Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 68 Bertemu Anakku

"Aku suka bermain juga kenapa?" Setelah mengatakan itu, Sean masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.

Hatiku terasa berat ketika aku kembali ke kamarku, berbaring di atas kasur, melihat ke arah langit-langit kamar dalam diam, kehidupanku sekarang terasa sangat kacau.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintuku denga keras, aku terkejut dan turun dari kasur dan membukakan pintu, dan mendapati Sean masuk ke dalam kamar, dan menutup pintu di belakangnya.

"Apa yang kamu lakukan?" Aku bertanya dengan suara tertahan. Melihatnya berjalan mendekatiku perlahan, aku pun tersudut di kasurku, dan terduduk di atas ranjang.

Kedua tangannya diletakan di atas kedua bahuku, dan memijatnya perlahan, menundukkan kepala, dia mengendus di antara leher dan rambut pendekku, kemudian melangkah mundur sambil tertawa dingin, "Kamu bertemu dengan Jonathan ya, tidak, seharusnya aku berkata, bukan hanya bertemu, mungkin sudah naik ranjang."

"Kalau iya kenapa, ini hari pertamamu bertemu denganku?" Aku bangkit berdiri, dan menatap Sean tajam, "Aku wanita seperti apa, apa harus kujabarkan satu persatu kepadamu?"

Sean menghampiriku, kedua tangannya meraih wajahku, dan menciumku dengan ganas, dengan gila dia mulai menghisap bibirku, aku berusaha sekuat tenaga untuk mendorongnya menjauh, tapi kekuatan seorang pria jelas berkali lipat lebih kuat dariku.

Aku menggigit lidahnya kuat-kuat, dan seketika aku merasakan amis darah segar di seluruh rongga mulutku, dia melepaskanku, dan menyeka bibirnya kuat-kuat dengan jarinya, "Wanita jalang."

Setelah berbicara, dia berbalik badan kemudian membuka pintu untuk pergi, dan membanting pintu sampai tertutup.

Aku mengambil selembar tissue, menyeka darah yang masih tersisa di sisi bibirku. Aku menatap dingin ke arah pintu itu.

Saat kami tiba untuk mendaftar ke Midea hari itu, kami dipanggil ke kantor manajer umum, pertama-tama dia mengucapkan selamat kepada kami atas kelulusan kami, kemudian menepati janji untuk datang bekerja di kantor.

Kemudian manager umum menyuruh Amanda dan Stella untuk pergi lebih dahulu, menyisakan aku seorang.

Dia melihat ke arahku dari atas sampai bawah, kemudian tiba-tiba tertawa dan berkata: "Sebenarnya apa yang dilihat oleh Sean itu darimu, dengan bodohnya dia mengeluarkan biaya sekolah lagi selama tiga tahun, dan meminta sebuah posisi dariku."

"Manajer, maksud anda, uang saya selama tiga tahun ini, semuanya dikeluarkan oleh Sean?" Aku bertanya dengan kaget, dan manajer itu hanya menganggukan kepala.

"Benar, dia berkata dia mau mengeluarkan uang untuk memberikan seseorang yang berbakat kepada saya, kenapa tidak?"

Aku menggigit bibir, dan tertawa datar, ternyata Sean melakukan sesuatu yang luar biasa, dan aku tidak tahu, dia sebenarnya melakukan apa, apa yang kupunya, dia mengeluarkan begitu banyak di belakangku, apa yang diinginkannya, membuatku terharu?

Perasaanku sangat kacau ketika aku berjalan keluar dari kantor manajer umum, bersama dengan Amanda dan Stella, untuk melihat hasil pembelajaran kami selama tiga tahun, peruahaan menyuruh kami memikirkan sebuah tema untuk pakaian musim gugur Paris, mendesain sebuah karya dengan ciri khas kami masing-masing, dalam waktu satu bulan.

Waktu bekerja Midea cukup bebas, karena harus mendesain, mungkin harus keluar untuk mencari inspirasi atau ke pabrik kain untuk memilih bahan pakaian, jadi perusahaan tidak membatasi waktu kerja kami, seperti diberi kebebasan.

Amanda memberitahuku, sebelum dia pergi ke luar negeri, dia sudah menyukai Sean, setiap kali Sean datang menemui manajer umum, mereka mengobrol dan tertawa, dia selalu bersembunyi di sudut memperhatikan Sean.

Aku tidak tahu mengapa Amanda memberitahuku tentang ini, kemungkinan yang pasti, dia tidak ingin aku terlalu dekat dengan Sean. Aku sendiri juga ingin memutuskan hubungan apapun dengan pria itu.

Aku mengajak Sean untuk bertemu di sebuah cafe, melihatnya datang dengan wajah berat, aku duduk diam di hadapannya.

"Sean, biaya sekolah selama tiga tahun, aku pasti akan mengembalikannya kepadamu." Kopi di hadapanku sudah ku aduk beberapa lama, sedikit pun tidak ku minum.

"Mengajakku bertemu hanya untuk membicarakan tentang uang?" Sean tertawa menyindir, "Uang yang ku keluarkan untuk wanita, tidak pernah kuinginkan untuk kembali."

"Aku bukan wanita yang seperti itu, aku tidak berhak menggunakan uangmu." Mataku terkunci lekat dengannya selama beberapa detik, tersirat kekecewaan di sorot matanya, karena aku memutuskan hubungan dengannya.

"Terserah kamu." Sean bangkit berdiri, saat dia berbalik untuk pergi, dia menengok sesaat, "Christine, tak bisakah kamu menganggapku sebagai teman biasa?"

"Hari itu kamu menciumku, apakah teman biasa berciuman?" Aku bertanya dengan sengit kepadanya.

"Tidak." Sean menjawab langsung, "Tidak bisa menahannya."

Aku tertawa dingin, kalau aku tidak salah ingat, malam itu dia pasti baru saja keluar dari kamar Amanda, seorang pria dan wanita berduaan melakukan apa di dalam kamar tentu tidak perlu ditebak, lalu dia datang ke kamarku, sebrengsek apa dia, aku sungguh tidak bisa membayangkannya.

Sean pun pergi, melihat bayangan punggungnya yang perlahan hilang dari pandanganku, hatiku pun terasa sedikit muram, apakah aku terlalu kejam terhadapnya.

Aku menghela nafas panjang, dan bangkit berdiri bersiap untuk pergi, melihat di tempat Sean duduk ada sebuah pena recorder berwarna hitam, kenapa aku merasa pena itu mirip sekali dengan pena yang kuberikan kepada nenek dulu.

Mengapa Sean membawa pena recorder ini dengannya, apakah dia merekam pembicaraanku dengannya, atau?

Aku melangkah maju, dan mengambilnya, awalnya aku ingin mendengar apa yang sudah direkam, tapi pandanganku terjatuh pada goresan di sisi pena itu, ini saat aku membelinya, tidak berhati-hati menggoresnya, saat itu aku sangat sedih sepanjang hari.

Kalau ini pena recorder yang kuberikan kepada nenek Jonathan, kenapa bisa ada pada Sean?

Sebenarnya apa yang terjadi?

Di hari nenek jatuh dari lantai atas, aku yakin Sean tidak berada di rumah keluarga Chandra, dan melihat sifat Sean, dia tidak mungkin melukai orang tua hanya karena sebuah pena recorder.

Aku segera mengambil ponselku dan menelepon Sean, setelah berdering dua kali dia menolak teleponku, sepertinya dia marah kepadaku, tapi yang saat ini sangat ingin kuketahui adalah, bagaimana bisa pena recorder ini ada di tangannya?

Aku menyimpan pena recorder itu baik-baik, dan bersiap untuk kembali ke kantor, ketika tiba-tiba Jonathan meneleponku, menyuruhku untuk pergi ke PT. Weiss.

Aku baru ingin bertanya ada apa, tiba-tiba terdengar suara anak kecil dari ujung telepon sana, memanggil Jonathan papa, aku segera menyetujui untuk kesana.

Aku menuju ke PT. Weiss secepat yang aku bisa, naik ke atas, dan tidak kusangka sekretaris yang glamor itu masih mempertahankan jabatannya, melihatku, dia tampak tertarik dengan gaya rambut baruku, dia menaikan alis, dan berusaha untuk menanyaiku, tapi aku menolaknya.

Dengan tidak sabar aku mendorong pintu kantor Jonathan, begitu masuk, aku melihat sesosok wajah kecil yang tak asing di hadapanku.

Saat melihatku, kedua matanya berbinar-binar, kemudian dia berlari ke arah Jonathan sambil berseru: "Papa, ada yang mencarimu."

Bella, anak kecil yang berlari di depan mataku itu adalah anak perempuanku. Kedua mataku terasa lembab, aku menatapnya lekat-lekat, dan mendapatinya bersembunyi di balik Jonathan.

Aku mengangkat kepala dan menatap Jonathan, memperbaiki raut wajahku, dan menelan kembali air mataku, aku melihat ke arahnya dengan penuh haru, dan berkata: "Hari ini bagaimana kamu bisa...."

"Melihatmu kasihan." Jonathan memotong perkataanku. Dia tahu apa yang akan kukatakan, jadi dia menjawabku dengan dingin tanpa perasaan.

Aku tercengang sesaat, dan bibirku tersenyum tolol, kalau melihatku kasihan bisa membuatku bertemu dengan Bella, aku tiap hari tampak kasihan pun tidak masalah.

Aku berlutut, dan tersenyum ke arah Bella, menepuk-nepuk tangan dan berkata dengan lembut: "Halo, Bella!"

"Kamu siapa?" Bella bertanya dengan ragu.

Pertanyaan mudah itu membuatku tertegun seketika, aku melirik ke arah Jonathan, dan menundukan pandanganku dengan sedih.

Kalau aku langsung berkata bahwa aku mama, apakah itu akan mengejutkan Bella, atau di hati Bella, bayangan mama pasti bukanlah semacam aku.

"Bella, dia ini mama." Jonathan berlutut dan menggendong anak itu sambil mengatakan statusku.

Aku menatapnya tercengang, aku tidak mengerti mengapa Jonathan melakukan hal seperti ini, bukankah dia membenciku, mengapa dia harus begitu baik kepadaku?

Dia sepenuhnya bisa berkata kepada Bella, aku hanya seorang bibi, seorang teman saja.

"Mama?" Bella mengedipkan matanya, "Sama dengan mama Cynthia?"

Jonathan menggelengkan kepala, "Tidak sama, bukankah papa berjanji kepada Bella, akan mencari mama, sekarang papa sudah menemukan mama, Bella senang tidak?"

Bella mencium pipi Jonathan dengan senang, bertepuk tangan dan menjawab: "Senang."

Jonathan mengarahkan pandangannya kepadaku, mengerutkan alis dan berkata: "Kamu tidak ingin memeluk anakmu?"

"Memeluk?" Aku terbengong begitu lama, Jonathan menyuruhku memeluk Bella?

"Sepertinya kamu belum siap." Jonathan menyindirku smabil tersenyum.

Aku yang masih merasa seperti di awang-awang seketika kembali ke tanah dan menyahut: "Aku peluk, aku tentu mau memeluknya."

Aku mendekati mereka perlahan, saat Jonathan menyerahkan Bella ke dalam pelukanku, luapan ombak haru dalam hatiku menghantam lapis demi lapis.

Dia begitu lembut, melihatnya dari jarak dekat, wajah mungil yang putih itu tampak seperti boneka porselin cantik, aku tak bisa menahan untuk menciumnya.

Bella tidak menolak, tangan mungilnya menyentuh wajahku dan bertanya: "Mama, mama pergi kemana, kenapa baru kembali?"

Sebuah kalimat yang begitu mudah membuat air mataku jatuh bagaikan hujan, aku menjawab dengan sesenggukan: "Mama pergi ke hutan untuk mencari kelinci putih untuk Bella, kemudian tersesat."

Bella menggelengkan kepala, "Papa bilang, mama ada di seberang lautan, di dalam hutan ada laut?"

Mataku berkaca-kaca menatap Jonathan, bagaimana dia tahu aku ke luar negeri, kenapa berkata seperti itu kepada anak? Hari ini juga kenapa tiba-tiba mengatur waktu untukku bertemu dengan Bella?

Aku memintanya mengirimkan beberapa foto, dia mengulur-ulur waktu, berkata aku tidak berhak bertemu dengan Bella. Sekarang tiba-tiba menyuruhku bertemu dengan Bella, memeluk Bella, hatiku yang rapuh dan lembut itu, saat ini merasakan kebahagiaan luar biasa, seakan sedang hidup dalam mimpi.

"Cynthia masuk rumah sakit, mama pergi merawatnya." Aku sangat paham maksud ucapan Jonathan, mamanya tidak menyukaiku, pasti tidak akan membiarkanku bertemu dengan Bella.

"Aku mengerti." Aku menatap Jonathan dengan penuh syukur.

"Bella, turun dan pulanglah dengan Edy." Jonathan mengeluarkan ponsel dan menelepon, tak lama kemudian, sopir datang mengetuk pintu.

"Edy, antar Bella pulang." Jonathan berkata.

"Baik, Tuan." Edy menyahut.

Jonathan menghampiriku, dan mengambil Bella dari pelukanku, dan saat memberikannya kepada Edy, berkata lembut: "Bella, saat pulang, kalau nenek bertanya kamu kemana, bilang datang ke tempat papa, tidak boleh bilang ketemu mama, mengerti?"

"Kenapa?" Bella bertanya tak mengerti, lalu pandangan polosnya mengarah kepadaku dan bertanya: "Mama tidak mau pulang?"

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu