Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 48 Laki-laki Aneh

Jonathan mengernyitkan dahi, "Kamu tidak tahu?"

Aku menggelengkan kepala dengan bingung, bagaimana aku bisa tahu, apa dia kira, dengan menikah dengannya, aku akan mewarisi semua pengetahuan dari nenek moyangnya dulu sampai sekarang?

Aku tidak pernah mengetahui hal ini, apa alasan Jonathan memilihku karena dulu aku pernah memberinya transfusi darah, menyelamatkan nyawanya?

Aku pernah bertanya padanya alasan mengapa dia memilihku. Aku memang cantik, tapi yang lebih cantik dan berlatar belakang lebih bagus dari aku tak terhitung banyaknya. Dia tidak pernah memberitahuku jawaban yang sesungguhnya, tiba-tiba hari ini dia akhirnya memberitahuku jawaban sesungguhnya yang tak kusangka justru membuatku sedih tanpa alasan.

Jonathan memilihku semata-mata hanya karena aku pernah memberinya tranfusi darah dan menyelamatkan hidupnya?

"Aku tidak peduli apakah wanita keluarga Tanjaya ini pernah menyelamatkan nyawamu, aku tidak bisa menerima wanita yang sudah pernah bercerai, apalagi seorang model, menjadi menantu keluarga kami." Nenek Jonathan bersuara dengan lantang, lalu berkata sambil menatapku, "Nona Christine, keluarga kami tidak sudi menerima wanita sepertimu, segera angkat kaki dari sini!"

"Nek......" Jonathan mengiba, "Nenek tidak bisa menerima istriku, aku akan pergi tinggal di luar bersamanya, lagipula dengan kepergianku, keluarga besar ini hanya akan kehilangan satu cucu laki-laki yang tidak patuh."

"Pergi, pergi sana, jangan harap aku akan sudi menerima seseorang dari keluarga Tanjaya, cih. Jangan pernah berharap." Nenek Jonathan naik pitam. Ibu Jonathan melihatnya, segera mendekat dan membelai punggung nenek, membantunya menenangkan diri.

Jonathan menggenggam erat tanganku, berbalik untuk melangkah pergi tanpa ragu.

Begitu keluar sampai halaman rumah, aku menghentikan langkahku, lalu menariknya, dia menoleh dan menatapku dengan bingung.

"Jonathan, lebih baik kamu kembali dan bujuklah nenek, jangan buat orang tua marah, aku pulang sendiri tidak apa-apa." Aku tidak bermaksud membuat kekacauan di rumah mereka, aku tidak menyangka ternyata kebencian nenek Jonathan terhadapku begitu dalam.

"Mau dibujuk bagaimana?" Jonathan memelototiku, "Yang dia inginkan dariku sekarang adalah meninggalkanmu, kalau menyuruhku memilih antara kamu dan dia, aku sudah menentukan pilihanku tadi. Apa kamu mau aku mengingkari perkataanku sendiri?

Aku tercengang mendengarnya, lalu menggeleng dan mengambil inisiatif untuk mendekat dan memeluknya, "Kalau saja aku bisa menjaga mulutku baik-baik, tidak akan terjadi hal ini."

"Hal ini cepat atau lambat akan terjadi juga," Jonathan menenangkan emosi yang sedang berkecamuk. Tangannya yang besar itu menepuk-nepuk punggungku, "Sudahlah, ibu akan membujuk nenek, kamu jangan khawatir."

Jonathan sepertinya sangat percaya pada ibunya, toh sekarang mereka sudah tahu, jadi sudah tidak perlu menutup-nutupinya lagi.

Kami berdua bersama-sama pulang ke rumah, melihat bayangannya masuk ke dalam kamar, aku tahu, sekarang hatinya sedang kalut, awalnya ingin menyembunyikan pernikahan ini, tapi karena kecerobohanku sendiri akhirnya terbongkar semua.

Aku masuk ke kamar, Jonathan sedang berbaring di atas ranjang, dia tampak sangat kelelahan. Aku duduk di tepi ranjang, mengelus wajah tampannya, lalu berkata, "Jonathan, apa kamu menginginkan aku hanya karena aku pernah memberi tranfusi darah padamu?"

Dia membuka mata dengan lelah, menatapku, dan bertanya, "Menurutmu?"

Aku menggeleng dengan tidak percaya diri, "Aku tidak tahu, kamu begitu sempurna, begitu hebat, mana mungkin seorang sepertimu bisa menyukai seorang yang biasa-biasa saja sepertiku?"

Jonathan menggenggam tanganku, dengan tatapan yang serius berkata, "Aku hanya tidak rela kamu dilecehkan oleh Ardy, aku tidak menyangka dia menjadikanmu seperti sebuah hadiah kepadaku, benar-benar bajingan."

Aku tidak bersuara, hanya menatapnya dalam diam.

"Aku tidak bisa menutup mata melihat kamu tidak bahagia menjalani hari-harimu. Saat aku tahu kamu memberiku tranfusi darah sampai kamu pingsan, nama Christine itu terukir di dalam hatiku untuk selamanya." Kata-kata Jonathan yang datar itu membuatku dibanjiri dengan berbagai emosi.

Aku jadi teringat waktu itu. Karena ada seorang korban kecelakaan mobil mengalami pendarahan parah, darah yang tersedia dalam gudang penyimpanan tidak cukup, begitu melihat pengumuman tersebut, aku langsung mendatangi rumah sakit itu menawarkan darahku untuk menolongnya. Setelah tranfusi itu, aku merasa lemas selama kurang lebih seminggu.

Ternyata korban kecelakaan itu Jonathan. Alam semesta memang senang bermain-main dengan takdir.

Aku mendekap dada Jonathan dalam diam, mendengar suara debaran jantungnya yang kuat. Aku berkata dengan lembut, "Tidak kusangka kita dipertemukan takdir melalui peristiwa itu."

"Kalau aku tidak memberitahumu, apa kamu tidak akan pernah tahu tentang hal itu seumur hidupmu?" Jonathan bertanya dengan pelan.

"Di dalam tubuhmu mengalir darahku, nanti kamu akan jadi milikku." Aku beranjak dari dadanya, mengangkat wajahku, menatapnya dan berkata dengan mantap.

"Lalu?" Dia mengangkat alis dan bertanya.

"Lalu kamu dan aku akan memiliki seorang bayi yang di dalam tubuhnya mengalir darahmu dan darahku." Aku memandang Jonathan, tersipu. Sesudah itu, aku hanya bisa merasakan lembutnya bibirnya menekan bibirku.

Beberapa hari setelah itu, Jonathan mondar-mandir dari rumah ke perusahaan seperti biasa, sedangkan aku mengikuti jadwal yang sudah diatur oleh Kak Dewi, menyelesaikan endorse untuk Sean.

Foto sesi pada hari itu, Sean datang ke studio untuk melihat hasilnya, bertepatan ketika aku sedang berganti baju. Dia tidak mengetuk pintu, atau mengeluarkan suara, langsung masuk. Aku belum menarik resleting belakang gaun panjangku. Aku dengan gugup membalikkan badan melihatnya masuk.

Melihatku gugup, dia tertawa, lalu berkata, "Christine, kamu ini kenapa? Kenapa begitu ketakutan melihatku?"

"Masuk tanpa mengetuk pintu itu apakah merupakan kebiasaan Bapak Sean?" Aku berkata sambil berusaha menaikkan resleting gaunku. Gugup membuatku semakin susah menaikkan resletingnya.

"Ada apa, apa kamu membutuhkan bantuan?" Sean melihatku gugup bertanya. Sepertinya saat masuk dia melihatku kesulitan menaikkan resleting, jadi dia tahu apa yang sedang terjadi.

"Tidak perlu." Aku menatapnya dengan dingin, berkata, "Pak Sean, apa bisa bapak keluar sebentar? Kalau dilihat orang lain, tidak enak kalau sampai dilihat orang lain.

"Tidak enak?" Sean tertawa, "Kamu juga takut dilihat orang? Aku kira tidak peduli siapapun, asal laki-laki kamu pasti mau?"

Kata-kata Sean membuatku terdiam, seorang penanggung jawab dari Joyful Food Industry bisa mengeluarkan kata-kata seperti ini, kepandaian yang dia punya benar-benar tidak berguna.

"Harus lihat dulu seperti apa orangnya, apa dia benar-benar seorang laki-laki." Aku pura-pura tersenyum tenang, tidak tahu kata-kataku itu membuat Sean marah. Dia maju mendekat, membuatku mundur terdesak ke tembok. Dia memelototiku.

"Jadi maksudmu, aku ini bukan laki-laki?" Nafas Sean yang panas menerpa wajahku.

Aku menyambut sorotan matanya itu dan dengan senyum berkata, "Kalau kamu benar-benar laki-laki, kamu tidak akan mencuri-curi foto Cynthia, mengancamnya, dan juga tidak akan patuh dengan perintahnya untuk menyerangku kan?"

Terlihat dengan jelas kata-kataku membuatnya tersinggung, dia meremas daguku dan berkata sambil tersenyum, "Ternyata kamu lebih pintar dari perkiraanku."

"Dan kamu ternyata lebih pengecut dari perkiraanku." Aku menjawab dengan datar.

Dia mengendurkan cengkramannya, melepasku, lalu berjalan mundur, "Cynthia mengatakan kamu ini mudah ditangani, tapi sepertinya dia salah."

Aku hanya diam, aku menatapnya, lalu bertanya, "Apa kamu mencintai Cynthia?"

"Aku tidak tahu apa itu cinta." Sean tampak sinis. "Bagiku wanita cantik ataupun jelek, ketika lampu dipadamkan, semua akan terasa sama."

Aku memandangnya dengan jijik. Beberapa kata yang muncul dari mulutnya mengandung kebenaran, tapi beberapa kata yang lain terdengar vulgar.

"Sepertinya kamu pernah meniduri banyak wanita." Aku mencibir. Dia tiba-tiba kembali mendekat, lagi-lagi mengagetkanku.

"Yang ingin kutiduri setelah ini kamu, apa kamu bersedia?" Kata-kata Sean tersebut membuatku benar-benar terdiam, kalau bukan karena resleting gaunku yang belum aku tarik dengan benar, aku pasti akan menamparnya.

"Lihat dulu apa kamu punya kemampuan itu." Aku menyeringai. Kali ini asistenku berlari masuk, dengan nafas yang masih terengah, dia melihat Sean, lalu pergi.

"Silvia, Pak Sean sudah lelah berdiri, tolong kamu ajak dia duduk di luar." Senyumku disambut dengan tatapan kesal Sean. Lalu aku melihatnya berjalan keluar.

Kemudian Silvia masuk kembali dan membantuku menarik resleting gaunku. Setelah sesi foto selesai, aku mengambil tasku di dalam ruang rias, lalu membereskan alat-alat riasku. Tidak disangka, aku kembali dihadang ketika mau keluar ruangan tersebut.

"Christine, ayo kita makan, kalau kamu menolak ajakanku ini kamu sudah tidak menghormatiku lagi." Sean berdiri di pintu, menghalangiku yang sedang terburu-buru mau pulang.

"Kalau tidak menghormatimu, pak Sean mau apa? Mau membatalkan kontrak perjanjian kita?" Aku menyetujui ajakan makan sebelumnya hanya karena aku punya niatan lain.

Saat ini aku punya bukti percakapan antara dia dan Cynthia, aku tidak takut dengannya, kenapa aku harus repot-repot menyetujui ajakan makannya, yang jelas-jelas dia punya niat buruk.

"Sekarang ini aku masih klien perusahanmu, sikapmu yang seperti ini benar-benar tidak bisa diterima." Sean menggelengkan kepala, lalu berkata dengan sinis.

"Begini saja, aku akan menelepon Kak Dewi untuk menemanimu makan, aku percaya kamu yang begitu tampan, memukau dan beretika ini, Kak Dewi pasti akan dengan senang hati menemanimu." Sembari berkata demikian, aku memasukan tanganku ke dalam tas untuk mengambil ponselku, tapi tiba-tiba di rebut oleh Sean.

"Kembalikan ponselku." Aku mengancamnya.

"Temani aku makan dulu, baru akan aku kembalikan ponselmu." Sean benar-benar tidak punya malu, selamanya aku belum pernah bertemu dengan laki-laki seperti dia.

"Kalau hanya dengan ponsel mau kamu apa-apakan, berarti kamu sudah salah mengenal orang." Setelah berkata demikian, aku mendorongnya dan pergi meninggalkannya.

Aku tidak terlalu mempermasalahkan ponsel itu, kalau tidak dia kembalikan, aku bisa membeli yang baru.

Langkahku belum jauh, Sean sudah memanggilku, "Hei, Christine, ini ponselmu aku kembalikan!"

Begitu aku membalikkan badan, dia sudah melempar ponsel itu ke arahku, kalau bukan karena ketangkasanku, ponselku pasti sudah rusak.

Aku dengan bingung menatapnya, bertanya, "Tiba-tiba punya hati?"

Dia menggelengkan kepala, "Wanita yang semakin sulit didapatkan, aku jadi semakin semangat mengejarnya."

Aku marah, apa aku yang dia maksud?

"Christine, kamu itu tidak bisa kabur ke mana-mana, di dunia ini tidak ada wanita yang tidak takluk pada Sean." Dari bibirnya terlihat senyuman, dengan sombong berkata.

Melihat bayangannya pergi, kenapa aku merasa belakangan ini aku bertemu dengan banyak sekali laki-laki aneh.

Aku menggeleng tak berdaya, baru saja aku akan melangkah, ponselku berdering, Sarah menelponku.

Aku dengan senang mengangkat telponnya, bertanya: "Sarah, kenapa tiba-tiba ingat denganku?"

"Christine, apa kamu sedang sibuk?"

"Tidak sibuk, ada apa?" Aku bertanya dengan bingung. Mendengar nada suaranya, kenapa aku merasa ada keputusasaan dan ketidak berdayaan.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya kangen padamu." Telepon Sarah yang tiba-tiba seperti ini membuatku khawatir ada sesuau yang sedang terjadi.

"Sarah, ada apa, kamu jangan membuatku panik." Hatiku berdebar tak menentu.

"Benar tidak ada apa-apa, aku hanya kangen, kangen mendengar suaramu." Sarah diam sejenak, lalu meneruskan, "Benar-benar enak. Hidup sendiri benar-benar enak."

"Sarah....." Aku memanggil namanya, suara dari sana terdengar aneh, ketika aku memanggilnya lagi, koneksinya terputus.

Aku panik, ketika ponselku berdering kembali, aku langsung mengangkatnya, lalu berkata, "Sarah, aku....."

Belum selesai berbicara, suara ibu Jonathan terdengar di telepon.

"Nona Christine, kamu bujuk Jonathan agar mau pulang ke rumah minta maaf sama nenek. Nenek beberapa hari ini tidak mau makan, tidak mau minum, tante takut kalau begini terus, dia bisa......" Suara ibu Jonathan terdengar panik. "Benar-benar tidak bisa bertemu Jonathan untuk terakhir kalinya."

Aku terkejut, aku benar-benar tidak menyangka nenek Jonathan akan menggunakan cara menyiksa diri untuk membuat Jonathan pulang ke rumah.

Aku menutup telepon masih dalam keadaan syok, pulang ke rumah.

Novel Terkait

Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu