Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 122 Dengan Mudah Berkata Cerai (2)

Dan setiap kali akulah yang berkompromi sehingga perang berakhir.

Sementara kali ini, aku tak bisa berkompromi lagi, karena Jonathan mengucapkan kata yang paling tabu bagiku. Begitu ada keinginan cerai dalam hati seorang pria, maka itu menunjukkan bahwa ia tak jauh dari perselingkuhan.

Setelah mengakhiri pekerjaanku, aku pulang ke rumah keluarga Yi. Jonathan sedang menonton televisi di hall dengan cuek. Aku masuk ke kamarku sambil menggendong Bernice, lalu menidurkannya di ranjang.

Aku mengambil koper dan merapikan baju-bajuku. Saat itulah pintu terbuka. Dengan tenang aku menoleh melirik Jonathan, "Hari ini kamu tidak perlu tidur di kantor lagi. Kamu yang tidur di kamar."

Aku sudah selesai merapikan bajuku. Kutarik risleting lalu menegakkan koperku, "Bernice bersamaku, Bella denganmu. Kalau kamu menginginkan keduanya, silakan. Pokoknya aku menghormati segala keputusanmu."

Jonathan menatapku dalam diam. Sorot matanya tak dapat dijelaskan. Aku tak tahu apa arti tatapannya itu.

"Jaga diri baik-baik," Atmosfer yang aneh dan sunyi membuat kepalaku terasa tertarik. Mengapa suami istri yang dulu begitu intim ini bisa berubah menjadi canggung?

Aku membalik badan, mengangkat Bernice yang sedang terlelap dalam dekapanku, lalu mengikatkan gendongan di depan dadaku. Aku keluar sambil menarik koper. Saat melewati Jonathan, ia menarik tanganku.

"Kamu sungguh hendak pergi?" tanyanya datar. Matanya menatap lantai.

Aku tak menjawab. Air mata pun berurai tanpa bisa ditahan. Aku menggeleng, "Kalau aku tidak mau, apakah kamu akan membiarkanku?"

Aku bisa melihat setitik air mata di ujung matanya. Tidak banyak, dengan cepat ia menahannya. Dia menarikku, memelukku, hingga menyadari ada Bernice di tengah. Ia tak bisa memelukku.

"Pak Michael-mu tidak memelukmu?" Dia menatapku?

"Ada Bernice di tengah, bagaimana dia bisa memelukku?" Aku menatapnya marah. Hari ini dia berkata cerai karena Pak Michael memelukku? Dia cemburu?

Tidak mungkin. Apakah dia mengira aku jatuh cinta pada pria feminin seperti Pak Michael?

Apa aku sudah gila? Menelantarkan suami setampan ini untuk mencintai seorang pria tua berlidah racun? Apa aku sudah kehilangan akalku?

"Christine, jangan pergi," Dahi Jonathan menyentuh ringan dahiku, "Aku mencintaimu, istriku."

"Kau mencintaiku?" Aku balik bertanya dengan tak percaya, "Kalau kau mencintaiku, kenapa tadi membahas perceraian?"

"Karena kamu mengonsumsi pil KB, karena Pak Michael memelukmu, karena kamu tak mau menyerah terhadap kantormu, tak mau kembali menjadi Christine yang dulu, karena..." Jonathan terhenti sejenak, "Karena aku tak bisa menerima perubahan sebesar ini pada istriku."

"Sebesar apapun aku berubah, aku tetap istrimu, apa kau mengerti?" Aku meninju-ninju dadanya dengan marah. Tapi aku takut membangunkan Bernice, juga takut bertindak lebih keras, sehingga aku meletakkannya ke kasur kembali.

"Setelah itu aku langsung berbalik memeluk Jonathan erat-erat. Tangan mungilku tak berhenti memukul-mukul punggung tangannya, "Kau brengsek, apa kau tahu bagaimana aku melewati malam kemarin?"

"Bagaimana kau melewatinya?" Jonathan bertanya dengan penasaran sekaligus ingin tertawa.

"Dengan sebisaku," Aku mendorongnya pelan, lalu berjinjit untuk mencium bibirnya, "Apa perempuan itu pernah menciummu seperti ini?"

"Perempuan mana?" Jonathan memasang wajah bingung.

"Kau tahu jelas siapa yang kumaksud. Hari ini Vivian bersamamu di kantor, apa dia melakukan hal seperti ini?" Aku menginterogasinya, namun Jonathan hanya terpaku sambil menggeleng.

"Hal seperti ini hanya boleh dilakukan dengan istri sendiri, bagaimana bisa dilakukan dengan sembarang wanita?" Jonathan mengangkat alisnya.

Aku melihat mulut manisnya itu dengan pandangan merendahkan dan tidak percaya, "Benarkah? Kemarin kau pasti tidur nyaman seorang diri!"

"Tidak nyaman, Leherku kram. Seharian ini leherku sakit," Jonathan mengomel sambil menatapku, "Kalau kemarin kau pakai baju seksi sedikit dan membuatku tak jadi pergi, aku pasti tak akan sakit leher."

Aku buru-buru mendorongnya, "Benar, ini salahku. Orang macam apa kamu. Oh, marga Yi, orang yang tak mudah berbuat salah. Yang salah selamanya adalah aku. Aku tidak cukup lembut, tidak cukup ramah, bajuku kurang seksi, hingga membuatmu sakit leher."

"Sudah masa menopause? Mulutmu cepat sekali seperti petasan," ejek Jonathan, membuatku segera memukul lengannya.

"Mulutmu yang seperti petasan."

Jonathan menekan tanganku. Ia menunduk menatapku, "Christine, aku berjanji, tidak akan lagi dengan mudahnya mengucapkan kata cerai."

Aku mendongak menatapnya, "Sementara hanya percaya satu kali."

"Ih, mandi dulu sana," ujar Jonathans serius. Tadi kami masih bertengkar, dan sekarang dia menyuruhku mandi. Perubahan jalan pikirannya cepat sekali.

Sorot matanya yang kental akan godaan menyerbuku saat ini.

Aku mendorongnya dengan galak, "Tidak mau."

"Cepat, jangan buang waktu," Jonathan mendorongku ke kamar mandi. Baru saja ia berbalik badan, aku menarik dasinya sambil tersenyum, "Bagaimana kalau...mandi bersama?"

Aku bisa melihat jakun Jonathan bergerak-gerak. Ia menelan ludah, mengangguk, "Kau yakin?"

"Aku masuk dulu untuk mengisi air. Kutunggu." Setelah itu, aku masuk ke kamar mandi. Saat Jonathan masuk, ia sudah melepaskan pakaian dengan tak sabar, siap menghunjam ke arahku.

Novel Terkait

Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu