Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 135 Apa Kamu Pacaran (2)

"Kamu ingin cerai?" Jonathan menatapku dengan tajam, tangannya dikepalkan lalu

ditabrakkan ke dinding. Aku menoleh menatap lengannya yang kuat itu.

"Kalau kamu bersedia bekerja sama, aku bisa tidak bercerai." aku menarik kembali perhatianku, lalu menunduk dan menjawab dengan suara kecil.

"Kalau kamu mau cerai ya sudah cerai saja!" Jonathan menarik kembali tangannya, membalikkan badan, lalu keluar dari kamar. Setelah membanting pintu, aku bersender di dinding dan terus melamun.

Apa yang tadi Jonathan katakan, mau cerai ya cerai saja?

Dia bahkan tidak mengatakan satu pun kalimat menahanku. Baik itu mengatakan satu kalimat manis, ataupun membujukku, tapi dia tidak? Dia sudah berubah hati? Dia suka pada Siti, atau sekarang dia membenciku?

Air mata kecewa turun satu per satu. Tubuhku turun sejalan dengan dinding, lalu duduk di atas lantai. Aku terisak, dan hatiku terasa sangat sakit.

Aku tidak tahu harus berbuat apa. Tadi kenapa aku mau mengatakan perkataan seperti itu. Jelas-jelas sedang perang dingin. Mengatakan cerai jelas-jelas adalah membuat parah keadaan. Kenapa aku begitu bodoh?

Tapi karena Jonathan berkata seperti itu, aku berdiri dengan perasaan sedih, menghapus air mataku, mengeluarkan koper, lalu mengepak barang-barangku.

Aku mematikan lampu kamar, lalu duduk tenang di dalam kamar. Cahaya kuning dari luar villa masuk ke dalam. Kelihatannya sangatlah tenang.

Aku tidak tahu duduk berapa lama, saat pintu kamar terbuka, lampu dinyalakan. Sinar lampu yang menyilaukan mata membuat aku menyipitkan mata. Aku menghalangi mata dengan tangan lalu melihat ke arah pintu.

Jonathan berjalan masuk dengan wajah tidak bersalah. Dia melihat koperku, lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi tanpa peduli. Setelah mandi, dia keluar dan berkata sambil mengelap rambut, "Berpisah sementara waktu juga baik."

Aku menatapnya dengan dingin, "Maksudmu adalah, kamu sudah bosan, tidak ada perasaan apapun padaku lagi."

"Bagaimana denganmu?" Jonathan duduk di kursi seberangku. Air menetes dari rambutnya. Dia selalu memiliki wajah licik. Wajahnya ini membuat dia dikejar banyak wanita. Aku mendapat keberuntungan apa sampai bisa dipilih oleh Jonathan.

"Apa kamu suka sama Siti?" mataku menunduk.

"Pernikahan kita tidak ada orang ketiga." Jonathan menjawab, "Kalau ada itupun hanya tebakanmu saja, juga gerakan-gerakan yang aneh itu."

"Aku sangat menyesal membiarkan Siti masuk ke rumah Keluarga Yi. Kedatangannya membuatku merasa takut." aku berhenti sebentar, lalu berkata dengan datar, "Aku tahu bicara apapun sekarang tidak ada gunanya."

Selesai berkata, aku berdiri lalu menarik koperku keluar.

"Apa perlu aku antar?" Jonathan tidak menahanku, malah mau mengantarku.

Aku menoleh ke belakang dan tersenyum datar, "Kamu benar-benar perhatian. Tapi tidak perlu. Jaga baik Bernice dan Bella. Saat aku ada waktu luang, aku akan kembali melihat mereka."

"Kamu boleh melihat kapanpun itu. Karena mereka adalah anakmu." wajah Jonathan setenang air. Nada bicaranya pelan, tidak terdengar perasaan apapun.

Hatiku seperti disayat pisau. Asalkan Jonathan mengatakan satu kalimat yang menyuruhku tinggal, maka aku pasti akan menebalkan wajah dan tinggal. Menyuruhku mengalah, meminta maaf lagi, aku tetap bersedia.

Ketika aku membalikkan badan, Jonathan memanggilku.

Aku membalikkan badan dengan senang, menatapnya sambil tersenyum.

"Kapan mau pergi ke biro urusan sipil, kabari aku." setelah Jonathan mengatakan ini, aku tersenyum canggung.

"Besok saja!" aku menggertakan gigi dan menjawab, "Besok pagi jam 9 lebih, aku akan menunggumu di depan pintu biro urusan sipil."

"Ok." setelah Jonathan menjawab dengan santai, dia menatapku, "Jaga dirimu baik-baik."

Aku tidak membalas perkataannya, berbalik, lalu meninggalkan rumah Keluarga Yi dengan kejam.

Aku pulang ke rumah orang tuaku. Kakak ipar mungkin karena kerja malam jadi tidak ada di rumah. Aku seorang diri menangis di kamarku. Kenapa pernikahanku menjadi seperti ini?

Jonathan yang telah berubah, atau aku yang berubah?

Apa besok aku benar-benar akan menyelesaikan pernikahanku? Tadi kenapa aku mau mengatakan besok. Aku sama sekali tidak rela mengorbankan rumah tangga yang aku bangun dengan susah payah.

Bella dan Bernice tahu aku dan ayah mereka cerai, apa akan sedih, apa akan ada pengaruhnya bagi perkembangan mereka? Kenapa aku sebodoh ini? Kenapa tidak menahan diri bagi anak-anak?

Aku lelah menangis dan berbaring di atas ranjang sambil melihat foto anak-anak. Pelan-pelan mataku sakit dan merasa capek. Aku terlelap. Keesokan harinya, setelah bangun, baru saja keluar, kakak ipar terkejut.

Sepertinya dia baru kembali dari luar, dan kebetulan bertatapan denganku.

Aku menatap wajah cerah kakak ipar dengan bingung. Setelah dia pergi bekerja, rasanya ekspresinya jadi berubah total.

"Kenapa baru pulang? Restoran China seharusnya tidak ada shift malam bukan?" setelah aku bertanya, kakak ipar menguap dan segera masuk ke dalam dengan buru-buru.

Dia membawa satu set makan pagi dan langsung menyodorkannya padaku, "Ini adalah sarapan. Makanlah!"

Selesai berkata, baru saja dia mau masuk ke dalam, aku memandang punggungnya dan bertanya, "Kakak, apa kamu pacaran?"

Novel Terkait

Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu