Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 72 Terluka

"Apa untungnya memberitahumu?" Sean menaikkan aslis, dan mengedip ke arahku.

Aku benar-benar merasa seperti dikalahkan olehnya, sebenarnya hati pria ini terbuat dari apa, mempermainkan wanita seperti sedang mengganti pakaian, tapi mengapa wanita-wanita itu masih dengan bodohnya jatuh cinta kepada pria busuk sepertinya?

"Keuntungan apa yang kamu inginkan?" Aku bertanya kepadanya dengan heran.

"Jadilah pacarku." Sean ternyata sungguh tidak tahu malu, dia bahkan berani mengatakan hal bodoh yang tidak lewat otak seperti itu.

Aku tidak tekecoh olehnya, dan menatapnya dengan datar, lalu berkata: "Sean Ding, aku tidak suka bermain-main, aku tidak bisa mempermainkan pria, sama saja, kamu juga tidak bisa mempermainkan wanita kaku sepertiku."

"Aku bersedia mencoba." Bibirnya membentuk sebuah senyuman, sejujurnya, Sean Ding sungguh memukau, kulitnya putih, dan tampak seperti seorang pria cantik, jika pria ini bersungguh-sungguh, yakin pasti ada wanita yang menyukainya.

"Aku belum bercerai dengan Jonathan Yi, aku masih istrinya." Aku berkata dengan sejujurnya, tiba-tiba merasa kata-kata yang baru saja ku katakan itu sudah keluar dari topik utama pembicaraan kami, dan segera kembali ke topik awal, dan berkata: "Kamu sedang menghindari pertanyaanku, siapa yang memberikan pena recorder ini kepadamu?"

"Aku membelinya." Sean Ding menatap lurus ke arahku, dan menjawab dengan jujur.

"Tidak mungkin." Aku tidak percaya, warna yang sama itu memungkinkan, tapi luka gores bagaimana mungkin bisa sama, pena recorder ini jelas-jelas adalah milikku, tapi Sean Ding membungkam rapat mulutnya, siapa yang sebenarnya ingin dia lindungi?

Tanpa menungguku menjawab, dia kembali membelokkan pembicaraan, dan mengatakan sesuatu yang mengejutkanku.

"Aku tidak apa-apa membagimu dengan Jonathan Yi." Sean Ding tertawa aneh, begitu mendengar kata-katanya, aku segera melesakkan pena recorder ke dalam tas, dan memandangnya dengan penuh dengki.

"Tidak tahu malu."

"Christine, kamu harus tahu, aku hanya bisa menunujukan sosok ku yang sebenarnya ini di hadapanmu saja." Sean Ding berkata dengan tulus.

Aku yang mendengarnya, tersenyum simpul, "Sosok mu yang sebenarnya adalah pemain hati wanita, sifat asli mu adalah setelah bosan bermain kamu akan mencari alasan untuk melepaskan diri, juga hatimu, sudah habis dimakan anjing."

Sean DIng tertawa dan bertepuk tangan, menatapku dengan kagum, "Lihatlah, orang yang paling mengerti aku adalah kamu."

Aku pasti sudah gila ingin mendengar kebenaran dari mulutnya, semua kata-kata yang diucapkan pria ini adalah kebohongan belaka.

"Sepertinya hari ini aku datang ke tempat yang salah, mencari orang yang salah. Tuan Ding, saat kamu diam itulah saat paling berwibawamu, begitu kamu membuka mulutmu, aku merasa setengah dari dunia menjadi kelam." Setelah mengatakannya, aku pun mengambil tasku, dan bersiap untuk pergi.

"Makan siang lah bersamaku!" Suara Sean Ding berdengung di belakangku, aku meletakkan tanganku di pintu kantor, tanpa berbalik.

"Carilah wanita-wanita yang suka menemanimu bermain untuk makan denganmu." Aku membuka pintu, dan tanpa menengok ke belakang pergi begitu saja.

Saat aku kembali ke apartment, Amanda sudah berdandan dengan rapi, dan menungguku pulang dengan wajah penuh harap.

Melihat wajahnya yang penuh pengharapan itu, aku yang masih dalam keadaan marah tersenyum dengan enggan dan berkata: "Amanda Jiang, jangan sia-siakan waktumu untuk Sean Ding lagi, pria semacam nya tidak pantas mendapatkan ketulusan hatimu."

Amanda tersentak dan terhuyung ke belakang, dia menggelengkan kepala tidak percaya dan berkata: "Tidak mungkin, kamu sudah maju, bagaimana mungkin Sean masih tidak mengingingkanku, Christine, bukankah kamu tidak sungguh-sungguh membujuk Sean, kamu bicaralah lagi dengannya, aku bisa menggugurkan anak ini secepatnya, kami bisa kembali menikmati dunia milik berdua, bisa bermain banyak hal-hal yang menyenangkan."

Amanda Jiang mulai mengatakan hal-hal gila, sepertinya dia sudah terluka terlalu dalam.

Aku melangkah maju, dan memeluknya erat, meenghiburnya: "Dasar bodoh, kamu tidak melihatnya bahwa si marga Ding itu hanyalah seorang playboy, sebelum kamu, dia sudah terlalu banyak merengkuh wanita lain."

"Tidak, dia hanyalah seorang pria yang tenggelam dalam kesendirian, hanya perlu kita memberinya cinta yang cukup, dia akan menjadi seorang pria yang baik." Amanda berkata dengan bodoh, membayangkan masa depan.

Aku mendorongnya menjauh perlahan, melihat pandangan matanya yang sedikit kabur.

"Amanda, kamu tidak apa-apa?" Aku menggoncangnya pelan, berusaha mengembalikannya ke kenyataan.

Air matanya mengalir di pipinya, "Bagaimana ini, aku tidak ingin meninggalkan Sean, aku sungguh tidak seharusnya membuat lubang-lubang kecil di kondomnya, kelicikanku membuatku kehilangannya."

"Bilang saja kamu tidak ambisius, setelah lewat beberapa waktu, dia juga akan muak, dan meninggalkanmu begitu saja. Pria seperti itu sebaiknya tidak kamu tanggapi dengan perasaan yang tulus," Aku terus menerus membujuknya, tapi aku mendapati kata-kataku tidak menggoyahkannya.

Dia melotot ke arahku, dan berkata dengan dingin: "Pasti kamu, kamu juga menaruh hati kepada Sean Ding, jadi kamu tidak ingin melihatku bersama dengannya, pasti begitu, dasar wanita jahat."

Setelah mengatakannya, dia melangkah maju dan mendorongku.

Aku tidak tahu Amanda akan mendorongku, dan sama sekali tidak ada persiapan, tubuh ku terhuyung ke belakang, kepalaku membentur mesin teh, darah segar mengucur dari pelipisku, dan menghalangi pandanganku.

Kepala ku terasa seperti sangat berat, aku melihat Amanda yang menggoncangku dengan takut, bibirnya bergerak mengatakan sesuatu, terakhir aku melihat Stella Lin juga di garis pandangku.

Aku tidak mendengar apa yang mereka katakan, kelopak mataku terasa begitu berat dan mulai mengatup.

Saat aku tersadar, aku berada di rumah sakit, dengan kepala terbalut perban, saat mencoba untuk bergerak sedikit, kepala ku terasa begitu pusing.

"Kamu sudah sadar?" Jonathan terus menggenggam tanganku, begitu aku bergerak, dia pun ikut terbangun.

Aku menatap nya dengan lemah, kelopak ku sedikit terkulai, dan berusaha untuk berkata: "Kepalaku sangat sakit."

"Tidak sakit baru aneh, dijahit 5 jahitan, dan hampir gegar otak ringan." Jonathan berkata dengan marah. "Aku sudah melapor ke polisi, bahwa si Jiang itu melukaimu dengan sengaja."

Begitu aku mendengarnya, seketika aku pun terbangun, dan menarik tangan Jonathan lalu berkata dengan gugup: "Dia tidak sengaja, mengapa kamu melaporkannya ke polisi? Dia patah hati, kamu menjebloskannya ke dalam penjara, itu sama saja menyuruhnya untuk mati."

"Dia melukai wanitaku, maka harus menerima hukuman." Jonathan Yi menyemburkan kata-katanya.

Begitu aku mendengarnya, aku melepaskan tangannya, menyibakkan selimut, dan berusaha untuk bangun dari tempat tidur, tapi dihentikan oleh Jonathan.

"Kamu mau apa?"

"Aku akan menjelaskan ke polisi, bahwa aku tidak hati-hati dan terpeleset jatuh, tidak ada hubungannya dengan Amanda." Kepala ku terasa begitu berat, dan seluruh tubuhku tidak bertenaga, kedua mataku seakan begitu sulit untuk tetap terbuka.

Sebelum kakiku menyentuh lantai, Jonathan kembali mendorongku untuk tetap berbaring di atas tempat tidur, kedua tangannya menahanku agar tidak bergerak di atas kasur, dan berkata: "Kapan kamu bisa meletakkan beban pikiran mu kepadaku?"

"Amanda Jiang dipermainkan oleh Sean Ding, sekarang sedang hamil anaknya, kamu malah melaporkannya ke polisi, kamu tahu tidak wanita di saat dalam keadaan tidak berdaya, sangat mudah untuk berpikiran sempit." Aku menyesap bibirku yang sedikit kering dan menelan ludah kemudian berkata kepadanya.

Melihat reaksiku, Jonathan pun berkata, "Aku tahu kamu akan begini, tenanglah, si marga Jiang itu tidak apa-apa, sekarang sedang mengintrospeksi diri di apartment. Tapi, aku tidak setuju setelah ini kamu tinggal dengan mahluk berbahaya sepertinya, segeralah pindah ke rumah kita yang ada di pusat kota, dengan begitu aku juga bisa membawa Bella untuk bertemu denganmu."

"Jika setelah sembuh aku segera pindah, apa yang dipikirkan oleh Amanda, dia bisa mengira aku memutuskan hubungan dengannya." Begitu aku mendengar Jonathan tidak melaporkan Amanda ke polisi,, hatiku terasa begitu lega, dan tertawa gembira.

Tangan mungilku meraba wajah tampan Jonathan dan berakta: "Kamu memang yang terbaik."

"Aku yang terbaik?" Jonathan menaikkan alis, "Apa yang aku kaktakan, selamanya tidak pernah kamu dengarkan."

"Aku mendengarkan, tunggulah sampai semua masalah terselesaikan, aku akan mendengarkanmu apa pun itu. Seumur hidup mendengarkanmu, menurut kepadamu, oke?" Aku tersenyum manja kepadanya.

"Kamu berbicara lebih baik daripada menyanyi." Jonathan berkata tidak percaya.

"Jangan marah, aku tidak apa-apa." Aku membujuk Jonathan, aku tahu dia sangat menyayangiku, melihatku terluka, pasti dia tidak bisa menerimanya. Tapi Amanda juga karena sedang patah hati jadi dia tidak tidak sengaja mendorongku terlalu keras. Juga salahku sendiri karena tidak berdiri dengan tegap, aku harus lebih banyak makan, agar lebih stabil, bagaimana bisa dengan begitu mudahnya jatuh.

Tangan Jonathan perlahan menyentuh perban yang ada di dahi ku. "Juga tidak tahu apa akan meninggalkan bekas luka, jika nanti tampak jelek, bagaimana bisa membawamu jalan-jalan?"

"Membawaku jalan-jalan?" Aku ingin marah juga ingin tertawa, "Menganggap ku hewan peliharaanmu?"

"Apa kamu lebih menurut dari hewan peliharaan?" Jonathan mengerutkan kening.

Aku menggeleng, begitu menggelengkan kepala langsung terasa pusing, "Aku sangat pusing, ingin tidur dulu sebentar."

"Baiklah." Begitu mendengar aku pusing, wajah Jonathan tampak terjatuh, dan segera membantuku merapikan selimut.

Aku tidur dengan nyenyak selama sehari lebih, saat aku sedang dalam keadaan setengah sadar, aku seperti mendengar suara orang berbicara, aku membuka mataku perlahan, dan melihat Jonathan yang sedang sibuk di telepon.

Dia yang melhatku terbangun, segera langsung menutup teleponnya.

"Jonathan, urusan kantormu cukup banyak, tidak perlu menemaniku di rumah sakit." Aku berkata pelan.

Wajah Jonathan mengeras sambil menatapku kemudian berkata: "Yang baru saja aku angkat itu bukan teleponku, ini punyamu, kakak iparmu menelepon, beberapa hari ini mama mu tidak mau makan, perutnya kembung dan membuncit, sepertinya metastasis."

Baru satu bulan sudah metastasis tumor ganas? Aku terkejut hingga tak mampu berkata apa-apa.

"Aku mau pulang melihat mama." Aku menyibakkan selimutku cepat-cepat, otakku penuh dengan gambaran wajah pucat dan penuh keriput mama, aku pernah berkata bahwa aku akan menemaninya, tapi aku sibuk bekerja, sibuk mengulang kembali kenangan hangat dengan Jonathan dan melupakannya.

"Aku temani kamu pergi, tapi tanya dulu ke dokter harus memperhatikan apa." Jonathan mengingatkan ku, untuk harus tetap mengikuti saran dokter. Karena takut aku mengalami kecelakaan, dia menelepon dokter keluarganya untuk mengikutiku.

Saat aku pulang ke rumah, ketika kaka melihat Jonathan Yi yang berdiri di belakangku, dia segera bangkit berdiri, dan menyambut kami dengan riang.

Aku tidak mempedulikan Christopher, dan langsung masuk ke kamar mama, meihat wajahnya, hatiku terasa begitu pedih sampai menangis, baru satu bulan, dia sudah menjadi sangat kurus.

Keriput di wajahnya terlihat semakin jelas, saat melihatku, dia menyentuh wajahku dan bertanya dengan khawatir: "Kepalamu kenapa?"

"Terbentur, tidak apa-apa." Aku menjawabnya dengan hati pedih, "Ma, apakah kamu menyesal telah melahirkanku di kehidupan ini, dari kecil sampai besar tidak bisa membahagiakanmu?"

"Kau bicara apa, kebanggaan terbesar dalam hidupku, adalah melahirkanmu dan kakakmu." Mama tersenyum, mengerti aku mengkhawatirkan kondisi tubuhnya, dia menghibur ku dan berkata: "Tubuhku masih kuat, masih menunggu untuk memeluk cucuku."

Mendengar perkataan mama, hatiku terasa semakin sakit, semua orang sampai sekarang masih merahasiakan penyakit mama, karena takut jika dia mengetahuinya akan lebih cepat memperburuk keadaannya, tapi melihatnya seperti ini, sepertinya dia juga sudah bisa menebaknya.

Kakak ipar masuk ke kamar membawakan semangkok mi kuah dan menyorongkannya kepada mama.

Aku melihat tangan mama yanag agak gemetar, dan membuka mulutnya perlahan sambil tersenyum dan berkata: "Aku mendapati mi cukup enak rasanya."

Baru menelan beberapa suap, dia menutup mulutnya, menyuruhku untuk menyingkir, kemudian memuntahkan semua mi yang sudah dia makan. Setelah selesai muntah, mama mulai menangis.

Kakak ipar yang berdiri di sebelah pun ikut menangis tersedu, melihat mama yang begitu tersiksa, hati siapa yang akan tahan.

Kakak ipar keluar untuk mengambil kain pel dan sapu, kemudian membersihkanya sambil menangis. Christopher yang melihatnya, segera melangkah maju dan mengambil alihnya sambil berkata: "Membiarkanmu mengepel lantai, melihatmu demikian tersiksanya, biar aku saja."

Setelah berkata demikian, Christopher segera membersihkannya sampai tuntas dengan cepat.

"Kalian keluarlah, aku ingin bicara dengan Christine." Mama menyuruh semua orang kecuali aku untuk keluar.

Setelah pintu tertutup, mama menggenggam tanganku, dan bertanya: "Christine, berapa lama lagi aku bisa hidup?"

Novel Terkait

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu