Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 54 Air Mata yang Terlalu Banyak
Frederik menatapku, senyumannya yang ramah mulai merekah, dia menunjuk aku dan berkata, "Aku mengingatmu, namamu Christine, mantan istri Ardy."
Perkataan dia diikuti dengan tawa, aku menatapnya dengan canggung, sambil memaksakan senyum. Aku ingat saat Jonathan mengenalkanku, dia mengenalkan aku sebagai pacarnya, dia mengingatnya samar-samar.
Jonathan tidak menyangka aku akan datang, dia menemani Frederik turun menggunakan lift, lalu dengan cepat kembali.
Dia menarik aku masuk ke ruangannya, lalu menutup pintu, bertanya dengan tidak senang, "Kenapa kamu datang kesini?"
Aku mengernyitkan dahi, kenapa aku tidak boleh datang, tidak boleh bertemu dengan orang-orang, atau karena aku datang tanpa memberitahu terlebih dulu, menyusahkannya?
"Kamu tidak senang aku datang?" Aku bertanya.
"Kamu sekarang sedang hamil, sebaiknya berada di rumah, tidak boleh keluar-keluar." Jawaban Jonathan itu tidak berhasil membuatku melunak.
"Kamu ini betul-betul perhatian denganku, atau khawatir kehadiranku di sini membuatmu malu?" Aku tertawa sinis, "Dalam hati kamu mencari alasan agar bisa melakukan tes DNA kan?"
Sinar mata Jonathan meredup, "Christine, bisakah kamu tidak berburuk sangka terhadap semua orang? Aku tidak pernah memiliki pikiran seperti itu."
"Ada." Aku berteriak, "Aku mendengar semua percakapanmu dengan nenekmu, kamu tidak menyangkal nenek, itu berarti dalam hati kamu juga memiliki pikiran itu. Jonathan, apa kamu bahkan tidak punya keberanian untuk berbicara jujur?"
Aku sudah lepas kendali, suasana hatiku sudah tidak lagi mampu untuk menahan semua emosi terpendamku, mataku yang sudah basah dengan air mata menatap Jonathan.
"Mencuri dengar percakapan orang lain itu bukan kebiasaan yang baik, apa kamu paham?" Jonathan mengingatkanku dengan suara lembut.
"Aku tidak mencuri dengar, tapi tidak sengaja mendengarnya." Aku membantah pernyataannya, ketika dia dan neneknya sedang berbincang, kenapa tidak menutup pintu rapat-rapat.
"Baiklah, Christine, jangan membahas soal tes DNA lagi, aku hari ini sangat sibuk, kamu sebaiknya pulang ke rumah dulu, nanti malam kita bicarakan lagi." Setelah berkata demikian, dia membalikan badan dan duduk di kursi kerjanya lagi, meraih sebuah dokumen lalu kembali bekerja.
Aku seperti seseorang yang tak terlihat berdiri di situ, kenapa perasaan diacuhkan seorang Jonathan begitu sakit?
Apa dia membenciku? Atau hatinya sudah menyerah denganku?
Aku tidak mengerti apa yang dipikirkannya, dia menggunakan alasan sedang sibuk untuk mengusirku.
Aku tetap berdiri di situ dalam diam, sedikitpun tak bergeming, mengawasi gerak-geriknya. Aku benar-benar ingin mendengarkan jawaban dia yang jujur, bahkan kalau dia berkata dia membenciku, setidaknya itu jujur.
Beberapa saat kemudian, Jonathan baru mengangkat kepala, melihatku, lalu bangkit berdiri, mendekat, menatapku dalam-dalam, tangannya yang besar itu membelai wajahku yang kecil, dia berkata, "Christine, dua hari ini aku benar-benar sangat sibuk, perusahaan akan mengadakan sebuah acara yang besar, banyak sekali yang harus dilakukan untuk persiapannya, kalau kamu merasa bosan di rumah, kamu bisa membaca buku atau menonton TV."
"Yang aku mau hanya perhatianmu!" Bibirku bergetar pelan, kutatap Jonathan dengan kedua mataku yang basah itu, aku tidak mengerti kenapa suasana hatiku bisa begitu kacau, mungkin juga karena kehamilanku.
Aku berusaha mencari-cari alasan yang masuk akal atas semua tindakanku.
"Begini saja, kamu berbaring di sofa itu, setelah aku menyelesaikan ini, aku akan membawamu bertemu dengan seorang teman." Suara Jonathan sangat lembut, khawatir akan membuat suasana hatiku makin parah.
Aku mengangguk.
Aku duduk di sofa itu, berbaring disana, tidak terasa kemudian tertidur. Ketika aku terbangun, jas Jonathan menyelimutiku, di sebelahku ada sebuah cangkir, aku membuka tutupnya perlahan, di dalamnya ada sup baikut yang masih panas.
"Kamu sudah bangun?" Jonathan meletakkan penanya, bangkit berdiri dan membelai kepalaku, "Tadi kamu terus menggigau, terus berteriak minta tolong."
"Minta tolong?" Aku dengan bingung bertanya pada diriku sendiri, aku bermimpi apa, aku sendiri tidak ingat.
"Makan dulu, setelah itu aku akan membawamu pergi ke temanku." Jonathan menunggu di sampingku. Aku menghabiskan sup secepat yang aku bisa, aku sudah tidak sabar menemui teman penting yang sudah Jonathan katakan berulang kali itu.
Setelah mengendarai mobil beberapa saat, kami tiba di depan sebuah rumah putih bertingkat.
Setelah mobil berhenti, Jonathan membukakan pintu, lalu menggandeng tanganku, perlahan berjalan masuk, aku akan segera bertemu dengan teman Jonathan, seorang lelaki paruh baya, yang mengenakan kacamata hitam, di wajahnya terukir senyuman.
Jonathan melangkah maju, setelah bersalaman dengannya, dia menyuruhku maju.
Aku maju perlahan, mengangguk, lelaki paruh baya itu menyuruhku masuk ke dalam. Ornamen ruangan itu sangat sederhana, sebuah ranjang kecil, meja, di sebelahnya ada sebuah rak buku, di atasnya ada banyak buku yang tebal.
Aku masuk, melihat ke sekeliling, lalu bertanya, "Apa ini ruang baca?"
Begitu pintu ditutup, Jonathan seakan berada di luar, dikucilkan, hanya ada aku dan lelaki paruh baya itu. Aku menatapnya dengan bingung. Dia sebaliknya tertawa dan berkata, "Nyonya jangan takut, aku teman Bapak Jonathan."
Aku mengangguk, "Aku tahu."
"Nyonya belakangan ini tidurnya tidak nyenyak, ada sebuah ketegangan, atau dengan kata lain, Nyonya merasa hidup Nyonya sedang dalam masa transisi besar-besaran."
Aku menatapnya dengan bingung, lalu bertanya, "Apa anda ini seorang psikiater?"
Orang itu menaikkan kacamatanya, lalu menjawab, "Bisa dikatakan demikian."
"Apa maksudmu berkata demikian? Kalau iya ya iya, kalau tidak ya tidak, apa kamu merasa aku sakit jiwa, mau mengobatiku?" Suasana hatiku mulai berkecamuk lagi, segala sesuatu mulai kacau.
"Bukan bukan bukan, bukan sakit jiwa, ini fenomena ibu hamil. Ini semua disebabkan oleh kehamilanmu. Tubuhmu jadi peka terhadap segala macam stimulasi, mungkin juga karena ketakutan akan bayangan sakitnya melahirkan, atau...."
Aku tidak menunggu psikiater itu menyelesaikan kata-katanya, aku melangkah maju untuk membuka pintu, lalu berlari keluar, kebetulan Jonathan juga masih menungguku disana.
Ketika dia melihatku keluar, dia bengong, dengan segera menghalangiku, lalu bertanya, "Ada apa?"
Aku menghentikan langkahku, menatapnya dengan penuh kebencian, lalu berkata, "Kamu kira aku sakit jiwa, iya!?"
Aku dipeluknya dengan erat, aku meronta, tapi perjuanganku sia-sia, dia akhirnya berhasil menenangkanku.
Aku tidak bisa memahami Jonathan, kenapa dia membawaku bertemu dengan seorang psikiater?
Aku berhenti meronta di dalam pelukannya, menatapnya dengan putus asa, "Jonathan, apa kamu sudah mulai membenciku?"
"Christine, yang kamu perlukan sekarang adalah mendengarkan semua arahan dari dokter, berusaha meringankan tekanan-tekanan dalam hidupmu." Jonathan dengan tenang menjawabku, tapi aku tidak mendengarkannya.
Aku sangat normal, aku sendiri tahu dengan jelas mengenai keadaanku, kenapa aku harus bertemu dengan psikiater?
"Dalam hatimu, aku tahu kamu masih merasa ada yang salah denganku." Aku menggunakan kesempatan Jonathan tidak memperhatikanku itu untuk mendorongnya dan kabur darinya.
Jonathan mengejarku, aku tidak tahu dapat kekuatan dari mana, dengan bayi di perutku yang sudah berusia lima bulan itu. Aku merasa sangat sedih.
Sebuah mobil melaju dengan kencang ke arahku, ketika aku menyadarinya, aku hanya berdiri tercengang di situ, kakiku seakan kehilangan kekuatannya untuk melangkah, ketika mobil itu berhasil berhenti, aku hanya berjarak kira-kira 20cm dengannya. Kalau pengendara mobil itu terlambat sedetik untuk mengerem, tentu aku sudah tertabrak.
Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi kalau mobil itu tidak berhasil berhenti.
Sopir mobil itu mengeluarkan kepala dan memaki, "Tidak punya mata ya? Kalau sudah bosan hidup jangan merepotkan orang lain!!"
Aku memandang Jonathan dengan lemas, tubuhku masih gemetar, aku memeluk bayi dalam perutku dengan erat, lalu menangis sejadi-jadinya, "Jonathan, aku tidak gila, aku tidak gila...."
Aku terus mengulang kata-kataku itu, aku takut dia tidak mendengarnya.
"Aku tahu." Jonathan mendekapku, "Tadi kalau kamu sampai tertabrak mobil, apa yang akan terjadi denganku?"
Setelah keramaian dari kejadian barusan selesai, di dalam mobil yang dikendarai oleh Jonathan, dia dengan kesal meletakkan sikunya di jendela, sembari memegang dahinya.
Aku duduk dalam diam, segala sesuatu yang baru saja terjadi, aku sadar aku terlalu berlebihan, kalau saja mobil itu melaju lebih kencang lagi, mungkin aku dan bayi ini sudah pergi meninggalkan dunia fana ini.
"Maafkan aku." Aku akhirnya meminta maaf kepada Joanthan.
Aku seperti ini sebenarnya juga termasuk normal. Di luar sana banyak sekali wanita hamil, juga yang sudah melahirkan, stres karena terlalu banyak pikiran.
Aku tahu aku seperti ini, semua karena persoalan tes DNA, kalau Jonathan sudah tidak menginginkanku, dia boleh langsung berterus terang, tidak perlu mencari psikiater untukku.
Jonathan menengok, lalu menjulurkan tangannya yang besar itu untuk membelai rambutku, dia berkata, "Christine, lain kali jangan lakukan sesuatu yang membuatku khawatir."
Aku mengangguk dengan patuh, "Aku berjanji."
Jonathan mengantarku pulang ke kediaman Chandra, lalu mengantarku kembali ke kamar, melihatku naik ke ranjang, aku seperti seorang anak kecil menarik tangannya dan menaruhnya di atas wajahku, dan berkata, "Jonathan, yang aku mau hanya seorang suami yang mencintaiku dan peduli denganku."
"Aku tahu." Dia menjawab dengan lugas.
"Aku tidak peduli kaya atau miskin, aku tidak akan menyerah." Aku berkata dengan penuh kepedihan, aku bisa merasakan tangan Jonathan membelai-belai dengan lembut.
Dia berbalik, mengecupku di kening, "Jangan banyak pikiran, tidurlah, aku akan menyuruh Bi Inem memasakan sesuatu untukmu."
Aku mengangguk, lalu memejamkan mata, ada Jonathan di sampingku, aku merasa sangat aman, dengan cepat aku terlelap.
Ketika aku terbangun, hari sudah gelap, aku mengira Jonathan akan pergi lagi ke kantor setelah aku tertidur, tapi tak kusangka dia ternyata terus menggenggam tanganku, menemaniku tidur.
Suasana di kamar gelap, remang-remang, tapi aku bisa dengan jelas melihat bayangannya.
Aku dengan lembut membelai wajahnya, tapi malah membangunkannya, dia memberiku senyum, lalu bertanya, "Sudah bangun?"
"Kamu tidak pergi ke kantor?" Aku menatapnya dan bertanya.
"Bagiku urusan kantor tidak sepenting kamu." Mendengarnya berkata demikian, air mataku kembali jatuh. Dia menggunakan tangan besarnya untuk menghapus air mataku, lalu bertanya dengan bingung, "Ada apa lagi?"
Aku menggeleng, "Aku bahagia."
Wanita memang seperti itu, sedih menangis, bahagia pun juga menangis. Aku akhirnya percaya peribahasa kuno mengenai wanita yang terbuat dari air, aku ini pasti terbuat dari air, air mataku terlalu banyak.
Novel Terkait
Love And War
JaneAsisten Wanita Ndeso
Audy MarshandaCinta Tapi Diam-Diam
RossieTen Years
VivianHalf a Heart
Romansa UniverseCantik Terlihat Jelek
SherinMilyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu×
- Bab 1 Malam Yang Menyedihkan
- Bab 2 Sawah Yang Kering Ada Orang Yang Menyirami
- Bab 3 Istri dan Mertua Tidak Akur
- Bab 4 Kekasih Ardy
- Bab 5 Wanita Yang Paling Bodoh
- Bab 6 Konflik
- Bab 7 Aku Tidak Suka Dimanfaatkan Orang
- Bab 8 Bercerai
- Bab 9 Mogok Makan
- Bab 10 Membuat Kesepakatan
- Bab 11 Bercerai Tanpa Mendapatkan Harta Sama Sekali
- Bab 12 Mengenang Kembali
- Bab 13 Pesta
- Bab 14 Dia Pacarku
- Bab 15 Menantang
- Bab 16 Aroma Tubuh Laki-Laki Lain
- Bab 17 Hamil
- Bab 18 Tertekan
- Bab 19 Makan Aku Saja Kalau Masih Lapar
- Bab 20 Wanita Yang Tidak Berpendidikan
- Bab 21 Aku Mau Anak Ini
- Bab 22 Tiba-Tiba Kembali
- Bab 23 Tidak Boleh Melakukan Saat Hamil
- Bab 24 Anggap Aku Pinjam Darimu
- Bab 25 Cinta Yang Abnormal
- Bab 26 Wanita Jahat
- Bab 27 Berikan Aku Kesempatan Untuk Menjagamu
- Bab 28 Menolak Tanpa Perasaan
- Bab 29 Tidak Bisa Memilikinya
- Bab 30 Bagaimana Caranya Agar Kamu Bisa Menerima Cintaku
- Bab 31 Kecelakaan Mobil
- Bab 32 Jual diri
- Bab 33 Konspirasi Mengerikan
- Bab 34 Melamar
- Bab 35 Perpisahan
- Bab 36 Kebenaran yang Pahit
- Bab 37 Mempermainkan Pria
- Bab 38 Kamu Menikahiku
- Bab 39 Baiklah, Aku Mengalah Padamu
- Bab 40 Martabat seorang pria
- Bab 41 Menahan Ejekan
- Bab 42 Pertunjukan Pertama
- Bab 43 Kamu Sangat Cantik
- Bab 44 Sulit Membaca Hati Manusia
- Bab 45 Makan Malam
- Bab 46 Wanita asing
- Bab 47 Kami Sudah Menikah
- Bab 48 Laki-laki Aneh
- Bab 49 Bunuh diri
- Bab 50 Terkurung
- Bab 51 Menyerahlah
- Bab 52 Perlakukan Aku Dengan Baik Seumur Hidupmu
- Bab 53 Pembicaraan Tentang Masa Depan Satu Sama Lain
- Bab 54 Air Mata yang Terlalu Banyak
- Bab 55 Hanya yang Memenggal Bisnis yang Bisa Bertarung
- Bab 56 Penyesalanmu Sudah Terlambat
- Bab 57 Nenek Meninggal
- Bab 58 Kelahiran Anak
- Bab 59 Mencintainya Maka Meninggalkannya
- Bab 60 Tak Sanggup Lagi
- Bab 61 Waktu Tiga Tahun
- Bab 62 Jangan Sentuh Teman Sekamarku
- Bab 63 Brutal dan Berdarah Dingin
- Bab 64 Model Rambut Baru Sangat Jelek
- Bab 65 Bagaimana Membuatnya Senang
- Bab 66 Menarilah di Hadapanku
- Bab 67 Masih Istrinya
- Bab 68 Bertemu Anakku
- Bab 69 Karma
- Bab 70 Tidak Meninggalkanmu
- Bab 71 Menanyakan Masalah Lama dan Baru Bersamaan
- Bab 72 Terluka
- Bab 73 Plagiarisme
- Bab 74 Jika Ingin Uang, Bukalah Harga
- Bab 75 Mati Tersiksa
- Bab 76 Pria pujaanku
- Bab 77 Membagi harta
- Bab 78 Memaksanya mengatakan kebenaran
- Bab 79 Aku jahat, aku tidak baik hati
- Bab 80 Kamu lebih membutuhkanku
- Bab 81 Wanita yang kasihan (1)
- Bab 81 Wanita yang kasihan (2)
- Bab 82 Siapa yang menopause (1)
- Bab 82 Siapa yang menopause (2)
- Bab 83 Aku tidak ingin menjadi pengganti (1)
- Bab 83 Aku tidak ingin menjadi pengganti (2)
- Bab 84 Mendapatkan keuntungan besar (1)
- Bab 84 Mendapatkan keuntungan besar (2)
- Bab 85 Menghancurkan reputasi (1)
- Bab 85 Menghancurkan reputasi (2)
- Bab 86 Tertawa Di Atas Penderitaan Orang Lain (1)
- Bab 86 Tertawa Di Atas Penderitaan Orang Lain (2)
- Bab 87 Melahirkan Semakin Banyak Anak Semakin Banyak Berkah (1)
- Bab 87 Melahirkan Semakin Banyak Anak Semakin Banyak Berkah (2)
- Bab 88 Menaruh Obat (1)
- Bab 88 Menaruh Obat (2)
- Bab 89 Konspirator Terbesar (1)
- Bab 89 Konspirator Terbesar (2)
- Bab 90 Mati Menggantikanku (1)
- Bab 90 Mati Menggantikanku (2)
- Bab 91 Adakan Pernikahan (1)
- Bab 91 Adakan Pernikahan (2)
- Bab 92 Dimanfaatkan Oleh Orang Lain (1)
- Bab 92 Dimanfaatkan Oleh Orang Lain (2)
- Bab 93 Satu Anak Lain Dari Keluarga Yi (1)
- Bab 93 Satu Anak Lain Dari Keluarga Yi (2)
- Bab 94 Semua Kenyataan (1)
- Bab 94 Semua Kenyataan (2)
- Bab 95 Apa Lagi Yang Kamu Sembunyikan Dariku (1)
- Bab 95 Apa Lagi Yang Kamu Sembunyikan Dariku (2)
- Bab 96 Aku adalah barang duplikat
- Bab 96 Aku adalah barang duplikat (2)
- Bab 97 Sengaja mempermainkan orang (1)
- Bab 97. Sengaja mempermainkan orang (2)
- Bab 98 Lelaki Baik, Perempuan Jahat (1)
- Bab 98 Lelaki Baik, Perempuan Jahat (2)
- Bab 99. Keluar (1)
- Bab 99. Keluar (2)
- Bab 100. Penghargaan Ibu Rumah Tangga Paling Besar Hati (1)
- Bab 100. Penghargaan Ibu Rumah Tangga Paling Besar Hati (2)
- BAB 101 Aku Sangat Pelit (1)
- BAB 101 Aku Sangat Pelit (2)
- BAB 102 Selain Membuat Kamu Marah, Apakah Aku Tidak Ada Kelebihan (1)
- BAB 102 Selain Membuat Kamu Marah, Apakah Aku Tidak Ada Kelebihan (2)
- BAB 103 Pelakor Yang Dicari (1)
- BAB 103 Pelakor Yang Dicari (2)
- BAB 104 Cukup Memberi Kamu Muka (1)
- BAB 104 Cukup Memberi Kamu Muka (2)
- BAB 105 Kamu Mengapa Begitu Ganteng (1)
- BAB 105 Kamu Mengapa Begitu Ganteng (2)
- BAB 106 Tuhan Tidak Memberikannya Hati Berbelas Kasih (1)
- BAB 106 Tuhan Tidak Memberikannya Hati Berbelas Kasih (2)
- BAB 107 Cinta Lama Bersatu Kembali (1)
- BAB 107 Cinta Lama Bersatu Kembali (2)
- BAB 108 Apa Kamu Pernah Mengkhianati Aku (1)
- BAB 108 Apa Kamu Pernah Mengkhianati Aku (2)
- BAB 109 Apa Layak Bernilai Sepuluh Juta Yuan (1)
- BAB 109 Apa Layak Bernilai Sepuluh Juta Yuan (2)
- BAB 110 Apa Kamu Sudah Pergi Pemeriksaan Ulang? (1)
- BAB 110 Apa Kamu Sudah Pergi Pemeriksaan Ulang? (2)
- Bab 111 Hobi Khusus (1)
- Bab 111 Hobi Khusus (2)
- Bab 112 Berhati Lembut (1)
- Bab 112 Berhati Lembut (2)
- Bab 113 Mulutmu Cukup Manis (1)
- Bab 113 Mulutmu Cukup Manis (2)
- Bab 114 Apa Kamu Hamil Lagi (1)
- Bab 114 Apa Kamu Hamil Lagi (2)
- Bab 115 Pertengkaran (1)
- Bab 115 Pertengkaran (2)
- Bab 116 Buktikan Seberapa Murninya (1)
- Bab 116 Buktikan Seberapa Murninya (2)
- Bab 117 Bernice Hilang (1)
- Bab 17 Bernice Hilang (2)
- Bab 118 Wanita Licik (1)
- Bab 118 Wanita Licik (2)
- Bab 119 Pria Itu Butuh Dirayu (1)
- Bab 119 Pria Butuh Dibujuk (2)
- Bab 120 Mengapa Kamu Begitu Beruntung (1)
- Bab 120 Mengapa Kamu Begitu Beruntung (2)
- Bab 121 Kita Benar-Benar Harus Mengobrol (1)
- Bab 121 Kita Benar-Benar Harus Mengobrol
- Bab 122 Dengan Mudah Berkata Cerai (1)
- Bab 122 Dengan Mudah Berkata Cerai (2)
- Bab 123 Siapa yang Cantik (1)
- Bab 123 Siapa Lebih Tampan (2)
- Bab 124 Kalau Tidak Tertabrak Tidak Akan Menyerah (1)
- Bab 124 Kalau Tidak Tertabrak Tidak Akan Menyerah (2)
- Bab 125 Berterima Kasih Atas Jasamu yang Tidak Mau (1)
- Bab 125 Berterima Kasih Atas Jasamu yang Tidak Mau (2)
- Bab 126 Pulang Ke Rumah Menjadi Wanita Rumahan (1)
- Bab 126 Pulang Ke Rumah Menjadi Wanita Rumahan (2)
- Bab 127 Wanita Dengan Logika Yang Berantakan (1)
- Bab 127 Wanita Dengan Logika Yang Berantakan (2)
- Bab 128 Serpihan Ingatan (1)
- Bab 128 Serpihan Ingatan (2)
- Bab 129 Antar Aku Pulang (1)
- Bab 129 Antar Aku Pulang (2)
- Bab 130 Jika Memotong Rambut, Muka Akan Terlihat Besar (1)
- Bab 130 Jika Memotong Rambut, Muka Akan Terlihat Besar (2)
- Bab 131 Berapa Banyak Beban Yang Kamu Tanggung (1)
- Bab 131 Berapa Banyak Beban Yang Kamu Tanggung (2)
- Bab 132 Ingatanku Sudah Kembali (1)
- Bab 132 Ingatanku Sudah Kembali (2)
- Bab 133 Membantumu (1)
- Bab 133 Membantumu (2)
- Bab 134 Kamu Panik, Artinya Kamu Merasa Bersalah (1)
- Bab 134 Kamu Panik, Artinya Kamu Merasa Bersalah (2)
- Bab 135 Apa Kamu Pacaran (1)
- Bab 135 Apa Kamu Pacaran (2)
- Bab 136 Kembali Single (1)
- Bab 136 Kembali Single (2)
- Bab 137 Namamu Adalah Mantan Suami (1)
- Bab 137 Namamu Adalah Mantan Suami (2)
- Bab 138 Apa Aku Boleh Kembali Ke Rumah Keluarga Mo (1)
- Bab 138 Apa Aku Boleh Kembali Ke Rumah Keluarga Mo (2)
- Bab 139 Aku yang terbodoh (1)
- Bab 139 Aku yang terbodoh (2)
- Bab 140 Kamu selalu dapat membuat penilaian yang akurat (1)
- Bab 140 Kamu selalu dapat membuat penilaian yang akurat (2)
- Bab 141 Wanita yang kelihatannya tidak berbahaya (1)
- Bab 141 Wanita yang kelihatannya tidak berbahaya (2)
- Bab 142 Kesedihan yang dalam (1)
- 142 Kesedihan yang dalam (2)
- Bab 143 Kamu sepertinya takut pada diriku (1)
- Bab 143 Kamu sepertinya takut padaku (2)
- Bab 144 Aku akan berteriak jika kamu begini (1)
- Bab 144 Aku akan berteriak jika kamu begini (2)
- Bab 145 Aku ingin dia membuktikannya secara langsung(1)
- Bab 145 Aku ingin dia membuktikannya secara langsung(2)
- Bab 146 Jangan Menikah Lagi Untuk Ketiga Kalinya
- Bab 147 Siaran Langsung
- Bab 148 Apa Kedepannya Kamu Akan Mendengar Perkataanku
- Bab 149 Aku Lebih Baik Lanjut Tidak Tahu Malu Saja
- Bab 150 Yang Aku Pedulikan Adalah Hatimu
- Bab 151 Menyimpan Rahasia
- Bab 152 Masa Lalu yang Pahit
- Bab 153 Hukuman Berdiri Menghadap Dinding
- Bab 154. Ingin Melihatmu Untuk Terakhir Kalinya
- Bab 155. Perempuan Tidak Berotak Sangat Menyebalkan
- Bab 156 Kepergian Jonathan
- Bab 157 Perempuan Yang Paling Tidak Tau Malu
- Bab 158 Menarik Spanduk Menyambut Anda
- BAB 157 Perempuan Yang Paling Tidak Tau Malu
- Bab 160 Menikah Kembalilah Denganku
- Bab 161 Seorang Wanita Yang Menyedihkan
- Bab 162 Wanita Melakukan Begitu Banyak Hal Untuk Apa
- Bab 163 Menyuruh Frederik Ouyang Datang Memohon Aku
- Bab 164 Marga Aku Mo, Jadi Beraneh-aneh Saja
- Bab 165 Aku Tidak Ada Perasaan Aman
- Bab 166 Siklus Karma
- Bab 167 Suamiku terlihat tampan saat meninju orang
- Bab 168 Hanya Sebagai Alat
- Bab 169 Hukuman atas keributan
- Bab 170 Apakah kamu mengharapkan akhir seperti Ini?
- Bab 171 Sifat Kejam Manusia
- Bab 172 Melihat Matahari Terbit Untuk Terakhir Kali
- Bab 173 Riwayatku Berakhir Hari Ini
- Bab 174 Aku Akan Bela Keadilan Untukmu
- Bab 175 Terang-terangan Menginginkanmu
- Bab 176 Ikut Campur
- Bab 177 Sekretaris Pria yang Lebih Cantik dari Perempuan
- Bab 178 Sebenarnya Siapa yang Berbohong
- Bab 179 Terkenal Mendadak
- Bab 180 Kamu Paling Cocok Menjadi Istri CEO
- Bab 181 Teman Kantor Yang Tidak Masuk Akal
- Bab 182 Pria kaya selalu playboy
- Bab 183 Kejagoan menjilatnya bagus
- Bab 184 Melakukan siasat senjata makan tuan
- Bab 185 Acara Persahabatan
- Bab 186 Berbaliklah dan kamu bisa melihatku
- Bab 187 Dipecat
- Bab 188 Kamu juga bukan orang yang baik
- Bab 189 Merebut Karyawan
- Bab 190 Acara tahunan perusahaan
- Bab 191 Aku Ingin Berdansa Denganmu, Apa Kamu Bersedia?
- Bab 192 Kata-Kata Itu Tidak Menyakiti Aku
- Bab 193 Kamu Adalah Orang Gila
- Bab 194 Ada Yang Suka Padamu
- Bab 195 Ayo Kita Melahirkan Anak Laki-Laki
- Bab 196 Hubungan yang rumit
- Bab 197 Saat olahraga pagi tenang sedikit
- Bab 198 Memperkenalkan pacar untukmu
- Bab 199 Berjalan-jalan romantis di malam musim dingin
- Bab 200 Kehabisan kata-kata menghadapi keluarga ini
- Bab 201 Alat Keamanan Diri
- Bab 202 Dendam apakah kamu terhadapku
- Bab 203 Bella, bangunlah
- Bab 204 Ketulusan hati mendatangkan keajaiban
- Bab 205 Wanita yang kasar
- Bab 206 Percaya Dengan Keajaiban
- Bab 207 Selamanya Mengabaikanmu
- Bab 208 Kamu Sudah Takut
- Bab 209 Saya Hanya Akan Memiliki Dua Anak Perempuan Seumur Hidup
- Bab 210 Tolong Bantu Aku Pulihkan Penglihatan
- Bab 211 Aku ingin bertemu dengan Jonathan sebelum aku menjalankan operasi
- Bab 212 Aku belum pernah melihat wanita sekejam dia
- Bab 213 Mengusir kamu dari rumah ini
- Bab 214 Biarkan diriku ikut lenyap juga
- Bab 215 Orang yang berpura-pura baik
- Bab 216 Bisa-bisanya Datang Meminta Uang Dengan Tidak Tahu Malu
- Bab 217 Kamu Jangan Sembarangan Bicara
- Bab 218 Aku Masih Belum Cukup Tidur
- Bab 219 Lamaran Yang Romantis
- Bab 220 Jangan Bercanda Lagi
- Bab 221 Ending (1)
- Bab 221 Ending (2)