Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 147 Siaran Langsung

Kakak ipar menutup diri seperti ini, aku tahu pasti terjadi sesuatu. Aku mendekat padanya dan langsung melepaskan kacamata hitamnya tanpa mempedulikan pemberontakkannya. Setelah melepas masker, aku baru menyadari ujung mata dan ujung bibirnya biru.

"Siapa yang memukulmu?" aku menatapnya dengan terkejut.

"Bukan urusanmu." kakak ipar merebut kacamata hitam dari tanganku dan memakainya kembali. Seperti menutupi luka itu baru bisa percaya diri bertatapan denganku, "Ada apa mencariku?"

"Aku datang karena ingin meminta maaf padamu." aku berkata dengan serius.

"Meminta maaf?" kakak ipar tertawa dingin dan mendengus tidak berdaya, "Untuk apa meminta maaf. Masalah saja sudah terjadi. Meski aku menyalahkan, anakku juga tidak mungkin kembali lagi."

"Benar juga, aku menggugurkan anak Jonathan dengan egois. Ini adalah hukuman yang Tuhan berikan padaku." aku mengingat kembali hari-hari menyedihkan itu, lalu tersenyum pahit.

Begitu mendengar perkataanku, kakak ipar terkejut dan bertanya, "Maksudmu itu adalah anak CEO Yi?"

Aku menganggukan kepala dan bertanya sambil menyindir, "Bukankah sangat lucu. Aku membunuh anakku sendiri, bahkan tidak memberikan kesempatan bagi anakku melihat dunia. Wanita kejam sepertiku ini sudah ditakdirkan tidak akan mendapat kebahagiaan seumur hidupku."

Mungkin karena aku sangat menyedihkan, atau karena mengasihaniku, sikap kakak ipar yang tadinya dingin berubah hangat, dan malah berbalik untuk menghiburku, "Christine, jangan seperti ini."

Aku tertawa kecil, "Iya, yang sudah berlalu, biarkan berlalu saja. Menyesal juga tidak bisa kembali lagi."

Kakak ipar mengangguk setuju, dia menekan kacamatanya lagi, sedikit tidak tenang.

"Kamu dipukul orang?" aku langsung bertanya. Kakak ipar jelas terkejut. Dia melihatku sebentar, mungkin merasa tidak ada gunanya juga disembunyikan, jadi dia pun melepaskan kacamatanya.

"Iya, dipukul orang. Istri pria itu membawa sekelompok orang datang ke hotel lalu memukulku." setelah kakak ipar berkata dengan jujur, mungkin karena telah menahan perasaan sedih cukup lama, dia seketika menangis di hadapanku.

Aku maju, menepuk-nepuk pelan punggungnya dan berkata, "Jangan menangis lagi. Tenang saja, aku akan membantumu membalaskan dendam."

Kakak ipar mendorongku, menghapus air mata lalu bertanya, "Bagaimana caranya?"

"Bagaimana caranya?" aku tersenyum puas. Tentu saja aku membalaskan kepada siapa yang memulai ini.

Kakak ipar mencengkram tanganku dengan takut lalu mengingatkan, "Christine, kamu jangan melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Aku tidak berharap kamu mengalami bahaya karenaku."

Aku menepuk pelan tangan kakak ipar dan tersenyum, "Tenang saja, aku hanya ingin mengadu domba saja."

Kakak ipar mengerutkan dahi lalu menatapku dengan bingung.

Aku tahu dia sangat bingung. Hal yang aku mau lakukan tentu perlu kerjasama dari kakak ipar, yaitu ponselnya. Aku mengirimkan pesan kepada pria itu dengan ponsel kakak ipar, mengajaknya bertemu di kamar nomor 1804 di hotel lain. Juga berkata ingin memberikan sebuah kejutan bagi pria itu, menyuruhnya datang seorang diri.

Semua pria suka selingkuh, pria itu tidak mau berubah, aku menebak dia pasti akan datang.

Jadi di lobi hotel, setelah aku melihat pria itu masuk ke dalam lift dengan diam-diam, aku tersenyum dingin.

Selanjutnya, orang yang penting akan muncul, yaitu istri dari pria itu.

Karena istri pria itu sebelum memukul kakak ipar, sering menelepon dan mengancam kakak ipar, maka di ponsel kakak ipar ada nomor wanita itu.

Aku langsung menelepon ke nomor wanita itu, lalu memberitahunya, kalau suaminya bersama denganku di kamar nomor 1804.

Wanita itu marah-marah di ujung sambungan. Memarahiku tidak tahu malu. Dan dia mau datang ke sini untuk mengupas kulitku.

Yang aku mau memang adalah kemarahannya itu. Yang aku mau memang keinginannya untuk mengupas kulitku.

Pria itu masuk ke kamar, dan mungkin karena tidak melihat kakak ipar, jadi dia mengirim pesan ke ponsel kakak ipar: Sayang, kenapa kamu belum datang?

Aku membalas, "Kamu mandi dulu, mandi lebih wangi. Lalu tutup lampunya dan mempersiapkan posisi paling bagus. Aku segera datang."

"Hari ini kamu nakal sekali!" pria itu membalas dengan usil.

"Kalau wanita tidak nakal, pria tidak akan suka. Malam ini aku akan mencintaimu baik-baik." aku sengaja memancing pria itu. Aku tahu dia pasti sudah tidak sabar.

Aku tetap menunggu di lobi hotel. Ternyata benar, tidak lama kemudian, aku melihat seorang wanita yang sangat gemuk berjalan masuk. Wajahnya sangat marah. Karena gemuk, wajahnya penuh dengan lemak.

Pantas saja suaminya bisa berubah hati. Gemuk seperti babi, jika dibandingkan dengan kakak ipar yang kurus, tentu sangatlah berbeda jauh.

Wanita itu menekan tombol lift. Aku segera mendekatinya. Ketika dia berjalan masuk ke dalam lift, aku juga ikut masuk. Wanita itu menekan tombol lantai 18, aku juga ikut menekan tombol lantai 18.

Setelah melihat sekilas ke arahnya, aku mendecik tiga kali lalu berkata, "Wanita cantik, kamu datang bukan untuk menangkap pasanganmu 'kan?"

Wanita itu melihatku dengan ujung matanya dan berkata, "Bagaimana kamu bisa tahu?"

"Aku bisa membaca wajah orang." jawabku, lalu berpura-pura sangat mengerti dan berkata, "Dilihat dari wajahmu, suamimu pasti tidak begitu setia denganmu. Sedangkan kamu sekarang pasti sangat marah. Aku rasa, suamimu seharusnya berada di lantai 18."

Wanita itu mendengus dingin, "Tadi kamu melihat aku menekan tombol lantai 18. Tentu mudah menebaknya."

"Aku tebak suamimu pasti merupakan seorang koki. Kalau tidak mana mungkin membuatmu sampai begitu berisi." aku tersenyum kecil, "Seorang wanita begitu dikhianati oleh pria, maka akan begitu menyedihkan. Kalau suamiku berhubungan dengan wanita lain di dalam hotel, maka aku akan langsung masuk ke dalam kamar, dan memukul mereka sampai mereka berlutut minta ampun."

"Yang kamu katakan benar. Kalau tidak memukul, selamanya tidak akan ingat." setelah wanita itu berkata dengan kesal, pintu lift terbuka.

Aku melihat wanita itu masuk ke kamar nomor 1804. Pintu tidak tertutup. Wanita itu ingin menendang pintu, tapi karena terlalu sulit bergerak, pintu tidak terbuka, dia malah hampir saja terjatuh.

Dia menarik kembali kakinya, berdiri tegak, lalu menggunakan tangan membuka pintu. Tidak berapa lama, aku mendengar teriakan orang di dalam kamar.

Aku tersenyum puas. Kali ini hanya hukuman kecil saja. Lain kali kalau mereka berani melukai orang-orang di sampingku, jangan salahkan aku mempermainkan mereka dengan cara lain.

Setelah aku memberitahu kakak ipar apa yang terjadi semalaman ini. Dia tidak berubah senang, malah wajahnya semakin masam. Katanya menjebak orang seperti ini tidak baik.

Wajahnya masam, sedikit tidak senang. Memangnya diinjak oleh orang lain, direndahkan harga diri oleh orang lain, kita tidak boleh membalas.

"Bukan itu maksudku." kakak ipar menatapku dengan lembut, "Sudahlah, yang jelas bukan kamu yang pukul, bukan aku yang pukul juga. Istrinya sendiri yang pukul. Kalau begitu itu bukan urusan kita juga."

Aku bisa melihat, dari perasaan kakak ipar yang bertabrakan seperti ini, baru merupakan alasan sesungguhnya dia dipukul orang.

Karena tidak menghentikan di saat seharusnya. Pasti akan membuat kekacauan di masa depan.

Aku menyuruh kakak ipar mengganti pekerjaan, menyuruhnya menjenguk Christopher Mo, menyemangati Christopher Mo untuk bersikap lebih baik agar lebih cepat keluar penjara. Kakak ipar mengangguk dan menyetujui.

Karena masalah kakak ipar, aku menetap di Kota F dua hari lagi.

Hari ketiga, aku naik mobil pulang ke Desa A. Meskipun tidak jadi membangun sekolah, aku juga harus memberi sebuah pertanggung jawaban kepada anak-anak. Tentu tidak boleh pergi tanpa kembali bukan!

Aku turun dari mobil, kembali lagi ke tempat yang miskin ini.

Aku berjalan keluar dari halte bus, dari kejauhan melihat seseorang. Orang itu adalah Jonathan.

Kenapa dia bisa datang ke sini? Aku terkejut dan juga senang. Sambil tersenyum, aku menghampirinya dan bertanya, "Kenapa kamu datang?"

"Bukankah kamu menyuruh aku membangun sekolah. Karena kamu sudah buka mulut, mau aku seberapa mementingkan uang, setidaknya juga harus mengeluarkan sedikit uang untuk menutupi mulut orang." setelah Jonathan berkata dengan humoris, aku malah merasa mataku berkaca-kaca.

Aku selalu menyalahkan Jonathan. Tapi dia selalu memberikanku kejutan, tanpa berkata apa-apa.

Meskipun dia hanya mengatakan satu kalimat, mengatakan bersedia menyumbangkan uang, aku pasti tidak akan bermuka masam. Tapi dia memang merupakan pria yang seperti ini. Benar-benar menyebalkan.

Aku maju selangkah, lalu inisiatif memeluk dia. Di saat membelakanginya, air mataku mengalir turun, tapi aku menghapusnya dengan kecepatan tercepat.

Aku mengajak Jonathan pergi ke tempat penginapanku sebelumnya. Baru saja masuk, wanita gemuk yang berada di meja resepsionis menatap lurus Jonathan, lalu menatapku dengan iri karena melihatku membawa pria yang begitu tampan naik ke lantai atas.

Mungkin mengira Jonathan adalah gigolo yang aku cari entah darimana.

Haha, siapa suruh pria ini memiliki wajah yang begitu menarik hati wanita.

Naik ke lantai atas, aku membuka kamarku yang berantakan. Saat Jonathan berjalan masuk, dia bahkan menutupi hidungnya dengan tangannya lalu memandang sekeliling, "Kamu biasanya tinggal di sini di Desa A?"

Aku menganggukan kepala, "Iya, aku tinggal untuk waktu lama di sini, jadi harga sewanya lebih murah."

Pandangan Jonathan jatuh di atas ranjangku. Dia menekan-nekan ranjang dan bertanya, "Apa ranjang ini kuat?"

"Untuk apa kamu bertanya hal ini?" aku menatapnya dengan waspada.

"Tidak boleh bertanya?" Jonathan menatapku sambil menaikkan alis.

"Tidak ..." aku belum memberikan jawabanku, suami istri yang berada di ruangan sebelah melakukan olahraga lagi. Hari ini sepertinya sangat kelewatan, suaranya jauh lebih besar.

Aku menundukkan kepala, tidak berani melihat mata Jonathan. Aduh, suami istri ini kenapa suka sekali melakukan hubungan di pagi hari. Selain itu setiap kali selalu sangat kelewatan, suaranya besar sekali.

Selain suara sepasang suami istri itu, aku tidak mendengar suara ejekan Jonathan. Oleh karena itu aku menengadahkan kepala, melihat Jonathan. Dia menatapku dengan wajah lucu, lalu berkata, "Kamu setiap hari mendengar siaran langsung seperti ini, tidak ingin?"

Aku menggelengkan kepala dengan cepat, "Tidak."

Jonathan tiba-tiba duduk di ranjang yang terbuat dari kayu itu, lalu menepuk-nepuk ranjang sambil berkata, "Sini, duduk di sebelahku."

Aku seperti anak kecil saja, berdiri dalam diam, tidak bergerak untuk waktu yang lama.

Melihat itu, Jonathan berdiri dan mendekatiku.

Aku sedikit takut dan berjalan mundur dua langkah. Hingga mencapai dinding, dia menunduk menatapku, lalu berkata dengan suara serak dan rendah, "Sebelum aku berjanji untuk membangun sekolah, bukankah seharusnya kamu melakukan performa yang baik?"

Aku diam-diam menelan air liur. Kita adalah orang dewasa. Perkataannya itu terlalu jelas. Bagaimana mungkin aku tidak mengerti.

Aku mengumpulkan kekuatan dan menengadahkan kepala, sambil menatap Jonathan, aku berkata, "Peredam suara di sini tidak bagus, kita ..."

"Orang lain saja berani melakukan siaran langsung, kenapa kamu tidak berani?" Jonathan tersenyum mengejek. Senyum tipis di wajah tampannya, juga matanya yang dalam menatapku lurus, menggodaku.

Novel Terkait

Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu