Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 180 Kamu Paling Cocok Menjadi Istri CEO

"Christine, terima kasih." Kakak ipar berkata dengan terharu.

Saat ini pintu bangsal kamar rumah sakit terbuka, seorang perawat yang datang untuk memeriksa suhu tubuh kakak ipar melihat ke arahku dan berkata: "Apakah anda keluarga Andrea Yu?"

Aku mengangguk, "Iya."

"Kalau begitu silahkan anda ikut saya ke meja perawat untuk tanda tangan, ada beberapa prosedur yang harus diurus." Setelah perawat itu berkata demikian dan selesai memeriksa suhu tubuh dia pun pergi.

Aku mengikutinya dari belakang, setelah sampai di meja perawat dan menandatangani surat aku pun pergi, dan berjalan di koridor unit rawat inap, aku mendengar seorang perempuan yang menangis tersedu-sedu keras, setelah itu terdengar suara seorang pria yang memaki dengan keras, tak lama kemudian, sebuah pintu bangsal terbuka, dan seorang pria berperawakan galak berjalan keluar.

Di belakang nya seorang wanita dengan rambut acak-acakan mengikuti keluar dan berseru: "Sayang, jangan pergi, aku mohon kepadamu, tunggulah badanku membaik, aku akan melahirkan seorang anak laki-laki untukmu, aku berjanji." Wanita itu menarik pria itu tanpa mempedulikan martabatnya dan memohon serta menangis dengan pilu.

Tapi pria itu, dengan keras mendorong wanita itu dan menghardiknya: "Apa kamu punya muka, sudah berkata akan bercerai, kamu masih bergantung seperti ini, aku beritahu kamu, jika kamu terus menarik-narik dan mencegahku pergi, jangan salahkan aku jika aku tak segan-segan memukulmu di hadapan banyak orang."

"Sayang, aku tahu kamu punya wanita lain di luar, jadi....." Sebelum perkataan wanita itu selesai, sebuah suara tamparan menggema keras, membuat wanita itu terhuyung-huyung jatuh.

Karena suara keramaian yang begitu keras, membuat orang banyak yang berada di unit rawat jalan keluar untuk melihatnya dan memperbincangkannya.

Melihat kejadian itu, aku pun juga melangkah maju, aku memandang wanita itu dengan penuh emosional, sedikit martabat pun tidak ada pada dirinya.

Pada akhirnya pria itu masih juga menendang wanita itu.

Baju yang dikenakan oleh wanita itu jelas-jelas menandakan bahwa wanita itu adalah seorang pasien, dan pria itu dengan begitu tanpa perasaannya dan tenaga yang begitu besar memperlakukan wanita yang masih hidup itu dengan kasar.

Pria itu tidak mempedulikan tatapan dari semua penjuru koridor kepadanya, dan saat dia bersiap untuk pergi aku menghalanginya.

"Mau apa, mau ikut campur?" Pria itu menggertakku dengan keras.

Tanganku mengepal erat, tanpa menunggu pria itu kembali mengatakan sesuatu, aku pun mendaratkan sebuah pukulan ke wajahnya, dengan sedikit kemampuan kungfu, hidungnya pun berdara, dan tanganku terasa begitu sakit hingga terus gemetar.

Aku sebelumnya tidak pernah begitu kehilangan kendali, ini karena pria itu sungguh keterlaluan.

Pria itu menekan hidungnya yang sakit dan gemetar, saat dia berusaha untuk membalasku, orang-orang di sekitarku akhirnya tidak sanggup lagi untuk hanya diam melihat saja, dan mengusir pria itu.

Ada orang yang melaporkannya ke polisi, aku pun juga di bawa ke kantor polisi, pria itu ingin mengatakan bahwa aku dengan sengaja menghajarnya, dan juga ingin melakukan klarifikasi, aku tidak menyetujuinya, dan mengakui segalanya dengan kemauanku sendiri.

Jonathan datang membawa seorang pengacara untuk mengeluarkanku. Setelah naik ke dalam mobil, aku terdiam sepanjang perjalanan, di kepalaku masih teringat akan sosok wanita yang memohon dengan penih kepedihan itu, suara tangis wanita itu dan juga sosoknya yang berlutut di lantai tanpa mempedulikan kehormatannya, dan diinjak hingga sedemikian rupa oleh pria, itu sungguh sangat miris.

Mengapa aku begitu ikut campur, itu karena aku seakan melihat bayangan diriku sendiri di sosok wanita itu.

"Ada apa?" Tangan Jonathan menggenggam tanganku, pandanganku yang kuarahkan ke luar jendela kini berbalik melirik menatap Jonathan, dan dengan hati berat aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa."

"Kamu mematahkan tulang hidung seseorang, masih berkata tidak apa-apa?" Jonathan tertawa, tapi aku tidak tertawa sama sekali.

"Pria itu kejam." Aku menunduk dan melihat tangan kananku, punggung tanganku masih terasa sakit sampai sekarang karena mendaratkan pukulan itu kepada pria tersebut, aku rasa karena aku sangat membenci bedebah seperti pria itu,, maka aku baru bisa melakukan hal semacam itu.

"Kamu melakukannya pasti karena suatu alasan, apa yang terjadi hari ini?" Jonathan tidak mengerti, dia melihat alisku yang berkerut, dan ketidaksenanganku, pastilah dia tahu ada sesuatu yang kusimpan dalam hati.

Aku membalas tatapannya, dan mengakuinya: "Iya, hari ini aku kehilangan kendali, itu karena....." Aku terdiaam sesaat.

"Karena apa?" Jonathan mengejar jawabanku.

Aku menghembuskan nafas panjang dan menjawab: "Karena aku melihat masa depanku di sosok istri laki-laki itu, mungkin di suatu hari nanti, aku juga akan memohon kepadamu dengan sangat prihatin agar tidak meninggalkanku."

Begitu Jonathan mendengarnya, dia pun serentak tertawa, tangannya segera bergerak dan mencolek ujung hidungku sambil berkata: "Kamu membayangkan masa depanmu dengan sangat buruk."

Aku menatap Jonathan dengan wajah serius, "Kamu kira hal yang tidak mungkin terjadi tidak akan mungkin bisa terjadi. Saat wanita itu menikah dengan pria itu, pastilah juga bahagia, dia juga pasti tidak pernah membayangkan akan ada satu hari di mana dia disia-siakan oleh pria itu."

"Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan?" Jonathan sudah bisa menebaknya, dia selalu bisa sensitif terhadap semua detail yang terjadi.

"Aku ingin bekerja." Aku tidak berhenti di situ saja, "Bella sudah besar, Bernice juga sudah mulai belajar berjalan, aku rasa aku seharusnya keluar untuk bekerja."

"Wanita seorang Jonathan Yi....." Sebelum Jonathan menyelesaikan kalimatnya aku memotongnya.

"Jangan katakan kamu merawatku, kamu sudah cukup merawatku."Aku menatap Jonathan dengan datar, dan melanjutkan, "Jonathan, terima kasih kamu melindungiku, mencintaiku, menyayangiku, juga menyayangi anak-anak kita, tapi kehidupan seperti ini, aku melewatinya dengan penuh tekanan, mungkin kamu selamanya belum pernah merasakan membuka dan menutup mata selalu menatap ke kegelapan, hari demi hari berjalan melalui ketakutan itu, setiap hari aku selalu berpikir macam-macam, tapi aku tidak berani memberitahumu."

Jonathan terdiam.

Mataku memerah, "Semenjak ayah dan ibuku pergi, satu per satu temanku pun pergi, mengkhianati dan mengkhianati, dunia ku hanya berputar padamu dan juga anak-anak, kehidupan seperti ini tidak memuaskan, kurang sosialita."

"Bicara begitu banyak, kamu ingin kembali mengerjakan studiomu." Wajah Jonathan menjadi muram, suaranya menjadi begitu rendah.

"Pekerjaan studio sangatlah sibuk, jika terlalu sibuk kamu akan meninggalkanku. Keliaranku sudah tidak terlalu besar, aku hanya ingin sebuah pekerjaan yang stabil, mempunyai pemasukan yang stabil itu saja cukup, lagipula kamu yang membiayai rumah, aku akan bertanggung jawab atas pengeluaran dan pemasukan pribadiku, permintaanku tidak tinggi." Aku tersenyum tipis, dan berkedip, menatap manja kepada Jonathan.

Dia tidak mengatakan apa pun, hanya menatapku dengan tajam, seakan ingin melihat menembusku.

Dia mungkin tidak memahamiku, sejak pertama kalinya kami berkenalan, dia sudah mencegahku untuk bekerja, aku terlalu sibuk membuka studio, dia juga tidak setuju, jika aku bekerja dia tidak akan menyetujuinya.

Aku menarik sebuah kesimpulan, jika aku tidakbergerak di bawah pengawasannya, dia akan merasa khawatir.

Jonathan terdiam untuk waktu yang cukup lama, lalu akhirnya dia menghela nafas panjang dan berkata: "Kamu mau bagaimana?"

"Kerja kantoran." Sebuah jawaban sederhana yang jelas, aku tidak merintis udaha, tidak bertaruh, bekerja stabil adalah kerja kantor, dengan pemasukan yang tergolong kecil, memiliki lingkaran teman tersendiri.

"Kerja kantoran?" Jonathan mencibir, "Jika orang lain tahu Jonathan Yi membiarkan istrinya bekerja di kantor, kamu kira bagaiamana orang lain menilaiku?"

"Istri Jonathan Yi?" Aku mengernyitkan dahi, "Teman tidur saja, jangan lupa, kita sudah bercerai, hanya di saat-saat tertentu saja, saling memberi kehangatan saja."

"Saling memberi kehangatan?" Jonathan tertawa parau mendengar tiga kata ini, "Kamu menjelaskan hubungan kita sekarang ini dengan sangat jelas, sederhana dan bermakna."

"Bagus." Aku tidak berani berkata hal macam-macam lagi, hatiku merasa begitu bersalah.

"Sepertinya kamu sudah merencanakannya untuk waktu yang lama, hari ini masalah memukul orang itu palsu, tapi ingin kerja kantoran itu sungguh." Jonathan sepertinya sudah mengerti, aku hari ini berulah dengan genggaman tanganku karena ingin pergi bekerja, tidak ingin berdiam di rumah keluarga Yi bak burung dalam sangkar emas.

Aku mengangguk kemudian menggeleng, "Memukul orang itu spontan, karena emosi jadi melampiaskannya keluar, dan itu beruba sebuah pukulan. Tapi masalah tentang bekerja itu sudah lama aku rencanakan."

"Apa rencanamu?" Ekspresi Jonathan tampak serius, sepertinya dia menyetujuiku.

Aku rasa dia takut aku akan melakukan hal-hal yang lebih parah dari ini, jadi akhirnya menyetujuiku untuk pergi bekerja.

Tentu saja aku mempunyai rencana, karena studio terlalu sibuk maka itu tidak mungkin, lepas dari pengawasan Jonathan itu juga tidak mungkin, kalau begitu bekerja saja di PT Weiss, bergerak di bawah pengawasannya, itu saja.

"Aku ingin bekerja di perusahaanmu." Aku langsung menjawab.

"Di perusahaanku?" Wajah Jonathan berkerut, "Menjadi sekretarisku?"

Aku menggelengkan kepala, "Bukan."

"Kamu juga tidak cocok jadi sekretaris, di PT Weiss ada satu posisi untukmu yang cocok." Sebuah senyum nakal merekah di bibir Jonathan.

"Posisi apa?" Aku sangat terkejut, ternyata dari awal Jonathan sudah memikirkannya.

"Posisi istri CEO PT Weiss, kamu paling cocok dengannya." Mendengar perkataan Jonathan, aku hampir saja memuntahkan darahku ke dalam mobil, berputar-putar pun, akhirnya kembali ke titik awal.

Aku telah memberitahu Jonathan, berusaha meyakinkannya, dengan kata-kata yang begitu cemerlang, dan kulit bibirku kering, bahkan liur ku pun kering, dia tetap saja tidak mengizinkanku untuk bekerja.

"Jonathan, apakah ada orang yang pernah berkata, bahhwa kamu sangat licik?" Aku hampir saja melambaikan bendera putih, pria selicik ini, mengapa aku begitu memujanya, dan juga rela masih berada di sisinya.

"Mungkin ada, tapi tidak berani mengatakannya." Yang dikatakan Jonathan itu benar, siapa yang berani berkata di hadapan Jonathan bahwa dia licik, mungkin hanya aku seorang!

Aku menyerah, bicara kesana kesini juga tidak dia tidak akan mengizinkanku untuk bekerja, lalu mengapa aku terus membujuknya, hanya tinggal menunggu saat memprihatinkan seperti wanita tadi!

Aku memalingkan wajah dan melihat keluar jendela, satu per satu pemandangan terlewatkan dengan cepat.

Mungkin karena aku tidak berkata apa-apa, Jonathan yang juga sudah berdiam lama akhirnya berkata: "Baiklah, datanglah ke kantor, jadilah wakil CEO."

Aku menengok ke arahnya dengan agak terkejut. Wakil CEO? Hehe, terdengar bagus, juga hanya menyuruhku untuk duduk saja, dari rumah pindah ke kantor, merubah kuah tapi tidak merubah obat, berkata wakil CEO, maksudnya adalah asisten pribadi.

Aku menggelengkan kepala, dan kembali melihat ke luar jendela.

"Christine Mo, jangan terus begitu." Jonathan agak kehilangan kesabaran.

Aku berbalik menghadapnya dan berkata: "Aku hanya ingin masuk ke PT Weiss ke bagaian desain pakaian, aku sudah belajar selama tiga tahun, tidak ingin belajar dengan sia-sia."

Jonathan berpikir sejenak, tanpa berbicara apa-apa, setelah sekian lama akhirnya dia memberiku jawaban yang pasti, "Baiklah, besok aku akan menyuruh seseorang mengaturnya."

"Terima kasih." Aku tersenyum senang, dan kemudian melanjutkan: "Oh iya, aku ingin masuk sebagai orang biasa, jangan sampai orang tahu identitasku yang canggung seperti sekarang."

"Apa itu identitas canggung?" Jonathan agak marah.

"Lihat kamu, aku melakukan apa pun demi kamu, jika aku sebagai istri Jonathan Yi masuk ke dalam sebuah department, semua orang setiap harinya hanya akan berusaha untuk memujiku, mana ada yang memberikan pekerjaan untukku." Yang kukatakan itu semuanya adalh kenyataan, istri Jonathan Yi, istri bos, siapa yang mau menyuruh, siapa yang berani memberikan pekerjaan kepadaku, bisa-bisa aku hanya duduk saja dari pagi hingga malam.

"Kamu ingin bagaimana?" Jonathan melihatku dengan tidak senang.

Novel Terkait

Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu