Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 39 Baiklah, Aku Mengalah Padamu

Alat antrian meneriakkan nomor antrianku, hatiku kacau, aku menggulung-gulung kertas antrianku, ketika aku membalikkan badan, aku melihat Jonathan.

Tanpa mengatakan apa-apa, dia menarikku langsung sampai ke jendela, duduk, lalu menyerahkan dokumentasi itu. Aku menatapnya dengan bingung, sampai seorang petugas memanggilku, aku baru tersadar kembali.

"Kartu keluarga, KTP, pas foto." Petugas itu memberitahukan kami belum menyerahkan pas foto. Kami terpaksa menepi dan membuat pas foto.

Dengan begini, antrian di belakang mendapat giliran terlebih dahulu, sedangkan aku perlahan melangkah pergi dengannya.

Melihat dia berjalan di depanku, aku akhirnya tidak tahan, lalu bertanya, "Jonathan, kenapa kamu mau datang kemari? Kenapa mau menikah denganku?"

Aku kira dia tidak akan datang, meskipun aku merasa sedih dan kecewa, tapi setidaknya ketidakdatangannya adalah hal yang wajar.

Akan tetapi dia datang, itu benar-benar membuatku bingung.

"Kamu kenapa juga mau menikah?" Dia berbalik, lalu menatapku dan bertanya. Sepasang mata yang dalam itu melihatku lekat-lekat, berusaha menangkap perubahan kecil pada ekspresi wajahku.

"Aku...." mencintai dia, jadi aku ingin menikah dengannya. Sebenarnya ketika aku menikah dengan Ardy pun aku sudah jatuh cinta dengannya. Aku sebenarnya tidak rumit, kalau cinta ya menikah.

Mungkin aku bisa saja terluka karena hal itu, tapi aku bisa berbuat apa lagi? Dalam hidup ini, kalau kamu tidak pernah terluka, hidupmu itu tidak berarti.

"Ayo, pergi foto." Dia berbalik lalu melangkah pergi. Aku mempercepat langkahku untuk menyusulnya. Aku terus mengamatinya, "Menikah boleh-boleh saja, tapi kamu harus berjanji dua hal padaku."

"Aku sudah berbuat salah dengan menikahimu, kamu masih memintaku untuk berjanji dua hal padamu?" Jonathan bertanya sambil mengerutkan dahi, menatapku dengan kecewa.

"Kalau begitu kamu cukup berbuat salah sedikit lagi, nanti setelah kamu dengarkan permintaanku, kamu pikirkan baik-baik dulu, masih mau menikahiku tidak? Aku menatap dia dengan serius, melihat dia menganggukkan kepala.

"Katakan!"

"Yang pertama, setelah kita mengurus surat nikah, kita tidak perlu mengadakan pesta pernikahan, tidak tinggal di rumah kamu, kamu boleh tinggal di rumah, aku akan menyewa rumah. Hubungan suami istri kita tidak boleh ada orang lain yang tahu kecuali kita." Hal ini aku harus membuat Jonathan menyetujuinya.

Aku sangat takut Cynthia akan mengganggu keluargaku, menyembunyikan pernikahanku dengan Jonathan itu adalah bentuk perlindungan untuk keluargaku, dan pembalasan dendamku kepada Cynthia, tapi tidak mempengaruhi hubungan antara aku dan Jonathan.

"Kamu mau kita menyembunyikan pernikahan kita?" Jonathan memandangku dengan bingung.

Aku mengangguk, "Betul, menyembunyikan pernikahan, kamu tidak perlu khawatir, meskipun menyembunyikan pernikahan, aku akan tetap patuh padamu, tidak akan bertindak sembarangan di luar sana."

Jonathan mendengar perkataanku, mengangguk dengan puas, "Baiklah."

"Yang kedua, aku mau kita membuat dan menandatangani perjanjian pisah harta."

"Perjanjian pisah harta?" Jonathan kembali menatapku dengan bingung, "Christine, kamu khawatir aku akan menghabiskan hartamu?"

Aku menggelengkan kepala, "Bukan, aku sedang melindungi hartamu."

Jawabanku mengejutkan Jonathan. Aku mendekatinya, dan dengan wajah serius berkata, "Aku tidak mau keluargaku memanfaatkan kekayaanmu. Jonathan, perjanjian ini sebaiknya kamu konsultasikan dulu dengan pengacaramu, lalu biarkan aku menandatanginya, ini juga satu-satunya yang membuatku percaya aku masih memiliki harga diri, aku mohon kamu menyetujuinya."

"Kenapa harus seperti itu?" Jonathan menatapku dengan belas kasihan, menjulurkan tangannya untuk membelai rambutku, "Kamu ini benar-benar seorang wanita yang penuh misteri, membuat orang-orang tidak sanggup menerkamu."

"Kamu cuma perlu tahu, semua ini aku lakukan demi kebaikanmu." Aku mendekat, menggandeng tangan Jonathan, lalu tersenyum kecil kepadanya.

Baru berjalan beberapa langkah, Jonathan tiba-tiba merengkuh tubuhku dengan sekuat tenaga, dan mendekapku dengan erat.

Aku salah tingkah dalam pelukannya, aku melihat ke arahnya dan bertanya, "Ada apa?"

Dia tidak menjawab, hanya memelukku dalam diam.

Kemudian, kami pergi foto, lalu dengan cepat mendapatkan surat nikah kami. Dengan demikian, aku sudah resmi menjadi Nyonya Chandra, meskipun tidak ada acara pertunangan yang romantis, dan mungkin bahkan tidak ada kado pernikahan apapun, tapi aku bersedia.

Jonathan membawaku ke hotel tempat di mana kami berdua bermesraan untuk pertama kalinya, di kamar yang sama, di daun pintu yang dingin itu kami tenggelam dalam panasnya api nafsu, dalam lumatan-lumatan bibir yang bertubi-tubi.

Dia menghujani tubuhku dengan ciuman dan hembusan nafasnya yang hangat. Perasaan yang tertahan ketika kita berpisah, ditumpahkan seluruhnya di detik itu.

Jonathan diatas tubuhku, dan seperti seorang raja, dia memandangku. Nafasnya memburu, lalu dengan suara yang sedikit serak bertanya padaku, "Apa kamu menginginkanku?"

Aku mengangguk, dengan kedua tanganku, kupeluk punggungnya yang atletis itu, aku bangkit berdiri dan mengecup bibirnya, aku mengambil inisiatif menyelipkan lidahku ke mulutnya, aku dapat dengan jelas merasakan inisiatifku ini membuat Jonathan salah tingkah.

Aku menarik diri di momen yang tepat, lalu mengangkat alisku dan bertanya, "Apa kamu suka apa yang kamu rasakan sekarang ini?"

Jonathan bengong sejenak, lalu mendesah, "Aku suka sekali dengan apa yang aku rasa sekarang ini."

Setelah berkata demikian, dia menahanku, kami berdua bersatu dalam pelukan yang hangat, bergulung-gulung.

Malam itu, aku memeluk pasanganku, setelah akhirnya disahkan secara hukum, tidak ada lagi perasaan lelah.

Ketika matahari mulai menampakkan cahayanya dari ufuk timur, aku perlahan bangun, tapi begitu dia tarik, tubuh kecilku kembali masuk dalam dekapannya, "Mau kemana kamu?"

Bibirnya di tempelkan ke telingaku, lalu bertanya dengan hangat, hembusan nafasnya merambati pelan kulitku, menggelitik. Aku meronta, tapi pelukan dia juga bertambah kuat, akhirnya aku hanya bisa berbohong, "Aku mau mandi."

"Aku temani." Kata-katanya membuatku tersipu malu, aku langsung membayangkan gambaran itu. Aku bisa merasakan wajahku memerah.

"Tidak mau, kamu mandi sendiri, aku mandi sendiri." Jawabanku itu tidak disetujuinya.

"Tubuhmu bagian mana yang belum pernah kulihat?" Dia mengernyitkan dahi. Melihatku tertunduk malu, dia tertawa, "Iya iya, aku tidak akan mengganggumu lagi. Pergi mandi sana!"

Dia melepaskan pelukannya, aku akhirnya bisa berlari menuju ke kamar mandi.

Setelah aku mengisi penuh bath-up dengan air, aku perlahan berbaring masuk. Badanku yang pegal-pegal, hilang seketika begitu terendam air hangat. Ketika aku sedang memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar mandi dibuka, tubuhku menegang, ternyata Jonathan masuk ke kamar mandi dan mengingkari janjinya.

Aku panik dan dengan segera masuk ke dalam air.

Akhirnya karena tidak kuat lagi menahan nafas, aku mengeluarkan kepalaku dari air, terengah-engah. Bukannya keluar dari kamar mandi, Jonathan malah terlihat masuk ke sisi lain bath-up, lalu melihatku dengan bercanda, pandangannya menyapu tubuhku dari rambut hingga dada, lalu kembali ke wajahku dan berkata, "Apa kamu lebih memilih mati tenggelam daripada mandi bersamaku?"

Aku masih terengah-engah, tetesan air menitik dari rambutku, dengan munafik aku berkata, "Aku sedang berlatih kungfu... Hehehe, iya... Aku sedang berlatih kungfu."

Setelah berkata demikian, aku merasa diriku ini benar-benar tidak bisa diandalkan.

Jonathan bangkit berdiri, lalu meraih selembar handuk putih, lalu membantuku mengeringkan rambut, "Tenang saja, aku sudah berjanji tidak akan mandi bersamamu, jadi aku tidak akan mandi bersamamu, kamu tidak perlu setegang itu."

Aku bengong, melihat dia mengeringkan rambutku, meneruskannya dengan menyeka punggungku, kemudian memelukku dengan handuk, "Setelah kamu selesai mandi, giliranku mandi."

Aku bengong sejenak, lalu dengan segera bangkit berdiri dan melangkah keluar sambil memegang handuk itu dengan erat, takut mempermalukan diri dengan tanpa sengaja menjatuhkan handuk itu di depan Jonathan.

Kulihat dia menarik handuk mandi yang membalut tubuh bagian bawahnya tanpa melirik, dan aku segera menyadari fokusnya, kemudian berbalik, ingin dengan segera meninggalkan kamar mandi.

"Christine...." Jonathan memanggilku.

Kaki telanjangku menginjak lantai keramik yang dingin, lalu diam tak bergeming.

Melihatku berhenti di situ, dia melanjutkan perkataannya, "Aku punya sebuah apartemen di pusat kota, aku baru membelinya beberapa hari ini, tidak orang yang tahu, kamu pindah kesana!"

Aku berpikir sejenak, apa aku ini istri simpanan?

Harusnya tidak termasuk, aku sekarang istrinya yang sah, tinggal di rumah miliknya adalah hal yang wajar, aku juga tidak ingin merubah kepemilikan rumahnya jadi milikku.

Aku mengangguk, "Baiklah, tunggu kamu selesai mandi, aku juga ingin membahas sesuatu denganmu."

Aku keluar dari kamar mandi, lalu duduk di tepi ranjang sambil mengeringkan rambut, tidak berselang berapa lama, pintu kamar mandi berdecit terbuka, Jonathan perlahan berjalan keluar langsung ke arahku, kemudian duduk bersandar pada punggungku.

Tangannya memegang handuk di tanganku, membantuku meneruskan mengeringkan rambut.

Gerekan dia sangat ringan dan lembut, membuatku nyaman.

Tidak tahu kenapa, aku merasa bunga asmara antara kita berdua mulai mekar kembali. Mungkin karena kita sudah memiliki surat nikah, jadi terasa sudah saling memiliki dengan sah, tidak perlu lagi menutupi apapun, bisa lebih terbuka.

"Bukannya tadi kamu berkata ada sesuatu yang ingin kamu bahas denganku?" Tangannya yang besar perlahan membelai rambutku, lalu berhenti di hidungku, sambil menarik nafas dalam-dalam.

Meskipun dia sedang membelakangiku, tapi aku masih bisa mendengar suara nafasnya yang berat, wajahku memerah, lalu dengan suara pelan berkata, "Aku ingin bekerja."

Belaiannya berhenti tiba-tiba, meletakkan handuk itu, kemudian membalikku, dan berkata, "Kamu ini sedang berdebat denganku?"

Aku mengangguk, "Betul, aku ingin meneruskan pekerjaanku menjadi model, apa kamu setuju?"

"Kalau aku tidak setuju, apa kamu akan menyerah?" Wajahnya tenggelam, setiap kali mendengar aku ingin kembali bekerja, dia seakan marah, pada saat-saat seperti ini, aku terbiasa diam dan menunggu.

Terlebih lagi, aku juga mengatakan kepadanya kalau aku akan masuk kembali ke industri lama, pekerjaan yang paling tabu bagi setiap lelaki.

"Aku tidak mau menyerah, kakakku masih berhutang banyak, aku harus menggantinya." Hutang 1 Milyar pada Cynthia itu seperti sebuah batu yang terus menekan dadaku, hanya dengan mendapatkan uang 1 Milyar, lalu ditambah uang 1 Milyar di saldoku, aku akan segera bisa melunasi hutang kakakku kepada wanita jahat itu.

"Hutang kakakmu akan kulunasi." Jonathan berkata dengan langsung, "Soal pekerjaan, jangan pernah kamu bahas lagi."

Aku tidak senang, bangkit berdiri, lalu berkata kepadanya, "Jonathan, di matamu, aku, Christine, apa hanya seorang wanita yang tidak berdaya?"

Mendengar perkataanku, dia melihatku dengan bingung.

"Kenapa aku ingin kita menandatangani surat pisah harta, kenapa ingin menyembunyikan pernikahan ini, itu karena aku ingin dengan usahaku sendiri menyelesaikan masalah-masalahku." Nadaku sedikit berat, dengan jelas bisa kulihat perkataanku membuat Jonathan tidak nyaman.

Aku duduk kembali di sebelahnya, menyandarkan wajahku di bahunya, aku sendiri merasa nada yang kugunakan barusan terlalu keras, lalu dengan lembut berkata, "Aku akan berjanji padamu, tidak akan mengenakan busana yang terlalu terbuka, akan menolak segala sesuatu yang asusila, dan pastinya tidak akan berbuat sesuatu yang menyalahimu."

"Aku tidak membiarkanmu kerja, bukan karena aku ingin mengontrolmu." Jonathan baru akan menjelaskan, jari telunjukku aku tekankan ke bibirnya yang tipis.

"Aku tahu, kita sekarang sudah suami istri, kamu hanya perlu berlaku baik padaku, aku akan selamanya loyal terhadap pernikahan kita ini." Aku mengedip-kedipkan mata, menatapnya dengan patuh, sembari bersumpah. Dia kemudian membenamkan wajahnya ke rambutku dan menciumnya dengan lembut.

"Baiklah, aku mengalah padamu."

Novel Terkait

Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu