Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 51 Menyerahlah

Aku terpaku berdiri di belakang Yoga, awalnya aku mengira Yoga memiliki gangguan jiwa, aku sungguh tidak menyangka yang ingin membunuhku ternyata Cynthia.

Bukan darah yang mengalir di dalam tubuh wanita itu, melainkan racun!

Aku sudah melakukan kesalahan, aku tahu dengan pasti setelah berita mengenai pernikahanku itu tersebar, wanita itu pasti akan merubah strateginya untuk membuatku menderita.

Dia berhasil melakukannya, dia sudah menggunakan Yoga. Sudah sejak dulu sekali, bahkan aku tidak tahu sudah dari sebulan atau dua bulan, atau bahkan lebih lama dari itu.

Aku sekarang bagaikan seekor kupu-kupu yang terlilit di dalam kepompong beracun yang tebal, tidak sanggup berbuat apapun....

Aku berjalan perlahan, yang pertama kali aku lakukan adalah membuka tirai jendela. Sinar matahari yang sangat terang itu membuatku tak sanggup membuka mataku, aku memicingkan mata, setelah beberapa saat, aku baru sanggup membuka mataku lebar-lebat untuk melihat keindahan pagi itu.

Aku membuka jendela dengan penuh perasaan, angin sepoi-sepoi bertiup masuk, aku menghirup nafas dalam-dalam, aku berbalik badan dan melihat Yoga disana, lalu bertanya, "Hari ini tanggal berapa?"

Yoga menunjukan layar ponselnya padaku, tanggal 25 April, ternyata aku sudah dikurungnya hampir empat bulan lamanya.

Di dalam hatiku sudah terpendam rasa benci yang teramat dahsyat, aku menggertakkan gigiku dan membuat senyum yang terpaksa, lalu berkata, "Aku ingin berjalan-jalan di luar, apa kamu mau menemaniku?"

"Baik." Yoga dengan senang menyetujui permintaanku.

Dia menggandeng tanganku, lalu perlahan menuruni tangga, membuka daun pintu lebar-lebar, kemudian membawaku ke ruang utama untuk duduk-duduk. Sekelilingku terasa asing, yang ada di sana hanya padang liar yang luas sekali, seakan tidak ada orang yang tinggal di daerah sana.

"Tempat apa ini?" Aku bertanya dengan nada lembut kepada Yoga.

"Tempat di mana ayahku menyimpan wanita-wanitanya." Aku terkejut mendengar jawabannya.

Aku tidak percaya ayah Yoga orang yang seperti itu, karena ayahnya terlihat sangat menyayangi ibunya, kenapa Yoga bisa berkata seperti ini, apa jangan-jangan dia dulu pernah melihatnya?

Aku terdiam, aku hanya melihat bibirnya yang tipis itu terus bergerak, "Benar-benar brengsek, ayahku orang sejujur itu ternyata juga punya wanita simpanan, aku jadi susah mempercayai segala sesuatu yang ada di dunia ini.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" Aku bertanya.

"Sebenarnya ibuku juga sudah tahu, dia hanya berpura-pura tidak tahu. Kamu melihat keluarga kami begitu harmonis, sebenarnya sedikitpun tidak." Setelah berkata demikian, Yoga menatapku, lalu bersumpah, "Christine, aku tidak akan berbuat seperti itu ke kamu, seumur hidup aku hanya akan setia padamu."

Setia? Aku tertawa dalam hati, kalau saja dia benar-benar melakukan seperti yang dia janjikan, lantas bagaimana dengan Lucy dan anaknya?

Perkataannya hanya bisa kupercayai setengahnya.

Demi mendapatkan kepercayaan darinya, aku tidak boleh menyinggung soal aku yang sedang terkurung, aku maju dan menggenggam tangannya, lalu menghiburnya dengan berkata, "Yoga, setelah ini aku akan menemanimu."

Yoga memelukku dengan erat lalu mengangguk.

Namun pikiranku sibuk menemukan cara untuk kabur dari tempat ini. Yoga tidak menahanku, dia menerima telepon lalu segera pulang ke kota, khawatir aku akan kabur, dia mengunci semua pagar.

Setelah aku yakin dia benar-benar pergi, aku merobek kain tirai, untuk membuat tali, lalu dari lantai dua perlahan turun dari jendela, karena kakiku tidak cukup kuat, ketika akan sampai di lantai satu, aku terjatuh.

Aku mengabaikan rasa sakit jatuh dari ketinggian, aku berlari dengan panik, di dalam hatiku, hanya ada satu tujuan...kabur! Keberuntungan ternyata ada di pihakku, tepat ketika aku mencapai pinggir jalan raya, sebuah mobil melintas, dan berhenti saat aku memberhentikannya.

Ketika orang di dalam mobil itu melihat penampilanku yang compang-camping, aku memohon pertolongan darinya, aku berkata padanya kalau aku korban penculikan, berharap mereka bersedia membantuku. Orang-orang itu sungguh baik, mereka segera menyuruhku naik.

Orang baik yang membantuku itu mengantarku ke kantor polisi, aku baru tahu ternyata hari kedua aku menghilang, Jonathan lapor polisi. Jadi ketika aku muncul di kantor polisi, mereka segera menghubungi Jonathan.

Aku duduk di pojok kantor polisi itu sambil menunggu kehadiran Jonathan. Pihak kepolisian baru saja menanyaiku mengenai kronologi penculikanku, aku memberitahu mereka semuanya, Yoga yang menculik aku dan menyekap aku di sebuah tempat yang jauh.

Pihak kepolisian sekarang sedang memberi tahu Jonathan, dan aku sekarang menunggu kedatangan Jonathan dengan tidak sabar.

Jonathan akhirnya datang juga, kemunculan dia di hadapanku ternyata malah membuatku tertunduk malu, aku sekarang seperti ini, terlihat kasihan dan menyedihkan, aku juga merasa tubuhku sangat bau, sedangkan aku sendiri tidak bisa menciumnya.

Jonathan maju mendekat, tanpa basa-basi, dia mendekap aku dalam pelukannya, lalu bertanya dengan penuh rasa sayang, "Kamu pergi kemana saja?"

Air mataku tak kuasa jatuh juga, aku mendekapnya erat-erat, memohon, "Bawa aku pulang."

Jonathan membawaku pulang ke rumahnya, tidak kembali pulang ke rumah kami, dia berkata nenek menyetujui untuk aku tinggal di kediaman keluarga Chandra, tapi tidak disangka aku malah menghilang.

Saat kami sampai ke kediaman keluarga Chandra, aku menyandarkan kepalaku ke dalam pelukan Jonathan. Dia menggendongku sampai ke kamar mandi di kamarnya, lalu mengucurkan air perlahan ke tubuhku. Tangannya yang lembut membelai tiap senti tubuhku, lalu memandikanku dengan bersih.

Setelah membalutku dengan handuk, Jonathan menggendongku keluar, lalu dengan sangat pelan menurunkanku ke atas ranjang. Lalu mengeringkan rambutku.

Aku menikmati saat-saat itu dalam diam, kupejamkan mataku, air mataku tak kuasa membanjiri pipiku.

Suara pengering rambut berhenti tiba-tiba, dia mendekapku dengan erat.

Aku bergetar, lalu berkata, "Jonathan, maafkan aku."

"Kamu bisa kembali aku lega." Suaranya sangat lirih di belakang telingaku.

Jonathan melihat tubuhku yang lebam, tumitku yang terluka, dia dengan dengan sedih membelainya lalu bertanya, "Ini semua perbuatan Yoga?"

Aku menggigit bibirku, lalu mengangguk, "Dia menyekapku."

"Aku akan membuat perhitungan dengannya." Jonathan bangkit berdiri seketika, tapi aku tidak mau dia pergi. Langkah dia yang terburu-buru membuat seluruh lantai bergetar, dan menimbulkan suara yang berderap.

Jonathan membalikkan badan, dengan penuh kasih sayang memelukku, lalu berkata, "Aku bahkan tidak becus melindungi belahan jiwaku."

Aku meneteskan air mata, membelai wajah Jonathan, lalu memaksakan senyum, menenangkannya dengan berkata, "Jangan pergi mencari Yoga, Polisi yang akan mencarinya. Semua yang terjadi sudah terjadi, aku tidak mau kamu karena aku mendapat masalah."

Emosi Jonathan tidak bisa dibendung, sampai aku meletakkan tangannya ke perutku, membuatnya membelai tonjolan keras di perutku itu, dan berkata, "Aku hamil."

Jonathan memandangku dengan terkejut, lalu menunduk untuk melihat perutku, dengan tidak percaya berkata, "Hamil?"

Aku mengangguk, "Yoga menyekapku empat bulan, dengan begitu, sekarang anak ini sudah berumur 4-5 bulan."

"Aku sekarang akan memanggil dr. Lee untuk memeriksamu." Jonathan bangkit berdiri, dengan gugup mengambil ponsel, ketika dia akan menelpon, aku mencegahnya.

"Aku sangat lelah, ingin istirahat, besok saja kamu temani aku periksa ke dokter kandungan, ya?" Aku berkata dengan nada memelas. Dia pun mengangguk, "Baiklah."

Jonathan memelukku, aku bersembunyi di dalam pelukannya, merasa aman, dan tertidur di sana.

Empat bulan berlalu sudah, setiap harinya aku lalui dengan gelisah, tidak bisa tidur dengan nyenyak. Setiap pagi, Jonathan menyuruh pembantu di rumah untuk menyiapkan sarapan.

Tapi aku tetap memaksakan diri untuk bertukar salam dengan nenek dan ibunya. Jonathan berkata kalau ibunya akan pergi berlibur ke luar negeri, neneknya akan tinggal di kamar tidurnya, kemudian dia juga sudah memberitahu nenek mengenai kehamilanku.

Ketika aku sedang melangkah masuk ke kamar nenek Jonathan, aku merasa ada sebuah atmosfir yang berat dari sorot tajam matanya.

Sorotan itu berasal dari nenek Jonathan, dia terus menatapku dengan tajam selama aku berada di kamar tidurnya.

"Nek, Christine datang untuk mengucapkan salam padamu." Jonathan maju untuk memapah nenek agar dia bisa duduk.

Di dalam kamar nenek Jonathan tercium aroma kayu cendana yang khas, ada sebuah kuil Buddha kecil, sepertinya dipakai oleh nenek setiap pagi. Aku berdiri di sampingnya dalam diam.

"Kata Jonathan, kamu hamil?" Nenek Jonathan memberi sebuah tatapan tajam ke perutku, bertanya dengan nada yang tidak bersahabat.

Aku mengangguk, "Iya."

Nenek Jonathan tertawa sinis, "Nona Christine, kamu yang hilang tanpa kabar berbulan-bulan tiba-tiba muncul kembali dengan membawa jabang bayi dalam perutmu. Aku benar-benar tidak bisa mempercayaimu."

Suasana hatiku di pagi yang indah itu dihancurkan dengan satu kalimat yang terlontar dari nenek Jonathan.

"Nenek, apa maksud nenek?" Jonathan membaca ekspresiku, langsung bertanya pada neneknya.

Tangan penuh keriput itu memukul meja di hadapannya, berusaha bangkit duduk, lalu memandangku dengan tajam, dan berkata, "Yang aku katakan itu kebenaran."

"Nenek......" Aku baru saja memanggilnya, tapi suaraku terpotong oleh gertakannya.

"Aku bukan nenekmu, juga tidak sudi menjadi nenekmu. Anak di dalam perutmu itu anak siapa juga tidak jelas, jangan kira hanya karena Jonathan menyukaimu, kamu bisa jadi bagian dari keluarga kami." Perkataan Nenek Jonathan itu seperti petir yang menyambar di siang bolong, membuatku diam tak berkutik.

Aku tidak mempedulikan ekspresi wajah Jonathan, menahan sekuat tenaga air mataku yang hampir keluar membanjir, aku membuka pintu dan berlari turun, lalu keluar dari rumah itu seperti orang gila.

Aku tidak sanggup bertahan satu detik lagi di situ, aku tidak sanggup dengan semua tuduhan tak berdasar itu, apa aku ini begitu bodohnya sampai tidak tahu anak siapa yang berada dalam kandunganku itu.

Aku menangis sampai tubuhku gemetar hebat, aku benar-benar sedih.

Jonathan mengejarku keluar, lalu menarikku.

Aku berbalik, hati ini seakan sudah mati rasa, aku menatapnya dan berkata, "Lepaskan aku, aku benar-benar tidak sanggup untuk tinggal satu atap dengan nenekmu itu. Aku mohon dengan sangat, lepaskan aku.... Aku mohon."

Baru saja selesai bicara, aku merasa nafasku menjadi sulit, tiba-tiba semua menjadi gelap, lalu langsung terjatuh ke tanah.

Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku sudah tertidur berapa lama, di dalam mimpi aku merasa sedang terus berlari, tapi kakiku seakan terikat pada sebuah batang besi, aku terjatuh.

Tiba-tiba, aku membuka mataku, nafasku tak beraturan, aku melihat sekeliling, sepertinya aku terbaring di rumah sakit, di atas tanganku masih tergantung sekantong obat infus, aku tahu pasti karena gizi tak cukup, dan juga karena tekanan batin, maka pingsan.

Aku menepuk dadaku, mencoba menenangkan diri, pandanganku melayang melihat ponsel baru yang ada di atas meja samoing kasurku.

Perlahan aku menjulurkan tanganku, mengambil ponsel itu, di dalamnya ada semua data dari ponsel lamaku.

Aku menemukan nomor telepon rumahku, lalu meneleponnya, setelah berdering dua kali, suara ibuku yang akrab terdengar.

Aku menggertakkan gigiku untuk menahan tangis, berteriak, "Ma!"

Novel Terkait

Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu