Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 50 Terkurung

Aku tidak mampu menerima kenyataan ini, aku tidak berpamitan dengan mama, segera keluar, di sepanjang jalan aku berlari seakan hidupku bergantung padanya, di tengah jalan hak sepatuku patah, daku pun tersungkur terjatuh dengan keras di atas jalanan yang dilapisi dingin.

Aku kesakitan melihat luka goresan di telapak tanganku, tapi sakitnya tidak bisa menandingi sakit hatiku.

Sebuah tangan besar menarikku berdiri dari tanah, wajahku yang penuh air mata berbalik dan aku melihat Yoga.

"Ada apa?" Yoga mengulurkan tangan dan menyeka air mataku, aku memalingkan wajah tidak ingin bersentuhan dengannya.

"Sarah sudah tiada." Aku menelan ludah, dan menundukkan kepala, lalu mengumpat, "Dia mati bunuh diri."

"Dari siapa kamu mendengarnya." Yoga tidak percaya, tapi suaranya terdengar tenang, tentu saja, hubungan antaranya dan Sarah hanya sebatas teman sekolah, setelah beberapa tahun kehilangan kontak, karena aku mereka baru bisa kembali menyambung hubungan yang sangat renggang itu.

Dia tidak merasa sedih, itu sangat normal.

Tapi aku tidak begitu, Sarah adalah sahabat karibku, selama kuliah kami selalu bersama, meskipun sudah bekerja pun, kami masih terus berhubungan, aku tidak menyangka dia bisa dengan mudahnya mengakhiri kehidupannya yang masih sangat panjang itu.

"Jangan menangis, memilih untuk bunuh diri menunjukan kelemahannya, kalau hidup pernikahan terlalu berat, bercerai saja, untuk apa mengakhiri hidup." Kata-kata Yoga itu ditujukan untuk membuka mataku, tapi cara menyampaikannya yang begitu tanpa perasaan membuatku takut untuk menatapnya.

Aku mengambil langkah mundur, dan menjaga jarak dengan Yoga.

"Yoga, kamu sudah berubah." Aku membelalakan mata, aku menatap dengan takut kepada pria yang dulu begitu baik, dia begitu lembut kepadaku, seluruh ketulusan dan kelembutan hatinya ditunjukkan di hadapanku, tapi di depan orang lain, dia bisa menjadi begitu dingin dan ketus.

"Aku tidak berubah, perasaanku terhadapmu tidak pernah berubah." Yoga menatapku dalam-dalam, tapi tidak ada lagi kelembutan yang terpancar dari sorot matanya.

"Sarah juga teman sekolahmu, kamu masih bisa berkata seperti ini tentang kematiannya." Aku menggelengkan kepala, berusaha untuk pergi, saat aku berbalik, Yoga segera mencegahku dengan mencengkeram tanganku.

Dengan menghentakan sedikit tenaga, aku jatuh ke dalam pelukannya, aku meronta keras, berusaha untuk melepaskan diri, dan dia segera menggenggam kedua tanganku kuat-kuat.

Suaranya menjadi berat, dia bertanya dengan serius: "Masalahmu dengan Jonathan, apa itu benar?"

Aku mendongak dan menatap kedua matanya, berita benar-benar menyebar dengan sangat cepat, pasti nenek Jonathan yang sudah memberitahu Cynthia, kemudian Cynthia yang memberitahu Yoga!

Aku tertawa dingin dan menyahutnya: "Kalau benar lalu bagaimana, pria yang kucintai adalah Jonathan, bukan kamu. Aku juga sudah mengatakannya, di duniaku dari awal tidak ada kamu."

"Christine, kemampuanmu untuk menyakiti hati orang semakin hari semakin bagus." Kedua mata Yoga yang mulai memerah menatapku tajam.

Aku melihatnya di kedua sorot matanya kalau dia hampir hilang kendali, aku semakin meronta dengan sekuat tenaga, ingin segera melepaskan diri dari pria mengerikan ini, tapi dia mengekangku dengan kuat, aku terjatuh kembali, dan dia merengkuhku ke dalam pelukannya, lalu memaksaku masuk ke dalam mobil.

Dia mengunci pintu mobilnya, aku menggedor kaca mobil keras-keras, tapi orang luar tidak bisa mendengarku sama sekali.

Tiba-tiba, aku teringat akan ponselku, aku segera menarik keluar ponselku, dan berusaha untuk menelepon Jonathan, tapi sebelum aku berhasil, Yoga merebut ponselku, lalu melemparkannya keluar jendela mobil.

"Apa yang kamu inginkan?" Aku berteriak kepada Yoga.

Dia menegok sejenak, kemudian menyeringai dan berkata dengan dingin: "Kamu adalah milikku, kalau Jonathan ingin merebutmu dariku, itu cuma mimpi."

"Kamu sudah gila, kamu ingin menculik aku?" Aku segera menggoyangkan setir Yoga, dan mobil itu perlahan keluar dari jalan, pukulan tangan Yoga melayang dan menghantamku hingga aku kehilangan kesadaran.

Aku tidak tahu berapa lama aku pingsan, saat sadar, hidungku terasa sangat sakit, seakan tulang lunak di dalamnya telah patah. Aku menahan sakit yang sangat saat menyentuh batang hidungku, saat aku menyibakkan selimut, aku menyadari bahwa kedua kakiku terikat ke ranjang.

Aku menyapukan pandangan dengan panik ke sekelilingku, selain sebuah jendela, sebuah ranjang, dan sebuah pintu, Yoga mengurungku di dalam sebuah ruangan yang amat asing.

"Ada orang tidak?" Aku berteriak keras-keras, selain gema suaraku, sekelilingku pun sunyi senyap.

Aku berusaha untuk meraih jendela dan minta tolong, tapi rantai di kakiku terlalu pendek, aku benar-benar ketakutan setengah mati, Yoga seakan sedang mengurungku, dia benar-benar sudah berubah drastis.

Aku duduk di atas lantai yang dingin dengan putus asa, membenamkan wajahku di antara kedua lututku, aku harus meminta tolong dengan cara apa, Yoga pasti tidak sebodoh itu mengurungku di tengah-tengah kerumunan orang banyak.

Dia tidak mungkin mengurungku di pinggiran kota atau di sebuah pulau tak berpenghuni kan?

Saat itu, pintu itu perlahan terbuka, Yoga masuk membawakan makanan, dia menatap ke arahku, dan sebuah senyum terlukis di wajahnya, dia berkata: "Lapar bukan, aku membawakan makanan untukmu."

Aku bangkit berdiri, suara rantai yang bergemerincing menghantam lantai terasa memekakkan telinga, aku menatap tajam ke arahnya dan bertanya sengit: "Apa yang sebenarnya kamu inginkan?"

Dia hanya sibuk mengeluarkan makanannya, sama sekali tidak menghiraukan pertanyaanku, kemudian kembali bertanya: "Aku takut kamu tidak bisa makan yang terlalu berminyak, jadi aku menyuruh orang untuk membuatnya sedikit hambar."

"Yoga, apa yang sebenarnya kamu inginkan?" Aku berteriak, menarik pergelangan tangannya dengan histeris, dan kehilangan kendali lalu menjatuhkan semua makanan yang ada di atas meja.

Aku tidak akan makan, kenapa aku harus makan makanan yang dibawakan olehnya, lebih baik aku mati kelaparan.

Aku melihatnya berlutut di atas lantai, dan perlahan memungut makanan yang kujatuhkan, kemudian membersihkannya, lalu berkata dengan lembut: "Tidak apa-apa, kalau tidak suka yang ini, aku akan mempersiapkan yang lain."

Aku tidak menyangka level kesabarannya terhadapku sungguh luar biasa.

"Kamu ingin membuatku kesal, bukan?" Aku melotot ke arah Yoga, "Kamu mau bagaimana agar melepaskan aku?"

"Aku ingin kamu menemaniku seumur hidupku." Ada kegilaan yang tersirat di kedua mata Yoga saat melihatku, "Christine, di seluruh dunia ini hanya aku seorang yang tulus kepadamu, pria lain hanya tertarik pada kemolekan tubuhmu, mereka akan muak suatu hari nanti, tapi aku tidak akan pernah, aku hanya ingin kamu berada di sisiku untuk selamanya."

"Apa kamu gila?" Aku menggelengkan kepala tidak percaya, saat ini aku percaya penuh bahwa dia benar-benar gila, barulah dia bisa melakukan hal segila ini.

"Aku sangat normal, aku percaya dengan menjagamu di sisiku, suatu hari nanti, kamu akan mencintaiku." Tangan Yoga yang agak berminyak mengelus wajahku, aku memalingkan wajah, dan tangannya mendarat di sisi wajahku.

"Tenang saja, yang kuinginkan adalah kamu dan seluruh hatimu, aku tidak akan memaksamu untuk tidur denganku." Setelah berkata demikan, Yoga berbalik dan meninggalkanku lalu menutup pintu di belakangnya.

Aku berdiri diam dalam kesunyian, otakku terasa kacau.

Apa yang harus aku lakukan? Jonathan tidak bisa menghubungiku, apa yang akan dia lakukan? Aku seperti ini seakan kehilangan harapan, tidak tahu seperti apa nantinya.

Aku tidak tahu berapa lama aku terkurung di dalam ruangan itu, hari demi hari berlalu, Yoga sama sekali tidak berniat untuk melepaskanku. Perlahan aku mulai kehilangan koneksi dengan dunia luar.

Setiap kali Yoga datang, dia membawakan makanan dan mengatakan hal-hal tidak penting.

Kemarahanku diabaikan olehnya setiap harinya, aku pun mulai mati rasa, menatap dengan kosong dari atas ranjang. Tirai jendela selalu tertutup, aku tidak bisa melihat kondisi di luar jendela.

Aku tidak tahu kapan Yoga akan melepaskanku, aku hidup tidak mati tidak, sama seperti mayat berjalan.

Tapi aku tetap harus bertahan, karena aku mencintai Jonathan, aku tidak bisa menyerah dengan hidup begitu saja.

Sampai pada suatu hari, perutku perlahan mulai membesar, aku meraba perlahan perut bawahku, seperti agak keras, aku baru mengingat kembali beberapa hari terakhir ini, sepertinya aku tidak datang bulan.

Jangan-jangan...... aku hamil?

Aku meraba perutku dengan semangat, kebahagiaan melandaku tiba-tiba, begitu aku berpikir bahwa anak ini juga bisa tumbuh walau dalam keadaan ruang gelap gulita tanpa cahaya dari luar ini, aku benar-benar tenang.

Bagaimanapun juga aku harus membohongi Yoga agar dia mau melepaskanku.

Sikapku padanya sepertinya terlalu keras, maka dari itu dia terus menerus mengunciku seperti ini, kalau yang dia inginkan adalah aku, baiiklah, aku akan menurutinya.

Aku menunggu Yoga datang untuk mengantarkan makanan, melihatnya mempersiapkan makanan dengan serius, aku memanggilnya dengan suara lembut: "Yoga....."

Semenjak dia menculikku sampai sekarang, aku tidak pernah bersikap baik kepadanya, setiap kali aku hanya memakinya, dan dia pergi begitu saja seakan tidak mendengarnya.

Hari ini kali pertamanya aku memanggil namanya dengan lembut, dan seketika dia menjadi begitu bahagia dan bergairah. Dia menarik tanganku, memintaku untuk memanggilnya sekali lagi.

"Yoga......" Aku melihat sorot matanya yang penuh sayang, dan kembali memanggilnya.

"Christine, akhirnya kamu mau melihatku, aku tahu kamu pasti akan jatuh cinta kepadaku, jauh dari lubuk hatimu mencintaiku." Yoga berkata sambil tersenyum.

Aku mengangguk, dan perlahan bersandar ke bahunya, dan memeluk pinggangnya kemudian berkata: "Aku sudah mengerti, seorang wanita harus mencari seorang pria yang mencintainya dengan tulus, aku yang dulu sudah salah paham kepadamu, apakah kamu menyalahkanku?"

Yoga menggelengkan kepala, "Tidak akan, aku begitu mencintaimu."

"Yoga, bawalah aku pergi dari sini, kita pergi ke luar negeri, kemana pun juga boleh, bawa aku pergi!" Begitu mendengar kata-kataku, secara reflek Yoga mendorongku menjauh dan bertanya: "Kamu ingin meninggalkanku bukan?"

Aku berpura-pura menggelengkan kepala denga sungguh-sungguh, lalu menunjukan pergelangan kakiku yang luka lecet dan lebam kepada Yoga, kemudian berkata: "Kamu mengunciku seakan aku ini seekor binatang buas, apa itu yang kamu sebut cinta? Kamu mengurungku begitu lama, aku sekarang benar-benar tidak sanggup untuk lari lagi, dan tidak ingin lari."

"Benarkah?" Yoga bertanya dengan ragu kepadaku.

Aku mengangguk, dan bersumpah: "Aku Christine, bersumpah, kata-kata yang kuucapkan barusan itu benar adanya, kalau aku melanggarnya, aku tidak akan bisa bersama dengan orang yang mencintaiku seumur hidupku."

Sumpahku membuat Yoga sangat bahagia, dia memelukku erat-erat, dia mencium keningku, terlihat kebahagiaan yang tiada tara di wajahnya.

"Tunggu sebentar, aku akan mengambil kunci untuk membuka gemboknya." Yoga pun pergi, ternyata dia tidak menyimpan kuncinya di kantong bajunya, kalau aku memukulnya hingga pingsan, saat sadar di akan semakin menggila mengejarku.

Aku tidak bisa mengatakan Yoga sakit jiwa, tapi perlakuannya yang di luar norma ini sungguh membuatku berpikir sebaliknya.

Dia membawa kunci itu masuk, saat dia sudah memasukkan kunci ke lubang gembok, dia tidak memutarnya, menariknya keluar lagi, lalu melihatku dengan penuh ragu, "Christine, kamu tidak boleh berbohong kepadaku."

Aku menatapnya dengan sungguh-sungguh, dan menyentuh wajahnya lembut, kemudian tersenyum, "Aku tersentuh oleh cintamu. Baru saja kamu juga mendegar sumpahku, kamu mau aku bagaimana lagi, baru kamu bisa mempercayaiku?"

Yoga bangkit berdiri, menatapmu, kemudian berkata: "Cium aku."

Aku menatap ke arahnya dengan datar, kulit kepalaku mengernyit erat, sebuah suara di hatiku menggema keras untuk bertahan, bukankah itu hanya sebuah kecupan kecil? Apa salahnya, yang penting aku bisa kabur dari cengkraman iblis gila ini, bahkan hal yang lebih menjijikanpun, aku juga harus bisa menahannya.

Aku mengangguk, dan berkata "Iya" dengan pelan, melangkah maju, dan segera mendaratkan sebuah ciuman kepadanya.

Hanya dengan sebuah ciuman kecil, hatinya bergejolak riang dan dia segera berlutut, kali ini dia membukakan gembok itu, Aku menggerakkan tubuh untuk melemaskan otot, kemudian duduk dengan puas di atas kasur.

Yoga menarik keluar ponselnya, kemudian mengirim sebuah pesan.

Aku menatapnya penasaran, dan bertanya: "Kamu sedang apa?"

"Aku memberitahu Cynthia, kalau kamu mau bersama denganku." Aku terhenyak mendengar perkataan Yoga, ternyata otak dari semua kejadian ini adalah.........

Novel Terkait

Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu