Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 121 Kita Benar-Benar Harus Mengobrol (1)

"Tentu saja aku tahu sedang berkata apa," sorot mata kosong Kakak Ipar melihatku lekat. Ia berjalan mendekat.

Aku membalik badan dan berhadap-hadapan dengannya sampai ia tiba di hadapanku.

Kakak Ipar lebih pendek sekitar 10 sentimeter dariku, tapi ia kurus sehingga terlihat tinggi. Apapun pakaian yang dipakainya pasti terlihat kurus.

"Aku memanggilmu kakak ipar untuk menghormatimu. Aku membawamu kembali ke Keluarga Yi, karena melihatmu menyukai Bernice, dan karena hubungan keluarga. Tetapi kau, malah memanfaatkan kesempatan saat kami tak ada, lalu masuk ke kamarku, memakai pakaianku, dan menggoda suamiku. Tadi aku tak ingin berkata sekeras ini, tapi kau selalu saja menguji kesabaranku," kataku sambil menatap dingin Kakak Ipar.

Hatiku terasa kaku. Hanya dalam beberapa hari tinggal di rumah keluarga Yi, Kakak Ipar yang jelas amat baik ini mengapa bisa berubah? Apa yang menyebabkan perubahannya ini?

Namun Kakak Ipar seperti tak mendengarkan perkataanku. Sepasang matanya menatapku lekat. Ia bertanya, "Direktur Yi adalah lelaki luar biasa, kenapa kau tak memberinya anak? Kenapa kau mengonsumsi pil KB?"

"Apa hubungannya denganmu?" Aku sangat ingin menutup mulutnya. Aku takut kata-katanya akan terdengar sampai ke telinga Jonathan. Kalau sampai itu terjadi, akan sangat sulit menjelaskannya.

"Christine, tetaplah memberi Jonathan anak, kalau tidak mau, boleh berikan padaku. Aku akan memperlakukannya sebagai anak kandung, aku bersumpah," Kakak Ipar tenggelam sepenuhnya dalam dunianya.

Cacat sejak lahir membuat hatinya berbelok. Christopher berkali-kali mengecewakannya, dan setiap kali itu pula ia menahannya, hingga akhirnya semua dengki itu meledak dalam rumah megah Keluarga Yi ini.

"Kau sudah gila," aku menggigit bibir dan menggeleng, "Segera tinggalkan tempat ini besok."

"Tidak, aku tidak mau pergi," Kakak Ipar menarik tanganku, tiba-tiba menangis, "Aku tidak bisa pergi, aku tidak mau meninggalkan Beatrice. Christine, kau tidak boleh memisahkanku dengan Beatrice, dia adalah hidupku!"

Aku memalingkan wajah sambil bergetar. Dengan mata berair aku memandang wanita malang yang hatinya berbelok ini. Ia memperlakukan anakku seperti anak kandungnya, namun juga melakukan banyak hal yang tak masuk akal.

Melihat air mata di matanya, aku mengerti sedikit kalau aku tidak bisa mengusir Kakak Ipar, melainkan harus mengobati penyakit psikisnya.

"Baik, aku tidak memaksamu pergi, tapi besok aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Kalau kau mau ikut, kau boleh tetap tinggal di sini mengasuh Beatrice." Aku menatapnya dengan raut tegas. Ia melepaskan genggamannya, mengusap air mata, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, lalu mengangguk keras-keras.

"Baik, asal kau tidak menyuruhku berpisah dengan Beatrice, apapun rela kulakukan."

Aku tidak tahu kelembutan hatiku ini akan membawa akhir yang seperti apa, tapi aku tahu akhir seperti apa yang akan dibawa oleh kata-kata Kakak Ipar tadi.

Begitu aku masuk ke kamar, aku melihat Jonathan sedang menggenggam botol vitamin berisikan pil KB itu. Ia melihat kesana kemari, ekspresinya seakan sulit percaya.

Melihatku kembali ke kamar, ia tertawa garing padaku, "Bagaimana rasanya tiap kali kau minum vitamin ini? Rasanya lumayan, ya?

Aku tahu ia sudah mendengar kata-kata kunci tadi saat menanyakan hal ini.

Aku berjalan ke arah ranjang sambil terdiam, lalu menaikkan kakiku ke atas ranjang. Tiba-tiba, Jonathan menarikku hingga membuatku jatuh terduduk di lantai yang dingin.

Aku tidak berkata apapun dan bangkit berdiri, hendak naik kasur kembali, namun sekali lagi Jonathan menarikku.

"Marga Mo, katakan saja kalau kau tidak ingin punya anak. Aku tidak memaksamu harus punya anak. Tapi apa maksudmu melakukan ini?" Mata dingin Jonathan menatapku. Ia bertanya dengan nada tegas. Tiba-tiba, dibantingnya botol itu ke lantai, "Sebenarnya apa maksudmu?"

Aku menerima badai ini dalam diam. Demi karier, aku melangkahi step membahayakan ini, namun diamku membuat Jonathan semakin marah.

Tangannya yang besar mencubit wajah mungilku erat-erat, "Sebetulnya apa yang kau sembunyikan dariku?"

Menghadapi cobaan ini, aku tetap terdiam. Dengan perlahan aku mendongak menatap Jonathan, "Tidak ada, hanya ini."

Tangannya melonggar. Kedua pipiku sedikit sakit. Aku tak pernah mengira Jonathan akan semurka ini. Ia membelakangiku. Aku tak bisa melihat ekspresi Jonathan di puncak kemarahannya saat ini.

Aku menarik-narik tangannya dengan ringan, "Jangan marah, silakan kalau kau memukul atau memaki. Amarah merusak tubuh, aku tak tega."

Ia menepis tanganku, "Christine, kita selalu bertengkar karena masalah kecil seperti ini. Aku benar-benar lelah."

"Maksudmu?" Aku menatapnya curiga.

"Aku akan kembali setelah kau menyelesaikan masalah dengan kakak iparmu," Jonathan mengenakan jas dan dasinya tanpa ekspresi. Saat bersiap membuka pintu, aku menghentikannya.

"Mau ke mana kau?" Aku berpikir kalau ia membenciku karena perasaannya pada Vivian.

"Tinggal di kantor selama beberapa hari, menenangkan diri," katanya, lalu membanting pintu.

Aku berjalan ke balkon, dan melihat Jonathan pergi dengan mataku sendiri, hilang di tengah kegelapan.

Novel Terkait

Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu