Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 67 Masih Istrinya

Di bawah tatapan tajam Jonathan, aku pun berjalan lurus di depan garis pandangnya.

Aku menundukkan kepala dengan malu, dari kecil, karena tubuhku yang tinggi, setiap kali sekolah memilih murid untuk menari, aku selalu mendapat barisan belakang, satu-satunya pekerjaanku adalah menjadi model, berjalan di atas panggung, dan memutar sedikit pinggulku saja, dan sekarang, aku harus menari untuknya.

Ini secara tidak langsung adalah bentuk balas dendamnya kepadaku, tapi aku bisa apa, berkelahi dengannya, lalu berusaha untuk merebut ponselnya?

Melihat tubuhnya yang besar kekar, lalu melihat tubuhku yang kurus mungil, aku pasti tidak akan menang melawannya!

Lebih baik aku memikirkan baik-baik bagaimana menari, baru bisa membuatnya senang!

"Ayo menari, masih memikirkan apa?" Wajah Jonathan jatuh, dan dia menatapku dengan penuh ketertarikan.

"Aku baru mengingat-ingat musik awalnya, tidak ada musik aku juga tidak bisa sembarangan menari!" Aku berbalik ke belakang, dengan jelas merasakan pandangannya kepadaku, dia bersandar di bingkai pintu kamar mandi, dan melihatku dengan penuh antusias.

Aku merapatkan bibirku dan berkata: "Setelah aku menari, kamu harus mengirimkan foto Bella kepadaku." Begitu selesai berbicara, aku menengadahkan tangan ke atas menghadap ke langit, seluruh tubuhku mulai bergerak dengan kaku, aku benar-benar tidak memiliki jiwa penari, kalau tidak dari awal aku sudah menjadi penari.

Aku menurunkan tangan, menggoyangkan pinggul, berputar dua kali, bisa dikatakan aku sudah menyelesaikan sebuah tarian, lalu menundukan kepala dengan malu, merasa aku sudah mempermalukan dirku sendiri, dan aku berkata dengan lesu: "Tidak bisa lagi."

Jonathan menatap ke arahku, melangkah maju, dan mengulurkan tangan kanannya, merengkuh pinggangku, tangan kirinya menggenggam tangan kananku, kemudian menunduk dan berkata: "Dansa standard nasional bisa kan?"

"Aku menjawab datar, "Sedikit."

Apa maksudnya menanyakan hal ini, apakah dia mau mengajariku? Tidak mungkin, membosankan sampai ke tahap ini.

Sebelum aku sadar apa yang terjadi, dia sudah mulai mengajakku menari, aku dengan langkah tersendat mengikutinya menari, belum sampai dia memutarku dua kali, dia langsung mendorongku ke sisi ranjang, dia melepaskan tangan kanannya, dan seluruh tubuhku pun terhempas ke atas kasur, dan dia pun segera naik ke atas kasur.

Tarian itu palsu, tapi naik kasur ini itu nyata.

Aku menatap ke mata Jonathan yang begitu dalam dan menyiapkan seluruh darah dalam tubuku, diam-diam aku menelan ludah dan berkata: "Kalau naik kasur tidak bisa menari."

"Siapa bilang menari di atas kasur?" Dengan suaranya yang agak berat dia berkata sambil menatap ke arahku. Tangannya yang besar perlahan meraba sisi wajahku, menyingkirkan rambutku, dan perlahan turun ke daguku, dengan lembut mencubitnya dan bertanya: "Tiga tahun ini, apakah ada orang lain yang menyentuhmu?"

"Tid...." Saat aku akan menjawab, aku pun terdiam, mengapa aku harus menurut dan menjawab pertanyaannya, lalu aku pun bertanya pula kepadanya: "Bagaimana denganmu, tiga tahun ini, apakah kamu menyentuh wanita lain?"

Aku merasa bodoh sudah menanyakan hal yang tidak perlu ditanyakan, semua pria itu irasional, menyuruhnya untuk menungguku selama tiga tahun, itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

"Siapa yang memberimu keberanian untuk menanyakan hal seperti ini kepadaku?" Wajah tampannya terlihat gelap, suaranya terdengar tidak senang.

Aku menatapnya erat-erat, ingin melihat dengan jelas semua ekspresi di wajahnya, semua tatapannya, bahkan semua pori-porinya, kemudian menyimpannya dalam hati.

Mata gelapnya menatapku tajam, tersirat sorotan yang aneh di bola matanya, lalu tiba-tiba dia menyimpan kembali ekspresinya, dia mendorong tubuhnya ke atas.

Melihatnya akan pergi, aku pun tersentak, kedua tanganku segera menarik lehernya, dan aku menciumnya.

Aku melakukannya, bukan semata-mata untuk memuaskannya, lebih karena aku merindukannya, mencintainya.

Jonathan melotot tak percaya, melihatku yang berinisiatif lebih dahulu, ketidaksenangan di matanya perlahan mejadi lembut, kemudian kebahagiaan terpancar darinya. Dia membalasku, dan berinisiatif sendiri.

Bibir dan lidah saling bergelut, nafas tersengal-sengal, aku tidak tahu apa yang kupikirkan, aku hanya ingin menggila untuk sekali ini saja.

Kami menjadi satu, di waktu yang singkat di dalam ruangan lama yang sama, kami mengupas kembali ingatan kami yang dulu lembar demi lembar.

Setelah pergumulan kami, aku menatap sosok Jonathan yang tertidur di sisiku, bulu matanya sangat panjang dan lentik, aku dengan usil menggerakkan telunjukku untuk menyentuhnya, awalnya kukira dia tidak tahu, tapi dalam hitungan detik dia sudah memegang tanganku.

Aku seperti anak kecil yang bersalah, segera menurunkan telunjukku.

"Apakah belum cukup, masih mau sekali lagi?" Pertanyaan spontan Jonathan itu serentak membuatku merona merah padam.

Aku menggelengkan kepala, dan menjelaskan: "Ada debu di bulu matamu, aku hanya membantu...."

"Banyak sekali alasan." Jonathan memotong perkataanku, dan dalam satu gerakan tubuh, kembali menekanku.

Aku menatapnya dengan ragu, kedua tanganku menahan dadanya, dan berkata: "Istirahat dulu, tubuh masih lelah."

Setelah mendengarku, Jonathan hanya menggeleng tanpa suara, dan menjauh dari tubuhku, kemudian turun dari kasur, dan masuk ke kamar mandi.

Aku mendengar suara air mengalir di kamar mandi, dan seketika aku merasa lega, aku mengira dia masih mau melakukannya lagi.

Dan saat itu pula, pandangan mataku menyapu dan jatuh di ponselnya yang diletakkannya di atas meja, dengan segera aku membalut tubuhku dengan selimut dan mengambil ponsel itu lalu membukanya, tapi harus memasukkan kata sandi.

Untuk membuka ponsel itu harus membutuhkan sidik jarinya, kalau tidak aku tidak bisa melihat foto Bella. Dia sengaja menaruh ponsel ini di tempat yang terlihat olehku, karena kalau bukan dia yang membukanya, aku sama sekali tidak bisa.

Aku mengenakan kembali pakaian, dan duduk di sisi kasur untuk menunggu Jonathan.

Terdengar suara pintu terbuka, dan dia berjalan keluar dari kamar mandi, hanya dengan mengenakan handuk, dia berdiri di hadapanku, dan melirik ke arah ponselnya, bibirnya bergetar, "Barusan kamu memegang ponselku?"

Aku membalas pandangannya, dan menjawab: "Iya, aku memegang ponselmu, aku mau fotonya."

"Bukankah kamu bilang malam ini tidak dihitung?" Jonathan berkata dengan suara lembut, aku tidak sanggup menahan untuk tenang lagi, bangkit berdiri menghampirinya.

"Katakan sekali lagi?" Aku melotot dengan marah.

"Katakan seratus lagi pun juga tetap kata-kata ini, tidak dihitung." Begitu selesai bicara, dia melewatiku, mengabaikan ekspresi dan gerakan tubuhku.

Tidak dihitung?

Tiga tahun berlalu dan dia berubah menjadi sangat jahat?

"Jonathan....." Aku berbalik dengan kesal, begitu kulihat, handuk yang melilitnya terjatuh, seketika aku mengalihkan pandanganku dan kembali melihat ke depan.

"Ada apa?" Dia bertanya dengan bosan.

"Ada apa, soal foto, kalau kamu tidak mengirimnya hari ini, aku tidak akan membiarkanmu pergi." Aku harus mendapatkan foto Bella, aku tidak bisa menahan lagi keinginan untuk melihatnya.

Jonathan ini, sudah meniduriku, mempermalukanku, dan sekarang dia mau meninggalkanku begitu saja.

Kalau dia berani tidak mengirimnya, aku akan membuat perhitungan dengannya.

"Baiklah, aku temani kamu sampai pagi." Jonathan mengenakan pakaian, dan duduk di kepala kasur.

Aku melirikkan mata, mengintip ke arahnya, melihatnya sudah mengenakan baju, aku akhirnya berbalik dan menatapnya sambil berkata: "Kirimkan foto Bella kepadaku."

"Mohon kepadaku." Kedua matanya menatap tajam ke arahku.

"Aku mohon." Aku menarik kembali amarahku yang membara barusan, dan memohon kepadanya dengan suara kecil.

Jonathan menatapku dalam diam, mungkin dia memikirkan aku sebagai mama yang melahirkan Bella, dia mengambil ponselnya, dan menggerakkan jemarinya.

Tak lama kemudian, ponselku berdering, aku segera melangkah maju, dan menatap layar ponselku, melihat Jonathan mengirimkan sebuah gambar, aku pun tak sabar untuk membukanya.

Sebuah foto anak perempuan kecil yang tertawa lebar saat bermain di lapangan muncul di layarku. Dia sedang tertawa manja dan imut, jariku meraba layar, ingin sekali menyentuh wajah mungilnya.

"Ini Bella?" Aku bertanya tak percaya, bocah yang merah ketika baru saja lahir itu, kini menjadi putih bersih, sangat cantik.

Dia tampak stereoskopis, sangat mirip dengan Jonathan.

Aku mengatupkan bibir rapat-rapat,air mataku mengalir di pipi, anak perempuanku, aku sangat sangat ingin menciumnya, membelainnya, menggandeng tangan mungilnya dan berlari bersama dengannya.

Jonathan bangkit berdiri tanpa suara, mendekatiku dan berkata dengan dingin: "Lihatlah kekosongan di mata anak itu, itu adalah mata seorang anak yang tidak mendapatkan cinta kasih sayang seorang ibu selama tiga tahun."

Kata-kata Jonathan menusuk ke dasar lubuk hatiku, aku menatap ke arahnya dengan kepedihan yang amat sangat, kalau bukan karena dia mencurigaiku mendorong nenek, kalau bukan mamanya membawa kabur Bella, kalau bukan karena dia mengucapkan dua kata yang tak berperasaan itu, apakah aku akan kabur ke luar negeri?

"Jonathan, bukankah kamu merasa semua kesalahan ada pada diriku seorang, bukankah kamu merasa menjadi seorang papa sekaligus mama itu sesuatu yang sangat berat?" Aku bertanya tajam.

"Iya, karena kamu tidak berperasaan." Jawab Jonathan, nafasnya menerpa wajahku.

"Iya, aku tidak berperasaan, aku pernah bercerai, menjadi seorang model, seorang wanita yang keluarganya tidak bisa dipertimbangkan, wanita seperti ini memang sangat buruk, kamu pasti sangat berbahagia karena sekarang ini aku sudah bukan lagi istri seorang Jonathan." Aku mencibir dengan penuh kebencian.

"Siapa bilang kamu bukan istriku?" Jonathan mengerutkan alis dan bertanya.

Aku menatapnya terkejut, bibirku bergetar ketika aku bertanya: "Kamu bilang apa?"

"Kamu kira bercerai itu mudah, tanda tangan lalu membawanya ke kantor begitu saja sudah bercerai, kamu lupa bagaimana kamu bisa bercerai dengan si Ardy?" Jonathan mengingatkan dengan dingin, benakku terasa disiram air dingin.

Ketika aku dan Ardy bercerai, harus tanda tangan dulu, kemudian harus pergi ke kantor urusan sipil, baru bisa mengambil surat perceraian.

Saat perceraian kali ini, karena terlalu sakit hati, aku hanya menandatangani surat, dan tidak pergi ke kantor urusan sipil, jadi...... aku masih istri Jonathan?

Aku menatapnya tidak percaya, jadi barusan di ranjang, itu juga termasuk hubungan suami istri yang sah?

"Jonathan, kenapa kamu tidak bilang dari awal?" Aku sangat terkejut hingga merasakan kepalaku berdenyut.

"Bukankah kamu sangat pintar?" Setelah bicara, Jonathan berbalik badan dan membuka pintu kamar, langkahnya terhenti di ambang pintu, dia menengok ke arahku, "Bella membutuhkan seorang ibu yang kompeten."

Aku menatap lesu ke arah Jonathan, maksudnya aku tidak pantas menjadi mama Bella?

Pintu kamar ditutup keras-keras, kedua kakiku kehilangan kekuatan dan aku pun jatuh terduduk di atas karpet, aku termenung dalam diam, tanpa status bercerai, aku benar-benar seorang wanita yang mengabaikan suami dan juga anakku.

Tiga tahun ini, aku menyalahkan Jonathan, menyalahkan banyak orang, tapi tidak pernah menyalahkan diriku sendiri.

Tidak tahu apakah aku masih sanggup untuk memperbaiki semuanya itu? Apakah Bella akan bisa menerimaku seorang mama yang jahat ini?

Aku tidak berani berharap lagi.

Setelah aku keluar dari hotel, aku memanggil sebuah taksi untuk kembali ke apartemen, begitu aku masuk, aku melihat Sean yang baru saja keluar dari kamar Amanda, aku melihatnya bertelanjang dada, dia menatapku dengan santai dan tersenyum.

"Dengar-dengar ibumu sudah keluar dari rumah sakit, masih perlu kah kamu bermalam di luar?" Sean bertanya menyindirku.

"Kenapa kamu ada di sini?" Menyadari aku bertanya terlalu banyak, aku menertawakan diriku sendiri dan berkata: "Sean, Amanda seorang gadis baik-baik, aku harap kamu tidak hanya main-main saja dengannya."

Novel Terkait

Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu