Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 42 Pertunjukan Pertama
Melihatku sedikit curiga, Cynthia menjulurkan tangan, menutupi cek tunai itu, lalu menjauhkannya dan berkata: "2 MIlyar ini aku terima."
"Baiklah, kata sandi kartu ATMku 110402." Setelah memberitahukan kata sandiku, aku bangkit berdiri, masih menatap Cynthia dengan curiga, aku berkata, "Nona Cynthia, kalau tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku pergi dulu."
"Baiklah." Cynthia tampak dengan jelas menjadi gelisah, tidak peduli dengan kepergianku.
Dia yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba menegang, setelah menerima telepon itu, aku penasaran siapa yang ada di seberang telepon, siapa yang bisa membuat seorang Cynthia Wijaya ketakutan, jangan-jangan ada orang lain yang menarik benang dari atasnya?
Atau jangan-jangan belakangan ini api emosinya sedang padam? Aku tertawa dingin sejenak, lalu menyadari ternyata aku juga berada di sisi kehidupan yang lain.
Betul juga, aku memang orang yang seperti itu, dia pernah menyakitiku, jadi ketika aku melihatnya tersakiti, aku merasa senang tanpa sebab, bukannya dia kaya raya dan penuh pengharapan? Apa di dunia ini ada sesuatu yang tidak bisa diselesaikan dengan harta?
Aku tidak menyelidiki sesungguhnya apa yang membuat Cynthia ketakutan, aku juga tidak peduli dengannya.
Sekarang ini satu-satunya yang ingin segera kulakukan adalah melunasi hutang 1 Milyar ke Kak Dewi.
Pertunjukan pertamaku adalah pertunjukan mutiara, Kak Dewi memberiku peran sebagai yang tampil di puncak acara dengan membawa sebuah mutiara dari Afrika Selatan.
Di belakang panggung, para make-up artist mendandani para model dengan penuh ketegangan, Kak Dewi berdiri di belakangku, menepuk bahuku, lalu menatapku dengan serius di cermin, "Christine, tunjukan padaku kepercayaan dirimu, tak peduli tiga tahun, atau lima tahun, kamu adalah yang terbaik."
Aku memberi Kak Dewi anggukan penuh kepercayaan diri.
Aku memandangi bayanganku di cermin, aku yang terbalut dalam gaun putih, dan bermahkotakan batu permata. Aku menggigit-gigit bibir bawahku dengan gugup. Kak Dewi meminta seorang asisten untuk membantu aku memakai hiasan kepala.
Dalam sekejap, permata itu membuatku cantik tak terkira. Membuat aku semakin berkharisma, sebuah daya tarik yang akan membuat wanita mana saja menjadi penuh kepercayaan diri.
Iringan musik dari luar mulai terdengar, gegap gempita terbawa masuk sampai ke belakang panggung, atmosfir tiba-tiba menjadi tegang. Satu demi satu model melangkah keluar, aku perlahan bangkit berdiri, sambil mengangkat gaun yang terjuntai jatuh ke lantai, aku melangkah keluar dengan genderang di dalam dadaku.
Mungkin karena sudah lama tidak tampil di atas panggung, ketika model yang paling terakhir turun dari panggung, aku membeku di atas kakiku, sampai-sampai Kak Dewi mendorongku, aku baru bisa melangkah maju, perlahan naik ke atas panggung.
Tiga tahun sudah berlalu sejak aku menjadi pusat sorotan begitu banyak lampu, tapi saat aku mulai melangkah perlahan, rasa keakraban, rasa hangat yang dihadirkan oleh begitu banyak lampu membuatku menemukan kembali rasa percaya diriku.
Aku tidak mempedulikan sorot mata para penonton dari bawah panggung, penuh percaya diri aku berjalan perlahan, kurasakan setiap langkah kakiku mewakilkan kemantapan hatiku.
Kemunculanku kembali di dunia model tergolong sukses, ini semua Kak Dewi yang mengatur. Aku sangat berterima kasih padanya karena sudah sangat baik padaku.
Kak Dewi sangat puas dengan penampilanku, dia berkata aku masih merupakan wanita yang memancarkan kharisma ke segala arah seperti tiga tahun yang lalu, dia yakin aku hanya akan bertambah menjadi lebih baik.
Setelah menghapus riasan, Kak Dewi sebenarnya ingin mengajakku merayakan kesuksesan malam itu. Aku melihat waktu dari ponselku sudah menunjukan pukul sembilan, kalau aku belum juga pulang, aku khawatir Jonathan akan marah.
Kak Dewi tidak mau memaksaku, dia bertanya dengan curiga, "Kamu kan sudah bercerai, kenapa harus pulang awal, jomblo harus berkelakuan seperti jomblo, bersenang-senanglah."
Aku menggelengkan kepala, "Tidak, terima kasih."
Tiba-tiba matanya tertuju pada pintu, raut wajahnya berubah seketika.
Melihatnya, aku bertanya dengan bingung, "Ada apa?"
Kak Dewi mengangkat alis dan bahunya, "Ada yang sedang mencarimu."
Aku melihat ke arah pintu dengan bingung, di situ aku melihat Yoga.
Kenapa dia datang kemari?
Wajahku tenggelam, melihatnya perlahan menghampiriku, dengan akrab dia melambai kepada orang-orang. Sesampainya di hadapanku, dia bertanya, "Sudah selesai? Ayo aku traktir kamu makan."
"Aku sedang diet, tidak boleh makan terlalu larut makan." Aku menjawabnya dengan santai.
"Bukan hanya kita berdua, aku juga mengajak Jonathan dan Cynthia, kami bertiga akan datang." Aku melongo mendengarnya. Sepertinya aku tidak akan bisa menolaknya. Aku hanya bisa menemaninya makan malam penuh siksaan itu.
"Kamu keluar dulu, tunggu aku di luar." Aku menyuruh Yoga keluar dulu, ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Kak Dewi.
Begitu Yoga melangkah keluar, aku menarik Kak Dewi yang tadinya sedang berusaha diam-diam pergi, lalu bertanya, "Kak Dewi, apa yang sebenarnya terjadi di pertunjukan hari ini?"
Kenapa Yoga terlihat sangat akrab dengan kru yang berada di belakang panggung ini?
Kak Dewi membalikkan badan, lalu tertawa, "Ya seperti itu lah."
"Seperti itu, seperti apa, kenapa dia bisa datang kesini?" Aku bertanya dengan bingung.
"Pertunjukan mutiara ini diselenggarakan oleh Yi's Enterprises, kenapa Yoga tidak boleh disini?" Jawaban Kak Dewi membuatku merasa bodoh.
Dari awal aku sudah mengatakan padanya kalau aku tidak ingin bergantung dari keluarga Yoga, tapi aku malah bisa kembali berkarya karena orang-orang itu.
"Christine, Yoga benar-benar menyukaimu, semisal kamu tidak menjadi bintang di pertunjukan ini, akan selalu ada model lain yang menggantikan, tapi kenapa cuma kamu yang diajak makan bersamanya?" Kak Dewi tertawa dari sudut bibirnya, "Baiklah, kita pergi dulu."
Aku bengong menatap lantai, memejamkan mata, menggigit gigiku, lalu mundur beberapa langkah dan kembali duduk di kursi rias.
Apa yang ingin Yoga lakukan? Apa dia mau menebus semuanya? Apa dia ingin mengembalikan martabatku?
Aku tertawa sinis, dia benar-benar mengira dia bisa memutar balik waktu, benar-benar mengira aku akan memberinya maaf.
Apa aku sebenarnya punya sebuah moral baik yang aku sendiri tidak menyadari keberadaannya? Orang yang berbuat baik padaku, akan kubalas dengan kebaikan berlipat. Tapi terhadap mereka yang jahat padaku, mereka selamanya akan berada di daftar hitamku.
Aku menatap bayanganku di cermin, dan setelah menarik nafas dalam-dalam, aku bangkit berdiri. Acara makan malam ini harus kuhadiri, karena Jonathan juga akan menghadirinya.
Ketika aku melangkah keluar dari belakang panggung, orang-orang yang menghadiri pertunjukan itu sudah bubar, di sana hanya ada Yoga, Jonathan dan Cynthia.
Yoga maju ke depan, dan bertanya dengan perhatian, "Sudah selesai? Apa kita bisa jalan sekarang?"
Aku mengangguk pelan, mataku tertuju pada tangan Cynthia yang mendekap erat lengan Jonathan. Dia juga menyandarkan kepalanya di bahu Jonathan, seakan sengaja mempertontonkan sebuah kemesraan mereka.
Aku menatap Jonathan dengan dingin, dia membalasku dengan memberikan sebuah ekspresi tak berdaya.
Aku ikut mobil Yoga, Jonathan dan Cynthia naik mobil lain, mobil mereka mengikuti mobil Yoga. Aku bertanya, "Kita akan pergi makan di mana?"
"Hotel Imperial." Setelah Yoga menjawab tanpa berpikir, aku langsung menolaknya, "Aku tidak jadi pergi."
Yoga menoleh, menatapku sejenak, lalu bertanya, "Kamu ingin pergi makan kemana?"
Aku berpikir sejenak, lalu mengangguk, dengan demikian, Yoga mengendarai mobil menuju ke sebuah tempat makan yang berada dekat dengan tempat tinggalku. Begitu turun dari mobil, aku langsung memesan menu andalan tempat makan itu.
Begitu Yoga, Jonathan selesai memarkirkan mobil mereka dan melihat kondisi tempat makan yang kacau balau itu, mereka semua mengernyitkan alis lalu bertanya, "Apa tempat ini lolos cek kebersihan?"
Aku menggelengkan kepalaku, "Tidak bersih baru sehat."
Yoga menanggapinya dengan tertawa kecil, lalu duduk dengan terpaksa.
Jonathan melihat sorotan dingin mataku, akhirnya juga duduk dengan terpaksa. Cynthia selesai menerima telepon, berjalan ke tempat duduk kami, setelah melihat sekelilingnya, dia menolak untuk duduk, "Ini keterlaluan kotornya, ini tidak pantas diduduki orang."
Aku dari awal sudah bisa menebak reaksi Cynthia, dia orang kaya, pasti tidak pernah makan di tempat kotor seperti ini.
"Nona Cynthia yang agung, yang belum pernah datang berkunjung ke dunia manusia biasa. Silahkan memilih mau duduk di mana." Aku berkata dengan nada ringan.
Cynthia maju dan menarik lengan Jonathan, lalu dengan manja berkata, "Jonathan, kita pergi ke Hotel Imperial saja. Aku tidak terbiasa disini, nanti bisa sakit perut."
Melihat mereka terlihat mesra, aku merasa marah, tapi harus teteap berpura-pura acuh tak acuh, menyahut, "Benar juga, Tuan Jonathan juga tidak boleh berada di lingkungan seperti ini, segera pergi dengan putri Cynthia menuju ke istana (Hotel Imperial), yang merupakan surga kalian."
"Jonathan, kamu pergi saja dengan Cynthia, aku akan menemani Christine." Yoga juga ikut membantu.
Jonathan berkali-kali memelototiku, seakan tidak rela untuk pergi.
Cynthia terus menarik Jonathan untuk pergi, tapi setelah yang di tarik enggan bangkit berdiri, dia bertanya dengan lantang, "Jonathan, apa kamu masih cinta padanya?"
Dia sengaja tidak menyebutkan namaku, karena dia tidak ingin mereka berdua bertikai memperebutkanku, walau demikian, Yoga juga mengetahui maksud Cynthia.
Jonathan tak tahu harus bagaimana menghadapi tatapan penuh kesalahpahaman Yoga kepadanya, akhirnya dia menemani Cynthia pergi ke Hotel Imperial.
Begitu mereka melangkah pergi, Yoga langsung bertanya padaku, "Apa kamu dulu sudah pernah mengenal Jonathan?"
Kali ini menu yang kupesan sudah datang semua, aku mengambil sumpit sekali pakai, dan langsung makan tanpa mempedulikan pertanyaannya.
Yoga memandang meja yang penuh dengan makanan itu, tanpa berani untuk mengambil sumpit dan memakannya.
Aku tahu, dia belum pernah makan di tempat seperti ini. Dia hanya demi menemaniku, dengan sangat terpaksa duduk di situ.
"Kalau kamu tidak sanggup memakannya, jangan dipaksakan, kamu juga boleh menyusul mereka ke Hotel Imperial." Aku memandangnya dengan dingin, dan berkata sinis.
"Aku sanggup." Yoga mengambil sumpit lalu mulai memakan siput, setelah mengendus-endus sekian lama, dia memandangku dengan kikuk.
Aku tidak mempedulikan apa dia mau makan atau tidak, setelah aku selesai makan, aku bangkit berdiri akan membayar. Toh dia juga tidak ikut makan.
Yoga maju dan menarikku, "Tidak usah, aku saja."
Aku menatapnya, lalu mengangguk, "Baiklah."
Yoga dengan senang hati mengeluarkan kartu ATMnya dan berkata pada bos tempat makan itu, "Bos, bayar dengan kartu."
Dia berkata demikian, membuat bos itu diam melongo, lalu menggelengkan kepalanya, berkata, "Rumah makan kami kecil, orang-orang yang biasa makan disini biasanya membayar tunai."
Begitu mendengar, Yoga merasa canggung, "Pakai OVO bisa kan?"
Bos itu menggelengkan kepalanya lagi, "Kami disini hanya menerima uang tunai."
Aku menggelengkan kepala, tidak paham dengan orang-orang kaya ini, aku mendorong Yoga menjauh, lalu memberi bos rumah makan itu empat ratus ribu, bos itu menerima uangku, memeriksanya, lalu membawanya masuk.
"Maafkan aku, aku tidak tahu tempat ini ternyata hanya menenerima uang tunai." Yoga menjelaskan dengan canggung.
Aku tidak menjawabnya, hanya berdiam berdiri disana.
"Christine, ayo kita pergi dari sini!" Yoga dengan lembut memintaku pergi dari sana.
"Sebentar, bosnya belum memberiku kembalian."
"Tidak perlu ditunggu, anggap saja memberinya uang tip." Kata-kata Yoga membuat emosiku meluap.
"Tuan Yoga yang terhormat, bagi kami rakyat jelata ini menghasilkan uang bukan hal yang mudah, aku tidak tahu apapun soal uang tip, yang aku tahu hanya aku tidak akan semudah itu menghamburkan uang hasil jerih payahku." Aku tahu perkataanku itu terlalu frontal, setiap kata yang aku gunakan ditujukan untuk Yoga.
Tapi aku tidak bisa tidak marah.
"Oh...." Yoga menjawab dengan lirih.
Seorang tua berjalan keluar memberiku kembalianku. Aku memasukkannya ke dalam dompetku, lalu membalikkan badan dan berjalan menjauh. Yoga masih menemaniku, bersiap mempersilahkanku masuk ke dalam mobilnya, tapi aku menolak.
"Hari ini aku sangat berterimakasih karena kamu sudah berjuang sekuat tenaga untuk menemaniku makan di tempat seperti itu, sekarang aku mau pulang." Setelah berkata demikian, kebetulan sebuah taksi lewat di depanku, aku melambaikan tangan, memanggil taksi itu.
"Christine, biarkan aku mengantarmu pulang." Yoga memohon.
Tapi aku tidak mempedulikannya, begitu taksi itu berhenti di depanku, aku langsung naik ke dalam.
Taksi itu perlahan bergerak menjauh, aku bisa menyaksikan Yoga tertunduk lesu dalam kegelapan malam dari kaca belakang taksi itu.
Apakah aku sudah keterlaluan?
Kalau dibandingkan dengan apa yang dia lakukan padaku selama tiga tahun, itu bukan apa-apa.
Ketika aku sampai di rumah, jam sudah menunjukan pukul 10:27, Jonathan belum juga nampak, dia bersama dengan Cynthia pergi ke Hotel Imperial, pastinya sedang bersenang-senang! Aku juga tidak meneleponnya, perubahan menjadi baik itu harus disadari dengan sendirinya, aku ingin melihat jam berapa dia baru akan pulang.
Novel Terkait
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu×
- Bab 1 Malam Yang Menyedihkan
- Bab 2 Sawah Yang Kering Ada Orang Yang Menyirami
- Bab 3 Istri dan Mertua Tidak Akur
- Bab 4 Kekasih Ardy
- Bab 5 Wanita Yang Paling Bodoh
- Bab 6 Konflik
- Bab 7 Aku Tidak Suka Dimanfaatkan Orang
- Bab 8 Bercerai
- Bab 9 Mogok Makan
- Bab 10 Membuat Kesepakatan
- Bab 11 Bercerai Tanpa Mendapatkan Harta Sama Sekali
- Bab 12 Mengenang Kembali
- Bab 13 Pesta
- Bab 14 Dia Pacarku
- Bab 15 Menantang
- Bab 16 Aroma Tubuh Laki-Laki Lain
- Bab 17 Hamil
- Bab 18 Tertekan
- Bab 19 Makan Aku Saja Kalau Masih Lapar
- Bab 20 Wanita Yang Tidak Berpendidikan
- Bab 21 Aku Mau Anak Ini
- Bab 22 Tiba-Tiba Kembali
- Bab 23 Tidak Boleh Melakukan Saat Hamil
- Bab 24 Anggap Aku Pinjam Darimu
- Bab 25 Cinta Yang Abnormal
- Bab 26 Wanita Jahat
- Bab 27 Berikan Aku Kesempatan Untuk Menjagamu
- Bab 28 Menolak Tanpa Perasaan
- Bab 29 Tidak Bisa Memilikinya
- Bab 30 Bagaimana Caranya Agar Kamu Bisa Menerima Cintaku
- Bab 31 Kecelakaan Mobil
- Bab 32 Jual diri
- Bab 33 Konspirasi Mengerikan
- Bab 34 Melamar
- Bab 35 Perpisahan
- Bab 36 Kebenaran yang Pahit
- Bab 37 Mempermainkan Pria
- Bab 38 Kamu Menikahiku
- Bab 39 Baiklah, Aku Mengalah Padamu
- Bab 40 Martabat seorang pria
- Bab 41 Menahan Ejekan
- Bab 42 Pertunjukan Pertama
- Bab 43 Kamu Sangat Cantik
- Bab 44 Sulit Membaca Hati Manusia
- Bab 45 Makan Malam
- Bab 46 Wanita asing
- Bab 47 Kami Sudah Menikah
- Bab 48 Laki-laki Aneh
- Bab 49 Bunuh diri
- Bab 50 Terkurung
- Bab 51 Menyerahlah
- Bab 52 Perlakukan Aku Dengan Baik Seumur Hidupmu
- Bab 53 Pembicaraan Tentang Masa Depan Satu Sama Lain
- Bab 54 Air Mata yang Terlalu Banyak
- Bab 55 Hanya yang Memenggal Bisnis yang Bisa Bertarung
- Bab 56 Penyesalanmu Sudah Terlambat
- Bab 57 Nenek Meninggal
- Bab 58 Kelahiran Anak
- Bab 59 Mencintainya Maka Meninggalkannya
- Bab 60 Tak Sanggup Lagi
- Bab 61 Waktu Tiga Tahun
- Bab 62 Jangan Sentuh Teman Sekamarku
- Bab 63 Brutal dan Berdarah Dingin
- Bab 64 Model Rambut Baru Sangat Jelek
- Bab 65 Bagaimana Membuatnya Senang
- Bab 66 Menarilah di Hadapanku
- Bab 67 Masih Istrinya
- Bab 68 Bertemu Anakku
- Bab 69 Karma
- Bab 70 Tidak Meninggalkanmu
- Bab 71 Menanyakan Masalah Lama dan Baru Bersamaan
- Bab 72 Terluka
- Bab 73 Plagiarisme
- Bab 74 Jika Ingin Uang, Bukalah Harga
- Bab 75 Mati Tersiksa
- Bab 76 Pria pujaanku
- Bab 77 Membagi harta
- Bab 78 Memaksanya mengatakan kebenaran
- Bab 79 Aku jahat, aku tidak baik hati
- Bab 80 Kamu lebih membutuhkanku
- Bab 81 Wanita yang kasihan (1)
- Bab 81 Wanita yang kasihan (2)
- Bab 82 Siapa yang menopause (1)
- Bab 82 Siapa yang menopause (2)
- Bab 83 Aku tidak ingin menjadi pengganti (1)
- Bab 83 Aku tidak ingin menjadi pengganti (2)
- Bab 84 Mendapatkan keuntungan besar (1)
- Bab 84 Mendapatkan keuntungan besar (2)
- Bab 85 Menghancurkan reputasi (1)
- Bab 85 Menghancurkan reputasi (2)
- Bab 86 Tertawa Di Atas Penderitaan Orang Lain (1)
- Bab 86 Tertawa Di Atas Penderitaan Orang Lain (2)
- Bab 87 Melahirkan Semakin Banyak Anak Semakin Banyak Berkah (1)
- Bab 87 Melahirkan Semakin Banyak Anak Semakin Banyak Berkah (2)
- Bab 88 Menaruh Obat (1)
- Bab 88 Menaruh Obat (2)
- Bab 89 Konspirator Terbesar (1)
- Bab 89 Konspirator Terbesar (2)
- Bab 90 Mati Menggantikanku (1)
- Bab 90 Mati Menggantikanku (2)
- Bab 91 Adakan Pernikahan (1)
- Bab 91 Adakan Pernikahan (2)
- Bab 92 Dimanfaatkan Oleh Orang Lain (1)
- Bab 92 Dimanfaatkan Oleh Orang Lain (2)
- Bab 93 Satu Anak Lain Dari Keluarga Yi (1)
- Bab 93 Satu Anak Lain Dari Keluarga Yi (2)
- Bab 94 Semua Kenyataan (1)
- Bab 94 Semua Kenyataan (2)
- Bab 95 Apa Lagi Yang Kamu Sembunyikan Dariku (1)
- Bab 95 Apa Lagi Yang Kamu Sembunyikan Dariku (2)
- Bab 96 Aku adalah barang duplikat
- Bab 96 Aku adalah barang duplikat (2)
- Bab 97 Sengaja mempermainkan orang (1)
- Bab 97. Sengaja mempermainkan orang (2)
- Bab 98 Lelaki Baik, Perempuan Jahat (1)
- Bab 98 Lelaki Baik, Perempuan Jahat (2)
- Bab 99. Keluar (1)
- Bab 99. Keluar (2)
- Bab 100. Penghargaan Ibu Rumah Tangga Paling Besar Hati (1)
- Bab 100. Penghargaan Ibu Rumah Tangga Paling Besar Hati (2)
- BAB 101 Aku Sangat Pelit (1)
- BAB 101 Aku Sangat Pelit (2)
- BAB 102 Selain Membuat Kamu Marah, Apakah Aku Tidak Ada Kelebihan (1)
- BAB 102 Selain Membuat Kamu Marah, Apakah Aku Tidak Ada Kelebihan (2)
- BAB 103 Pelakor Yang Dicari (1)
- BAB 103 Pelakor Yang Dicari (2)
- BAB 104 Cukup Memberi Kamu Muka (1)
- BAB 104 Cukup Memberi Kamu Muka (2)
- BAB 105 Kamu Mengapa Begitu Ganteng (1)
- BAB 105 Kamu Mengapa Begitu Ganteng (2)
- BAB 106 Tuhan Tidak Memberikannya Hati Berbelas Kasih (1)
- BAB 106 Tuhan Tidak Memberikannya Hati Berbelas Kasih (2)
- BAB 107 Cinta Lama Bersatu Kembali (1)
- BAB 107 Cinta Lama Bersatu Kembali (2)
- BAB 108 Apa Kamu Pernah Mengkhianati Aku (1)
- BAB 108 Apa Kamu Pernah Mengkhianati Aku (2)
- BAB 109 Apa Layak Bernilai Sepuluh Juta Yuan (1)
- BAB 109 Apa Layak Bernilai Sepuluh Juta Yuan (2)
- BAB 110 Apa Kamu Sudah Pergi Pemeriksaan Ulang? (1)
- BAB 110 Apa Kamu Sudah Pergi Pemeriksaan Ulang? (2)
- Bab 111 Hobi Khusus (1)
- Bab 111 Hobi Khusus (2)
- Bab 112 Berhati Lembut (1)
- Bab 112 Berhati Lembut (2)
- Bab 113 Mulutmu Cukup Manis (1)
- Bab 113 Mulutmu Cukup Manis (2)
- Bab 114 Apa Kamu Hamil Lagi (1)
- Bab 114 Apa Kamu Hamil Lagi (2)
- Bab 115 Pertengkaran (1)
- Bab 115 Pertengkaran (2)
- Bab 116 Buktikan Seberapa Murninya (1)
- Bab 116 Buktikan Seberapa Murninya (2)
- Bab 117 Bernice Hilang (1)
- Bab 17 Bernice Hilang (2)
- Bab 118 Wanita Licik (1)
- Bab 118 Wanita Licik (2)
- Bab 119 Pria Itu Butuh Dirayu (1)
- Bab 119 Pria Butuh Dibujuk (2)
- Bab 120 Mengapa Kamu Begitu Beruntung (1)
- Bab 120 Mengapa Kamu Begitu Beruntung (2)
- Bab 121 Kita Benar-Benar Harus Mengobrol (1)
- Bab 121 Kita Benar-Benar Harus Mengobrol
- Bab 122 Dengan Mudah Berkata Cerai (1)
- Bab 122 Dengan Mudah Berkata Cerai (2)
- Bab 123 Siapa yang Cantik (1)
- Bab 123 Siapa Lebih Tampan (2)
- Bab 124 Kalau Tidak Tertabrak Tidak Akan Menyerah (1)
- Bab 124 Kalau Tidak Tertabrak Tidak Akan Menyerah (2)
- Bab 125 Berterima Kasih Atas Jasamu yang Tidak Mau (1)
- Bab 125 Berterima Kasih Atas Jasamu yang Tidak Mau (2)
- Bab 126 Pulang Ke Rumah Menjadi Wanita Rumahan (1)
- Bab 126 Pulang Ke Rumah Menjadi Wanita Rumahan (2)
- Bab 127 Wanita Dengan Logika Yang Berantakan (1)
- Bab 127 Wanita Dengan Logika Yang Berantakan (2)
- Bab 128 Serpihan Ingatan (1)
- Bab 128 Serpihan Ingatan (2)
- Bab 129 Antar Aku Pulang (1)
- Bab 129 Antar Aku Pulang (2)
- Bab 130 Jika Memotong Rambut, Muka Akan Terlihat Besar (1)
- Bab 130 Jika Memotong Rambut, Muka Akan Terlihat Besar (2)
- Bab 131 Berapa Banyak Beban Yang Kamu Tanggung (1)
- Bab 131 Berapa Banyak Beban Yang Kamu Tanggung (2)
- Bab 132 Ingatanku Sudah Kembali (1)
- Bab 132 Ingatanku Sudah Kembali (2)
- Bab 133 Membantumu (1)
- Bab 133 Membantumu (2)
- Bab 134 Kamu Panik, Artinya Kamu Merasa Bersalah (1)
- Bab 134 Kamu Panik, Artinya Kamu Merasa Bersalah (2)
- Bab 135 Apa Kamu Pacaran (1)
- Bab 135 Apa Kamu Pacaran (2)
- Bab 136 Kembali Single (1)
- Bab 136 Kembali Single (2)
- Bab 137 Namamu Adalah Mantan Suami (1)
- Bab 137 Namamu Adalah Mantan Suami (2)
- Bab 138 Apa Aku Boleh Kembali Ke Rumah Keluarga Mo (1)
- Bab 138 Apa Aku Boleh Kembali Ke Rumah Keluarga Mo (2)
- Bab 139 Aku yang terbodoh (1)
- Bab 139 Aku yang terbodoh (2)
- Bab 140 Kamu selalu dapat membuat penilaian yang akurat (1)
- Bab 140 Kamu selalu dapat membuat penilaian yang akurat (2)
- Bab 141 Wanita yang kelihatannya tidak berbahaya (1)
- Bab 141 Wanita yang kelihatannya tidak berbahaya (2)
- Bab 142 Kesedihan yang dalam (1)
- 142 Kesedihan yang dalam (2)
- Bab 143 Kamu sepertinya takut pada diriku (1)
- Bab 143 Kamu sepertinya takut padaku (2)
- Bab 144 Aku akan berteriak jika kamu begini (1)
- Bab 144 Aku akan berteriak jika kamu begini (2)
- Bab 145 Aku ingin dia membuktikannya secara langsung(1)
- Bab 145 Aku ingin dia membuktikannya secara langsung(2)
- Bab 146 Jangan Menikah Lagi Untuk Ketiga Kalinya
- Bab 147 Siaran Langsung
- Bab 148 Apa Kedepannya Kamu Akan Mendengar Perkataanku
- Bab 149 Aku Lebih Baik Lanjut Tidak Tahu Malu Saja
- Bab 150 Yang Aku Pedulikan Adalah Hatimu
- Bab 151 Menyimpan Rahasia
- Bab 152 Masa Lalu yang Pahit
- Bab 153 Hukuman Berdiri Menghadap Dinding
- Bab 154. Ingin Melihatmu Untuk Terakhir Kalinya
- Bab 155. Perempuan Tidak Berotak Sangat Menyebalkan
- Bab 156 Kepergian Jonathan
- Bab 157 Perempuan Yang Paling Tidak Tau Malu
- Bab 158 Menarik Spanduk Menyambut Anda
- BAB 157 Perempuan Yang Paling Tidak Tau Malu
- Bab 160 Menikah Kembalilah Denganku
- Bab 161 Seorang Wanita Yang Menyedihkan
- Bab 162 Wanita Melakukan Begitu Banyak Hal Untuk Apa
- Bab 163 Menyuruh Frederik Ouyang Datang Memohon Aku
- Bab 164 Marga Aku Mo, Jadi Beraneh-aneh Saja
- Bab 165 Aku Tidak Ada Perasaan Aman
- Bab 166 Siklus Karma
- Bab 167 Suamiku terlihat tampan saat meninju orang
- Bab 168 Hanya Sebagai Alat
- Bab 169 Hukuman atas keributan
- Bab 170 Apakah kamu mengharapkan akhir seperti Ini?
- Bab 171 Sifat Kejam Manusia
- Bab 172 Melihat Matahari Terbit Untuk Terakhir Kali
- Bab 173 Riwayatku Berakhir Hari Ini
- Bab 174 Aku Akan Bela Keadilan Untukmu
- Bab 175 Terang-terangan Menginginkanmu
- Bab 176 Ikut Campur
- Bab 177 Sekretaris Pria yang Lebih Cantik dari Perempuan
- Bab 178 Sebenarnya Siapa yang Berbohong
- Bab 179 Terkenal Mendadak
- Bab 180 Kamu Paling Cocok Menjadi Istri CEO
- Bab 181 Teman Kantor Yang Tidak Masuk Akal
- Bab 182 Pria kaya selalu playboy
- Bab 183 Kejagoan menjilatnya bagus
- Bab 184 Melakukan siasat senjata makan tuan
- Bab 185 Acara Persahabatan
- Bab 186 Berbaliklah dan kamu bisa melihatku
- Bab 187 Dipecat
- Bab 188 Kamu juga bukan orang yang baik
- Bab 189 Merebut Karyawan
- Bab 190 Acara tahunan perusahaan
- Bab 191 Aku Ingin Berdansa Denganmu, Apa Kamu Bersedia?
- Bab 192 Kata-Kata Itu Tidak Menyakiti Aku
- Bab 193 Kamu Adalah Orang Gila
- Bab 194 Ada Yang Suka Padamu
- Bab 195 Ayo Kita Melahirkan Anak Laki-Laki
- Bab 196 Hubungan yang rumit
- Bab 197 Saat olahraga pagi tenang sedikit
- Bab 198 Memperkenalkan pacar untukmu
- Bab 199 Berjalan-jalan romantis di malam musim dingin
- Bab 200 Kehabisan kata-kata menghadapi keluarga ini
- Bab 201 Alat Keamanan Diri
- Bab 202 Dendam apakah kamu terhadapku
- Bab 203 Bella, bangunlah
- Bab 204 Ketulusan hati mendatangkan keajaiban
- Bab 205 Wanita yang kasar
- Bab 206 Percaya Dengan Keajaiban
- Bab 207 Selamanya Mengabaikanmu
- Bab 208 Kamu Sudah Takut
- Bab 209 Saya Hanya Akan Memiliki Dua Anak Perempuan Seumur Hidup
- Bab 210 Tolong Bantu Aku Pulihkan Penglihatan
- Bab 211 Aku ingin bertemu dengan Jonathan sebelum aku menjalankan operasi
- Bab 212 Aku belum pernah melihat wanita sekejam dia
- Bab 213 Mengusir kamu dari rumah ini
- Bab 214 Biarkan diriku ikut lenyap juga
- Bab 215 Orang yang berpura-pura baik
- Bab 216 Bisa-bisanya Datang Meminta Uang Dengan Tidak Tahu Malu
- Bab 217 Kamu Jangan Sembarangan Bicara
- Bab 218 Aku Masih Belum Cukup Tidur
- Bab 219 Lamaran Yang Romantis
- Bab 220 Jangan Bercanda Lagi
- Bab 221 Ending (1)
- Bab 221 Ending (2)