Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 66 Menarilah di Hadapanku

"Sebenarnya dari awal aku sudah memeriksakan adanya kelainan bentuk rahimku. Sebelumnya sangat sulit bagiku untuk hamil, yang merupakan berkat dari Tuhan, tak diduga ternyata benar tidak bisa dipertahankan."

Aku terkejut memandang kakak ipar, jadi ini alasan kenapa dia selalu menjauhi kakak? Karena dia tidak bisa memberinya keturunan, maka dia memilih untuk tidak banyak bicara.

Aku menatap kakak ipar dengan penuh simpati, dia adalah seorang wanita yang sangat tradisional, wanita sebaik dia kalau seumur hidupnya tidak bisa memberikan keturunan kepada suaminya, tentu sangat menderita.

"Apa ini alasan kamu rela diinjak-injak harga dirimu oleh Christoper?" Sudut mataku mulai basah oleh air mata, sebagai sesama wanita, aku bisa membayangkan diriku di posisinya, aku sangat kasihan dengannya, tapi juga di lain sisi marah dengan kelakuan Christopher.

Tapi aku tidak tega mengatakan langsung kepada wanita yang ada di hadapanku itu.

Ketika aku menemani kakak ipar pulang, aku tidak memberitahu mama kebenarannya, aku hanya mengatakan, tidak ada masalah apa-apa, dokter hanya menyuruhnya pulang dan beristirahat, tak lama lagi akan ada kabar baik.

Awalnya aku ingin di rumah menemani mama, tapi begitu aku melihat Christopher, emosiku langsung menjadi-jadi. Aku khawatir keberadaanku di situ akan memicu pertengkaran kakak-adik dengannya. Maka dari itu demi ketenangan mama, aku pulang ke apartemen.

Sesampainya dia di apartemen, dia mendapati Amanda yang mengenakan baju sabrina putih sedang berada di ruang tengah menari dan bernyanyi.

"Kenapa senang?" Aku berjalan ke arahnya lalu melemparkan diri dengan lelah ke sofa.

"Bagus kah?" Amanda berputar di depanku kemudian berpose sambil tersenyum bertanya.

Aku meneliti rancangan bajunya, sedikit kurang pas, kemudian berkomentar, "Baju itu kalau leher bajunya sedikit lebih tinggi kemudian bagian bawahnya sedikit dinaikan, akan terlihat sempurna."

"Aku memang sengaja merancangnya sedemikian rupa, supaya bisa mencuri perhatian orang." Amanda mengangkat alis, meneruskan dendangnya, berjalan menuju ke kamar mandi lalu berganti dengan baju lain.

Yang sekarang dikenakan lebih parah lagi, gaun yang dikenakannya itu seakan kurang bahan, ditambah lagi dengan perhiasan merah kecil itu, yang bahkan membuat mukaku merah, apalagi lelaki.

"Amanda, cepat kamu tanggalkan baju itu, kamu belajar fashion design selama tiga tahun itu belajar merancang baju seperti itu kah?" Aku sedikit marah, demi lelaki, dia merubah gaya rancangannya.

"Aku tahu, lekuk tubuhku tidak sebagus punyamu, bikin sakit mata melihatku, iya kan?" Amanda mendengus sebal. Dia punya cara pikirnya sendiri, aku tidak bisa merubahnya. Aku tadi sudah sedikit kelewatan, menggunakan nada seperti itu kepadanya, seakan akulah yang paling benar.

Tiga hari lagi perjalanan karir di PT Midea Fashion akan segera dimulai, suasana sedikit bertambah tegang.

Amanda kembali ke kamarnya lalu membanting pintu keras-keras.

Aku melihatnya sekali lagi, aku bangkit dengan perasaan kacau dalam hati, kembali ke kamarku, kemudian membaringkan diri ke atas ranjang setelah menutup pintu. Merawat mama sepanjang malam membuatku lelah lalu tertidur.

Ketika aku terbangun, jam sudah menunjukan pukul empat sore, aku beranjak dengan malas dari tempat tidur, membuka pintu kamar, lalu melangkah keluar. Di luar aku mendapati Stella sedang berada di dapur memasak bubur. Aroma sedap bertebaran mendayu-dayu, aku mendadak lapar.

"Ada jatah buatku tidak?" Aku mengedip-kedipkan mata, lalu bertanya sambil bercanda.

"Tentu saja." Stella tersenyum kecil, "Beberapa hari ini kamu terlihat kelelahan, bagaimana keadaan mamamu?"

"Lumayan." Aku melangkah masuk ke kamar mandi sambil menjawabnya. Saat aku selesai mandi, Stella sudah selesai menyiapkan semangkuk bubur untukku di atas meja makan. Hanya aku dan Stella berdua, Amanda tidak ikut serta.

"Di mana Amanda?" Aku menyapukan pandanganku ke sekeliling ruangan lalu berhenti di pintu kamar Amanda.

"Jangan pedulikan dia, kemarin malam dia tidak pulang, hari ini dia pulang hampir bersamaan denganmu, sekarang dia masih belum bangun dari tidurnya." Stella menggeleng tak berdaya, "Sepertinya dia sedang jatuh cinta."

"Dengan Sean?" Aku terkejut menatap Stella, yang hanya diam dan mengangguk.

"Kemarin malam aku melihatnya sendiri, Amanda menelponnya untuk datang kemari, sepertinya mereka berdua sudah berhubungan badan." Stella yang biasanya tidak menggosip, karena yang diperbincangkan adalah Amanda, dia jadi punya beberapa cerita.

Kami bertiga sudah saling kenal selama tiga tahun, ada cerita di antara kami semua.

"Sean bukan lelaki baik-baik." Aku menggeleng dengan putus asa. Aku sudah dengan jelas memberitahu Amanda, Sean seorang playboy, tapi dia tetap saja mengejarnya, apakah dia merasa dirinya sanggup membuat playboy itu menemukan kebaikan dalam hatinya yang hitam?

Kalau ada di luar sana seorang pria yang janji manisnya benar-benar bisa dipegang, seekor babi betina tidak hanya bisa memanjat pohon, dia juga bisa langsung terbang ke langit.

"Bagaimana denganmu Christine? Kami sudah bersama tiga tahun, tapi aku tidak pernah tahu tentang kisah cintamu. Semisal kamu tidak menyukai Sean pun, pasti ada seseorang di luar sana yang memiliki hatimu bukan?" Stella untuk pertama kalinya bertanya padaku dengan penuh perhatian.

Aku diam beberapa saat, lalu membuka mulut menjawab, "Ada, kisah percintaanku sangat rumit, pengalamanku dalam percintaan sangat banyak."

Sudah pernah menikah dua kali, bercerai dua kali, ditambah lagi bertunangan sekali dengan Yoga, pernah melahirkan seorang anak, kisahku yang sangat berwarna ini benar-benar tidak ada tandingan. Aku tersenyum pahit, aku khawatir, saat aku menceritakan semuanya, wanita polos di hadapanku ini akan terkejut mendengarnya.

Dia tiga tahun lebih muda dariku, penampilannya dewasa, maka dari itu sering kali orang salah sangka dia lebih tua dariku.

Berbicara tentang seseorang yang aku sukai, aku teringat kembali perkataan Jonathan, secara teori, aku ini seharusnya sudah sangat berpengalaman, tapi ketika aku berhadapan dengannya, aku tak dapat berkutik.

"Stella, aku akan mengajarimu sesuatu."

"Mengajariku apa?" Stella bertanya sambil terus memakan buburnya.

"Menurutmu, bagaimana cara terbaik untuk memuaskan seorang lelaki?" Mendengar pertanyaanku ini, Stella menatapku dengan bengong, aku mengira dia tidak akan menanggapi pertanyaanku itu, tak kusanggka dia tiba-tiba tertawa.

"Orang yang belum pernah memakan daging babi, juga setidaknya pernah melihat babi berlari. Aku sudah membaca banyak buku-buku yang membahas percintaan, pertama-tama, pilihlah tempat di mana kalian bertemu untuk pertama kalinya, sebaiknya pilih tempat yang romantis, kemudian lakukan beberapa gerakan......" Wajah Stella memerah seketika, dia mendekatiku, lalu berbisik, "Lakukan gerakan-gerakan sensual, menggoda."

Aku tak bisa menahan tawa, perkataan seperti itu berasal dari mulut seorang gadis kecil, terasa sedikit aneh.

Tempat di mana kita bertemu untuk pertama kalinya?

Aku teringat tempat pertama kali aku bertemu dengan Jonthan adalah di Hotel Imperial, di sebuah kamar yang gelap itu, aku bermesraan dengannya.

Itu sebuah malam yang tidak akan pernah kulupakan.

Aku sungguh ingin kembali ke waktu itu, memesan kamar, lalu menanggalkan pakaianku satu per satu, kemudian memuaskan dia? Kalau saja dia menolakku, aku tentu sudah tidak punya muka lagi.

Itu tidak mungkin, apa ada cara lain yang lebih jitu?

Semangkuk bubur itu kumakan sampai buburnya menjadi dingin, aku sudah kehabisan ide. Mungkin apa yang diusulkan Stella bisa berhasil, melakukan hal-hal yang memalukan, baru bisa dengan mudah memuaskan seorang lelaki.

Bukankah Jonathan menyukaiku dengan rambut panjang? Kalau begitu aku akan membeli lalu mengenakan wig rambut panjang. Dengan rambutku sekarang yang sependek potongan rambut lelaki, dia tentunya akan memandangku sebelah mata saja, kemudian aku akan meminjam rok pendek Amanda, rok dengan belahan dada yang pendek itu.

Aku memesan sebuah kamar di Hotel Imperial, lalu menelpon Jonathan, mengajaknya bertemu denganku di tempat biasa.

Aku tidak berani langsung mengenakan baju itu pergi ke hotel. Aku hanya bisa membawanya, kemudian bertukar baju di kamar hotel. Aku lebih dulu datang ke kamar hotel itu, aku masuk ke kamar mandi untuk mengenakan wig rambut palsuku dan bertukar baju dengan rok yang super seksi itu.

Aku menatap diriku sendiri di cermin kamar mandi, setelah kuamati cukup lama, aku merasa diriku seperti seorang pelacur, melihatnya saja aku ingin muntah rasanya, apa para lelaki benar-benar menyukai dandanan seperti ini?

Para wanita itu, apa harus berpenampilan secentil ini?

Rambut palsu itu sepertinya terlalu besar bagiku, namun semakin aku mencoba untuk membenarkannya, semakin terlihat miring. Tiba-tiba, aku mendengar suara pintu kamar dibuka, tanda ada seseorang masuk.

Aku tahu itu pasti Jonathan, aku tegang, rambut palsuku seketika bertambah miring ke samping.

Semakin gugup, rambut palsu itu semakin terlihat aneh, tahu begitu tadi tidak aku utak-atik lagi.

Aku mendengar langkah kaki Jonathan bertambah kencang berjalan mendekat ke arah kamar mandi. Untung saja aku tadi menutup tirai, lalu bersembunyi di dalam, kalau tidak dia akan terkejut melihatku.

"Apa yang kamu lakukan di dalam situ?" Suara Jonathan yang akrab di telingaku itu terdengar mendayu.

Aku menjawab dengan panik, "Kamu tunggu di luar, aku sebentar lagi keluar."

"Apakah kamu perlu bantuanku?" Dia bertanya lagi.

"Tidak perlu, kamu jangan masuk." Aku menjawab dengan gugup, dengan kesusahan aku berusaha merapikan rambut palsuku, dengan terburu-buru berusaha menatanya di depan cermin, membuat rambut palsuku terlihat sedikit lebih natural.

Aku merasa bayanganku di cermin sedikit terlihat aneh lalu menertawakannya sendiri, mungkin karena aku sudah terbiasa berambut pendek, kemudian tiba-tiba berambut panjang lagi, jadi aku merasa aneh melihatnya.

"Kamu ini sebenarnya sedang apa?" Jonathan membuka pintu kamar mandi dan menyibakkan tirai shower. Di sana dia melihatku sedang membenarkan rambutku, kaget.

Sepasang mata yang penuh daya tarik itu memandangku, setelah kita berpandang-pandangan cukup lama, dia mulai menertawakannku.

Dia menunjuk rambut palsuku, tertawa tak bersuara, bahkan sampai air matanya pun keluar.

"Selucu itukah?" Rasa ditertawakan orang lain sungguh tidak nyaman, aku sekarang seperti ini semua salah dia. Dia yang memintaku memuaskan dia supaya dia mengirimkan foto anaku kepadaku.

Aku langsung melepas rambut palsuku kemudian menjejalkannya ke dalam tangannya, lalu berjalan keluar dari kamar mandi dengan malu.

Sekeluarnya Jonathan dari kamar mandi, dia melemparkan rambut palsuku ke atas ranjang, kemudian melipat tangan di depan dadanya sambil melihatku dari ujung kepala hingga ujung kaki, dia bertanya, "Dari mana baju ini?"

Aku menunduk melihat ke bawah, aku segera sadar dia sedang melihat ke bagian dadaku. Aku seketika menggunakan tanganku untuk menutupinya lalu berkata, "Aku pinjam."

"Siapa yang cukup tidak bermoral meminjamkanmu baju seperti itu?" Jonathan berkata dengan sinis. Tiga tahun terakhir ini dia seperti salah meminum obat yang membuat perkataannya jadi seperti jarum yang menusuk semua orang yang jadi lawan bicaranya.

"Aku tahu, aku berdandan seperti ini sudah membuatmu mau muntah, tidak sanggup menyenangkanmu, malam ini tidak dihitung." Aku bergumam dengan canggung, melangkah maju, kudorong Jonathan menjauh, lalu ingin segera berganti baju dengan bajuku sendiri.

Tapi tak disangka, dia malah menghalangi pintu kamar mandi, tidak membiarkanku lewat. Aku mendongak melihatnya, mataku memberinya isyarat supaya dia membiarkanku masuk ke dalam kamar mandi, dia paham maksudku, tapi dia tetap tidak bergeming.

"Christine, kamu menarilah mengenakan baju ini." Perkataan Jonathan mengejutkanku.

Apa maksud dia untuk mengolok-olok aku?

Namun, untuk apakah aku berpakaian seperti ini di depannya? Untuk menyenangkan dia bukan? Kalau begitu sekarang aku akan menari untuknya. Tapi dari mana aku bisa menari?

"Aku tidak bisa menari." Aku berkata dengan jujur.

"Malam ini aku sengaja mengambil sedikit lebih banyak foto Bella, yang awalnya akan aku kirimkan...." Jonathan belum menyelesaikan perkataannya, aku sudah maju dengan tanganku terangkat, terburu-buru menjawab dengan suara lantang, "Aku akan menari."

"Mulailah!" Dia mengangkat alis memandangku.

"Jangan mengingkari perkataanmu." Aku berkata dengan was-was.

Novel Terkait

Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu