Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 59 Mencintainya Maka Meninggalkannya

"Kamu cepat masuk, kalau ada sesuatu bicarakan pelan-pelan." Jonathan memapahku.

Mataku memandangnya dengan melas dan memohon: "Jonathan, minta mama mengembalikan anak itu, ya?"

'Iya." Jonathan mengiyakan dengan cepat, aku tahu dengan jelas bahwa dia sedang berusaha untuk menghiburku, dan berusaha untuk menenangkanku dulu, tapi aku juga dengan bodohnya mengikutinya.

Aku melewati hari dengan bahagia dan manis dengannya.

Jonathan mengulurkan tangan untuk menyambutku, aku menatap ke arahnya, membalas uluran tangannya. Saat kedua tangan kami bersentuhan, dia segera menarikku dan mendekapku dalam pelukannya erat-erat.

Aku berada di dalam pelukannya seperti seorang anak kecil, dan menangis tak henti. Mengeluarkan seluruh isi hati dan pikiranku selama beberapa hari terakhir ini.

Air mataku mengalir deras membasahi kemejanya, aku menelan ludah, dan berkata sambil menangis sesenggukan: "Jonathan, aku benar-benar tidak mendorong nenekmu."

"Aku tahu." Dia menjawab ringan.

"Kamu tahu lalu kenapa kamu melakukan ini kepadaku?" Aku menangis semakin keras, aku pun mendorongnya menjauh, dan menatap kedua matanya, lalu bertanya: "Sebenarnya demi apa?"

"Mama tidak percaya kepadamu, dia bersikeras menjebloskanmu ke dalam penjara." Jonathan menunduk menatapku, "Christine, baik-baiklah menunggu di rumah, jangan pergi kemana-mana, rawatlah dirimu baik-baik."

"Demi melindungiku, jadi kamu menjauhiku?" Aku tidak mampu mengerti cinta seperti ini, kenapa dia tidak mengatakan dari awal, apa yang dia takuti, takut aku akan mencari masalah dengan ibunya?

"Baik-baiklah istirahat di rumah. Kantor akhir-akhir ini sangat sibuk, tunggu sampai kesibukan ini berakhir, aku akan membawamu keluar berjalan-jalan." Jonathan menjawab dengan cuek.

Aku menatap ke arahnya, melihat dia mengambil ponselnya untuk mengangkat telepon, setelah selesai telepon, dia meletakkan ponselnya di atas meja, kemudian menuju ke toilet.

Ponselnya kembali berdering, aku melangkah mendekat, melihat nama yang ada di layar ponsel, dan kata "kakak" terpampang di situ.

Dengan wajah tanpa ekspresi aku mengangkat telepon itu, aku segera mendengar suara Christopher.

"Adik ipar, uang yang kita bicarakan waktu itu bisakah kamu berikan padaku sore ini?" Kata-kata Christopher itu serentak menusuk hatiku. Kalau aku mama Jonathan, tentu aku membenci menantu perempuanku ini.

Christopher pasti pergi berjudi lagi.

Karena alasanku, pasti Christopher meminta uang dari Jonathan beberapa kali. Aku menutup telepon, melihat ke arah pintu toilet, menunggu sampai Jonathan keluar.

Dia melihat ke arahku, dan bertanya: "Kenapa kamu mengambil ponselku?"

"Aku sudah mengatakan, aku tidak ingin keluargaku mengambil uangmu, kenapa kamu masih memberi uang ke Christopher?" Air mataku kembali mengalir deras, yang diberikan Jonathan kepada Christopher bukan uang, melainkan harga diriku.

Aku begini pun masih punya harga diri.

"Dia itu kakakmu." Penjelasan Jonathan sungguh masuk akal.

"Dia bukan kakakku, dia itu vampir, seumur hidupku ini aku tidak ingin terus berada dalam cengkeramannya." Aku menjelaskan tanpa ekspresi, aku sudah pernah berkata, kalau Christopher masih seperti dulu, meskipun dia mati sekalipun, aku tidak akan peduli.

"Aku mengerti." Jonathan terbiasa mengucapkan dua kata ini.

Seberapa banyak yang dia mengerti, dia bahkan tidak mengerti perasaanku saat ini, betapa aku sangat membenci Christopher hingga aku ingin membunuhnya.

Setelah Jonathan meninggalkan kamar, aku mendengar suara mobil pergi melaju dari rumah keluarga Chandra, aku meminta Bi Ema untuk memanggilkan sebuah mobil, aku ingin pulang ke rumah.

Dia menolak, berkata bagaimana seorang wanita yang baru saja melahirkan boleh berpergian keluar.

Aku turun dengan tidak sabar, aku tidak peduli tentang baru saja melahirkan, hatiku berdegup kencang terbakar emosi, peduli apa tentang kepercayaan kuno seperti itu.

Bi Ema tak kuasa mencegahku, hanya bisa membantuku untuk memanggilkan taksi, dia ingin menemaniku, tapi aku melarangnya dan meninggalkannya.

Saat aku kembali ke rumahku, tubuhku terasa agak lemah, aku bersandar pada dinding untuk mengganti sepatu, kemudian mengerahkan tenaga untuk menuju ke kamar papa.

"Pa......" Aku duduk di kursi yang ada di sisi ranjang, mendapati papa terbaring tak bergerak.

Aku terhneyak, menepuk wajah papa perlahan, memanggilnya berulang-ulang.

Aku tidak pernah menyangka papa akan meninggalkanku begitu saja, tanpa ada seorang pun di sisinya, apa dia ada keinginan yang belum tercapai, atau curahan hati, tidak ada seorang pun yang tahu.

Aku naik ke atas ranjang, memeluknya erat dan menangis sejadi-jadinya.

Aku bukanlah wanita yang baru saja melahirkan lagi, aku mengurus segala urusan pemakaman papa bersama mama, selama satu minggu saat papa meninggalkan kami, bayangan Christopher tidak muncul sama sekali.

Setelah mengurus pemakaman papa, aku berkata kepada mama: "Ma, aku ingin bercerai dengan Jonathan."

"Mengapa?" Mama bertanya dengan terkejut.

"Tidak ada mengapa, aku tidak ingin lagi." Hatiku seakan hancur berkeping-keping ketika mengatakannya.

"Christine, apa pernikahan merupakan sebuah permainan bagimu? Apa kamu sadar kalau kamu bercerai kembali, untuk menikah lagi tidak mudah." Mama mengingatkanku dengan marah.

"Di kehidupan ini aku memang tidak ditakdirkan untuk menikah. Kalau aku berada di sisi papa, merawatnya, menjaganya, dia tidak akan pergi dengan begitu menyedihkan." Aku tidak menangis, air mataku sudah kering setelah beberapa hari ini mengalir deras.

"Apa maksudmu mengatakan hal semacam ini, kamu ini seorang ibu, kamu harus mempertimbangkannya baik-baik lagi." Mama menasihatiku dengan keras.

Mengapa aku tidak mengerti pengertian ini.

Semenjak anak itu lahir, neneknya membawanya pergi, dan sampai sekarang bahkan selembar foto pun aku tidak menerimanya.

Aku hanya melihat sekilas wajah merah yang mungil itu saat aku melahirkannya, tidak tahu apakah dia sudah bertumbuh besar sekarang, saat ini aku pun tidak tahu apakah dia sedang minum susu atau tidur dengan pulas.

Aku sangat merindukannya. Aku tahu, selama aku berada di rumah keluarga Chandra, neneknya tidak akan pernah membawa anak itu kembali.

Aku terdiam, tidak ada air mata yang tersisa, aku meninggalkan rumahku tanpa suara, dan tidak juga kembali ke rumah keluarga Chandra.

Tanpa keberadaan anakku rumah Chandra terasa begitu kosong, Jonathan sibuk setiap harinya dengan urusan kantornya, Christopher sibuk meminta uang kepadanya, kemudian lanjut berjudi, aku sungguh tidak sanggup lagi menjalani lingkaran setan yang tak ada habisnya ini.

Aku tidak ingin membebani Jonathan, dan di waktu yang sama, aku juga tidak ingin mempermudah Christopher.

Aku berjalan ke arah sungai Kota F, membiarkan angin menerpa wajahku, aku menatap ke arah sungai yang terlihat luas, dan tersenyum tipis, aku mengeluarkan ponsel, kemudian menelepon Jonathan.

Mungkin dia sedang sibuk, jadi dia tidak mengangkat teleponku.

Aku mengirim sebuah pesan kepadanya.

"Jonathan: Terima kasih atas waktu terindah yang pernah kamu berikan kepadaku, terima kasih karena kamu sudah membebaskanku dari pernikahan dengan Ardy, terima kasih juga sudah memberikan transfusi darah kepadaku di rumah sakit dan menyelamatkan hidupku.

Tapi kamu berjanji akan meminta mama mengembalikan anak kita, kamu mengingkari janji itu. Aku tahu kamu ingin menggunakan uang untuk menggantikan semua itu, jadi kamu terus memberi kakakku uang, kamu merasa baik-baik saja, tapi apa kamu tahu, dengan kamu berbuat seperti itu, kamu menghancurkan harga diriku.

Aku sudah lelah dengan hidupku, aku tidak tahu letak masa depanku, aku benar-benar tidak ingin kembali ke rumah keluarga Chandra.

Jangan bilang aku depresi, karena aku tahu pasti apa yang kulakukan, mungkin setelah kepergianku, kamu bisa hidup seperti kamu yang dulu. Mungkin dengan kepergianku, mamamu akan membawa pulang anak kita.

Dan, aku juga tidak mendorong nenek, aku tidak tahu mengapa Bi Inem berbohong. Beberapa waktu terakhir ini aku menccurigai Cynthia, menurutku demi mendapatkanmu, dia mendorong nenek dari tangga.

Karena aku memberikan pena perekam berisi tentang dia tidur dengan orang lain kepada nenek, tapi aku sudah melihat rekaman CCTV, Cynthia tidak datang ke rumah keluarga Chandra hari itu, jadi harusnya bukan dia juga yang mendorong nenek.

Aku tidak tahu apa nenek terpleset dan jatuh sendiri, atau ada alasan tertentu, aku sungguh tidak paham.

Jonathan, kalau bayi kita kembali ke rumah, sesibuk apapun kamu, kumohon kamu sediakan sedikit waktu untuk merawat anak kita sebaik mungkin.

Aku pergi, mungkin tidak akan kembali untuk selamanya. Setelah ini carilah seorang wanita, bukan seorang wanita kurang ajar yang menikah dua kali sepertiku, carilah seorang wanita yang bisa menjadi menantu yang baik bagi mama, itu akan mengurangi banyak sekali beban pikiranmu.

Aku cinta kamu, Christine."

Setelah mengirim pesan itu, aku mematikan ponselku, kemudian membuangnya ke aliran sungai.

Aku membentagnkan kedua tanganku, menikmati angin yang menerpa wajahku, dan naik ke pagar pinggir sungai.

Aku memejamkan kedua mataku perlahan, membiarkan angin membawa tubuhku pergi. Mungkin seperti yang dikatakan orang tua, setelah melahirkan anak seharusnya memperbaiki diri, kalau tidak memperbaiki diri, akan mucul berbagai macam penyakit.

Berat tubuhku sudah kembali menjadi berat ideal yang diinginkan Kak Dewi, aku bisa merasakan tubuhku mulai terbawa angin.

Tiba-tiba sepasang tangan merengkuh pinggangku dari belakang, dan menarik aku turun dari pagar sungai, aku membuka mata seketika, berusaha melepaskan diri sekuat tenaga, aku berbalik dan terhenyak, orang itu si biadab Sean.

"Lepaskan aku." Aku berteriak kepadanya.

"Ada masalah apa, sampai kamu berencana untuk mengakhiri hidupmu?" Suara Sean menggema di telingaku.

Aku mengangkat kakiku, menghentakannya di atas kakinya, dia melepaskanku dengan penuh kesakitan, dengan sebelah kaki yang meloncat-loncat, dia berkata perlahan: "Aku sudah menolongmu, ini kah balasanmu."

Aku mengabaikannya, melenggang pergi.

Dia mengikutiku dari belakang dan bertanya: "Christine, sebenarnya ada apa denganmu?"

Aku terdiam, menambah kecepatan langkahku, tidak kusangka dia berhasil mendahuluiku, dan mencegahku pergi, dia menunduk melihatku dan berkata: "Kalau aku tidak sedang menjemput seorang wanita di daerah sini, pasti tidak akan bisa menolongmu, yang kutakuti..."

"Tidak ada yang ditakuti, kamu akan melanjutkan untuk menjemput wanita itu." Aku menyahut cepat.

"Ketika melihatku memelukmu, wajah wanita itu memucat, lalu dia pergi begitu saja." Dahi Sean mengerut, "Eh, hari ini aku tidak punya teman wanita, kamu harus menemaniku."

"Maaf, apa 600 ribu ini cukup?" Aku menyodorkan uang itu ke dadanya, dia hanya menatapku penuh tanya.

"Untuk apa memberiku uang?"

"Ganti rugi untukmu, cari wanita lain yang mau memberi servis untukmu, perlakuanmu seperti ini, dengan uang 600 ribu, pasti sudah cukup pantas." Aku berkata tanpa ekspresi, kemudian berbalik dan pergi.

Lengannya yang panjang kembali menghentikan langkahku.

Dia menggelengkan kepala, lalu berkeliling mengitariku sambil berkata: "Christine, mulutmu itu sungguh berbisa, apa Jonathan tahu tentang ini?"

Mendengar nama Jonathan, aku diam seribu bahasa, mataku agak menyipit melihat ke arah Sean.

"Melihat ekspresi terlukamu, aku sungguh tidak tega." Sean menyetuh dadanya dengan penuh dramatisir, dia mengembalikan uang itu ke dalam genggaman tanganku dan berkata: "Aku kembalikan uangnya kepadamu, wanita Sean semuanya berkeinginan sendiri, gratis."

Bibirnya membentuk senyum nakal, dia memainkan alisnya, kemudian berbalik dan pergi.

Aku melihat bayangannya pergi, hatiku terasa begitu berat. Pria nakal sepertinya, pasti ada orang yang menghukumnya dan menggunakannya.

"Sean." Aku memanggilnya.

Sean menengok ke arahku, senyumnya kembali merekah, dan dengan sengaja dia tertawa kemudian berkata: "Ada apa, kamu baru menyadari ketampananku dan tidak bisa melupakanku?"

Aku melangkah mendekat, dan menatap lurus ke arahnya, "Carilah tempat untuk menenangkanku."

"Apa kamu sedang menyuruhku untuk merengkuhmu?" Sean menatap tak percaya kepadaku, aku tahu kenapa dia terlihat begitu terkejut.

"Aku ingin mencari sebuah tempat untuk menenangkan diriku sendiri untuk beberapa saat, lalu memikirkan jalan masa depanku harus bagaimana?" Aku berkata dengan datar kepadanya, seakan dia berhutang kepadaku.

Sean menepuk dadanya, mengerutkan alis dan berkata: "Christine, melihat wajah pucatmu, aku benar-benar suka saat-saat aku memanfaatkan orang."

"Mulutmu sangat jahat, kamu tipe orang yang sangat kubenci. Tapi aku bertaruh kamu juga punya sisi baik." Setelah aku berkata demikian, tawa jahatnya semakin meledak.

"Wah wah... sisi baik." Dia menggeleng, kemudian melangkah maju mendekatiku, dia meniupkan udara di tengukku, dan berkata: "Aku tidak tertarik pada apapun, kecuali pada wanita."

"Kamu sendiri yang berkata untuk menjadi seorang pria biadab, aku tidak bisa berkata apapun." Begitu berkata demikian, aku berbalik dengan kecewa dan bersiap untuk melangkah pergi, tapi dia kembali menahanku.

"Christine, kenapa kamu mau meninggalkan Jonathan?"

Aku menatap kedua matanya, "Mencintainya, jadi aku meninggalkannya."

"Ternyata begitu. Maksud sebaliknya, membenciku, jadi berada bersamaku disini?"

Novel Terkait

Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu