Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 118 Wanita Licik (2)

Apakah aku terlalu mengejar banyak keinginan, sesungguhnya bisa menemani Bernice dan Bella bertumbuh dewasa, ini adalah kekayaan dalam hidupku, bukankah begitu? Mengapa aku masih mau mengejar kemandirian, mengejar harga diri?

Untuk apa seorang wanita memperjuangkan begitu banyak, kalau pada akhirnya tetap saja kembali ke tengah keluarga?

Sulit bagiku membayangkan kalau seandainya Bernice benar-benar hilang hari ini, aku akan jadi seperti apa, siapa tahu pikiranku benar-benar buntu dan mencari sebuah gedung tinggi, menutup mataku dan menjatuhkan diri ke bawah, mengakhiri hidupku ini?

Aku tersenyum datar, berjalan ke balkon, melihat pemandangan malam di kejauhan, aku sungguh lelah, mengapa aku begitu memaksakan diri?

“Christine, masuklah, makan.” Kakak ipar memanggilku, aku menoleh dan menjawabnya lalu berjalan masuk.

Dalam sunyi aku menikmati makan malam, kakak ipar mengambilkan sayur untukku, katanya aku terlalu kurus, harus banyak makan, lalu menoleh melihat Bernice: “Hanya kalau ibu mendapat makanan yang baik, barulah anaknya bisa minum susu, betul tidak!”

“Aku sudah tidak ada ASI, aku sudah menyapihnya.” Kataku dengan datar, sebetulnya waktu masih di rumah memang masih ada, tapi setelah ada studio, minum lebih banyak sup nutrisi pun, perlahan-lahan juga tidak berhasil menambah air susuku, akhirnya anak pun terbiasa minum susu formula, secara alami berhenti minum ASI.

“Masih begitu kecil?” Kakak ipar terkejut.

Aku mengangguk, “Ya, belakangan ini terlalu sibuk, tidak sanggup merawatnya. Beberapa hari ini, ibu mertua membawa Bella pergi main, pengasuh di rumah juga ada urusan minta cuti, aku sambil membawa….” Bicara sampai di sini, aku tercekat.

“Kenapa, lagi cerita kok jadi menangis lagi?” Kakak ipar sedikit bingung.

Aku meletakkan mangkukku, dan setelah kuceritakan semua kejadian hari ini, kakak ipar begitu marah, katanya, Vivian, wanita ini pasti ada masalah, ingin menghancurkan rumah tanggaku.

Tentu saja aku mengerti, kalau Vivian bukan sengaja melakukan ini, potong saja kepalaku jadikan bola sepak.

Setelah makan malam berlalu, kakak ipar sudah mempersiapkan kamar untukku, lalu bertanya padaku, “Bernice tidur bersamamu atau bersamaku?”

Aku bisa melihat ada harapan dalam mata kakak ipar, aku tersenyum, “Denganmu saja, besok aku harus pergi ke studio, aku terlalu lelah.”

“Okelah kalau begitu.” Dengan senang hati kakak ipar berkata, lalu menggendong Bernice keluar.

Setelah menutup pintu, aku berbaring, gelisah berulang kali membalikkan badan, aku tidak tahu Bernice bertingkah baik atau tidak, yang kutahu hanyalah sepanjang malam kakak ipar tidak datang mencariku.

Menjelang pagi barulah aku bisa tertidur lelap sebentar, lalu bangun, makan sarapan yang disiapkan oleh kakak ipar, kucium Bernice lalu segera pergi.

Mengapa aku begitu bodohnya, coba lebih awal menitipkan Bernice di tempat kakak ipar, tentu tidak akan ada kejadian seperti kemarin, kelihatannya otakku akhir-akhir ini sudah berubah menjadi kurang bisa berpikir jernih.

Aku pergi ke toko ponsel terdekat, membeli sebuah ponsel baru, setelah kupasangkan kartu, langsung aku pergi ke studio, begitu masuk kulihat Jonathan duduk di ruang tamu.

Henry dan Clarissa berdiri gemetar di sampingnya, menatapku dengan pandangan penuh arti.

Aku mengabaikan pandangan mereka padaku, melangkah masuk ke ruang tamu, menutup pintu dan lalu duduk di hadapan Jonathan.

“Pergi ke mana kemarin malam?” dengan tatapan dingin dia memandangku.

“CEO Yi begitu pintarnya, bagaimana mungkin tidak bisa menebak aku pergi ke mana? Ataukah kamu sesungguhnya tidak menaruh pikiranmu sama sekali pada diriku, tidak ingin menebak aku ada di mana?” aku dengan kasar menyindirnya.

“Kamu lagi-lagi bertingkah aneh.” Jonathan memperingatkan aku.

“Aneh?” aku mulai menertawakan diri sendiri, “Kamu menggunakan kata sifat yang tepat sekali, penilaian yang sangat tinggi ini keluar dari mulutmu, sungguh sangat berharga.”

“Bisakah kamu bicara normal?” Jonathan dengan suara tegas berusaha mengoreksi nada bicaraku.

Aku dengan tenang tertawa, “Di matamu, kapan aku pernah normal?”

“Christine Mo…” Jonathan berdiri dan berkata keras terhadapku.

Aku menyambut tatapan matanya dan juga berdiri, dengan sangat sopan berkata: “Aku ada di sini, tidak tuli, tidak perlu berteriak seperti itu, aku bisa mendengarnya.”

“Apa yang sebenarnya kamu inginkan?” Jonathan dibuat sangat marah olehku.

“Aku ingin bagaimana?” aku kembali menertawakan diriku sendiri, tiba-tiba, berhenti tertawa dan dengan tatapan dingin kutatap dia, “Ini harusnya ditanyakan padamu, kamu mau bagaimana? Kamu tidak sanggup melepaskan cinta pertamamu, aku juga tidak sanggup melepaskan pekerjaanku, di antara kita ada pertentangan.”

“Masalah di antara kita berdua apa kaitannya dengan Vivian, dari semula sampai akhir, perasaanku padamu selalu tidak berubah?”

“Perasaan?” aku merasa ingin menangis, ketika Vivian belum muncul, aku memang merasa aku bahagia, punya suami dan dua anak perempuan seperti ini, tentu saja aku bahagia. Tapi begitu Vivian muncul, perlahan hubungan di antara kami berubah.

Terlebih lagi kemarin ketika dia tidak bisa melihat kenyataan dan membentakku, aku sungguh merasa kecewa terhadap Jonathan.

“Kamu pergilah dulu, nanti malam kita bicarakan lagi.” Aku menarik nafas dalam-dalam dua kali, berusaha melepaskan beban hati.

“Baik, nanti malam kita bicarakan lagi, bawa Bernice kembali pulang.”

Novel Terkait

Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu