Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 61 Waktu Tiga Tahun

Saat aku bertengkar hebat dengan Christopher, aku tidak membiarkan air mataku jatuh, tetapi saat ini, aku menggigit bibirku dan menangis dalam diam. Apa yang sedang kulakukan? Mengapa setelah mendengar kata-kata Jonathan, hatiku begitu sakit.

"Kamu tidak akan pulang ke rumah ini lagi?" Tanya Jonathan, suaranya terdengar dingin, tubuhnya membelakangiku.

"Tidak." Jawabku.

Setelah itu, aku mendengar suara langkah kakinya, dia membuka pintu mobil, membantingnya begitu keras, kemudian terdengar suara deru mesin mobil. Saat aku berbalik, Jonathan sudah hilang dari pandanganku. Apakah dia sebenci itu denganku? Sampai-sampai dia memacu mobilnya begitu cepat.

Aku masih berharap banyak supaya Jonathan bisa membujukku, sebenarnya, aku wanita yang mudah puas. Selama bersama dengan Jonathan, aku belum pernah mendengarnya mengatakan "aku mencintaimu".

Aku memandangi mobil-mobil yang berlalu lalang, perasaanku tidak bisa tenang.

Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Aku hanya menginginkan kehidupan yang normal, suami yang mencintaiku, anak-anak yang lucu...... Mengapa kehidupan sesederhana itu begitu sulit kudapatkan?

Hari aku meninggalkan kota F, aku sudah menandatangani surat perjanjian cerai, aku menitipkannya kepada Sean, minta tolong kepadanya supaya diberikan kepada Jonathan. Masalah hak asuh anak, sekarang aku tidak memiliki kekuatan apapun untuk memenangkannya, tunggu saja, aku akan berusaha keras menjadi kuat, lalu aku akan kembali untuk merebut hak asuh anakku menggunakan kekuatan hukum.

Sean mengantarku ke bandara, ada sedikit keraguan di wajahnya, tetapi aku, aku sama sekali tidak merasa sedih karena perpisahan ini.

Aku menatap langit kota F yang begitu biru dan jernih. Ah...... aku akan segera meninggalkan kota tempatku dilahirkan dan tumbuh dewasa.

"Aku benar-benar tidak ingin berpisah denganmu." Ujar Sean, kata-katanya terdengar lembut.

"Ugh, menjijikan. Sudahlah, jangan bicara seperti itu. Nanti orang lain kira aku ini siapanya kamu?" Jawabku dengan ketus. Selesai bicara, aku segera menarik koperku ke tempat pengecekan tiket, Sean tiba-tiba menarik tanganku.

"Jangan lupakan aku, ya. Kalau aku kangen, aku akan datang dan mencarimu."

"Jangan datang! Sampai kamu berani datang, aku akan membuangmu ke laut, setengah tubuhmu akan hilang digigit ikan hiu, lalu kamu selamanya tidak bisa menyentuh perempuan lagi. Mau??" Ujarku dengan ketus, Sean tertawa setelah mendengar ancamanku.

"Kamu humoris juga rupanya. Aku paling suka wanita humoris."

Aku mengabaikan wajah konyol Sean, dasar orang ini...... Bahkan tidak tahu kenapa aku mengikuti rencananya untuk pergi keluar negeri, apapun itu alasannya, aku sangat membutuhkan kesempatan ini.

Aku meninggalkan kota F, menuju ke tempat tujuanku selanjutnya, Inggris.

Dalam waktu tiga tahunku di Inggris, selain belajar, aku juga menjadi model paruh waktu, bersama dengan dua perempuan yang datang bersamaku. Aku cocok dengan mereka, kami juga hidup bersama untuk saling menjaga satu sama lain.

Kadang aku masih memikirkan anakku, apakah dia sudah bisa berjalan? Sudah bisa memanggil papa? Ketika memikirkan anakku, aku merasa sangat bersalah.

Tiga tahun berlalu dengan cepat, aku memang rindu dengan anakku, tetapi Jonathan yang paling kurindukan.

Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah dia sudah menikah dengan wanita lain? Aku menasihati diriku sendiri, lebih baik lepaskan saja laki-laki itu, jangan mengingatnya lagi.

Sekembalinya aku ke kota F, Sean menjemputku tepat waktu.

Dia yang mengantarku tiga tahun lalu, dia juga yang menjemputku tiga tahun kemudian. Laki-laki ini sungguh membuatku bingung, apakah dia tulus? Atau sebatas main-main? Apapun maksudnya, aku merasa bersyukur atas kesempatan yang diberikannya kepadaku.

Kalau dipikir-pikir, setelah aku lulus kuliah, aku terlibat dalam pernikahan yang tidak bahagia selama tiga tahun, lalu menjadi istri Jonathan dan melahirkan seorang anak. Aku terus menerus hidup untuk orang lain, tetapi tiga tahun ini, aku hidup untuk diriku sendiri.

Selama di Inggris, aku mengubah penampilanku. Aku memotong pendek rambut panjang yang selalu kubanggakan.

Tentu saja Sean terkejut melihat penampilan terbaruku.

"Wah wah, kemana rambut panjang indahmu? Penampilanmu terlihat seperti seorang wanita karir sekarang."

Aku tidak menghiraukannya, aku terus menarik koperku keluar dari bandara.

Udara di kota F terasa begitu nyaman dan familiar. Baru saja Sean keluar, aku menyerahkan koper-koperku kepadanya.

"Minta alamat apartemennya, tolong bantu aku bawa koper-koper ini."

Selesai bicara, aku tidak menunggu jawaban Sean, aku langsung naik taksi menuju ke rumah orang tuaku. Aku ingin bertemu dengan mama. Tiga tahun ini, ada beberapa kali aku menelponnya dan kadang tidak diangkat, kalau diangkat pun selalu meyakinkanku bahwa semuanya baik-baik saja dan aku tidak perlu khawatir.

Taksi berjalan perlahan menyusuri jalanan di kota F, aku melihat pemandangan gedung-gedung menjulang dari luar jendela, perasaan familiar ini terasa menenangkan jiwaku.

Sesampainya di rumah orang tuaku, aku turun dari taksi dan membayar ongkosnya.

Aku membuka pintu dan berjalan perlahan, menatap sekeliling rumah yang tertata rapi, situasi di dalam rumah terasa begitu hening, sampai-sampai aku bisa mendengar degup jantungku sendiri. Jujur saja, aku merasa gugup.

'Maa......" panggilku pelan. Tidak ada seorangpun yang menjawab, aku pergi ke kamar orang tuaku, tidak ada seorangpun disana. Rumah terasa begitu sunyi.

Mama pergi keluar? Kemana perginya?

Ketika aku bersiap meninggalkan rumah, aku mendengar suara dari pintu depan, aku merapikan penampilanku dan menarik nafas panjang.

Ternyata Christopher, bukan mama. Christopher melihatku dengan tatapan bingung, seperti tidak mengenaliku, setelah beberapa saat menatapku dengan seksama, dia terlihat terkejut dan tersenyum mengejek.

"Oh, masih tahu pulang?"

"Mama kemana?" Tanyaku.

"Mama masuk rumah sakit. Aku pulang mau ambil baju mama." Ujar Christopher dengan tenang.

"Di RSUD kamar nomor 608." Tambahnya sembari memberikan baju ganti mama kepadaku, dia tidak bicara apa-apa lagi.

Aku bergegas memanggil taksi dan pergi ke rumah sakit. Sesampainya aku di ruangan 608, aku merasa tidak tega melihat sosok mama yang begitu kurus. Selama ini, kenapa dia tidak pernah mengatakan kalau dia sakit? Bahkan sampai masuk rumah sakit, dia juga tidak pernah mengatakan.

Aku duduk di samping tempat tidur mama, melihat rambut mama yang sudah ditutupi uban, terlihat semakin banyak keriput di wajahnya, tiba-tiba terdengar suara perempuan dari sebelah.

"Anda siapanya ibu ini?"

"Saya anaknya." Jawabku sembari melihat ibu itu.

"Aduh, bahagia sekali ibu ini. Anak laki-laki dan menantunya berbakti, anak perempuannya juga." Ujar ibu itu sembari tersenyum.

Tunggu dulu...... Menantu? Christopher sudah menikah lagi?

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, aku melihat sosok kakak ipar. Aku langsung berdiri dan mengernyitkan dahiku, seperti tidak percaya atas apa yang kulihat.

"Kakak ipar??"

"Christine???" Butuh waktu lama bagi kakak ipar untuk mengenaliku, dia dengan bersemangat menghampiriku dan membangunkan mama.

"Ma, ayo bangun. Lihat ada siapa yang datang?"

Mama bangun perlahan-lahan, pandangannya masih terlihat kabur, mungkin dia belum mengenaliku. Apalagi aku sudah mengubah penampilanku, rambut pendek, kulit yang lebih gelap, dan cara berpakaianku. Saat masih bersama Jonathan, setiap hari aku memakai rok, feminim sekali. Sekarang aku mengenakan kemeja dan celana panjang, pasti sulit dikenali.

"Siapa ya?" Terlihat mama memicingkan matanya.

"Maaa......" Aku memanggil mama. Meskipun penampilanku berubah, tetapi suaraku tetaplah sama.

"Kok ada suara Christine?" Terlihat mama berusaha bangun, tetapi terlihat kesulitan karena lukanya, tubuh mama gemetar.

"Maa... Mama kenapa?" Aku maju dan membiarkan mama memandangku.

Mama menyentuh wajahku dengan tangannya yang rapuh, air mata terlihat di pelupuk matanya.

"Semakin kurus, kulitnya jadi hitam, rambut panjang bagus-bagus dipotong jadi sependek ini, mama kira kamu laki-laki, makanya mama tidak mengenali kamu tadi."

"Iya ma, kelasku banyak sekali. Tidak ada waktu mengurus rambut panjang, makanya kupotong saja. Mama suka tidak? Kalau tidak, nanti kupanjangkan lagi." Ujarku dengan bersemangat. Mama akhirnya tersenyum.

"Aduh senangnya, mama merasa kamu kembali seperti Christine saat sebelum menikah."

Dalam waktu tiga tahun ini, aku menemukan kembali kepercayaan diriku. Tidak ada pernikahan, tidak ada ikatan emosi, aku benar-benar bebas.

"Christine, mama baru selesai operasi, biarkan istirahat dulu ya? Ada yang ingin kubicarakan, kita keluar sebentar yuk?" Suara kakak ipar terdengar begitu lembut, kakak ipar memang tipe orang yang lemah lembut, tidak pernah marah. Kebetulan sekali, aku juga ingin menanyakan beberapa hal.

Aku membiarkan mama istirahat dan mengikuti kakak ipar keluar meninggalkan ruangan.

Kami berjalan di koridor, ekspresi kakak ipar tiba-tiba berubah, dia terlihat khawatir.

"Ada tumor di usus mama, saat ketahuan ternyata besarnya sudah sekitar 10 cm. Tadi pagi hasilnya keluar, ternyata tumor ganas."

"Apa maksudnya?" Aku memandangi kakak ipar dengan bingung.

"Kanker stadium terakhir, dokter mengatakan, jangan sampai mama tahu, takut beban pikirannya sangat berat, mungkin... hidup mama tidak sampai enam bulan lagi." Jawab kakak ipar sembari menangis.

Aku memandang kakak ipar dengan serius, aku mengira dia sedang bercanda denganku. Mana mungkin mama mendapat penyakit seperti ini? Tidak mungkin.

"Kakak ipar pasti bohong." Aku menggelengkan kepalaku tidak percaya.

Kakak ipar menyeka air matanya dan kembali menatapku :

"Christine, sejak aku masuk ke keluargamu, apakah aku pernah bercanda? Kapan aku pernah berbohong?"

Memang, kakak ipar adalah wanita yang jujur dan berbudi luhur, dia tidak pernah berbohong.

Aku bersandar di tembok yang dingin, kepalaku terasa sakit. Mengapa Tuhan begitu kejam terhadap kedua orangtuaku? Mereka hanya orang biasa, kenapa harus mengambil nyawa mereka sedini itu?

Mama belum menjadi nenek, bahkan kalau mama sudah menjadi nenek, mama belum pernah bertemu dengan cucunya.

Aku terdiam lama sekali memikirkan semuanya, setelah kepalaku tidak terasa sakit lagi, aku melihat kakak iparku dan bertanya :

"Jadi, kakak sudah kembali dengan Christopher?"

"Ya, bisa dibilang begitu."

"Apa maksudnya?" Tanyaku tak mengerti.

"Kami hidup bersama tanpa mengurus akta nikah, jadi, apakah termasuk? Kelopak mata kakak ipar terlihat berat, dia menatapku dengan letih. Dia pasti kurang tidur karena merawat mama.

"Kak, malam ini gantian saja, aku yang jaga mama. Kakak pulang saja istirahat, ya?"

"Ya sudah, nanti malam aku akan suruh Christopher antar makanan kemari."

"Tidak perlu kak, pasti banyak makanan di luar kok, nanti aku beli saja." Jawabku.

Aku melihat kakak ipar kembali ke kamar dan berpamitan dengan mama, lalu pulang.

Mama memegang tanganku, menatapku, dan berkata:

"Jadi, sudah tiga tahun kamu pergi, apa rencanamu sekarang?"

"Aku mau temani mama saja." Jawabku sembari bersandar di bahu mama.

"Christine, cari waktu untuk bertemu Jonathan. Selama kamu pergi, dia menjaga keluarga kita, lho."

Kata-kata mama mengejutkanku, kalau Jonathan benar-benar merindukanku, kenapa dia tidak minta nomorku kepada mama?

"Iya ma." Jawabku acuh tak acuh.

Novel Terkait

Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu