The True Identity of My Hubby - Bab 181 Semuanya demi dia

“Jadi?” Clarissa menyelanya, melirik dan balik bertanya.

“Jadi aku juga sudah memutuskan......tidak akan membuat kamu terlalu enak, jangankan miskin seumur hidup, kalaupun harus mati, jadi hantu pun aku mau mengentayangi kamu seumur hidup.”

“Bruhhh——!” Clarissa tidak bisa menahan tawanya.

Bisakah tidak seserius itu ketika bercanda? Sungguh lucu.

“Soal bercerai sampai di sini saja.” Wajah Julius masih begitu serius : “Siapa yang bilang mau menjual rumah? Kamu?”

“Iya.......”

“Kamu tidak mengindahkan perkataan aku lagi?”

“Aku hanya ingin secepatnya melunasi hutang seratusan milyaran lebih itu ke Frans, agar kamu tidak marah.”

“Sudah menoreh luka begini, apakah menurut kamu masih soal membayar hutang atau tidak?” Kata Julius dengan wajah emosi : “Jangankan rumah ini yang palingan hanya bisa dijual empat puluhan milyar, kalau pun bisa dijual dengan seratusan milyar dan melunasi hutang, apa bisa menghilangkan noda kotor bahwa keluarga Yi meminjam uang dengan Frans?”

“Maaf......” Clarissa menyesal, kedua matanya menatap Julius : “Apakah aku membuat kamu sangat malu?”

“Iya.”

“Maaf.” Clarissa tiba-tiba maju satu langkah dan memeluknya : “Aku hanya tidak berharap keributan dari warga terjadi lagi seperti sebelumnya, aku takut lain kali orang yang terlempar batu bata adalah kamu. Aku berharap keluarga Yi akan membaik, dengan demikian kamu tidak perlu menjadi orang yang tidak membantu ketika melihat yang lain dalam bahaya, tidak perlu risau setiap hari hingga tidak bisa tidur, kita juga tidak perlu hidup dengan menanggung beban di hati, dan bisa bersama selamanya.”

“Julius, maafkan aku, bolehkah? Kelak aku tidak akan membuat keputusan sendiri lagi.” Clarissa mengangkat wajah mungilnya, menatap Julius dengan mata berkaca-kaca.

“Kalau kamu begitu lagi?”

“Kalau aku begitu lagi, selamanya kamu tidak perlu memaafkan aku.”

Julius menatap wajah penuh penyesalannya, akhirnya muncul ketidaktegaan dalam hatinya.

Benar kata kak Sarah, semua yang Clarissa lakukan adalah untuk kebaikannya, untuk kebaikan keluarga Yi, hanya saja caranya bukan yang ia sukai.

“Sebenarnya tadi juga memutuskan untuk tidak memaafkan kamu selamanya.”

“Segitunyakah?”

“Waktu itu memang rasanya sangat tidak bisa dimaafkan.” Julius menghembuskan nafas tidak berdaya, dan menarik Clarissa ke pelukannya : “Tidak disangka segitu cepatnya aku terbujuk oleh kata-kata manismu, seharusnya tadi ibu mengingatkan aku untuk teguh sama pendirian sendiri, jangan sampai terbawa oleh bujuk rayu, bukannya mengingatkan kamu.”

Tiba-tiba Clarissa tidak bisa menahan tawanya sekali lagi, ia mundur dari pelukan Julius dan berkata dengan wajah ketawa : “Kelihatanya aku harus berterima kasih dengan ibuku, kalau bukan karena dia ribut seperti itu, tidak tahu kapan kamu baru mau memaafkan aku.”

“Harusnya tidak akan bertahan lewat dari malam ini.” Julius berkata sambil tertawa : “Tadi ketika kamu pergi, dalam hati aku rasanya sudah kosong, merasa aku sendiri terlalu membesar-besarkan masalah. Lalu mendapat telepon dari ibumu, yang ribut ingin menjual rumah, aku kira kamu mau bercerai dengan aku, aku kaget sekali sampai langsung datang ke Avery Hill Park tanpa sempat mengganti pakaian.”

Clarissa menundukkan kepala mengamatinya sekilas, ternyata dia memang memakai pakaian rumah, kelihatannya memang tidak sedikit ia dikejutkan oleh ibuku yang banyak masalah itu.

“Siapa suruh kamu buat aku marah sampai kabur dari rumah.” Clarissa mengomel manja sembari tertawa.

“Jelas-jelas kamu yang buat aku marah.”

“Baiklah, kali ini aku yang salah.” Clarissa menatapnya dan bertanya : “Lalu sekarang bagaimana? Pulang?”

“Memangnya mau tetap di sini?”

“Ibuku sangat tidak senang dengan kamu, lebih baik kita pergi saja.”

Julius mengangguk, keduanya turun ke lantai bawah sambil bergandengan tangan.

Teresa yang melihat kedua orang ini begitu mesra, segera mendekat dan melototi Clarissa : “Bagaimana? Sudah membuat keputusan?”

“Maaf ibu.” Julius tertawa : “Clarissa kalian sudah dicuci otak oleh aku yang buta ini dengan bujuk rayu, kami sudah sepakat tidak akan cerai.”

“Apa? Benarkah?” Teresa menoleh ke Clarissa dengan emosi.

Clarissa menganggukkan kepala, lalu menatap Julius sambil tersenyum : “Ibu, kamu tenang saja, orang buta ini akan mencari uang bersama aku untuk menghidupi kamu di masa tua, dan terima kasih untuk tadi.”

“Terima kasih buat apa?”

“Terima kasih kamu sudah berakting dengan bagus.”

“Siapa yang akting? Aku serius dengan kalian, bagaimana bisa dibilang akting.......Eh......Kalian dengar yang benar, aku serius tadi......!” Teresa memanggil dengan kesal, namun yang menjawabnya adalah bunyi pintu yang ditutup.

***

Julius dan Clarissa baru saja sampai depan Villa West Town ketika ponsel Julius berdering dan dilihatnya sekilas, seketika ekspresi mukanya menjadi serius.

“Kenapa?” Tanya Clarissa.

“Dari rumah sakit.” Julius mengangkatnya, lalu menutup telepon setelah mendengar sebentar, dan berkata kepada Clarissa : “Rumah sakit menelepon bilang kalau penyakit ayah kambuh lagi, aku harus melihat ke rumah sakit.”

“Aku pergi dengan kamu.” Baru saja berkata seperti itu, Clarissa pun merasa omongan dia tidak ada gunanya.

Julius ingin pergi ke rumah sakit, tentu saja dengan status sebagai Justin, ditambah lagi sekarang adalah malam hari, kalau mereka muncul bersama di rumah sakit, tentu saja itu tidak baik.

Clarissa tertawa kecil : “Sekilas aku lupa tadi, kamu pergi sendiri saja.”

Julius mengangguk : “Kamu istirahat di rumah saja, aku pergi lihat keadaan dulu, nanti akan kutelepon kamu.”

“Baik.” Clarissa turun dari mobil.

Julius memutar balik mobil dan segera ke rumah sakit.

Saat dia sampai di rumah sakit, Gloria dan Juwono ada di sana, sedangkan Carter sedang dalam pertolongan darurat di dalam ruang UGD.

“Ibu, bagaimana keadaan ayah aku?” Dengan wajah serius Julius menatap Gloria yang sedang menangis.

Gloria menghapus air mata di wajahnya dan berkata : “Belum tahu, dokter masih belum keluar.”

“Bukankah tadi siang ayah masih baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba kambuh lagi?”

“Aku juga tidak tahu, mungkin karena dia lihat berita di televisi bahwa perusahaan Yi sudah akan bangrut dan hancur, jadi......” Gloria tidak bisa melanjutkan perkataannya, sebaliknya ia mendekap wajahnya dengan sedih.

Meskipun Carter dipindahkan dari ruang UGD ke ICU, tapi dokter berpesan, kali ini lebih parah banyak dari sebelumnya, serta keluarga harus ada persiapan hati.

Keesokan paginya, Clarissa mendapat kabar bahwa Carter meninggal, dengan waktu tercepat dia sampai ke rumah sakit, serta kebetulan saat itu Carter sedang akan dipindahkan ke kamar jenazah, sedangkan Gloria sedang menangis histeris di tubuh Carter.

dengan langkah cepat Clarissa mendekat, lalu menarik Gloria dari atas tubuh Carter dan menghibur dengan sedih : “Ibu, kamu jangan begini, ayah sudah pergi.”

“Jelas-jelas dokter bilang Carter masih ada waktu sampai sebulan, kenapa begitu cepat sudah pergi?” Dia menangis tersedu-sedu, serta ingin mengejar lagi, tapi ditahan oleh Clarissa.

Julius pergi mengurus prosedur yang bersangkutan, sedangkan Juwono duduk tanpa bersuara sedikit pun di bangku lorong, Gloria menangis beberapa lama, lalu tiba-tiba mengamati sekeliling : “Dimana Julius? Julius tidak datang bersama kamu?”

“Julius......” Clarissa melihat sekilas ke Julius yang datang setelah selesai mengurus berbagai hal, lalu mencari alasan : “Julius merasa bersalah, merasa malu untuk datang, dalam hatinya juga tahu ayah tidak ingin melihatnya, jadi dia tidak datang.”

Selesai mengatakan ini, dalam hati Clarissa seperti tertusuk.

Ditatapnya Julius, tanpa sadar air matanya mengalir, Julius mengerti apa yang disedihkannya, ia menganggukkan kepala ke Clarissa pertanda dia mengizinkannya.

Julius mengizinkannya menggunakan alasan ini, Julius yang kasihan, harus menjadi orang yang berdosa sekali lagi demi Justin.

“Dia masih tahu dirinya itu salah?” Gloria menangis sambil mengomel : “Dia sudah mencelakai ayah kandungnya sendiri, malah datang pun tidak, kenapa dia bisa begitu tega?”

“Ibu, kamu jangan berteriak lagi, ini rumah sakit.” Clarissa mengerutkan alis dan mengingatkan.

Setelah mengurus prosedur di rumah sakit, orang keluarga Yi pun pulang untuk istirahat.

Dan Julius tentu saja harus pulang ke rumah lama, begitu pula dengan Clarissa.

Nyonya tua termasuk tenang, malah dia yang menghibur semuanya dengan sedih : “Ini adalah akhir yang sudah diperkirakan, semuanya jangan terlalu sedih, bangkitkan semangat kalian, lakukan apa yang harus dilakukan, sampai hari pemakaman nanti baru ikuti prosedur yang harus dijalani.”

“Nenek, kamu juga jangan terlalu bersedih.” Hibur Yuliana sambil melingkarkan tangan ke nyonya tua.

Nyonya tua mengangguk, ditatapnya sekeliling dan bertanya : “Mana Julius? Kenapa tidak datang?”

“Julius......” Clarissa mulai panik, baru saja ingin menjawab alasan yang sama seperti yang ia katakan ke Gloria, namun Gloria sudah lebih dulu berkata : “Julius ini sungguh mengecewakan sekali, tidak mempedulikan Carter dan perusahaan Yi, sekarang Carter meninggal pun dia tidak hadir.”

Karena khawatir nenek akan salah paham, Clarissa sibuk menjelaskan : “Nenek, Julius lebih sedih dari siapa pun ketika mendengar ayah meninggal, dia bukannya tidak ingin datang, melainkan karena dia malu untuk bertemu ayah, sehingga ia tidak datang.”

“Alasan macam apa ini? Kalau memang merasa bersalah dengan ayahnya sendiri, merasa bersalah dengan keluarga Yi, maka semakin harus lagi ia datang mengantar kepergian Carter.” Kata Gloria tanpa memberi ampun, pokoknya dia hanya punya satu pikiran, yaitu menyalahkan semua kesalahan ke Julius.

Juwono masih tetap tidak bersuara di samping, sungguh diam sekali.

Nyonya tua melirik sekilas dan berkata : “Julius bukan orang yang tidak berbudi pekerti, dalam melakukan hal apa pun dia selalu punya batas, tentunya dia tidak datang pun punya alasannya sendiri, tidak perlu disalahkan.”

“Ibu. Sudah sampai seperti ini, kamu masih membelanya!”

“Karena aku bisa memahami perasaan sakitnya saat ini.” Nyonya tua berkata : “Gloria, kamu juga jangan seperti ini lagi, jangan terus-terusan terpaku pada kesalahan kecil orang. Kalau Julius tidak ingin menghadiri pemakaman, biarkan saja, bukan masalah besar.”

“Aku......” Gloria ingin membantah.

Nyonya tua memberi isyarat tangan ke dia untuk diam dan berkata : “Sudah berebut sekian lama, beradu sekian lama, tidakkah kamu capek? Juga sudah saatnya beristirahat.”

“Siapa yang berebut sekian lama? Ibu, apa maksud kamu ini. Bukankah aku mengatakan ini semua demi kebaikan Carter? Tentu saja Carter akan berharap semua anak cucunya bisa mengantar kepergiannya!”

“Aku bilang sudah cukup!” Nyonya tua membentak.

AKhirnya mau tak mau Gloria menutup mulutnya.

Clarissa berkata dengan penuh rasa terima kasih kepada nyonya tua : “Nenek, aku mewakili Julius berterima kasih sama nenek sudah memaklumi.”

Nyonya tua menundukkan mata dan menghela nafas sayu.

Tentu saja dia juga berharap Julius bisa datang untuk mengantar kepergian ayahnya.

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu