Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 64 Model Rambut Baru Sangat Jelek

"Tidak, dia hanya seorang teman, bahkan tidak bisa juga disebut teman seperti teman biasanya." Setelah aku menjawabnya dengan canggung, aku menundukkan kepala, jelas-jelas selama tiga tahun ini hubunganku dengannya jauh lebih rumit daripada Jonathan, tetapi aku tidak bisa mengatakan yang sejujurnya.

"Jangan membohongiku, barusan sebelum kamu bangun, pria itu jelas-jelas berkata kepadaku, kalau dia pacarmu." Kata-kata mama serentak membuatku mendongakkan kepala.

Aku tercengang menatap mama, mataku berkedip berulang kali dengan cepat.

Baru saja Sean dengan beraninya bermuka tebal mengatakan hal tak tahu malu seperti itu?

Paru-paruku nyaris saja meledak, aku mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri, dan menegarkan diri untuk tersenyum, melihat mama, bersumpah kepadanya: "Ma, aku bersumpah, aku sama sekali tidak ada hubungan apa-apa dengan pria itu. Pria itu seorang playboy, dan otaknya bermasalah, melihat yang wajahnya agak lumayan, semuanya dia anggap sebagai pacar."

"Benarkah?" Mama bertanya curiga.

Aku menganggukan kepala kuat-kuat, "Sungguh, kamu berias pun, mungkin kamu juga akan menjadi pacarnya."

"Bicara sembarangan kamu." Mama yang kugoda, hanya melirikku.

Aku menghela nafas panjang, masalah ini sudah lewat. Sean ini, sungguh sangat keterlaluan.

Kakak ipar datang untuk menggantikanku, menyuruhku untuk cepat-cepat pulang dan beristirahat.

"Hari ini saat jam kunjungan dokter, menanyakan bagaimana keadaan mama, lalu memberitahu aku lewat telepon." Aku menatap kakak ipar.

Kakak ipar menemaniku turun, lalu menatapku lurus dan berkata: "Sebenarnya kemarin aku sudah bertanya, dokter mengatakan bisa kambuh, kalau keluar dari rumah sakit, harus banyak memperhatikan, dua hari lagi aku akan membantu mengurus prosedur mama untuk pulang, bagaimana menurutmu?"

"Baiklah. Minggu depan aku baru benar-benar mulai kerja, aku akan datang saat mama keluar." Aku berkata dengan berat hati, penyakit mama ini sudah menjadi penyakit dalam hatiku.

Aku memanggil taksi untuk kembali ke apartemen, begitu aku masuk kamar, mandi pun aku malas, segera merebahkan diri ke atas kasur, memejamkan mata kemudian terlelap.

Terlalu lelah, insomniaku ini, cepat atau lambat akan mematahkanku.

Aku tidur hingga sore, aku tidak tahu kemana Amanda dan Stella pergi. Setelah menggosok gigi dan mandi, aku memanggil taksi untuk pergi ke rumah keluarga Chandra.

Sepasang pintu besar otomatis itu selamanya selalu tampak megah, seakan waktu yang bergulir tidak berpengaruh apapun padanya. Aku menatap lekat-lekat kedua pintu itu, perlahan melangkah maju, melihat ke arah kotak pin, mengulurkan tanganku untuk memasukkan pin.

Kalau pinnya tidak diubah, dan aku membuka pintunya, setelah masuk apa yang harus kukatakan pada orang di dalam?

Kalau bertemu Bella, bagaimana aku harus memperkenalkan diri?

Semuanya seperti tidak ada akhirnya, aku sekarang sungguh menyesali pilihanku sendiri.

Aku membenci diriku sendiri, kepercayaan diri yang kumiliki saat baru saja kembali dari luar negeri itu, bagaimana bisa berubah menjadi keraguan yang amat sangat ketika berhadapan dengan urusan keluarga Chandra.

Kalau pinnya tidak berubah, aku bisa langsung masuk, dan berkata ingin bertemu dengan Bella.

Aku meyakinkan diri, apa yang perlu kutakuti. Bella anakku, aku berhak untuk menemuinya.

Setelah mengumpulkan keberanian, aku menekan pin dengan percaya diri, dan ternyata salah.

Tentu, setelah kepergianku, mereka pasti akan merubah pinnya, mana mungkin selamanya mereka tidak akan merubahnya, dan membiarkanku masuk begitu saja?

Aku menertawakan diriku sendiri, tadi saat akan menekan pinnya, aku mendengar suara mobil di belakangku, aku menengok ke belakang dan plat mobil Jonathan yang sangat tidak asing terlihat olehku.

Pintu mobil terbuka, Jonathan dengan tubuhnya yang tegap muncul di pandanganku. Dengan wajah tanpa ekspresi dia memandangku, dan melangkah maju perlahan, langsung menarik tanganku, dan menggandengku ke sisi mobil, kemudian mendorongku masuk ke dalam mobil.

Aku dengan bodoh dibawanya meninggalkan rumah keluarga Chandra, dan aku sama sekali tidak mengatakan kata-kata penolakan.

Mobil itu perlahan berhenti di bahu jalan, aku menengok ke arahnya dan bertanya: "Kenapa kamu tidak bertanya kenapa aku datang ke gerbang rumah kalian?"

"Datang untuk melihat Bella." Jonathan membalas tatapanku.

Aku tak sanggup memalingkan wajahku, setiap kali aku melihat ke kedua matanya aku merasa seperti tersedot, kedua bola matanya terlihat seperti lingkaran hitam. Tak hentinya menenggelamkanku, memabukanku, membuatku tak sanggup untuk berlari.

"Iya." Aku menundukan kepala seraya menjawab.

"Atas dasar apa kamu ingin bertemu Bella?" Jonathan menyindir dengan dingin, "Setelah melahirkannya, kamu berubah, lalu akhirnya kamu pergi keluar negeri tanpa alasan jelas, dan tanpa berita apapun hilang selama tiga tahun."

"Aku berubah?" Aku mendongak, dan membalas tatapan dingin Jonathan, lalu tertawa sinis, "Kalau bukan karena mamamu membawa kabur anakku, ingin melakukan tes DNA, lalu pergi membawanya begitu saja tanpa biacara apapun, bagaimana aku bisa begitu hancur?"

"Masih ada alasan yang lain?" Jonathan bertanya dengan wajah tak berubah, di matanya, kepergianku, merupakan sebuah kesalahan yang sangat fatal, dan sama sekali tidak bisa dimaafkan.

"Iya, aku memang seorang wanita biadab, tiga tahun ini aku lewati dengan penuh kebahagiaan bukankah kamu juga sama saja, bisa bersama dengan cinta masa kecilmu, yang pastinya lebih hebat dibanding aku." Saat aku mengatakan semua ini, hatiku mendadak merasa pedih, seluruh tubuhku seperti tidak terkendali.

Aku cemburu?

Sebenarnya sangat jelas, hari itu saat aku meneleponnya, dan Cynthia mengangkatnya, seluruh diriku terasa sakit setengah mati, jelas-jelas aku berkata kepada diriku sendiri untuk melepaskan, tapi aku tak sanggup melakukannya.

Tiba-tiba, Jonathan menyodorkan ponselnya kepadaku, melihat ke arahku yang diam seribu bahasa dan berkata: "Masukkan nomormu yang baru kesini."

Aku menerima ponselnya, menatapnya dengan penuh tanya, bertanya dengan hati-hati: "Ingin mengirim foto Bella kepadaku?"

"Jangan berpikir terlalu jauh." Jonathan menyindir, "Masukkan nomormu, aku memberimu kesempatan, kalau suatu hari nanti aku sedang berbaik hati, aku akan membiarkanmu bertemu dengan Bella."

Aku tersentak gembira, mataku berkilat berbinar dan bertanya: "Benarkah?"

Sebelum dia menjawab pertanyaanku, aku segera memasukkan nomor baruku ke ponselnya, dan dengan dua tangan mengembalikan ponsel itu kepadanya.

Takut dia hanya bercanda, aku pun bertanya sekali lagi, "Yang kamu katakan itu sungguhan bukan!"

"Kenapa rambutmu dipotong pendek?" Dia tidak menjawab pertanyaanku secara langsung, kedua matanya menatap rambutku, dan dengan wajah tanpa ekspresi dia bertanya.

Tanpa sadar aku membelai rambutku, dan menjawab sambil tertawa canggung: "Malas mengurusnya, jadi kupotong."

"Jelek sekali." Jonathan mengatakan kedua kata itu dengan datar,.

Aku pun semakin gelisah membelai-belai rambutku, dia ini laki-laki atau bukan? Bagaimana dia bisa mengatakan hal seperti itu kepada seorang wanita? Jelek sekali, benarkah sangat jelek? Aku berpura-pura tidak peduli dan memalingkan wajahku untuk melihat keluar jendela.

Hanya rambutku saja yang menjadi pendek, wajahku tidak berubah, mulut Jonathan sungguh sangat jahat.

"Malam mau makan apa?"

Saat aku sedang melamun, pertanyaan Jonathan serentak membuatku berbalik melihatnya, aku terdiam sesaat dan bertanya: "Kamu bertanya kepadaku?"

"Menurutmu?" Dia menaikan alis dan bertanya kepadaku.

Senyum kecil merekah di bibirku, kenapa aku sangat tolol, menanyakan hal yang sangat sangat bodoh, "Kalau kamu sibuk, tidak...."

"Satu kali waktu makan, aku juga bisa menyelipkannya, jangan-jangan kamu tidak bisa menyelipkannya dalam jadwalmu?" Dia bertanya penuh selidik sambil menatapku, ketajaman tatapannya membuatku nyaris tak mampu bernafas.

Kalau aku menolaknya, apakah dia akan melarangku untuk selamanya tidak bertemu dengan anakku?

Begitu memikirkan hasil yang menakutkan itu, aku pun segera menganggukkan kepala kepadanya, "Ada, ada waktu."

"Sudah larut, kita ke Hotel Imperial." Setelah berkata demikian, dia memejamkan matanya, dan duduk diam.

Aku diam-diam mencuri pandang ke arahnya, dan perlahan dari mengintip aku pun menatap dia dengan seksama.

Tiga tahun sudah, dia sama sekali tidak berubah, masih sangat berkarisma, dan masih sangat tampan. Malam itu di teras balkon rumah sakit, dia begitu dingin kepadaku, keacuhannya membuatku mengira, dia sudah sama sekali tidak memiliki perasaan terhadapku.

Tapi mengapa dia mengajakku makan, hanya karena aku mama dari Bella, maka dia mengajakku? Atau.....

Pandanganku terhenti di wajahnya, aku sangat ingin mengulurkan tanganku dan menyentuhnya, dua tahun lebih, dia menemani anakku, apakah dia lelah, apakah dia lelah namun bahagia?

Tiba-tiba Jonathan membuka matanya, dan melihat ke arahku, aku cepat-cepat memalingkan wajah, tapi sudah terlambat.

"Mengapa melihatku seperti itu?" Jonathan bertanya kepadaku.

Aku tidak berani menjawab, memandang keluar jendela.

"Christine, tatap aku, beritahu aku, sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan?" Jonathan bertanya kepadaku dengan penuh wibawa seakan sedang memberiku perintah.

Aku tidak bisa lari, hanya bisa menegarkan diri untuk berbalik melihatnya, mendongakkan kepala, dan membalas tatapannya, kemudian menjawab dengan pelan: "Aku sedang berpikir, kalau aku menyenangkanmu, kamu baru akan menemukanku dengan Bella?"

"Menyenangkanku?" Bibir Jonathan perlahan membentuk sebuah tawa, "Cepat atau lambat kamu akan tahu, bagaimana menyenangkanku."

"Oh." Aku tidak menanyakan lebih dalam soal itu.

Mobil itu berhenti di basement Hotel Imperial, kami turun dari mobil, dan naik lift.

Jonathan berdiri di depanku, empat dinding lift terbuat dari cermin, benar-benar bisa menampakkan tubuh seseorang secara keseluruhan, aku melihat diriku sendiri, menyadari beberapa tahun ini aku bertambah kurus sampai tak mempunyai bentuk pantat, maupun bentuk dada, ditambah lagi melihat rambut pendekku, benar-benar terlihat seperti seorang pria, tak heran dia berkata aku sangat jelek.

Aku benar-benar mencari masalah, jelas-jelas Jonathan suka rambut panjang nan tebalku, mengapa aku memotongnya hingga habis?

"Ting" pintu lift terbuka, aku mengambil nafas panjang, mengikuti Jonathan dari belakang.

Dia mengajakku ke sebuah restoran, tidak ada ruang pribadi, memilih sebuah meja di dekat jendela, dimana kami bisa melihat ke arah sungai kecil di luar hotel.

Dia memilih beberapa makanan rumah. Sebelum makanan disajikan, kesunyian yang membunuh kembali menyelimuti kami berdua.

Aku terus menerus menggosok tanganku di bawah meja, dan dengan tidak tenang menatap ke luar jendela.

Tatapan tajam Jonathan terkunci padaku, membuatku semakin gugup dan salah tingkah.

"Di luar negeri baik-baik saja?" Dia memulai bertanya.

Aku mengangkat wajahku perlahan, menatapnya, "Lumayan, ada dua teman wanita, kami saling membantu satu sama lain."

"Sean yang memberikan surat perceraian kepadaku, apakah kamu yang menyuruhnya?" Jonathan menanyakan hal ini, aku menatapnya dalam diam, tidak tahu bagaimana aku harus menjawab pertanyaan ini, tanpa membuatnya marah.

Setelah terdiam beberapa saat, aku hanya diam dan mengangguk.

"Apa hubunganmu dengannya?" Jonathan bertanya seakan sedang menginterogasi seorang tersangka kejahatan, tapi demi bertemu dengan Bella, aku harus menerimanya apa adanya.

"Te...teman."

"Teman yang bagaimana?" Mata Jonathan semakin dingin.

"Bukan termasuk teman." Mendengar jawabanku, aku jelas merasakan tatapan mata Jonathan agak melembut.

Akhirnya masakan yang sangat mudah dibuat itu disajikan dan masih mengepul dengan panas.

"Makanlah!" Suara Jonathan terdengar lebih lembut dari sebelumnya.

Novel Terkait

Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu