Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 26 Wanita Jahat

"Kenapa aku merasa kamu aneh, apa kamu melakukan kesalahan, takut aku menyalahkan kamu?" Nafas Jonathan terasa di telingaku, aku menggelengkan kepala, tangan kecilku berusaha melepaskan tangan Jonathan, dan lepas dari pelukannya.

Aku membalikkan badan, berkata dengan tegas: "Jonathan, kita jangan bertemu lagi."

Ucapanku langsung membuat wajah Jonathan berubah, matanya menyipit, menatapku dingin dan berkata tegas: "Katakan sekali lagi?"

Aku mengerti, ucapanku barusan sudah mempengaruhi suasana hatinya, dia berkata seperti itu karena berharap aku menarik kembali ucapanku barusan.

Tapi mana mungkin aku menarik ucapanku, aku bisa memberitahu Jonathan, kakakku berhutang pada rentenir, aku juga bisa menerima uangnya dan terus berada disisinya, tapi nanti, Christopher akan menjadikan Jonathan sebagai ATM, dan Cynthia akan membalas dendam dengan lebih kejam, dia akan menggunakan lebih banyak cara menghadapiku, menghadapi keluargaku, bisnis keluarga kami yang kecil sama sekali tidak bisa bertarung dengan keluarga Cynthia.

Jonathan bisa melindungiku sampai kapan? Sekali atau dua kali?

Akan sulit menghindari serangan diam-diam, aku tidak bisa mempertaruhkan seluruh keluargaku, aku masih bisa bertahan kalau menghadapi pernikahan gagal atau putus cinta.

Aku mengakui cintaku itu egois, karena dari dulu aku tidak menilai cinta Jonathan terhadapku, dia tidak pernah berkata dia mencintaiku, aku menganggap hubungan kami hanya karena kebutuhan fisik saja.

Sekarang, kebutuhan yang paling mendasar ini sudah membuat orang iri, sudah waktunya berhenti.

Aku menundukkan kepala, menelan ludah, menggigit bibir dengan sedih, tertawa menghadap ke lantai, "Aku sudah lelah, tidak ingin menemani kamu bermain lagi."

"Bermain?" Jonathan menjadi marah karena kata ini, dia maju menghampiri, menekan daguku dan mengangkatnya sekuat tenaga.

Aku mengikuti gerakan tangannya dengan kesakitan, bertatapan mata dengannya, aku bisa melihat emosi yang terbakar hebat dari sorot matanya. Aku tidak pernah melihat dia begitu marah.

"Aku tidak pernah dipermainkan wanita, kamu yang pertama." Dia memandangku dengan suara tegas dan penuh kebencian.

Aku berusaha melihat dia, "Aku wanita jahat yang pernah menjadi model dan bercerai, apa kamu tidak tahu dari dulu aku suka mempermainkan lelaki?"

"Apa kamu juga membohongi aku tentang masalah kamu hamil?" Sorot mata Jonathan dingin menusuk.

"Aku bohong padamu, setiap kata yang aku katakan itu palsu, kamu tahu kenapa aku bercerai dengan Ardy? Karena aku terus berbohong, dia tidak tahan oleh karena itu dia bercerai denganku, aku begitu murahan, begitu menakutkan......" Ucapanku masih belum selesai, bibir Jonathan sudah menempel di bibirku.

Ciumannya seperti pusaran air, membuatku tidak bisa menahannya, bibirku terasa sakit, dia menggigit bibirku dan darah mengalir keluar, aroma darah yang amis memenuhi seluruh tenggorokanku.

Dia menarik bibirnya dan melepaskan aku, menatap aku dengan dingin, tersenyum sinis, "Christine, kamu terlalu kejam."

Aku mengusap luka di sudut bibirku, berusaha menahan air mata agar tidak jatuh, "Jonathan, aku tidak menyangka kamu lelaki yang berpikiran sempit, tidak bisa melepaskan orang lain, sangat banyak wanita baik di dunia ini yang ingin tidur denganmu, Jonathan, kenapa kamu menginginkan wanita jahat sepertiku ini."

"Kamu jahat sampai seperti apa?" Mata dingin Jonathan menatap aku, bertanya kepadaku.

"Aku bisa langsung tidur dengan laki-laki lain, apa cukup jahat?" Aku menggertakkan gigi mengatakan perkataan rendahan seperti ini, aku sakit hati, aku seperti menampar diriku sendiri, kenapa harus menyakiti Jonathan seperti ini?

Aku juga tahu jawabannya, Jonathan terlalu hebat, selamanya tidak bisa sepadan dengan orang yang berstatus sepertiku ini, sorot mata Cynthia yang menakutkan itu penuh dengan berbagai akal, aku mengerti kalau aku tidak bisa menang darinya.

Aku tidak bisa menang dari uang. Ayah ibu sudah tua, Christopher juga sudah seharusnya melewati hari-hari yang baik dengan kakak ipar, aku tidak ingin membuat mereka tidak tenang karena perasaanku sendiri.

Apa masalahnya kalau mengorbankan kebahagiaanku seorang? Aku tersenyum getir, melihat Jonathan yang menatapku dengan marah seperti binatang buas, tangannya mencekik leherku dengan erat.

Aku tidak bisa bernafas, wajahku menjadi merah, aku merasa pandanganku sedikit kabur, mungkin sudah hampir mati dicekik.

Saat aku mengira akan dicekik mati oleh Jonathan, tiba-tiba aku bisa bernafas lagi, wajah Jonathan kembali tampak jelas.

Dia memeluk aku erat, memanggil namaku.

Aku memandangnya dengan air mata berlinang, berkata: "Pergi saja, tinggalkan tempat ini, aku tidak ingin melihatmu." Aku merasa diriku sudah hampir mati saat mengatakan ucapan yang bertentangan dengan hatiku, aku lebih memilih dicekik mati oleh Jonathan, aku tidak ingin sakit hati seperti ini.

Jonathan berdiri, tanpa ekspresi melemparkan kunci yang dulu aku berikan padanya ke lantai, menarik koper dan berjalan keluar. Aku menangis sekencang-kencangnya saat pintu ditutup dengan keras.

Aku menahan tubuhku, berlari ke samping jendela, diam-diam melihat ke bawah dari balik tirai, melihat bayangan dia sedang berdiri di bawah, aku segera sembunyi saat dia memalingkan kepala melihat jendelaku.

Ketika aku melihat ke bawah lagi, dia sudah menghilang.

Aku tidak ingin putus dengannya seperti ini, tapi aku sudah menerima uang Cynthia, aku tahu diriku sangat egois, selamanya aku tidak bisa masuk ke kehidupan orang kaya.

Agar aku tidak lagi pergi mencari Jonathan, keesokan harinya aku pindah rumah, pemilik rumah masih baik, mengembalikan uang sewa setengah tahun padaku. Aku meminta Christopher datang memindahkan perabot. Christopher bertanya apa rencanaku selanjutnya, aku menjawab, lihat saja nanti.

Aku meninggalkan kota F, pergi ke kota dimana teman kuliahku berada, dia juga teman baikku.

Dia sudah menikah, hidupnya tidak terlalu bahagia, ibu rumah tangga biasa, di umur dua puluh enam tahun sudah menjadi ibu dari dua anak. Dia menemani aku mencari rumah baru, kali ini aku tidak ingin membayar uang sewa satu tahun sekaligus, melainkan membayar tiga bulan dulu, kalau cocok baru dilanjutkan.

Sarah membantuku bersih-bersih, bertanya: "Christine, selanjutnya apa rencanamu?"

"Lahirkan anak dulu, nanti baru menyusun rencana lagi!" Jawabanku ini membuat Sarah terkejut, dia meletakkan sapu, berjalan menghampiri, menarik tanganku, bertanya: "Kamu hamil?"

Aku menganggukan kepala dan tersenyum datar, melihat perut kecil yang masih datar itu, tersenyum berkata: "Apa masih tidak kelihatan?"

"Suamimu dimana?" Sarah bertanya dengan perhatian, Sarah hadir saat aku menikah dengan Ardy, jadi dia mengira anak di dalam perutku ini anak Ardy.

Aku menggelengkan kepala, "Bukan."

Begitu mendengar aku berkata bukan, Sarah sangat terkejut.

"Jadi anak siapa ini?" Sarah tidak mengerti, berkata dengan serius: "Christine, melahirkan dan merawat anak tidak sesederhana yang kamu bayangkan, apa kamu tahu bebanku sangat berat, aku tidak bekerja, hanya bergantung dari suami, aku tidak tahu hari-hari seperti ini kapan akan berakhir?"

"Sarah, kamu kenapa?" Aku melihat mata Sarah merah.

"Seumur hidup ini aku sangat menyesal terlalu cepat menikah." Sarah tersenyum pahit, "Sudah berapa bulan? Kalau masih kecil, gugurkan saja."

Aku sangat sulit membayangkan ucapan Sarah ini, aku tidak tahu kenapa dia berkata seperti ini, apa hidup susah membuat wanita yang baik tertekan sampai seperti ini?

"Aku tidak akan menggugurkan anak ini." Aku melihat Sarah, berkata tegas: "Aku mencintai ayahnya dan ingin melahirkan anak ini."

"Sudahlah kalau tidak mau mendengar perkataanku." Sarah tidak ingin banyak bicara, menahan emosi dan melanjutkan menyapu.

Aku tahu Sarah memikirkan aku, tapi aku juga sudah berpikir, kalau aku tidak melahirkan di umur ini dan melewatkan umur produktif, nanti belum tentu bisa kalau ingin melahirkan lagi.

Setelah Sarah selesai bersih-bersih dan mau pulang, tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu, berkata padaku: "Christine, masih ingat si gendut di kelas kita dulu itu?"

Aku melihatnya dengan penuh tanya, menggelengkan kepala, "Si gendut yang mana?"

"Yoga, keluarganya sangat kaya, begitu lulus kuliah langsung menjalankan usaha sendiri, sekarang menjadi si gendut yang kaya sekali." Sarah berkata dengan berlebihan, tapi aku langsung terkesan saat dia berkata seperti itu.

"Kenapa kamu tiba-tiba mengungkit dia?" Aku bertanya dan memandang Sarah dengan tidak mengerti.

"Setelah kamu lulus sekolah dan menjadi model, bukannya si gendut masih mengejarmu, aku ingat saat kamu menikah, dia minum sampai mabuk berat, kemudian diangkut pergi oleh empat orang." Kalau Sarah tidak mengatakan, aku mungkin tidak tahu masalah ini, sepertinya si gendut pernah mengejarku, tapi postur tubuhku dengannya beda terlalu jauh.

Kami teman sekelas, kalau memang suka, dari dulu pasti sudah menjalin hubungan, mana mungkin menunggu sampai sekarang.

"Bagaimana kabar si gendut sekarang?" Aku hanya bertanya karena ucapan Sarah, si gendut kaya atau miskin tidak ada hubungannya denganku, aku menolaknya karena dia benar-benar terlalu gendut.

"Kamu pasti tidak akan kenal kalau bertemu dengannya, sekarang dia sudah jadi laki-laki tampan, aku beritahu, hatiku sampai berbunga-bunga saat melihatnya. Sekarang dia kaya, tampan, dan masih single, sungguh pasangan yang sempurna. Kemarin aku masih melihatnya di lobby hotel." Kehebohan Sarah membuatku merasa sangat lucu.

Meskipun katanya setiap orang gendut bisa punya masa depan yang bagus, juga tidak perlu begitu berlebihan.

"Sudah, kalau Yoga benar-benar berubah menjadi begitu tampan, saat kamu bertemu dengannya, beritahu dia, aku juga ingin bertemu dengannya." Aku mendorong Sarah keluar dari pintu, "Cepat pulang, jaga kedua anakmu, aku bisa melanjutkannya sendiri."

"Kamu benar-benar mau bertemu dengan Yoga?" Sarah mengerutkan alis melihatku dan bertanya.

Melihat dia masih tidak pergi, aku berkata: "Iya, aku mau melihat bagaimana si gendut menjadi kakak tampan, aku bercerai dan dia single, mungkin kami punya kesempatan menjalin hubungan, benar tidak!"

"Benar." Sarah menjawab serius, "Aku pulang."

"Cepat pulang sana, kalau masih tidak jalan, aku akan menendangmu pergi." Setelah aku menjawab dan melihat Sarah pergi, aku menutup pintu dengan kuat.

Begitu Sarah pergi, aku menenangkan diri, mengunci pintu dan berjalan ke kamar tidur, mengambil telepon, aku selalu teringat padanya saat sedang sendiri.

Apa ucapanku padanya malam itu terlalu kejam?

Mungkin tidak lama lagi, dia akan bertunangan bahkan menikah dengan Cynthia, lalu melupakan di dunia ini masih ada wanita yang bernama Christine.

Aku tersenyum pahit, merasa inilah akibat yang diterima dari perbuatanku sendiri.

Novel Terkait

Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu