Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 3 Istri dan Mertua Tidak Akur

Setelah kejadian malam itu, ternyata aku bisa tiba-tiba teringat laki-laki itu, dia tidak ingin membuka lampu apa karena wajahnya terlalu jelek?

Aku terus berpikir macam-macam, aku tahu aku terlalu bosan, seperti burung kenari yang sudah dipelihara selama tiga tahun oleh Ardy, selain termenung, aku sudah tidak punya kemampuan lain.

Setelah pembantu harian selesai membersihkan rumah, setiap kali akan pulang, pasti akan pamit terlebih dahulu padaku.

"Nyonya, rumah sudah selesai dibersihkan, makanan juga sudah siap, kalau tidak ada yang lain saya pulang dulu." Setiap hari pembantu harian akan pamit seperti ini kepadaku, aku hanya menjawab, "Hmm“, dan terus berdiri di balkon, memandang pemandangan indah di depan.

Aku tidak tahu apa aku yang sangat tidak peka, atau mertuaku yang langkahnya ringan, sudah berdiri lama di belakangku, suara batuknya mengejutkanku.

Aku membalikkan badan, melihat Sandra, meskipun hatiku tidak senang, tapi aku tetap tersenyum, menyapa: "Ma, kenapa hari ini datang kesini?"

Sandra yang arogan, selalu menyudutkan aku karena latar belakang keluargaku, dia dari keluarga kaya sedangkan aku dari keluarga yang miskin, sebelum menikah aku adalah seorang model, orang kaya akan selalu memandang rendah orang lain.

"Christine, Ardy setiap hari bekerja keras di luar, sedangkan kamu di rumah tidak melakukan apa-apa, bermalas-malasan di rumah, dan kamu masih punya muka menikmati ini semua?" Setiap kali Sandra datang kesini, dia pasti akan menyerang aku dengan kata-katanya, setiap kali aku hanya terdiam di pojok menerima semua kata-kata dia.

"Aku juga ingin bekerja, Ardy tidak mengijinkanku." Ini pertama kalinya aku berani menjawab dia.

"Kerja apa kamu itu, di hadapan banyak orang melepas baju untuk dilihat laki-laki? Kamu tidak tahu malu, kami keluarga Santoso masih tahu malu." Sandra sekali lagi menyerang aku mengungkit pekerjaanku dulu.

Aku emosi sampai rasanya darahku menjadi beku, aku menundukkan kepala. Aku tahu kemampuan berbicaraku tidak sebanding dengan kemampuan Sandra menyerang orang lain.

"Lihat kamu ini, tidak berbicara lagi, kenapa, aku menyiksa kamu?” Sandra merasa dia lebih menderita dibandingkan aku, seakan kalau aku tidak berbicara berarti aku sedang menguji kesabarannya, tapi aku benar-benar tidak ingin berbicara, di mata mertuaku, aku hanya seseorang istri yang tidak bisa apa-apa.

Jari telunjuk Sandra mendarat di pelipisku, memaki: "Kami keluarga Santoso berhutang ke kalian keluarga Tanjaya, masing-masing seperti penagih hutang."

"Ma, kalau mau memaki maki aku saja, jangan bawa-bawa keluargaku." Aku menahan emosiku, masih berkata dengan sopan.

"Kalau aku mau maki terus kenapa, kalian keluarga Tanjaya sudah menghabiskan berapa banyak uang keluarga Santoso, masih tidak membiarkan aku membicarakan keluargamu. Kamu pikir sendiri, kakak laki-lakimu membeli rumah, menikah, uang siapa yang dipakai kalau bukan uang keluarga kami?" Sandra mulai mengungkit kembali, dia juga hanya bisa menggunakan cara ini.

Hutang keluargaku seperti bayangan yang terus mengikuti kemanapun aku pergi. Aku mengerti, aku bersedia membantu menyelamatkan perusahaan keluarga Santoso, juga karena ada alasan lain, yaitu untuk membayar hutang keluargaku kepada keluarga Santoso.

Tiba-tiba, teleponku berbunyi, aku mengambil dan melihat, di layar tertulis: Jonathan.

Aku sepertinya tidak pernah menyimpan nomor telepon ini, nama yang asing, sepertinya aku pernah mendengar nama ini. Aku masih kebingungan beberapa saat, baru saja akan menerima panggilan telepon itu, teleponku diambil oleh mertuaku, dia melihat teleponku, sudut bibirnya naik, tersenyum sinis.

Dia menekan tombol menerima panggilan, dan sengaja menekan tombol speaker, kemudian menjawab, "Halo".

"Dimana?"

Mertuaku menjawab, "Di rumah."

"Aku ingin bertemu denganmu, di tempat lama." Selesai mendengar, ada suatu rasa yang sangat memalukan menyelimuti.

Tempat lama apa? Aku sama sekali tidak tahu? Jonathan, Jonathan, aku menyebut namanya beberapa kali dalam hatiku, baru teringat malam itu, apa jangan-jangan dia?

Dia pasti diam-diam menyimpan nomor teleponnya di telepon genggamku saat aku tertidur, laki-laki ini sangat pintar sekali, sepertinya sangat paham kalau aku pasti akan merobek kertas yang dia tinggalkan diatas meja.

Aku melihat tatapan mata mertuaku yang sangat mengerikan, sekuat tenaga melemparkan telepon ke arahku, mengenai dadaku, jatuh diatas karpet.

"Tidak punya keahlian lain, ternyata sekarang mulai berani berhubungan dengan orang lain?"

Novel Terkait

Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu