Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 52 Perlakukan Aku Dengan Baik Seumur Hidupmu

"Christine?" Terdengar suara mama di telepon, seperti tidak percaya dengan suaraku.

"Ini Christine kan?" Teriak mama.

"Iya ma, ini Christine." Jawabku.

"Kemana saja kamu selama ini? Sekarang kamu dimana?" tanya mama. Dia menghujaniku dengan berbagai pertanyaan, aku melirik ke selimut, di sana tertulis nama rumah sakit tempat aku berada sekarang.

"Christine di RSUD, ma."

Baru saja aku menutup telepon, Jonathan memasuki ruangan, dia menghampiriku lalu duduk di samping tempat tidur.

"Aku tadi ambil hasil lab dan USG." Ujarnya sembari memberiku laporan hasil pemeriksaan.

"Bayinya sudah lima bulan, hasil tes darah dan lainnya semuanya bagus." Tambahnya lagi, kali ini, dia tersenyum.

"Kamu juga mencurigai kalau anak di perutku bukan anakmu, kan?" Tanyaku dengan ragu-ragu.

Jonathan menggeleng, dia memandangku lekat-lekat.

"Christine, kata-kata nenek jangan diambil hati, dia kan sudah tua. Kita sebagai anak muda mengalah saja."

"Mengalah?" aku tersenyum pahit mendengar kata-kata Jonathan.

"Kamu kan juga dengar sendiri apa yang dikatakan nenekmu, sepertinya aku sudah tidak dianggap sebagai manusia lagi, ya? Katamu aku harus mengalah?

"Kamu tidak tahu kan? Alasan kenapa Yoga menculikku? Itu semua Cynthia yang mengatur!" Kataku sembari terisak.

"Cynthia?" Jonathan mengangkat alisnya, seakan tidak percaya.

"Jonathan, kamu tidak percaya denganku?" Aku menatapnya dengan nanar. Aku tahu, pasti dia mengira aku mengalami depresi saat hamil, makanya dia curiga.

Kondisi mentalku sekarang sedang sensitif, pasti karena insiden penyekapan oleh Yoga.

"Aku percaya." Jawab Jonathan dengan lembut, dia memelukku dan menepuk-nepuk punggungku, berusaha menenangkan aku yang sedang terguncang.

Mungkin ada baiknya aku menuruti kata-kata Jonathan, biarkan kondisi rumah tenang dulu dan tidak membuat keributan apapun. Aku harus menjadi cucu yang penurut.

Tapi... aku tidak bisa. Bahkan aku tidak tahu apa yang aku takutkan, jangan-jangan, insiden kemarin sudah membuatku gila?

Mama datang menengokku, dia sempat bertukar salam dengan Jonathan, lalu duduk di sampingku. Melihat wajahku yang semakin tirus, sepertinya dia khawatir.

"Christine, selama ini kamu kemana saja? Tidak pernah memberi kabar. Jonathan mengatakan, kamu pergi jalan-jalan." Tanya mama.

Pandanganku dan Jonathan bertemu, aku tahu, dia tidak mengatakan yang sebenarnya karena takut mama khawatir.

Suara mama terdengar menggelegar di ruangan ini, meskipun menyebalkan, tetapi sangat nyata. Aku merasa terharu dan memeluk mama erat-erat.

"Sudah sebesar ini masih manja!" Ujar mama sambil menepuk punggungku, meskipun begitu, mama tersenyum hangat.

Aku pulang dari rumah sakit setelah dua hari. Dari kabar terpercaya mama, aku mendengar bahwa setelah Sarah meninggal, kedua anaknya hidup dengan ayahnya, tidak sampai satu bulan, suaminya sudah menikah lagi.

Mama mengatakan, mungkin suami Sarah melakukan KDRT terhadapnya, belum lagi selingkuh dengan wanita lain, akhirnya dia tidak tahan dan memilih melakukan hal bodoh.

Karena kejadian itu, aku tidak bisa hadir di pemakamannya, tidak bisa mengantarnya di perjalanan terakhirnya.

Jonathan mengantarku ke rumah keluarga Chandra. Di rumah mewah nan megah inilah, yang mulia nenek Jonathan tinggal. Nenek melihatku kembali, raut wajahnya terlihat tidak senang.

Aku juga tidak mengharapkan akan disambut olehnya.

Waktu makan malam, nenek dengan angkuh menghabiskan buburnya, dia duduk di kursi utama.

"Kamu harus makan yang banyak, kamu kurus sekali." Ujar Jonathan sembari mengambilkan makanan untukku.

Baru saja aku membuka mulutku, terdengar suara sendok dibanting ke meja. Ternyata nenek. Dia berdiri dan bersiap meninggalkan ruang makan.

"Nenek sudah kenyang?" Tanya Jonathan dengan sopan.

"Tidak perlu pedulikan nenek, pedulikan saja wanita itu. Jangan bilang nenek tidak mengingatkan kamu ya, kamuflase terbaik seorang wanita adalah air mata dan kehamilan!" Ujar nenek dengan ketus. Nenek memandangku sinis, kemudian bergegas meninggalkan ruang makan.

Tentu saja aku merasa sakit hati, tapi apa boleh buat. Aku menahan air mataku supaya tidak jatuh. Di bawah atap ini, apapun yang terjadi, aku harus menundukkan kepala.

Setiap malam, Jonathan membawa pekerjaannya ke rumah. Katanya, dia bisa bekerja sekaligus menjagaku.

Hal ini membuatku terharu, oleh karena itu, demi Jonathan aku harus bisa menahan semuanya. Aku tidak ingin membuatnya susah.

Aku bertanya kepada Jonathan perihal rumah yang kami tinggali dulu di pusat kota, apakah sudah terjual.

"Belum terjual kok.. Lagipula, untuk apa dijual? Kita juga tidak sedang kekurangan uang." Jawabnya.

Maksudku menanyakan ini adalah, karena pen recorder yang kusimpan di laci rumah itu. Aku mencari waktu untuk pergi kesana dan mengambilnya, lalu akan kubawa ke rumah ini.

Aku tidak sabar ingin menunjukkan diri Cynthia yang sebenarnya. Aku ingin membuktikan kepada dirinya, bahwa aku tidak mudah ditindas.

Malam itu, aku menunggu Jonathan di taman, tetapi aku tidak tahan dengan gigitan nyamuk disana, akhirnya aku memutuskan untuk naik ke atas.

Aku melewati kamar nenek Jonathan, pintu kamarnya tidak tertutup rapat, terdengar suara dari dalam.

Sebenarnya, aku tidak berniat mencuri dengar, tetapi nenek sedang membicarakanku.

Rupanya nenek sedang bicara dengan Cynthia melalui telepon. Mereka membicarakan banyak hal buruk tentangku, malas, karakterku yang buruk, keras kepala, dihamili oleh orang lain, dan banyak lainnya. Nenek meminta Cynthia supaya menemukan cara untuk mengusirku.

Aku terperanjat, ternyata semua usahaku selama ini sia-sia. Untuk apa kulakukan semua ini?

Aku tersenyum pahit, ini adalah pilihanku sendiri. Apapun yang terjadi, aku harus terus melangkah maju.

Hari-hariku di rumah ini terasa panjang dan tanpa arti. Tetapi, hari itu mama meneleponku. Katanya, Christopher berhutang uang dan tidak mampu membayarnya, akibatnya tiga ruas jarinya habis dipotong. Sekarang dia sedang di rumah sakit.

Sesampainya aku di rumah sakit, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Di pintu UGD, aku melihat mama sedang memeluk kakak iparku yang menangis histeris.

Ada sesuatu yang menarik perhatianku. Aku melihat perut kakak iparku yang terlihat langsing. Aku terperanjat kaget.

"Tunggu...... Bukankah dia sedang hamil? Kok perutnya rata?!" Pikirku dalam hati.

Rasa penasaranku tak terbendung lagi, aku tidak tahan untuk bertanya soal perutnya yang rata.

"Kak, bukannya sudah mau tujuh bulan? Kok perutnya.........."

"Sudah tidak ada." Kata kakak ipar dengan senyuman pahit.

"Maksudnya? Bagaimana bisa?" Tanyaku dengan memaksa. Aku memahami arti dari senyuman pahit itu, tentu saja aku mengerti perasaan kakak ipar. Karena aku juga mengalami hal yang sama dengan anak pertamaku.

"Kakakmu tidak bisa lepas dari kecanduan judinya. Suatu hari, dia pulang dan mengambil uang, lalu kami bertengkar hebat. Dia mendorongku dengan keras sampai terbentur meja, dengan begitu, aku kehilangan bayiku." jawab kakak iparku sembari menghela nafas.

Christopher sialan. Dia memang layak dipotong-potong. Kalau jari-jarinya tidak bisa tersambung kembali, dia akan menjadi cacat, aku jadi mengkhawatirkan keluarga ini.

Operasi berjalan selama tiga jam lebih dan ternyata operasinya gagal. Jari-jarinya gagal diselamatkan karena sel-selnya sudah mati.

Kata-kata dokter membuat kakak ipar tak kuasa menahan tangisnya,

Mama terlihat syok, bersandar di dinding dan kemudian terjatuh. Aku dan kakak ipar segera membantu mama bangun dan memapahnya ke samping. Aku memberi mama minum.

"Apa yang salah dengan keluarga ini? Ya Tuhan, mengapa Engkau memberikan cobaan yang begitu berat kepada kami?" Ujar mama. Mama menangis histeris.

Setelah itu, Jonathan menelepon, aku mengatakan aku sedang di rumah sakit, tetapi aku tidak membicarakan masalah Christopher kepadanya.

Kakak ipar tidak menunggu sampai Christopher keluar dari ruang operasi, dia berjalan sendirian menyusuri koridor rumah sakit yang panjang. Melihat sosoknya yang begitu lemah, aku mengikutinya.

"Jadi... bagaimana rencana kakak selanjutnya?" Aku tidak kuasa menatap kakak iparku, dia sudah mengalami banyak hal buruk.

"Aku ingin cerai." Ujar kakak iparku dengan mantap. Aku tidak heran kata-kata itu meluncur keluar dari mulut kakak ipar, kalau aku yang di posisinya, dari awal aku juga sudah tidak tahan.

"Bagaimanapun keputusan kakak, aku akan mendukung." Kataku.

Air mata kakak ipar tumpah, beban berat ini sudah ditanggungnya selama bertahun-tahun. Setelah puas menangis, kakak ipar langsung pergi meninggalkan rumah sakit.

Sekembalinya aku ke ruang tunggu, mama menanyakan keberadaan kakak ipar karena dia tidak bersamaku.

"Sudah pergi." Jawabku.

"Apa maksudnya sudah pergi? Suaminya belum keluar kok sudah ditinggal. Istri macam apa itu???" Protes mama.

Aku terdiam, tidak menjawab mama.

Tiba-tiba, aku merasa sangat kesal dengan kakakku sendiri.

"Christopher brengsek! Sebrengsek apapun dia, di mata mama dia akan selalu menjadi anaknya. Padahal sampah begitu!" Ujarku dalam hati.

Christopher keluar dari ruangan operasi, dia melihat sekelilingnya, seperti mencari-cari sesuatu.

"Mana kakak iparmu?"

“Sudah pergi. Dia ingin cerai denganmu." Jawabku singkat, padat, jelas.

Mendengar jawabanku, Christopher menjadi tidak tenang, dia melempar selimut yang menutupi tubuhnya, bangun dari tempat tidur dan melepas selang infus dari tangannya.

"Wanita sialan! Berani-beraninya ingin cerai denganku!" Ujar Christopher dengan marah.

”Memangnya kenapa dia tidak boleh cerai denganmu?" Aku kembali bertanya kepada Christopher dan menahan tubuhnya.

Christopher dan mama terdiam, mereka menatapku dengan bingung.

"Kamu pikir saja sendiri. Selama ini, bagaimana caramu memperlakukan kakak ipar? Selain judi, apa lagi yang kamu lakukan? Apakah selama ini dia bahagia hidup bersamamu? Kami, wanita tidak menuntut macam-macam, yang kami perlukan bukan kemewahan, kami hanya ingin hidup damai dalam kepastian, hidup bahagia, selama ini, apa yang pernah kamu berikan padanya?"

Christopher diam mematung mendengar kata-kataku, dia tidak bisa berkata apa-apa.

"Kalau kamu tidak bisa membahagiakan dia, sudahlah lepaskan saja! Biar dia mencari laki-laki lain yang tulus mencintainya. Jangan ganggu dia lagi." Lanjutku geram.

Aku memberikan sebuah kartu debit kepada mama untuk membayar tagihan rumah sakit Christopher lalu pergi meninggalkan mereka.

Sesampainya aku di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Aku sudah bersiap untuk menarik selimut dan tidur ketika Jonathan masuk ke kamar. Dia menyibak selimutku.

"Pulang-pulang langsung tidur, memangnya ada apa sih tadi?"

"Tidak ada apa-apa." Ujarku sembari menggelengkan kepala.

Jonathan tidak perlu tahu persoalan yang sedang dihadapi keluargaku.

Aku bangun dan masuk ke pelukan Jonathan, aku memeluk pinggangnya erat.

"Jonathan... Kamu akan memperlakukanku dengan baik kan? Aku juga akan baik-baik denganmu, selamanya kita tidak akan pernah berpisah. Janji ya?"

"Bodoh, kalau aku tidak baik ke kamu, memangnya aku mau baik ke siapa lagi?" Jawab Jonathan sembari tersenyum.

Novel Terkait

My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu