Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 31 Kecelakaan Mobil

"Kamu tidak perlu membuktikan apa-apa, karena aku mencintai orang lain."

Aku berkata tanpa perasaan kepada Yoga, begitu kata-kata kebencianku terlontar, dia hanya tersenyum dingin.

"BIlang saja hatimu terbuat dari batu, aku begini juga pasti bisa meluluhkanmu!" Yoga tertawa dengan penuh rasa percaya diri, lalu tiba-tiba dia berkata dengan suara keras, "Sebenarnya hatimu terbuat dari apa?"

Aku terkejut mendengar suaranya, jantungku berdebar kencang, setelah menenangkan hati aku menjawab, "Hati baja, soal ini juga sudah kamu ketahui dari dulu."

Tidak peduli si gendut yang sudah berubah menjadi tampan, maupun si gendut yang memang benar-benar gendut sampai tidak bisa masuk pintu, satu-satunya kesalahannya adalah mencintai wanita tak berperasaan sepertiku.

Yoga adalah pria yang baik, tidak seharusnya dia menghabiskan waktu untuk wanita seperti aku, penolakanku yang kejam ini juga demi kebaikannya, aku yakin suatu hari nanti dia pasti akan mengerti.

Yoga berdiri, menendang kursi hingga terjatuh, amarah yang membara terlihat jelas di kedua matanya, dia menatap ke arahku dengan tajam, seakan dia berubah menjadi orang lain.

Aku tidak tahu dari mana datangnya emosi yang meluap-luap itu, aku hanya melihatnya menghentakan kaki kemudian berbalik dan pergi meninggalkanku.

Aku menatapnya aneh, tidak tahu apa yang salah dengannya. Wanita yang berada di kasur sebelahku melihatku dengan penuh tanya: "Ada apa dengan suamimu?"

Aku tertawa ringan, "Dia bukan suamiku, hanya teman sekolahku."

"Kalau begitu dia sangat peduli denganmu, pasti dia ada rasa kepadamu." Wanita itu berkata penuh kagum.

Aku diam-diam melihat ke arah pintu kamar, lalu membuka selimutku, merapikan pakaianku, kemudian berjalan perlahan menuju ke kamar mandi, mondar-mandir di dalam kamar, dengan begini gumpalan darah di dalam tubuhku bisa dikeluarkan hingga bersih.

Aku berjalan pelan keluar dari kamar, berjalan ke arah koridor, tidak tahu kenapa, aku berjakan menuju ke atap, sebenarnya dalam hati aku sangat paham, aku ingin menguji keberuntunganku, apa aku bisa melihat Jonathan di sana.

Saat angin dingin menghempas tubuhku, aku tak kuasa menahan bersin beberapa kali, aku menyapukan pandangan ke seluruh teras atap, kosong tidak ada seorang pun, aku pun menertawakan diriku sendiri, bagaimana aku bisa sebodoh ini mengira setiap kali bisa bertemu dengannya disini.

Setelah berdiri disana untuk beberapa waktu, aku berbalik, melihat seseorang yang berdiri tepat di belakangku tanpa bersuara.

"Kenapa kesini?" Dia bertanya kepadaku dari jarak sekitar 200 meter dengan suara tajam.

Aku menggigit bibirku yang kering, dan menyahutnya dengan berbalik bertanya: "Kenapa kamu datang ke sini lagi?"

Dia tidak menjawab, melangkah maju, kemudian menarikku ke dalam pelukannya, "Karena ada wanita bodoh yang sedang ada disini."

"Aku memang bodoh." Aku mengakuinya.

Tangannya yang besar bersandar di punggungku, tenggorokannya bergetar, dia bertanya: "Masih sakit?"

Aku menggelengkan kepala, "Tidak." Satu-satunya sakit yang masih ada adalah sakit hati, bayiku belum sempat melihat dunia ini, tiba-tiba datang, tiba-tiba pergi juga.

Aku yang tidak pantas menjadi seorang mama, aku belum siap untuk membesarkannya, jadi dia memilih untuk memberikan waktu lebih untukku. Aku mengatupkan kedua bibirku, menahan agar air mataku tidak mengalir lagi, tapi akhirnya aku menangis pilu.

"Kamu banyak mengeluarkan darah hari itu." Jonathan memelukku erat, aku bersandar sepenuhnya di dalam kehangatan pelukannya, aku tidak mengerti kenapa aku mau dipeluk olehnya, jelas-jelas aku ingin meninggalkannya, jelas-jelas aku ingin bersembunyi jauh-jauh darinya, tapi saat ini, aku tidak bisa melepaskan diri dari pelukan hangatnya.

"Bagaimana kamu bisa kenal dengan Yoga?" Jonathan melepaskanku, lalu menyeka wajahku yang tirus, menunduk dan bertanya lembut kepadaku.

"Aku dan dia, kami teman sekolah." Aku menjawab dengan lemas.

"Dia menyukaimu, apa kamu tidak menyadarinya?"

Aku mengangguk, "Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya, dia sudah menyatakan cinta berulang kali, sudah semenjak kami masih teman sekolah, dia terus menerus mengejarku."

"Kenapa tidak menerimanya?" Jonathan bertanya heran.

"Terlalu gendut." Aku menjawab dengan jujur, aku yang kurus bagaikan tiang listrik, dan dia yang gendut bagaikan bola, dari awal kami memang tidak cocok.

"Bagaimana dengan sekarang, Yoga sudah berubah, apa kamu menyesal sudah menolaknya?" Jonathan memandangku tak berkedip dengan wajah penuh harap.

Aku menggeleng, "Selama hidupku ini, hanya ada satu orang saja, dia adalah pria yang memilikiku malam itu."

Begitu aku selesai bicara, Jonathan mendaratakan ciuman di bibirku, dia melumat bibirku tanpa henti, kalau bukan karena kondisiku yang masih lemah, aku pasti juga akan membalasnya dengan tak kalah bergairah.

Dia melepaskan ciumannya, "Wanita bodoh, kamu pikir aku tidak tahu kenapa kamu meninggalkanku?"

Aku memandangnya penuh tanya.

"Kakakmu terlilit banyak hutang, darimana kamu dapat uang untuk melunasinya? Pasti ada yang memberikan uang kepadamu agar kamu mau meninggalkanku bukan?" Pengertian Jonathan akan dunia bisnis memang sangat tajam, "Waktu itu kamu berkata kamu mengenali nenekku, aku sudah mengerti, dia pasti sudah menemuimu sebelum aku mengenalkanmu kepadanya."

"Lalu kenapa kamu mengatakan kamu tidak mengenaliku di depannya?" Aku memukul dadanya dengan kesal.

"Untuk melindungimu." Dua kata ini spontan membuatku terbungkam.

Jonathan tertawa pelan, "Kamu ini bodoh, masalah yang bisa diselesaikan dengan uang itu sama sekali bukan masalah, kenapa kamu harus menghadapinya seorang diri, apa kamu tidak mempercayaiku Jonathan Chandra, atau kamu terlalu percaya diri?"

Aku menggelengkan kepala, beberapa hari ini hidupku terasa begitu sulit, setiap hari aku sangat merindukannya.

"Kakakku sangat suka berjudi, kalau dia tahu hubunganku denganmu, dia pasti akan meminta uang kepadamu setiap hari, lalu suatu hari nanti, kamu akan meninggalkanku karena keluargaku seperti itu." Aku berkata kepadanya, setelah berkata demikian aku merasa sangat lega.

"Jadi, kamu memilih untuk meninggalkanku?" Jonathan bertanya dan mengerutkan kening, tatapan matanya lembut, tidak ada nada marah di suaranya, aku melihat ke arahnya, dan mengangguk kecil.

"Pernikahanmu dengan Cynthia itu sungguhan?" Aku menatap ke arah Jonathan dan menunggu jawabannya, melihat bibirnya bergerak, aku sangat takut untuk mendengar jawaban pasti itu, aku segera menyahut, "Tidak perlu dijawab, aku mengerti."

"Kamu mengerti apa?" Jonathan bertanya sambil melihat ke arahku.

"Kamu akan menikah dengannya." Hatiku serasa jatuh ke tanah ketika aku mengucapkannya, sebuah senyum tipis justru terbentuk di wajah Jonathan, "Cemburu?"

Aku hanya diam, ekspresiku pasti sudah sangat jelas, yang tidak bisa melihatnya pasti orang itu buta.

Dia kembali menarikku ke dalam pelukannya, "Siapa yang mengatakan kalau aku pasti akan menikahi Cynthia?"

"Semua orang mengatakan seperti itu." Aku mengerucutkan bibir.

"Yang bisa menjadi istri seorang Jonathan hanya wanita yang aku sukai." Kata-kata Jonathan membuatku agak senang, jangan-jangan yang dia maksud itu aku?

Tiba-tiba dia berbisik dengan mesra di telingaku, "Dan harus bisa memuaskanku di ranjang."

Begitu mendengar kata-katanya, wajahku merona merah, aku mendorongnya, dan dengan malu menundukan kepala dan menggigit bibir, "Aku mau kembali ke kamar saja."

Saat berbalik untuk kembali, Jonathan melangkah maju, dan kembali memelukku, aku berteriak kecil karena terkejut, dan mengalungkan tanganku ke lehernya, dengan malu-malu menatapnya.

Jonathan mengantarkanku ke kamar, lalu menyuruhku untuk istirahat baik-baik setelah menyelimutiku. Sesaat sesudah dia pergi, wanita di sebelahku langsung menanggapku dan berkata: "Wow pria tampan yang lain lagi!

Aku menggigit bibir dengan malu dan bahagia.

Ponselku tiba-tiba berdering, aku mengangkatnya dengan gembira, mengira itu telepon dari Jonathan, tapi tidak kusangka yang muncul nomor telepon Yoga, aku mengerutkan dahi, tidak tahu apa aku harus mengangkatnya atau tidak.

Wanita di sebelahku kembali berkata: "Saat kamu keluar tadi, ponselmu terus menerus berdering."

Aku mencengkram ponselku kuat-kuat, mungkin Yoga memang benar-benar ada keperluan denganku, lagipula kami teman sekolah, aku tidak bisa terus menerus bersikap kasar kepadanya.

Aku menekan tombol untuk mengangkat telepon, dan bukannya mendengar suara Yoga, aku mendengar suara pria paruh baya lain yang terdengar sangat cemas.

"Apakah ini Nona Christine?

"Iya." Setelah aku menjawabnya, tanpa sadar hatiku terasa begitu gugup, seperti ada perasaan yang tidak enak.

"Saya papanya Yoga, Yoga kecelakaan, sekarang sedang di IGD. Sebelum kehilangan kesadaran, dia terus menerus memanggil namamu, jadi aku mencari nomormu di ponselnya."

Otakku terasa seperti membeku beberapa saat, bukankah Yoga baik-baik saja ketika pergi dari sini, bagaimana bisa?

"Di rumah sakit mana?" Aku bertanya dengan tenang dan penuh keprihatinan.

"Di IGD RSUD."

"Baiklah." Aku menutup telepon dan segera menyibakkan selimut, karena aku juga berada di RSUD, IGD berada di lantai satu instalasi rawat inap, aku berjalan cepat-cepat keluar dari kamar dan menuju ke elevator untuk segera turun ke lantai satu, kemudian langsung pergi menuju ke IGD.

Begitu aku sampai di sana, aku melihat pasangan setengah baya saling berpelukan erat. Pria itu mengenakan jas abu-abu, dan wanita itu mengenakan cheongsam satin putih pendek. Kostumnya antik. Keduanya tampak cemas menatap lampu operasi yang menyala di atas pintu ruangan.

Kedatanganku sepertinya mengagetkan mereka.

Yang pertama karena pakaian yang kukenakan juga merupakan baju pasien rumah sakit, kedua karena warna wajahku tidak begitu bagus, sama seperti layaknya orang lain yang keguguran, wajahku terlihat pucat.

Untung saja wajahku cantik dan mungil, jadi tidak begitu memalukan untuk dilihat.

"Si gendut.... Yoga bagaimana?" Aku bertanya dengan prihatin.

"Kamu ini.... Christine?" Mata papa Yoga bersinar, matanya mengandung sedikit ketidakpercayaan, aku yakin kalau tidak ada orang yang berkata buruk tentangku, penampilan dan cara bicaraku tidak akan meningggalkan kesan buruk.

Aku menganggukan kepala, "Iya, aku Christine, teman sekolah Yoga."

Begitu selesai bicara, wanita paruh baya itu langsung menghampiriku dan menggenggam tanganku yang sedingin es, lalu dia memberikan sedikit kehangatan kepadaku, matanya memandangku dengan lembut, "Yoga sering berkata kamu cantik dan rupawan, hari ini baru bertemu, ternyata memang kamu anak yang baik."

Aku tidak tahu dari mana dia bisa menilai aku anak yang baik, tapi orang tua Yoga sungguh baik terhadapku.

"Bagaimana Yoga bisa kecelakaan?" Aku bertanya, mereka hanya menggelengkan kepala.

"Tidak tahu, saat mengangkat telepon, mereka berkata terjadi sesuatu kepada Yoga, lalu kami segera datang kesini." Mata papa Yoga kembali melihat ke arah lampu operasi di atas pintu ruangan dengan cemas, "Selama tiga generasi Keluarga Sudirman hanya memiliki anak tunggal, kalau terjadi sesuatu kepada Yoga, garis keturunan keluarga Sudirman akan berakhir."

Melihat kedua orang tua Yoga berpelukan erat, aku perlahan menyingkir ke pinggir, operasi berjalan selama tiga jam lebih, kalimat pertama yang diucapkan dokter setelah keluar adalah "Operasinya sangat berhasil, nyawanya sudah terselamatkan."

Begitu mendengar kalimat itu, hatiku terasa sangat lega, aku benar-benar takut Yoga akan pergi begitu saja, karena kecelakaan Yoga kemungkinan disebabkan oleh kata-kata jahat yang kulontarkan kepadanya di rumah sakit tadi.

Kalau dia sampai meninggal, aku akan merasa bersalah selama hidupku.

Novel Terkait

Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu