Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 63 Brutal dan Berdarah Dingin

"Bagaimana dia akhir-akhir ini?" Aku mendapati aku ingin tahu gosip soal Cynthia, lebih-lebih soal foto yang dimiliki oleh Sean.

Sebenarnya hubungan apa yang dimilikinya dengan Cynthia, foto Cynthia apa yang ada di genggamannya.

Berdasarkan kelakuan Sean, kemungkinan dia mengambil foto tidak senonoh, kemudian mengancam Cynthia dengannya, kalau tidak, tidak ada penjelasan yang lain.

"Kalau aku berkata, dia semakin dekat dengan Jonathan, apakah kamu akan sakit hati?" Bibir Sean membentuk sebuah senyum jahat.

Aku terdiam, dan untuk menyebunyikan perasaanku, aku memalingkan wajahku.

"Lihatlah kamu, semua perasaanmu terlukis di wajahmu. Tidak suka ya bilang saja tidak suka, Cynthia berkata dia bersedia menjadi istri Jonathan, berarti dia berhati lapang." Sean terdiam sejenak, "Apalagi harus menjadi ibu tiri seseorang, pasti membutuhkan keberanian yang besar."

Aku menengok terperanjat, dan menatap Sean bertanya: "Bella ada di rumah keluarga Chandra?"

Sean mengangguk, "Benar, setengah tahun setelah kamu pergi, Nyonya Chandra membawa pulang anakmu."

"Kenapa kamu tidak memberitahuku?" Aku melotot kepada Sean, menurutku, kesempatan untuk memperbaiki diri, kesempatan untuk menjadi besar itu tidak sepenting anak, kalau aku tahu Bella pulang ke rumah keluarga Chandra, mau bagaimana pun, aku ingin bertemu dengannya, menyentuhnya, darah daging yang kulahirkan itu.

"Lihatlah dirimu, kalau aku memberitahumu, kamu akan langsung pulang dari Inggris, lalu pendidikan lanjut, kesempatan, apa kamu tidak memikirkan tentangnya, Christine, sekarang katakan saja kamu masuk ke dalam rumah keluarga Chandra, kamu juga tidak akan bisa membawa pulang anak itu, karena kamu tidak berkemampuan." Kata-kata Sean sungguh menusukku.

Yang dikatakannya tidak salah, pada dasarnya aku tidak pantas untuk membawa pulang anak itu, di kemampuan finansial, atau kesadaran sukarela anak, aku tidak memiliki keunggulan sama sekali.

Kalau aku mempunyai kemampuan, dan finansial yang kuat, aku baru bisa menuntut hak asuh anak itu.

Aku terdiam seribu bahasa, menundukkan kepala.

Amanda berlari keluar, dan tersenyum ke arah Sean, berkata dengan manja: "Bos Sean, masuklah dan makan sepotong kue, kue yang anda bawa sungguh sangat enak."

"Orangnya cantik, mulutnya pun manis." Sean membalas godaan Amanda, dan serta merta mengikutinya masuk.

Aku sudah berhenti mencegah pandangan mabuk cinta Amanda, aku sudah memperingatinya, dan dia masih ingin terlibat dalam hubungan asmara dengan Sean, aku tidak bisa mencegahnya lagi.

Karena aku sendiri pun merasa hilang.

Aku mengeluarkan ponselku, dan menekan nomor Jonathan, setelah dua kali suara "Tut", seseorang mengangkat teleponnya, tapi bukan suara Jonathan yang menjawabnya, melainkan suara Cynthia.

"Halo!"

Suaraku tersendat, mengapa ponsel Jonathan bisa ada di Cynthia, hatiku terasa pedih, aku merendahkan nada suaraku agar suaraku terdengar berbeda, lalu bertanya: "Maaf, apakah Bos Jonathan ada?"

"Jonathan sedang mandi, ini siapa ya, ada apa?" Begitu Cynthia mendengar suara wanita, dia pun langsung memasang siaga, dan tak henti bertanya, sepertinya Jonathan tidak tahu nomor baruku, jadi tidak ada nama, Cynthia juga tidak tahu itu aku, baru dia bisa bertanya dengan sungkan seperti ini kepadaku.

"Tidak apa-apa, aku akan menelepon lagi lain waktu." Setelah berkata demikian, aku segera menutup telepon, dan dalam kekosongan memasukan ponsel ke dalam kantongku, merasakan kesakitan luar biasa di hatiku, tangisku pun meledak.

Aku merasakan jelas kedua kelopak mataku basah, berpisah dengan Jonathan, seharusnya aku bisa menebak Jonathan akan bersama dengan Cynthia, atau dengan wanita lain, tapi mengapa saat dihadapkan di depan mataku, aku seakan tidak bisa menerimanya.

Aku berjalan dengan lesu ke arah ruang tamu, mengambil baju untuk tidur malam ini, melihat Amanda dan Stella, aku berkata: "Tidak perlu menungguku malam ini, aku ke rumah sakit."

"Hm, oke." Amanda menyahut.

Sean melangkah maju, menggenggam pergelangan tanganku dan berkata: "Aku antar."

Sebenarnya aku ingin menolaknya, tapi setelah kupikir kalau meninggalkannya di sini, dia pasti akan memainkaan Amanda, aku segera menundukan kepala dan menjawab: "Baiklah, antarkan aku."

Sean menyetir mobil mengantarku ke rumah sakit, dia terdiam sepanjang perjalanan, sesampaiya di pintu rumah sakit, dia tiba-tiba berkata: "Christine, aku tahu kenapa kamu barusan mau aku antar."

"Kenapa?" Aku bertanya.

"Hatimu sendiri tahu itu cukup." Sean tertawa, "Turunlah!"

"Baiklah." Aku menjawab datar, membuka pintu mobil, dan berjalan pergi, tanpa berpamitan, aku langsung menuju ke kamar rumah sakit. Christopher dan kakak ipar ada di dalam kamar, sedang mengobrol dengan mama.

Saat aku muncul, Christopher bangkit berdiri dan melihatku, "Sudah datang?"

Aku mengangguk, setelah berkelahi hebat dengan Christopher, kami berdua menjadi agak jauh, sejujurnya, aku benar-benar tidak ingin mempedulikan Christopher, tapi di depan mama, aku mau tidak mau menebalkan kulit untuk berbicara dengannya.

Lagipula umur mama juga tidak panjang lagi, aku tidak ingin di saat waktunya untuk pergi, dia masih mengkhawatirkan permasalahan kami berdua.

Tangan dingin mama menggenggam tanganku, tersenyum lemah, "Kakakmu berkata kepadaku, nanti saat aku sudah sembuh, akan membawaku pergi jalan-jalan."

Aku melirik ke arah Christopher, dan menyahut: "Sudah seharusnya dia melakukan itu."

"Apa maksud kata-katamu itu, tahukah kata-katamu sangat menyindirku?" Christopher melotot ke arahku, bangkit berdiri, wajahnya penuh dengan amarah, matanya bersinar galak.

"Menyindir lalu kenapa, kalau kamu peduli kepada mama, cepat-cepatlah perbaiki hidupmu, jangan terus menerus melelahkan orang lain." Aku adalah contoh yang masih hidup, kalau bukan karena Christopher, aku tidak akan meninggalkan keluarga Chandra, tidak akan meninggalkan anakku.

"Melelahkan siapa, aku beritahu kamu, Christine, manusia paling jahat di dunia ini adalah kamu, melepaskan suami, melepaskan anak, benar-benar pantas dihukum oleh langit." Christopher memakiku tanpa rasa sungkan.

Kami berdua saudara-saudari selalu bertengkar, selamanya tidak bisa akur.

"Christopher, aku tidak ingin membuat perhitungan lama denganmu, demi mama, hari ini aku tidak akan berkata kasar. Kamu dan kakak ipar pulanglah, aku akan menjaga di sini malam ini." Aku tak sanggup lagi menahan amarahku terlalu lama.

Aku pantas dihukum langit, kalau memang benar langit menghukumku, yang pertama kali dijatuhi hukuman pastinya Christopher, kalau bukan karena karena dia serakah dan berjudi, hidup seorang Christine tidak akan separah sekarang.

Christopher sebenarnya masih ingin beradu mulut denganku, kakak ipar menarik lengannya, mengerutkan dahinya, mengisyaratkannya untuk lebih sedikit berbicara, dan menariknya untuk segera pergi.

"Christine, kalau begitu malam ini merepotkanmu ya." Setelah mengatakan itu, kakak ipar segera mengajak kakak untuk pergi.

Aku melihat pintu kamar ditutup dengan keras, kemudian duduk di kursi sisi kasur, dan bersandar dengan hati berat.

"Ada apa?" Mama bertanya khawatir.

Aku mendongakkan kepala perlahan, melihat wajah mama yang menua, dan mengggelengkan kepala, "Tidak apa-apa, oh iya, apa dokter sudah memberitahu kapan boleh pulang? Minggu depan aku harus melapor ke kantor, mungkin tidak bisa menemanimu."

"Aku ini sudah tua, tidak perlu ditemani juga tak apa. Kamu yang aku khawatirkan." Mama mengulurkan tangannya, dan aku meraihnya, aku menggigit bibirku, berusaha untuk tegar tersenyum.

"Ma, apa yang dikhawatirkan, aku sekarang baik-baik saja, punya pekerjaan, bisa merawat diriku sendiri, bisa merawatmu dengan baik." Aku sudah berpikir matang, baik-baik bekerja, merawat mama, menemaninya di sisa-sisa waktu hidupnya. Lalu setelah aku cukup mampu, aku akan menuntut hak asuh dengan Jonathan.

Aku sudah memutuskan, aku akan pergi melihat Bella minggu ini, meskipun bercerai sekalipun, aku masih berhak untuk menemuinya, hanya saja aku tidak tahu apakah mama Jonathan akan mengijinkanku bertemu dengan anakku.

Apakah seahrusnya aku menanyakannya kepada Jonathan lewat telepon, mengingat sikap acuh tak acuhnya malam itu kepadaku, aku pun mundur teratur, sudahlah, nanti datang saja melihat dari halaman luar rumah keluarga Chandra, bisa tidak melihat Bella.

Di rumah sakit semalaman, aku tidak tidur sama sekali, aku takut saat terbangun, Jonathan akan berada di sisiku lagi, tapi aku berpikir terlalu jauh, dia mana mungkin selalu muncul begitu saja seperti itu.

Melihat semua orang di dalam ruangan sudah tertidur lelap, aku pun diam-diam membuka pintu kaca dan keluar.

Angin kecil berhembus di rumah sakir malam ini, agak dingin, secara tidak sadar aku memeluk tubuh rampingku, dan tiba-tiba tanpa sebab mengingat kembali perjalanan hidupku dahulu.

Aku tidak tahu bagaimana aku bisa berbaring di sebuah ranjang, keesokan harinya, sentuhan lembut tangan mama di rambutku membangunkanku. Aku mengusap mataku yang mengantuk, kepalaku masih terasa berat, dan aku menyipitkan mata, melihat Sean yang muncul di garis pandangku.

"Hei!" Dia tersenyum kepadaku dengan gayanya yang selamanya tidak pernah berubah itu.

Dalam beberapa saat aku pun tersadar, melihat wajah khawatir mama, aku pun bangkit berdiri, dan menarik Sean keluar dari bangsal rumah sakit, dan bertanya: "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat ini?"

Sepertinya aku tidak pernah memberitahunya, di mana ruangan mamaku.

Dia hanya menaikkan alis dengan main-main, dan menjawab ringan: "Aku mempunyai caraku sendiri untuk menemukannya."

"Cara apa?" Aku mengernyitkan dahi dengan penuh pertanyaan.

"Mencari dari satu kamar ke kamar lain." Setelah bicara, jari telunjuk Sean menyentuh ujung hidungku aku tercengang sesaat, untuk sementara waktu, gestur ringannya itu membuatku teringat akan Jonathan.

Setiap kali dia sedang bercanda, dia selalu melakukan gerakan itu.

Aku segera tersadar kembali dan bertanya: "Ada apa?"

"Mamamu sakit, aku datang menjenguk, apakah perlu alasan?"

Aku tertawa sinis kepadanya:"Sean, jangan berpikir karena kamu membantuku untuk punya kesempatan pergi ke luar negeri, aku akan menaruh hati padamu, dalam hatiku, selamanya kamu adalah mata-mata Cynthia."

"Mata-mata?" Sean menyentuh dadanya secara berlebihan, dan memasang wajah yang terluka, mengerutkan alis dan menyahut: "Kamu dan Jonatahn sudah bercerai, perhatian Cynthia sekarang sepenuhnya terarah untuk bersama dengan mantan suamimu, untuk apa aku menjadi mata-matanya, sekarang ini aku hanya fokus untuk mengejarmu, apakah sepasang mata cantikmu ini, tidak bisa melihat maksud hatiku yang sebenarnya?"

"Iya aku melihatnya." Aku melihatnya dengan sungguh-sungguh.

"Benarkah?" Sean bertanya dengan gembira kepadaku.

“Iya, kamu adalah manusia jahanam." Setelah aku menjawabnya, aku segera berbalik dan kembali ke kamar rumah sakit, aku merasakan Sean juga ingin mengikutiku masuk aku pun berbalik menghadapnya, dia terlalu dekat denganku, wajahku tepat menabrak dadanya.

Dia mundur beberapa langkah, dan tertawa.

"Jangan mengikutiku masuk, aku tidak ingin mamaku salah paham, mengerti?" Aku mengusap hidungku yang sakit sambil memperingatkan dia, nadaku sangat buruk.

Dia membuat tanda 'ok; dengan tangannya, sangat menurut,, dan tidak mengikutiku masuk.

Begitu aku masuk, aku segera duduk di sebelah mama. Mama pun segera bertanya: "Selama tiga tahun ini kamu bersama dengannya?"

Aku membeku sesaat, dan menatap mama dengan tawa pahit.

Novel Terkait

Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu