumah.” Clarissa mengomel manja sembari tertawa.
“Jelas-jelas kamu yang buat aku marah.”
“Baiklah, kali ini aku yang salah.” Clarissa menatapnya dan bertanya : “Lalu sekarang bagaimana? Pulang?”
“Memangnya mau tetap di sini?”
“Ibuku sangat tidak senang dengan kamu, lebih baik kita pergi saja.”
Julius mengangguk, keduanya turun ke lantai bawah sambil bergandengan tangan.
Teresa yang melihat kedua orang ini begitu mesra, segera mendekat dan melototi Clarissa : “Bagaimana? Sudah membuat keputusan?”
“Maaf ibu.” Julius tertawa : “Clarissa kalian sudah dicuci otak oleh aku yang buta ini dengan bujuk rayu, kami sudah sepakat tidak akan cerai.”
“Apa? Benarkah?” Teresa menoleh ke Clarissa dengan emosi.
Clarissa menganggukkan kepala, lalu menatap Julius sambil tersenyum : “Ibu, kamu tenang saja, orang buta ini akan mencari uang bersama aku untuk menghidupi kamu di masa tua, dan terima kasih untuk tadi.”
“Terima kasih buat apa?”
“Terima kasih kamu sudah berakting dengan bagus.”
“Siapa yang akting? Aku serius dengan kalian, bagaimana bisa dibilang akting.......Eh......Kalian dengar yang benar, aku serius tadi......!” Teresa memanggil dengan kesal, namun yang menjawabnya adalah bunyi pintu yang ditutup.
***
Julius dan Clarissa baru saja sampai depan Villa West Town ketika ponsel Julius berdering dan dilihatnya sekilas, seketika ekspresi mukanya menjadi serius.
“Kenapa?” Tanya Clarissa.
“Dari rumah sakit.” Julius mengangkatnya, lalu menutup telepon setelah mendengar sebentar, dan berkata kepada Clarissa : “Rumah sakit menelepon bilang kalau penyakit ayah kambuh lagi, aku harus melihat ke rumah sakit.”
“Aku pergi dengan kamu.” Baru saja berkata seperti itu, Clarissa pun merasa omongan dia tidak ada gunanya.
Julius ingin pergi ke rumah sakit, tentu saja dengan status sebagai Justin, ditambah lagi sekarang adalah malam hari, kalau mereka muncul bersama di rumah sakit, tentu saja itu tidak baik.
Clarissa tertawa kecil : “Sekilas aku lupa tadi, kamu pergi sendiri saja.”
Julius mengangguk : “Kamu istirahat di rumah saja, aku pergi lihat keadaan dulu, nanti akan kutelepon kamu.”
“Baik.” Clarissa turun dari mobil.
Julius memutar balik mobil dan segera ke rumah sakit.
Saat dia sampai di rumah sakit, Gloria dan Juwono ada di sana, sedangkan Carter sedang dalam pertolongan darurat di dalam ruang UGD.
“Ibu, bagaimana keadaan ayah aku?” Dengan wajah serius Julius menatap Gloria yang sedang menangis.
Gloria menghapus air mata di wajahnya dan berkata : “Belum tahu, dokter masih belum keluar.”
“Bukankah tadi siang ayah masih baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba kambuh lagi?”
“Aku juga tidak tahu, mungkin karena dia lihat berita di televisi bahwa perusahaan Yi sudah akan bangrut dan hancur, jadi......” Gloria tidak bisa melanjutkan perkataannya, sebaliknya ia mendekap wajahnya dengan sedih.
Meskipun Carter dipindahkan dari ruang UGD ke ICU, tapi dokter berpesan, kali ini lebih parah banyak dari sebelumnya, serta keluarga harus ada persiapan hati.
Keesokan paginya, Clarissa mendapat kabar bahwa Carter meninggal, dengan waktu tercepat dia sampai ke rumah sakit, serta kebetulan saat itu Carter sedang akan dipindahkan ke kamar jenazah, sedangkan Gloria sedang menangis histeris di tubuh Carter.
dengan langkah cepat Clarissa mendekat, lalu menarik Gloria dari atas tubuh Carter dan menghibur dengan sedih : “Ibu, kamu jangan begini, ayah sudah pergi.”
“Jelas-jelas dokter bilang Carter masih ada waktu sampai sebulan, kenapa begitu cepat sudah pergi?” Dia menangis tersedu-sedu, serta ingin mengejar lagi, tapi ditahan oleh Clarissa.
Julius pergi mengurus prosedur yang bersangkutan, sedangkan Juwono duduk tanpa bersuara sedikit pun di bangku lorong, Gloria menangis beberapa lama, lalu tiba-tiba mengamati sekeliling : “Dimana Julius? Julius tidak datang bersama kamu?”
“Julius......” Clarissa melihat sekilas ke Julius yang datang setelah selesai mengurus berbagai hal, lalu mencari alasan : “Julius merasa bersalah, merasa malu untuk datang, dalam hatinya juga tahu ayah tidak ingin melihatnya, jadi dia tidak datang.”
Selesai mengatakan ini, dalam hati Clarissa seperti tertusuk.
Ditatapnya Julius, tanpa sadar air matanya mengalir, Julius mengerti apa yang disedihkannya, ia menganggukkan kepala ke Clarissa pertanda dia mengizinkannya.
Julius mengizinkannya menggunakan alasan ini, Julius yang kasihan, harus menjadi orang yang berdosa sekali lagi demi Justin.
“Dia masih tahu dirinya itu salah?” Gloria menangis sambil mengomel : “Dia sudah mencelakai ayah kandungnya sendiri, malah datang pun tidak, kenapa dia bisa begitu tega?”
“Ibu, kamu jangan berteriak lagi, ini rumah sakit.” Clarissa mengerutkan alis dan mengingatkan.
Setelah mengurus prosedur di rumah sakit, orang keluarga Yi pun pulang untuk istirahat.
Dan Julius tentu saja harus pulang ke rumah lama, begitu pula dengan Clarissa.
Nyonya tua termasuk tenang, malah dia yang menghibur semuanya dengan sedih : “Ini adalah akhir yang sudah diperkirakan, semuanya jangan terlalu sedih, bangkitkan semangat kalian, lakukan apa yang harus dilakukan, sampai hari pemakaman nanti baru ikuti prosedur yang harus dijalani.”
“Nenek, kamu juga jangan terlalu bersedih.” Hibur Yuliana sambil melingkarkan tangan ke nyonya tua.
Nyonya tua mengangguk, ditatapnya sekeliling dan bertanya : “Mana Julius? Kenapa tidak datang?”
“Julius......” Clarissa mulai panik, baru saja ingin menjawab alasan yang sama seperti yang ia katakan ke Gloria, namun Gloria sudah lebih dulu berkata : “Julius ini sungguh mengecewakan sekali, tidak mempedulikan Carter dan perusahaan Yi, sekarang Carter meninggal pun dia tidak hadir.”
Karena khawatir nenek akan salah paham, Clarissa sibuk menjelaskan : “Nenek, Julius lebih sedih dari siapa pun ketika mendengar ayah meninggal, dia bukannya tidak ingin datang, melainkan karena dia malu untuk bertemu ayah, sehingga ia tidak datang.”
“Alasan macam apa ini? Kalau memang merasa bersalah dengan ayahnya sendiri, merasa bersalah dengan keluarga Yi, maka semakin harus lagi ia datang mengantar kepergian Carter.” Kata Gloria tanpa memberi ampun, pokoknya dia hanya punya satu pikiran, yaitu menyalahkan semua kesalahan ke Julius.
Juwono masih tetap tidak bersuara di samping, sungguh diam sekali.
Nyonya tua melirik sekilas dan berkata : “Julius bukan orang yang tidak berbudi pekerti, dalam melakukan hal apa pun dia selalu punya batas, tentunya dia tidak datang pun punya alasannya sendiri, tidak perlu disalahkan.”
“Ibu. Sudah sampai seperti ini, kamu masih membelanya!”
“Karena aku bisa memahami perasaan sakitnya saat ini.” Nyonya tua berkata : “Gloria, kamu juga jangan seperti ini lagi, jangan terus-terusan terpaku pada kesalahan kecil orang. Kalau Julius tidak ingin menghadiri pemakaman, biarkan saja, bukan masalah besar.”
“Aku......” Gloria ingin membantah.
Nyonya tua memberi isyarat tangan ke dia untuk diam dan berkata : “Sudah berebut sekian lama, beradu sekian lama, tidakkah kamu capek? Juga sudah saatnya beristirahat.”
“Siapa yang berebut sekian lama? Ibu, apa maksud kamu ini. Bukankah aku mengatakan ini semua demi kebaikan Carter? Tentu saja Carter akan berharap semua anak cucunya bisa mengantar kepergiannya!”
“Aku bilang sudah cukup!” Nyonya tua membentak.
AKhirnya mau tak mau Gloria menutup mulutnya.
Clarissa berkata dengan penuh rasa terima kasih kepada nyonya tua : “Nenek, aku mewakili Julius berterima kasih sama nenek sudah memaklumi.”
Nyonya tua menundukkan mata dan menghela nafas sayu.
Tentu saja dia juga berharap Julius bisa datang untuk mengantar kepergian ayahnya.
Novel Terkait
Love From Arrogant CEO
Melisa StephaniePria Misteriusku
LylyThis Isn't Love
YuyuYour Ignorance
YayaUnlimited Love
Ester GohThe True Identity of My Hubby×
- Bab 1 Déjà vu
- Bab 2 Bawa Dia
- Bab 3 Apa Bisa Tidak Dilaporkan Ke Polisi
- Bab 4 Menikahi Pria Buta
- Bab 5 Ini Maharnya
- Bab 6 Pindah ke daerah orang kaya
- Bab 7 Bertemu kepala keluarga
- Bab 8 Merk terkenal palsu
- Bab 9 Keluarga dia
- Bab 10 Menikah demi uang
- Bab 11 Pernikahan
- Bab 12 Mabuk
- Bab 13 Malam Pengantin Baru
- Bab 14 Membeli Mobil Untuknya
- Bab 15 Memanggilnya Nyonya Muda
- Bab 16 Penolong Dari Masalah
- Bab 17 Pertama Kali Bertemu
- Bab 18 Makan Bersama
- Bab 19 Mengacaukan Dunia
- Bab 20 Masa Lalunya
- Bab 21 Beli Satu Gratis Satu
- Bab 22 Bertemu Secara Kebetulan
- Bab 23 Tombol Milik Siapa?
- Bab 24 Ternyata Bukanlah Mimpi
- Bab 25 Sangat Mirip Dengan Seseorang
- Bab 26 Sakit Lambung(1)
- Bab 27 Sakit Lambung (2)
- Bab 28 Mabuk (1)
- Bab 29 Mabuk(2)
- Bab 30 Mabuk (3)
- Bab 31 Hanya Cantik Saja Tidak Berguna
- Bab 32 Dia Hanya Buta
- Bab 33 Tidak Pernah Masuk ke Kamarnya
- Bab 34 Suami Istri Tidak Perlu Terlalu Sungkan
- Bab 35 Cincin Pertunangan(1)
- Bab 36 Cincin Pertunangan (2)
- Bab 37 Membawa Teman Ke Rumah
- Bab 38 Tiba-tiba Menampakkan Diri
- Bab 39 Banyak Bicara Maka Banyak Salah
- Bab 40 Membantu Dia Melakukan Operasi Wajah Secara Gratis
- Bab 41 Terjadi Kecelakan Mobil (1)
- Bab 42 Terjadi Kecelakaan Mobil (2)
- Bab 43 Masa Lalu Yang Tidak Diketahui
- Bab 44 Menjadi Marah
- Bab 45 Dimana Anaknya
- Bab 46 Mimpi Buruk Lagi (1)
- Bab 147 Mimpi Buruk Lagi (2)
- Bab 48 Memilih Mundur
- Bab 49 Menemaninya Sampai Pertunjukan Selesai
- Bab 50 Apakah Sudah Mengakui Kesalahannya?
- Bab 51 Tidak Berani Bertemu Orang
- Bab 52 Menolak Makan
- Bab 53 Jangan Keras Kepala
- Bab 54 Pria Asing
- Bab 55 Ingin Pelukan
- Bab 56 Bersembunyi Sendiri
- Bab 57 Tertidur di Hotel
- Bab 58 Keamanannya
- Bab 59 Rumor
- Bab 60 Berterima Kasih Atas Bantuannya
- Bab 61 Dikejar orang yang ingin membunuhnya?
- Bab 62 Tiba-tiba berkunjung
- Bab 63 Meminta bantuannya
- Bab 64 Mendoakannya dengan berbesar hati
- Bab 65 Menolak berulang kali
- Bab 66 Pusing Mual
- Bab 67 Berlelucon
- Bab 68 Strategi Yuliana 1
- Bab 69 Strategi Yuliana 2
- Bab 70 Mulai Sekarang Saling Tidak Melanggar
- Bab 71 Rencana jahat berhasil
- Bab 72 Rencana jahat berhasil 2
- Bab 73 Keluarga Yi sudah memiliki cucu pertama
- Bab 74 Memaksa menikah
- Bab 75 Fitnah
- Bab 76 Tidak takut diolok-olok
- Bab 77 Dia atau bukan
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (1)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (2)
- Bab 78 Kekecewaan yang berasal dari pengharapan (3)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (1)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (2)
- Bab 79 Ada Kecurigaan (3)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (1)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (2)
- Bab 80 Akan Segera Menjadi Ayah (3)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (1)
- Bab 81 Tuan Muda Pertama Tidak Punya Masa Depan? (2)
- Bab 82 Bukan Sengaja Menguping (1)
- Bab 82 Bukan sengaja ingin mendengar (2)
- Bab 83 Sakit (1)
- Bab 83 Sakit (2)
- Bab 83 Sakit (3)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (1)
- Bab 84 Penghinaan Di Depan Publik (2)
- Bab 85: Menjadi Tidak Sopan (1)
- Bab 85 Menjadi Tidak Sopan (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (1)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (2)
- Bab 86 Kecurigaan Gwendolyn (3)
- Bab 87 Sudah Hamil (1)
- Bab 87 Sudah Hamil (2)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (1)
- Bab 88 Siapa Ayah dari anak ini (2)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (1)
- Bab 89 Anak ini tidak boleh dipertahankan (2)
- Bab 90 Janji Dulu (1)
- Bab 90 Janji Dulu (2)
- Bab 90 Janji Dulu (3)
- Bab 91 Bertengkar (1)
- Bab 91 Bertengkar (2)
- Bab 92: Membuktikan Satu Hal (1)
- Bab 92 Membuktikan Satu Hal (2)
- Bab 93 Sebuah Masalah (1)
- Bab 93 Sebuah Masalah (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (1)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (2)
- Bab 94 Tuan Muda Menghilang (3)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (4)
- Bab 95 Tuan Muda Menghilang (5)
- Bab 96 Mencari tahu (1)
- Bab 96 Mencari tahu (2)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (1)
- Bab 97 Mengajaknya menonton konser musik (2)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (1)
- Bab 98 Kebetulan bertemu (2)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (1)
- Bab 99 Tidak akan menyerah (2)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (1)
- Bab 100 Tuan Muda menggila (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol (1)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 1 (2)
- Bab 101 Menggila karena alkohol 2 (1)
- Bab 102 Menggila karena alkohol 2 (2)
- Bab 103 Menjadi istri orang (1)
- Bab 103 Menjadi istri orang (2)
- Bab 104 Emosinya (1)
- Bab 104 Emosinya (2)
- Bab 105 Terjebak Api (1)
- Bab 105 Terjebak Api (2)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (1)
- Bab 106 Lebih Mengejutkan Dibanding Melukai (2)
- Bab 107 Intrik Melawan Satu Sama Lain
- Bab 108 Di Depan Umum (1)
- Bab 108 Di Depan Umum (2)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (1)
- Bab 109 Tidak Akan Meninggalkanmu (2)
- Bab 110 Kesalahpahaman (1)
- Bab 110 Kesalahpahaman (2)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (1)
- Bab 111 Bukankah kamu hilang ingatan? (2)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (1)
- Bab 112 Sayang sekali kamu tidak bisa melihatnya (2)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (1)
- Bab 113 Kenapa tiba-tiba jadi tidak senang? (2)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (1)
- Bab 114 Saling Balas Dendam (2)
- Bab 115 Melindungi Dengan Tubuh
- Bab 116 Terluka Dan Pingsan
- Bab 117 Bertengkar (1)
- Bab 117 Bertengkar (2)
- Bab 118 Terkena Flu
- Bab 119 Hal di luar perkiraan
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (1)
- Bab 120 Tidak ingin terus seperti ini (2)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (1)
- Bab 121 Jangan Takut, Ada Aku (2)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (1)
- Bab 122 Cincin Pernikahan (2)
- Bab 123 Terlambat Pulang(1)
- Bab 123 Terlambat Pulang (2)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (1)
- Bab 124 Memintanya Bantuannya (2)
- Bab 125 Cincin Itu Hilang
- Bab 126 Pengakuan Dia
- Bab 127 Pertama Kalinya di Hina Pria (1)
- Bab 128 Pertama Kalinya di Hina Pria (2)
- Bab 128 Kecelakaan
- Bab 129 Kecelakaan (Bagian 2)
- Bab 130 Kecelakaan (3)
- Bab 131 Kita Berpisah Saja
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (1)
- Bab 132 Harus Menikah Dengan Dia (2)
- Bab 133 Saya Memberikanmu Dua Pilihan
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (1)
- Bab 134 Ada Yang Mencurigakan (2)
- Bab 135 Dia Merasa Bersalah
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (1)
- Bab 136 Ditolak Mentah-mentah (2)
- Bab 137 Regenerasi
- Bab 138 Hari Sulit, Aku Masih Bisa Melewatinya
- Bab 139 Pertengkaran Panas
- Bab 140 Penebusan Kesalahan
- Bab 141 Kesepian Sorang Diri
- Bab 142 Balas Dendam Kebencian
- Bab 143 Perempuan Dan Laki-Laki Sama Saja
- Bab 144 Mengadopsi Anak
- Bab 145 Meninggalkannya
- Bab 146 Bawa Dia Pergi
- Bab 147 Suami Istri Sehati
- Bab 148 Apa Kebenarannya
- Bab 149 Petir di Siang Bolong
- Bab 150 Pergi dari Rumah
- Bab 151 Terlihat Asing
- Bab 152 Balik Melawan
- Bab 153 Dengan Enggan
- Bab 154 Paman yang Asing (1)
- Bab 154 Paman yang Asing (2)
- Bab 155 Permintaan Maaf (1)
- Bab 155 Permintaan Maaf (2)
- Bab 156 Permintaan Maaf (Bagian 3)
- Bab 157 Memberanikan Diri Sekali
- Bab 158 Perjanjian ( 1)
- Bab 158 Perjanjian ( 2)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam ( 1)
- Bab 159 Menyembunyikan Sangat Dalam (2)
- Bab 160 Rencana Gagal
- Bab 161 Berkhianat
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (1)
- Bab 162 Tentang Surat Wasiat (2)
- Bab 163 Kenapa Selalu Dia yang Berkorban
- Bab 164 Selalu Menemanimu (1)
- Bab 164 Selalu Menemanimu (2)
- Bab 165 Hidup dalam Ketakutan
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (1)
- Bab 166 Ancaman yang Jelas (2)
- Bab 167 Aku Juga Bisa Bermain Trik
- Bab 168 Konflik
- Bab 169 Memanfaatkan Kekacauan Ini
- Bab 170 Kejadian Tidak Terduga
- Bab 171 Menghidupinya seumur hidup
- Bab 172 Marah
- Bab 173 Membantu
- Bab 174 Kebohongannya
- Bab 175 Levin
- Bab 176 Bayang-bayang yang Familiar
- Bab 177 Diam-diam Membawa Mereka Pulang
- Bab 178 Dirinya yang Dulu
- Bab 179 Belajar Berbohong
- Bab 180 Siapa yang Mengatakan Ingin Cerai
- Bab 181 Semuanya demi dia
- Bab 182 Pembagian warisan
- Bab 183 Ada kamu saja sudah cukup
- Bab 184 Kesempatan terakhir
- Bab 185 Yuliana melahirkan! (1)
- Bab 185 Yuliana melahirkan (2)
- Bab 186 Memohon Untuk Dimaafkan
- Bab 187 Justin Yi
- Bab 188 Perubahan Baik
- Bab 189 Kebenaran
- Bab 190 Senang Terlalu Awal
- Bab 191 Penculikan
- Bab 192 Penculikan 2
- Bab 193 Terjatuh Dari Lantai Tiga
- Bab 194 Menjadi Orang Buta Sesungguhnya?
- Bab 195 Keberanian Untuk Tetap Hidup
- Bab 196 Balas Dendam
- Bab 197 Ini adalah pembalasan karma
- Bab 198 Kesadaran yang kacau
- Bab 199 Rahasia pada dirinya
- Bab 200 Rahasia pada dirinya 2
- BAB 201 Misteri Charlie Shen Hilang
- Bab 202 Kasih Kalian Melihat Sebuah Dokumen
- Bab 203 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 2
- Bab 204 Memberi Kalian Melihat Sebuah Dokumen 3
- Bab 205 Memaksa Dia Berlutut
- Bab 206 Negosiasi
- Bab 207 Dicurigai
- Episode 208 Kekanak-kanakan
- Bab 209 Mengingat Masa Lalu
- Bab 210 Janji Sebelum Berpisah
- Bab 211 Masuk Kembali ke Rumah Sakit.
- Bab 212 Pergi
- Bab 213 Anakku Ada dimana?
- Bab 214 Harapan Baru
- Bab 215 Persetujuan Perceraian
- Bab 216 Keteguhan Hatinya
- Bab 217 Berakting Seperti di Film Hollywood
- Bab 218 Dibawa Pergi Oleh Polisi
- Bab 219 Frans Tsu Kembali
- Bab 220 Undangan Pernikahan
- Bab 221 Pertemuan Tidak Disengaja Yang Mencanggungkan
- Bab 222 Acara Pernikahan
- Bab 223 Malam pengantin
- Bab 224 Bertemu lagi dan menjadi orang asing
- Bab 225 Dipecat
- Bab 226 Pemikiran yang tidak seharusnya ada
- Bab 227 Terjadi pertengkaran
- Bab 228 Dihina
- Bab 229 Anak-anak hilang
- Bab 230 Anak-anak hilang 2
- Bab 231 Meminta Bantuan Padanya
- Bab 232 Foto Keluarga
- Bab 233 Kanker
- Bab 234 Menyadari Sesuatu
- Bab 235 Kecuali Meminta Maaf Padaku
- Bab 236 Hanya bisa membantu sampai disini
- Bab 237 Mabuk (1)
- Bab 237 Mabuk (2)
- Bab 238 Kegilaan saat mabuk
- Bab 239 Bertemu untuk yang terakhir kalinya (1)
- Bab 239 Betemu untuk yang terakhir kalinya (2)
- Bab 240 Tes DNA
- Bab 241Menggoda Suamiku
- Bab 242 Menghindar (1)
- Bab 242 Menghindar (2)
- Bab 243 Bertemu Setiap Hari
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (1)
- Bab 244 Siapa Ayah dari Anak-anak (2)
- Bab 245 Biarkan Aku Hidup
- Bab 246 Biarkan Aku Hidup (2)
- Bab 247 Pergi menjauh
- Bab 248 Fakta
- Bab 249 Natasia Hilang (1)
- Bab 249 Natasia Hilang (2)
- Bab 250 Bukan Sengaja Membohongi
- Bab 251 Hukuman dari Dia
- Bab 252 Kontrak (1)
- Bab 252 Kontrak (2)
- Bab 253 Surat perceraian
- Bab 254 Suami istri yang tidak saling mencintai
- Bab 255 Liam
- Bab 256 Liam 2
- Bab 257 Berbuat jahat lagi
- Bab 258 Panik
- Bab 259 Orang yang Berbahaya (1)
- Bab 260 Orang yang Berbahaya (2)
- Bab 261 Menolong Dia atau Tidak
- Bab 262 Tidak Memiliki Tenaga Untuk Berjuang
- Bab 263 Apakah Aku Salah?
- Bab 264 Tidak Berubah (1)
- Bab 264 Tidak Berubah ( 2)
- Bab 265 Kemarahan yang Menyerang Hati
- Bab 266 Berkumpul
- Bab 267 Keadaan yang Baik
- Bab 268 Akibat Membuat Dia Marah
- Bab 269 Bencana
- Bab 270 Mau Membantunya Tidak
- Bab 271 Jangan Lompat Gedung
- Bab 272 Menandatangani Surat Perceraian
- Bab 273 Apa Kamu Masih Akan Menikahiku?
- Bab 274 Masih Mencintainya
- Bab 275 Reaksi Evelin
- Bab 276 Tidak Ingin Ribut Lagi
- Bab 277 Permintaan Maafnya
- Bab 278 Undangan Pernikahan
- Bab 279 Tidak menginginkan anak
- Bab 280 Akhirnya bersama
- Bab 281Pemikiran yang saling bertentangan
- Bab 282 Pernikahan
- Bab 283 Perasaan itu terbalaskan
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)
- Bab 284 Kebahagiaan berlangsung selamanya (akhir)