Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 58 Kelahiran Anak
Aku naik perlahan, kembali ke kamarku, memandangi kamar yang besar itu, aku tahu suasana hatiku saat ini sedang labil, sangat mirip saat aku hamil pertama kali.
Aku duduk di tepi ranjang, perlahan kunaikkan kakiku, untuk berbaring, tidak tahu apa aku menggunakan terlalu banyak tenaga, atau ini pengaruh dari bayi ini.
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu hangat yang mengalir turun dari pahaku, seketika aku merasa bagian bawahku basah.
Aku terkejut, aku melihat ke sekeliling, air ketubanku pecah, bayi ini sepertinya lahir sebelum waktunya.
Aku meraih ponselku, cepat-cepat kutelpon Jonathan, setelah berdering beberapa kali, dia mengangkat.
"Jonathan, aku akan segera melahirkan."
"Bukannya seharusnya belum saatnya?"
"Aku tidak tahu, air ketubanku pecah." Aku ketakutan, aku takut karena kesalahan yang kuperbuat, anak ini akan terluka.
"Aku akan segera kesana." Begitu Jonathan selesai berbicara, dengan cepat kamarku dibuka, dia berjalan, menuju ke tepi ranjang, tangan yang besar itu membelai wajahku, dengan penuh perhatian dia bertanya, "Apa perutmu sakit?"
Aku menggeleng, "Tidak sakit."
Aku mengira setelah air ketuban pecah akan sakit, mungkin karena anak ini akan segera keluar, tapi tidak, selain bagian bawah tubuhku terasa basah, aku tidak merasakan rasa sakit apa pun.
"Mamaku akan segera menyuruh sopir kemari," Jonathan segera menelepon sopir. Ibu Jonathan dari kamar bergegas datang juga.
Saat sopir yang dipanggil tiba di kediaman Chandra, Jonathan sudah menggendongku turun, dengan perlahan dia membaringkan aku di jok belakang mobil.
Kemudian dia bergegas naik dan duduk di jok depan mobil, tapi ibunya malah menghalanginya. Terpisahkan hanya oleh kaca tipis jendela mobil, aku dapat mendengar dengan jelas perkataan ibunya padanya, dia berkata, "Jonathan, kamu jangan pergi, wanita itu mau melahirkan seorang bayi yang tidak jelas, belum lagi kita masih tidak tahu apa bayi itu merupakan keturunan keluarga Chandra, itu semua akan mengundang sebuah tanda tanya besar pada keluarga kita."
Tatapan Jonathan tertuju padaku yang berada di dalam mobil.
Di saat seperti itu, aku sungguh berharap Jonathan dapat menampis semua kata-kata orang dan masuk ke dalam mobil untuk melindungiku. Tapi dia malah menundukkan kepala, berbalik lalu berlari masuk ke dalam rumah lagi, aku benar-benar tidak menyangka.
Ibu Jonathan masuk ke dalam mobil, lalu duduk di bangku penumpang depan, lalu dengan tatapan dingin memandangku, dia berkata, "Melahirkan anak itu bukan sesuatu yang bisa dibesar-besarkan, apa kamu kira dengan melahirkan, Jonathan akan melupakan apa yang sudah kamu lakukan pada nenek? Jangan bermimpi!"
"Bukan aku yang mendorong nenek, aku harus bilang berapa kali?" Aku tak tahan lagi. Kenapa tidak ada orang yang mempercayaiku? Kenapa mereka semua begitu terhadapku?
"Kalian yang menyanding nama Tanjaya semua bukan orang yang baik-baik. Kakakmu sudah menggunakan uang Jonathan berapa miliyar, apa kamu tahu?" Ibu Jonathan memandangku dengan mencibir, "Tipu muslihatmu ini memang kelas kakap, semua anggota keluarga Tanjaya sudah pernah memanfaatkan kekayaan keluarga Chandra. Kalau kalian menginginkan uang, bilang saja di depan, jangan berpura-pura naif, lalu mencuri uang kami!"
Perkataan ibu Jonathan seperti sebilah pisau yang ditikamkan langsung ke dalam dadaku.
Dadaku sesak, sangat sakit, seakan ada sesuatu menyangkut di dalam, menghalangiku untuk bernapas. Hal yang paling aku takutkan terjadi, Christoper akhirnya campur tangan, dan sekali lagi membuatku terlihat seperti sesosok istri matre yang menjijikan.
Mobil perlahan bergerak, aku tidak tahu Jonathan membenciku karena urusannya dengan Christoper atau karena dia masih salah paham mengenai kecelakaan yang terjadi pada nenek.
Saat-saat seperti ini aku sangat membenci diriku sendiri. Sudah tahu Christoper orang yang seperti apa, masih juga menikah dengan Jonathan. Orang seperti aku ini seharusnya tidak menikah seumur hidup, melajang selamanya.
Aku juga tidak menyalahkan Jonathan yang tidak berada di situ menemaniku. Aku seorang yang tidak pantas diberi hati.
Aku diantar menuju ke bagian ginekologi di lantai empat RSUD, karena air ketubanku sudah pecah, aku tidak mungkin seperti ibu-ibu hamil pada umumnya, bisa berjalan kesana kemari sendiri.
Kalau aku berdiri, karena air ketuban sudah hampir mengalir keluar semua, akan menyebabkan bayi kekurangan oksigen. Maka aku diharuskan untuk terus berbaring, dengan bantal di bawah kakiku supaya air ketuban tidak terus keluar.
Ibu Jonathan terus mengawasiku dengan pandangan dingin, dia sedang menunggu, menanti apakah bayi ini memiliki tanda-tanda keturunan Chandra atau tidak.
Sedangkan aku, hatiku seakan mati rasa dalam penantian itu. Setelah aku terbaring kurang lebih 18 jam lamanya, aku baru merasakan kesakitan
Aku menggigit bibir bawahku, jariku membiru karena cengkeraman tanganku di selimut yang begitu kuat. Tidak ada orang di situ untuk menenangkanku, aku merasakan sakit yang luar biasa sampai aku berpikir untuk mati saja. Aku membayangkan mungkin aku tidak cukup kuat untuk melahirkan anak ini dan dengannya bersama meninggalkan dunia yang rumit ini.
Toh Jonathan juga sudah tidak peduli denganku, aku juga sudah tidak ingin pulang ke rumah orang tuaku, di dunia yang begitu besar ini, aku tidak punya tujuan hidup apapun, lebih baik mati saja.
Hidup enggan, mati pun tidak, seperti itulah kira-kira rasa sakit yang sedang aku alami selama 10 jam terakhir ini. Aku seolah benar-benar merasakan berjalan-jalan di neraka jahanam.
Tak lama, terdengar sayup-sayup suara tangisan bayi, seorang dokter berdiri di dekatku sambil menggendong sesosok makhluk kecil. Dia menunjukan padaku jenis kelamin anak yang baru saja aku lahirkan ke dunia ini, dia bertanya, "Laki-laki atau perempuan?"
Seluruh tubuhku tak bertenaga, bulir-bulir keringat membasahi setiap senti tubuhku, pandanganku kabur, dengan napas yang masih memburu aku menjawab, "Perempuan."
"Baiklah, sebentar lagi kami akan memberi bayimu ASI, itu akan membuat bayimu mengingat rasa ibunya untuk pertama kali." Setelah berkata demikian dokter itu menyerahkan bayiku pada perawat di sebelahnya.
Perawat itu menggantungkan papan nama yang masih kosong di bagian kaki bayiku, lalu membelainya dengan lembut.
Aku menutup mata dengan lemah, aku merasa tubuhku dingin.
Ketika ari-arinya sudah keluar, dokter itu terkejut, "Ari-arinya tidak lengkap."
Aku tidak tahu apa maksud perkataannya, aku hanya tahu aku merasa kedinginan, badanku terasa lemas, kelopak mataku terasa berat, aku sangat ingin memandangi wajah bayiku, tapi pandanganku semakin lama semakin kabur, aku akhirnya menutup mataku.
Aku akhirnya bisa beristirahat, aku tertidur lama sekali.
Ketika aku terbangun, aku sudah tidak lagi berada di ruang bersalin. Aku memandang sekeliling dengan lelah, mencari buah hatiku, tapi keranjang bayi di sebelahku kosong.
Aku terkejut, aku berusaha untuk bangkit berdiri, tapi kakiku tidak bertenaga. Badanku gemetar menahan sakit, aku menyibakkan selimut, badanku gemetar dari ujung kepala hingga ujung kaki, nafasku tersengal-sengal karena kesakitan.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk melangkahkan kaki menuju ke keranjang bayi, tapi kakiku seakan terbuat dari karet, tak bertenaga, tidak bisa digerakkan, aku terjatuh berulang kali.
Aku ingin memandangi buah hatiku, siapa yang membawa pergi anakku?
Apa ibu Jonathan yang membawanya? Apa dia membawanya untuk tes DNA? Setelah itu baru membawanya kembali kesini.
Aku terduduk di lantai, lemas tak bertenaga, aku tidak sanggup untuk bangkit berdiri.
Kira-kira setelah setengah jam terduduk di situ, pintu ruang rawat terbuka, seorang perawat masuk berpatroli. Begitu dia melihatku, dia terkejut, lalu memanggil dua orang lain untuk memapahku kembali ke ranjang.
Aku menarik tangan salah seorang perawat itu, lalu bertanya, "Di mana anakku?"
"Anakmu dibawa pergi oleh neneknya." Jawaban perawat itu membuatku tersenyum kosong.
Ternyata benar ibu Jonathan yang membawanya pergi, anak yang kudatangkan ke dunia ini dengan susah payah, dia dengan mudahnya membawanya pergi, tanpa meminta ijin dariku.
Air mata mulai menggenangi sudut mata, aku memejamkan mata, butir demi butir air mata itu jatuh perlahan.
"Kamu mengalami pendarahan hebat selama persalinan, kalau bukan karena pertolongan dari suamimu, bisa-bisa kamu tidak terselamatkan." Perkataan perawat itu membuatku yang tadinya bersedih kembali membuka mata.
Jonathan datang?
"Kalian ini benar-benar sepasang suami istri yang serasi, bahkan golongan darahnya pun sama, rhesusnya juga." Setelah berkata demikian, perawat itu beranjak pergi. Tapi aku menarik tangannya.
"Suamiku. Suamiku di mana sekarang?" Hatiku mulai berbahagia, Jonathan datang, dia menyelamatkanku. Dia juga sudah bertemu dengan anaknya, kalau begitu dia sekarang di mana?
Perawat itu menggelengkan kepala, "Tidak tahu, bagaimana kalau hubungi langsung suamimu? Oh iya, mertuamu tadi menyuruh Bi Ema untuk mengurusmu. Dia sekarang sedang pulang, mungkin memasak sesuatu untukmu."
Jonathan datang, tapi kenapa dia tidak berada disini menemaniku?
Beberapa hari di rumah sakit, anakku belum juga di kembalikan ke sisiku, bibi Ema walaupun mengurusku dengan penuh perhatian, tapi aku masih tidak bisa terima. Aku ingin segera keluar dari rumah sakit, aku tidak peduli dengan semuanya, yang aku mau hanya keluar dari rumah sakit ini, Bibi Ema tidak mampu membujukku, akhirnya dia hanya bisa menemaniku pulang ke kediaman Chandra.
Aku mengira aku bisa berjumpa dengan buah hatiku saat aku tiba di kediaman Chandra, tapi ternyata anakku tidak ada di situ.
Aku naik ke atas, menuju ke kamarku, mencari-cari ponselku, baterainya habis.
Aku sambil mengisi ulang daya, menelepon Jonathan, tidak peduli apa bisa membuat ponselku meledak.
Setelah berdering beberapa kali, dia mengangkatnya.
Aku sudah lepas kendali langsung bertanya, "Di mana anakku?"
"Mama sudah sampai di luar negeri." Jonathan berkata tanpa ekspresi.
Emosiku meledak tiba-tiba, "Jonathan! Apa kamu menghendaki aku agar selamanya tidak bisa bertemu dengan anak perempuanku?"
Tidak terdengar suara dari seberang telepon.
"Apa kamu mengira aku yang mencelakai nenek? Katakan sejujurnya. Aku Christine, tidak sanggup menanggung rasa ini, hari ini kita saling terbuka, apa kamu ingin bercerai denganku?"
Di seberang telepon masih hening tidak terdengar suara.
"Apa kamu tuli?" Aku berteriak, "Kamu cepat pulang ke rumah, kalau tidak, aku akan lompat dari lantai dua, aku akan menyusul nenekmu. Aku beri kamu setengah jam, kalau kamu masih tidak pulang, kamu akan melihatku di dalam kantong jenasah!"
Angin sepoi-sepoi perlahan berhembus ke wajahku, mengacak-acak rambutku, membelai-belai mataku, membuatnya memerah.
Bi Ema datang membawakan sup, melihatku sedang diterpa angin, dia berteriak, "Nyonya Chandra, masuklah, Nyonya bisa sakit kalau terus-terus terkena angin."
Dia meletakkan sup, dia akan naik, tapi digagalkan oleh ancamanku. "Kalau bibi maju, aku akan lompat."
"Baiklah baiklah, aku tidak akan kesana, nyonya jangan berpikiran sempit. Banyak ibu-ibu setelah melahirkan, tidak terbiasa dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya, dan juga tanggung jawab yang lebih besar, tapi ini semua bisa diatasi perlahan...." Perkataan Bi Ema belum selesai, aku sudah memotongnya.
"Aku tidak bisa menerima sakitnya melahirkan seorang anak ke dunia ini." Aku tahu Bi Ema tidak akan mengerti apa yang aku maksudkan. Kewajiban dia hanya merawatku, dia pastinya tidak mengerti apa yang aku rasakan, dia hanya berasumsi yang aku sedang alami ini seperti yang dialami ibu-ibu muda lainnya.
Semua itu tidak ada gunanya, aku hanya menginginkan anakku, apa dia mampu memberikanku itu?
Dia tidak mampu, hanya Jonathan yang mampu.
Aku dengan sebisaku memaksanya, kalau tidak dia tidak akan mengabulkan permintaanku.
Mobil Jonathan memasuki kediaman Chandra, dia dengan cepat naik ke lantai dua dan menuju ke kamar, lalu berdiri di belakangku, memanggil namaku, "Christine...."
Aku menoleh, memandangnya dalam kepedihan, terukir sebuah senyum di bibirku, "Jonathan, apa kamu akhirnya bersedia pulang untuk menjumpaiku?"
"Kamu baru saja melahirkan, tidak boleh terkena angin."
Begitu mendengarnya, aku tertawa sinis, "Aku tidak tahu ternyata kamu masih bisa juga peduli denganku."
Novel Terkait
Cinta Tak Biasa
SusantiMy Goddes
Riski saputroTen Years
VivianBlooming at that time
White RoseMy Charming Lady Boss
AndikaAsisten Bos Cantik
Boris DreyMilyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu×
- Bab 1 Malam Yang Menyedihkan
- Bab 2 Sawah Yang Kering Ada Orang Yang Menyirami
- Bab 3 Istri dan Mertua Tidak Akur
- Bab 4 Kekasih Ardy
- Bab 5 Wanita Yang Paling Bodoh
- Bab 6 Konflik
- Bab 7 Aku Tidak Suka Dimanfaatkan Orang
- Bab 8 Bercerai
- Bab 9 Mogok Makan
- Bab 10 Membuat Kesepakatan
- Bab 11 Bercerai Tanpa Mendapatkan Harta Sama Sekali
- Bab 12 Mengenang Kembali
- Bab 13 Pesta
- Bab 14 Dia Pacarku
- Bab 15 Menantang
- Bab 16 Aroma Tubuh Laki-Laki Lain
- Bab 17 Hamil
- Bab 18 Tertekan
- Bab 19 Makan Aku Saja Kalau Masih Lapar
- Bab 20 Wanita Yang Tidak Berpendidikan
- Bab 21 Aku Mau Anak Ini
- Bab 22 Tiba-Tiba Kembali
- Bab 23 Tidak Boleh Melakukan Saat Hamil
- Bab 24 Anggap Aku Pinjam Darimu
- Bab 25 Cinta Yang Abnormal
- Bab 26 Wanita Jahat
- Bab 27 Berikan Aku Kesempatan Untuk Menjagamu
- Bab 28 Menolak Tanpa Perasaan
- Bab 29 Tidak Bisa Memilikinya
- Bab 30 Bagaimana Caranya Agar Kamu Bisa Menerima Cintaku
- Bab 31 Kecelakaan Mobil
- Bab 32 Jual diri
- Bab 33 Konspirasi Mengerikan
- Bab 34 Melamar
- Bab 35 Perpisahan
- Bab 36 Kebenaran yang Pahit
- Bab 37 Mempermainkan Pria
- Bab 38 Kamu Menikahiku
- Bab 39 Baiklah, Aku Mengalah Padamu
- Bab 40 Martabat seorang pria
- Bab 41 Menahan Ejekan
- Bab 42 Pertunjukan Pertama
- Bab 43 Kamu Sangat Cantik
- Bab 44 Sulit Membaca Hati Manusia
- Bab 45 Makan Malam
- Bab 46 Wanita asing
- Bab 47 Kami Sudah Menikah
- Bab 48 Laki-laki Aneh
- Bab 49 Bunuh diri
- Bab 50 Terkurung
- Bab 51 Menyerahlah
- Bab 52 Perlakukan Aku Dengan Baik Seumur Hidupmu
- Bab 53 Pembicaraan Tentang Masa Depan Satu Sama Lain
- Bab 54 Air Mata yang Terlalu Banyak
- Bab 55 Hanya yang Memenggal Bisnis yang Bisa Bertarung
- Bab 56 Penyesalanmu Sudah Terlambat
- Bab 57 Nenek Meninggal
- Bab 58 Kelahiran Anak
- Bab 59 Mencintainya Maka Meninggalkannya
- Bab 60 Tak Sanggup Lagi
- Bab 61 Waktu Tiga Tahun
- Bab 62 Jangan Sentuh Teman Sekamarku
- Bab 63 Brutal dan Berdarah Dingin
- Bab 64 Model Rambut Baru Sangat Jelek
- Bab 65 Bagaimana Membuatnya Senang
- Bab 66 Menarilah di Hadapanku
- Bab 67 Masih Istrinya
- Bab 68 Bertemu Anakku
- Bab 69 Karma
- Bab 70 Tidak Meninggalkanmu
- Bab 71 Menanyakan Masalah Lama dan Baru Bersamaan
- Bab 72 Terluka
- Bab 73 Plagiarisme
- Bab 74 Jika Ingin Uang, Bukalah Harga
- Bab 75 Mati Tersiksa
- Bab 76 Pria pujaanku
- Bab 77 Membagi harta
- Bab 78 Memaksanya mengatakan kebenaran
- Bab 79 Aku jahat, aku tidak baik hati
- Bab 80 Kamu lebih membutuhkanku
- Bab 81 Wanita yang kasihan (1)
- Bab 81 Wanita yang kasihan (2)
- Bab 82 Siapa yang menopause (1)
- Bab 82 Siapa yang menopause (2)
- Bab 83 Aku tidak ingin menjadi pengganti (1)
- Bab 83 Aku tidak ingin menjadi pengganti (2)
- Bab 84 Mendapatkan keuntungan besar (1)
- Bab 84 Mendapatkan keuntungan besar (2)
- Bab 85 Menghancurkan reputasi (1)
- Bab 85 Menghancurkan reputasi (2)
- Bab 86 Tertawa Di Atas Penderitaan Orang Lain (1)
- Bab 86 Tertawa Di Atas Penderitaan Orang Lain (2)
- Bab 87 Melahirkan Semakin Banyak Anak Semakin Banyak Berkah (1)
- Bab 87 Melahirkan Semakin Banyak Anak Semakin Banyak Berkah (2)
- Bab 88 Menaruh Obat (1)
- Bab 88 Menaruh Obat (2)
- Bab 89 Konspirator Terbesar (1)
- Bab 89 Konspirator Terbesar (2)
- Bab 90 Mati Menggantikanku (1)
- Bab 90 Mati Menggantikanku (2)
- Bab 91 Adakan Pernikahan (1)
- Bab 91 Adakan Pernikahan (2)
- Bab 92 Dimanfaatkan Oleh Orang Lain (1)
- Bab 92 Dimanfaatkan Oleh Orang Lain (2)
- Bab 93 Satu Anak Lain Dari Keluarga Yi (1)
- Bab 93 Satu Anak Lain Dari Keluarga Yi (2)
- Bab 94 Semua Kenyataan (1)
- Bab 94 Semua Kenyataan (2)
- Bab 95 Apa Lagi Yang Kamu Sembunyikan Dariku (1)
- Bab 95 Apa Lagi Yang Kamu Sembunyikan Dariku (2)
- Bab 96 Aku adalah barang duplikat
- Bab 96 Aku adalah barang duplikat (2)
- Bab 97 Sengaja mempermainkan orang (1)
- Bab 97. Sengaja mempermainkan orang (2)
- Bab 98 Lelaki Baik, Perempuan Jahat (1)
- Bab 98 Lelaki Baik, Perempuan Jahat (2)
- Bab 99. Keluar (1)
- Bab 99. Keluar (2)
- Bab 100. Penghargaan Ibu Rumah Tangga Paling Besar Hati (1)
- Bab 100. Penghargaan Ibu Rumah Tangga Paling Besar Hati (2)
- BAB 101 Aku Sangat Pelit (1)
- BAB 101 Aku Sangat Pelit (2)
- BAB 102 Selain Membuat Kamu Marah, Apakah Aku Tidak Ada Kelebihan (1)
- BAB 102 Selain Membuat Kamu Marah, Apakah Aku Tidak Ada Kelebihan (2)
- BAB 103 Pelakor Yang Dicari (1)
- BAB 103 Pelakor Yang Dicari (2)
- BAB 104 Cukup Memberi Kamu Muka (1)
- BAB 104 Cukup Memberi Kamu Muka (2)
- BAB 105 Kamu Mengapa Begitu Ganteng (1)
- BAB 105 Kamu Mengapa Begitu Ganteng (2)
- BAB 106 Tuhan Tidak Memberikannya Hati Berbelas Kasih (1)
- BAB 106 Tuhan Tidak Memberikannya Hati Berbelas Kasih (2)
- BAB 107 Cinta Lama Bersatu Kembali (1)
- BAB 107 Cinta Lama Bersatu Kembali (2)
- BAB 108 Apa Kamu Pernah Mengkhianati Aku (1)
- BAB 108 Apa Kamu Pernah Mengkhianati Aku (2)
- BAB 109 Apa Layak Bernilai Sepuluh Juta Yuan (1)
- BAB 109 Apa Layak Bernilai Sepuluh Juta Yuan (2)
- BAB 110 Apa Kamu Sudah Pergi Pemeriksaan Ulang? (1)
- BAB 110 Apa Kamu Sudah Pergi Pemeriksaan Ulang? (2)
- Bab 111 Hobi Khusus (1)
- Bab 111 Hobi Khusus (2)
- Bab 112 Berhati Lembut (1)
- Bab 112 Berhati Lembut (2)
- Bab 113 Mulutmu Cukup Manis (1)
- Bab 113 Mulutmu Cukup Manis (2)
- Bab 114 Apa Kamu Hamil Lagi (1)
- Bab 114 Apa Kamu Hamil Lagi (2)
- Bab 115 Pertengkaran (1)
- Bab 115 Pertengkaran (2)
- Bab 116 Buktikan Seberapa Murninya (1)
- Bab 116 Buktikan Seberapa Murninya (2)
- Bab 117 Bernice Hilang (1)
- Bab 17 Bernice Hilang (2)
- Bab 118 Wanita Licik (1)
- Bab 118 Wanita Licik (2)
- Bab 119 Pria Itu Butuh Dirayu (1)
- Bab 119 Pria Butuh Dibujuk (2)
- Bab 120 Mengapa Kamu Begitu Beruntung (1)
- Bab 120 Mengapa Kamu Begitu Beruntung (2)
- Bab 121 Kita Benar-Benar Harus Mengobrol (1)
- Bab 121 Kita Benar-Benar Harus Mengobrol
- Bab 122 Dengan Mudah Berkata Cerai (1)
- Bab 122 Dengan Mudah Berkata Cerai (2)
- Bab 123 Siapa yang Cantik (1)
- Bab 123 Siapa Lebih Tampan (2)
- Bab 124 Kalau Tidak Tertabrak Tidak Akan Menyerah (1)
- Bab 124 Kalau Tidak Tertabrak Tidak Akan Menyerah (2)
- Bab 125 Berterima Kasih Atas Jasamu yang Tidak Mau (1)
- Bab 125 Berterima Kasih Atas Jasamu yang Tidak Mau (2)
- Bab 126 Pulang Ke Rumah Menjadi Wanita Rumahan (1)
- Bab 126 Pulang Ke Rumah Menjadi Wanita Rumahan (2)
- Bab 127 Wanita Dengan Logika Yang Berantakan (1)
- Bab 127 Wanita Dengan Logika Yang Berantakan (2)
- Bab 128 Serpihan Ingatan (1)
- Bab 128 Serpihan Ingatan (2)
- Bab 129 Antar Aku Pulang (1)
- Bab 129 Antar Aku Pulang (2)
- Bab 130 Jika Memotong Rambut, Muka Akan Terlihat Besar (1)
- Bab 130 Jika Memotong Rambut, Muka Akan Terlihat Besar (2)
- Bab 131 Berapa Banyak Beban Yang Kamu Tanggung (1)
- Bab 131 Berapa Banyak Beban Yang Kamu Tanggung (2)
- Bab 132 Ingatanku Sudah Kembali (1)
- Bab 132 Ingatanku Sudah Kembali (2)
- Bab 133 Membantumu (1)
- Bab 133 Membantumu (2)
- Bab 134 Kamu Panik, Artinya Kamu Merasa Bersalah (1)
- Bab 134 Kamu Panik, Artinya Kamu Merasa Bersalah (2)
- Bab 135 Apa Kamu Pacaran (1)
- Bab 135 Apa Kamu Pacaran (2)
- Bab 136 Kembali Single (1)
- Bab 136 Kembali Single (2)
- Bab 137 Namamu Adalah Mantan Suami (1)
- Bab 137 Namamu Adalah Mantan Suami (2)
- Bab 138 Apa Aku Boleh Kembali Ke Rumah Keluarga Mo (1)
- Bab 138 Apa Aku Boleh Kembali Ke Rumah Keluarga Mo (2)
- Bab 139 Aku yang terbodoh (1)
- Bab 139 Aku yang terbodoh (2)
- Bab 140 Kamu selalu dapat membuat penilaian yang akurat (1)
- Bab 140 Kamu selalu dapat membuat penilaian yang akurat (2)
- Bab 141 Wanita yang kelihatannya tidak berbahaya (1)
- Bab 141 Wanita yang kelihatannya tidak berbahaya (2)
- Bab 142 Kesedihan yang dalam (1)
- 142 Kesedihan yang dalam (2)
- Bab 143 Kamu sepertinya takut pada diriku (1)
- Bab 143 Kamu sepertinya takut padaku (2)
- Bab 144 Aku akan berteriak jika kamu begini (1)
- Bab 144 Aku akan berteriak jika kamu begini (2)
- Bab 145 Aku ingin dia membuktikannya secara langsung(1)
- Bab 145 Aku ingin dia membuktikannya secara langsung(2)
- Bab 146 Jangan Menikah Lagi Untuk Ketiga Kalinya
- Bab 147 Siaran Langsung
- Bab 148 Apa Kedepannya Kamu Akan Mendengar Perkataanku
- Bab 149 Aku Lebih Baik Lanjut Tidak Tahu Malu Saja
- Bab 150 Yang Aku Pedulikan Adalah Hatimu
- Bab 151 Menyimpan Rahasia
- Bab 152 Masa Lalu yang Pahit
- Bab 153 Hukuman Berdiri Menghadap Dinding
- Bab 154. Ingin Melihatmu Untuk Terakhir Kalinya
- Bab 155. Perempuan Tidak Berotak Sangat Menyebalkan
- Bab 156 Kepergian Jonathan
- Bab 157 Perempuan Yang Paling Tidak Tau Malu
- Bab 158 Menarik Spanduk Menyambut Anda
- BAB 157 Perempuan Yang Paling Tidak Tau Malu
- Bab 160 Menikah Kembalilah Denganku
- Bab 161 Seorang Wanita Yang Menyedihkan
- Bab 162 Wanita Melakukan Begitu Banyak Hal Untuk Apa
- Bab 163 Menyuruh Frederik Ouyang Datang Memohon Aku
- Bab 164 Marga Aku Mo, Jadi Beraneh-aneh Saja
- Bab 165 Aku Tidak Ada Perasaan Aman
- Bab 166 Siklus Karma
- Bab 167 Suamiku terlihat tampan saat meninju orang
- Bab 168 Hanya Sebagai Alat
- Bab 169 Hukuman atas keributan
- Bab 170 Apakah kamu mengharapkan akhir seperti Ini?
- Bab 171 Sifat Kejam Manusia
- Bab 172 Melihat Matahari Terbit Untuk Terakhir Kali
- Bab 173 Riwayatku Berakhir Hari Ini
- Bab 174 Aku Akan Bela Keadilan Untukmu
- Bab 175 Terang-terangan Menginginkanmu
- Bab 176 Ikut Campur
- Bab 177 Sekretaris Pria yang Lebih Cantik dari Perempuan
- Bab 178 Sebenarnya Siapa yang Berbohong
- Bab 179 Terkenal Mendadak
- Bab 180 Kamu Paling Cocok Menjadi Istri CEO
- Bab 181 Teman Kantor Yang Tidak Masuk Akal
- Bab 182 Pria kaya selalu playboy
- Bab 183 Kejagoan menjilatnya bagus
- Bab 184 Melakukan siasat senjata makan tuan
- Bab 185 Acara Persahabatan
- Bab 186 Berbaliklah dan kamu bisa melihatku
- Bab 187 Dipecat
- Bab 188 Kamu juga bukan orang yang baik
- Bab 189 Merebut Karyawan
- Bab 190 Acara tahunan perusahaan
- Bab 191 Aku Ingin Berdansa Denganmu, Apa Kamu Bersedia?
- Bab 192 Kata-Kata Itu Tidak Menyakiti Aku
- Bab 193 Kamu Adalah Orang Gila
- Bab 194 Ada Yang Suka Padamu
- Bab 195 Ayo Kita Melahirkan Anak Laki-Laki
- Bab 196 Hubungan yang rumit
- Bab 197 Saat olahraga pagi tenang sedikit
- Bab 198 Memperkenalkan pacar untukmu
- Bab 199 Berjalan-jalan romantis di malam musim dingin
- Bab 200 Kehabisan kata-kata menghadapi keluarga ini
- Bab 201 Alat Keamanan Diri
- Bab 202 Dendam apakah kamu terhadapku
- Bab 203 Bella, bangunlah
- Bab 204 Ketulusan hati mendatangkan keajaiban
- Bab 205 Wanita yang kasar
- Bab 206 Percaya Dengan Keajaiban
- Bab 207 Selamanya Mengabaikanmu
- Bab 208 Kamu Sudah Takut
- Bab 209 Saya Hanya Akan Memiliki Dua Anak Perempuan Seumur Hidup
- Bab 210 Tolong Bantu Aku Pulihkan Penglihatan
- Bab 211 Aku ingin bertemu dengan Jonathan sebelum aku menjalankan operasi
- Bab 212 Aku belum pernah melihat wanita sekejam dia
- Bab 213 Mengusir kamu dari rumah ini
- Bab 214 Biarkan diriku ikut lenyap juga
- Bab 215 Orang yang berpura-pura baik
- Bab 216 Bisa-bisanya Datang Meminta Uang Dengan Tidak Tahu Malu
- Bab 217 Kamu Jangan Sembarangan Bicara
- Bab 218 Aku Masih Belum Cukup Tidur
- Bab 219 Lamaran Yang Romantis
- Bab 220 Jangan Bercanda Lagi
- Bab 221 Ending (1)
- Bab 221 Ending (2)