Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 149 Aku Lebih Baik Lanjut Tidak Tahu Malu Saja

Jonathan dipaksa olehku sampai wajahnya penuh kerutan.

Aku tersenyum datar dan berkata, "Perkataan yang tidak tahu malu seperti itu rasanya hanya cocok dikatakan olehku. Kamu adalah direktur PT. Weiss yang terhormat, bagaimana mungkin bisa mengatakan perkataan seperti itu ..."

"Kedepannya aku akan mendengar perkataanmu." suara Jonathan sangat kecil, tapi subuh di Kota F sangat hening, bahkan jarum yang jatuh di lantai saja bisa terdengar jelas. Apalagi perkataan Jonathan tadi.

Aku menjilat bibir, menatapnya lurus, lalu berkata, "Coba kamu katakan sekali lagi. Suaramu tadi terlalu kecil, aku tidak mendengarnya jelas."

"Jangan dikasih hati minta jantung." Jonathan memperingatkan dengan suara rendah.

"Coba kamu katakan sekali lagi, maka malam ini aku akan tinggal." aku tersenyum dan berkata dengan serius.

Siapa suruh aku tidak tahu malu. Karena sudah sering menikah dan cerai, mengatakan perkataan tidak tahu malu seperti itu, rasanya tidak begitu sulit.

Jonathan menatapku dengan tajam. Sepertinya dia sedang mengalami konflik batin. Lama kemudian, bibirnya bergerak tapi belum juga mengatakan apa-apa. Aku berjinjit dan inisiatif menciumnya.

Aku tidak memerlukan dia meletakkan harga dirinya dan mengatakan perkataan yang berlawanan dengan keinginannya. Meskipun tadi suaranya sangat kecil, tapi selama punya niat saja sudah boleh. Aku adalah wanita yang sangat mudah puas, sedikit cahaya saja sudah mampu membuatku senang.

Jonathan tersentak. Mungkin dia tidak mengira akan terjadi masalah yang diluar dugaan seperti ini, Dia memelukku dengan erat, membalasku.

Mungkin Edy yang ada di samping, turun dari mobil salah, berada di mobil juga salah, kemudian karena tidak dapat menahan diri lagi, di saat dia hendak berbalik pergi, aku melihatnya.

Aku mendorong Jonathan dengan tidak enak hati, lalu berkata dengan malu, "Ada orang."

"Edy adalah orang yang berpengalaman, jangan pedulikan dia." Jonathan berkata dengan senang.

Edy mungkin mendengar perkataan Jonathan dan berhenti melangkah. Setelah melihat kami, dia berkata, "Teruskan saja, janggan anggap aku orang. Sekarang aku mau pulang ke rumah dulu."

Selesai berkata, Edy melangkah pergi dengan lebih cepat.

Pintu rumah Keluarga Yi pelan-pelan tertutup. Tangan Jonathan yang hangat dan besar itu menggandengku dengan erat. Kita berjalan dengan lambat, kadang-kala dia menoleh ke arahku. Lembut dan juga hangat.

Ketika kami masuk ke ruang tamu, aku dibuat terkejut oleh Refaldy Ying. Dia muncul tiba-tiba di hadapanku dan Jonathan. Aku langsung menarik tanganku dan menatap dengan canggung tamu yang ada di rumah Keluarga Yi ini.

"Tuan Ying malam-malam tidak tidur, apakah karena merasa ranjang rumah Keluarga Yi kami terlalu keras?" Jonathan menatap Refaldy Ying dengan tidak senang dan nada suaranya sangat dingin.

"Biasanya begitu tiba di tempat baru, butuh waktu satu minggu untuk beradaptasi." Refaldy Ying menjawab dengan santai, lalu menatap ke belakang Jonathan, melihat aku dan melambaikan tangan menyapa, "Christine, kamu datang lagi?"

Aku menatap Refaldy Ying dengan tidak berdaya. Mungkin di luar negeri, budaya yang kami alami berbeda. Jadi dia tidak mengerti kami membutuhkan ruang khusus, tidak memerlukan nyamuk sebesar dia berada di tengah-tengah kami.

"Christine, kamu naik dulu." Jonathan membalikkan badan lalu berkata dengan suara kecil kepadaku.

Aku mengangguk. Saat melewati Refaldy Ying, aku dapat dengan jelas merasakan tatapan pria itu yang berbeda. Tidak tahu apakah perasaanku saja.

Setelah kembali ke kamar, aku tidak tahu apa yang Jonathan dan Refaldy Ying bicarakan di bawah sana. Dengan cepat, Jonathan naik ke atas. Saat membuka pintu, dia menutupnya dengan pelan-pelan, lalu mengunci pintu dua kali.

Aku menarik selimut dan diam-diam melihat ke arahnya. Aku tahu nanti dia pasti akan naik, jadi tidak bisa tidur. Lampu di ujung ranjang sedikit kuning, memancarkan suasana agak romantis. Lampu seperti ini cocok digunakan untuk meningkatkan hubungan suami istri.

Ketika Jonathan semakin dekat denganku, aku tiba-tiba duduk, menyalakan lampu. Dia awalnya mungkin ingin mengaggetiku, tapi malah aku yang mengaggetinya.

Dia yang sudah merencanakan baik-baik jelas sekali ada rasa kecewa di wajahnya.

Dia melepaskan jas, melemparkan ke samping, lalu menarik dasinya sendiri. Semakin ditarik semakin tidak bisa. Dia menoleh menatapku lalu berkata, "Bantu aku melepaskan dasi."

"Oh." aku berdiri, berjalan ke sampingnya. Melihat dasinya diikat begitu kencang, aku membantunya melepaskan dengan serius.

Di saat dengan tidak mudahnya terlepas, aku menengadah menatap Jonathan, bertatapan dengannya, aku bertanya, "Kenapa kamu menatapku seperti ini?"

"Istriku sangat cantik."

"Bukan istri, tapi mantan istri." aku mengingatkan dengan serius.

"Christine, apakah seru menantangku?" wajah Jonathan langsung berubah masam.

Aku tidak bersuara. Setelah menggulung dasi, baru saja membalikkan badan, aku sudah ditarik oleh Jonathan. Karena tidak stabil, aku langsung masuk ke dalam pelukannya.

Dia memelukku dengan erat, lalu tersenyum menggoda, "Masih belum menjawab, mau pergi kemana?"

Aku menengadahkan kepala, bertatapan dengan matanya, lalu berkata dengan sangat datar, "Tidak pergi kemana-mana, mau tidur."

"Aku temani kamu."

"Jangan, kamu lebih baik tidur di ruang tamu. Kalau tidak besok aku tidak bisa mempertanggungjawabkannya kepada ibumu. Sekarang dia sudah memasukkanku ke dalam daftar blacklist. Malam ini aku tinggal di sini sudah merupakan kejahatan. Kalau kamu mau tinggal, mungkin aku akan langsung ditangkap." ekspresiku sangat serius menatap Jonathan.

Meskipun aku bersedia, aku rasa sangat sulit melewati tantangan dari ibu mertua. Dia memang tidak suka wanita yang tidak bertanggung jawab sepertiku. Sekarang aku menetap di sini dengan tidak tahu malu. Mungkin di mata dan hatinya, aku sudah ditakdirkan tidak dapat kembali lagi.

"Wanita Jonathan, wanitaku, siapa yang berani macam-macam padanya?" Jonathan berkata dengan diktator, tapi aku tetap tidak bisa mempertahankannya.

"Terima kasih atas perkataan yang mengharukan tadi." aku tersenyum padanya, lalu lanjut berkata, "Tapi aku tetap tidak bisa mempertahankanmu."

"Sekeras kepala ini?" suara Jonathan sedikit berat, balik bertanya dengan tidak senang.

"Prinsip." aku menjawab dengan serius.

"Ok, kamu cium aku. Kalau ciuman itu membuatku puas, malam ini aku akan melepasmu pergi." kata Jonathan.

Melihat wajahnya yang tampan, aku menggelengkan kepala, "Tidak mau."

"Kalau begitu aku cium kamu." selesai berkata, sebelum aku tersadar, tangannya terletak di pinggangku, mengangkatku, bibirku secara inisiatif menempel pada bibirnya, mencium Jonathan dengan lembut.

Dia tersenyum puas, senyum yang terlihat jahat.

Aku segera mendorongnya, mundur dua langkah, memelototinya dan mengomel, "CEO Yi dari PT. Weiss, ternyata ada juga saat-saat bersikap sembarangan."

"Malam ini aku melepaskanmu." Jonathan tersenyum datar. Di saat dia berbalik dan ingin meninggalkan kamar, aku menghentikannya.

Bukannya aku tidak mau menyuruhnya tinggal, tapi di otakku sangat penasaran terhadap satu hal.

Jonathan menoleh, dengan alis terangkat dia mengejek, "Takut gelap? Mau aku tinggal?"

"Bukan." aku memutar bola mata dengan kesal dan berkata, "Sini, ada yang ingin aku beritahu padamu."

Mendengar itu, Jonathan segera menghampiriku, mendekatkan telinga, sengaja menempel di bibirku dan menggoyangkan pelan.

"Kamu bisa lebih serius tidak." aku menepuk pelan lengannya.

Jonathan menatapku dengan sangat serius dan berkata, "Bisa. Katakan saja. Masalah besar apa?"

"Maaf, bukan masalah besar, hanya masalah kecil yang sedikit kebetulan." aku menatap serius Jonathan dan lanjut berkata, "Apa kamu tahu? Ibu Refaldy sama seperti kita, juga memiliki golongan darah langka."

"Lalu?" Jonathan menatapku dengan bingung, "Wajahmu begitu serius, hanya untuk mengatakan hal yang begitu tidak penting."

"Tidak penting?" setelah perkataanku diejek, aku sedikit kehabisan kata-kata. Sepertinya memang aku yang aneh. Kenapa tiba-tiba mengatakan masalah ini, "Baiklah, sepertinya otakku memang agak miring, kamu sudah boleh keluar."

"Sebelum Refaldy datang ke rumah ini, kamu sudah mengenalnya?" dari perkataanku tadi, Jonathan langsung menebak kalau ini bukan pertama kalinya aku dan Refaldy bertemu di rumah Keluarga Yi. Sekarang aku benar-benar telah menggali lubang bagi diriku sendiri.

"Iya, hari dimana pulang ke Kota F waktu itu, ibu Refaldy mengalami kecelakaan, dan aku mendonorkan darah baginya." aku berkata jujur tanpa menyembunyikan sedikitpun. Masalah seperti ini terlalu normal. Dulu aku juga mendonorkan bagi Jonathan. Hal ini dia akui kemudian.

"Kamu benar-benar sangat mempunyai kasih sesama manusia." Jonathan menatapku dengan aneh.

"Apa yang kamu katakan?" aku sedikit marah, tidak ingin berdebat dengannya. Aku takut kalau meneruskan lagi, aku akan membuat suasana yang tidak mudah hangat kembali canggung, jadi aku berkata, "Baiklah, jangan katakan lagi. Aku adalah orang yang bodoh. Sudah puas bukan. Kalau begitu sekarang silakan CEO Yi keluar dari kamarku, terima kasih!"

Jonathan menatapku dalam diam. Kira-kira beberapa detik kemudian, dia berbalik dan keluar dari kamar.

Setelah Jonathan pergi, aku baru merasa Refaldy Ying agak aneh. Jadi keesokan harinya, aku sengaja beraktivitas sangat pagi di balkon. Ternyata benar, Refaldy Ying juga beraktivitas di halaman bawah.

"Pagi, Nona Mo!" Refaldy Ying menyapaku dengan sangat ramah.

Aku menatap dia yang berada di lantai bawah dan tidak menjawab.

"Apa Nona Mo marah padaku karena aku tidak memberikanmu uang?" Refaldy Ying sekali lagi bertanya. Dia memang benar tumbuh besar di luar negeri, ketika berkata sangatlah terus terang.

"Tuan Ying telah salah menilaiku." aku menjawab dengan datar.

"Kalau begitu aku tidak mengerti lagi. Kenapa Nona Mo tidak meladeniku. Apa karena takut CEO Yi marah?" Refaldy Ying sedang menebak alasanku tidak menggubrisnya.

Aku tidak menjawabnya, malah tiba-tiba bertanya, "Apa Tuan Ying memiliki golongan darah langka?"

Refaldy Ying tersentak. Matanya memancarkan rasa bingung, lama kemudian dia baru menjawab, "Bukan. Kalau aku ada, maka hari itu aku donorkan pada ibuku saja."

"Kalau begitu ayahmu memiliki golongan darah langka?" aku terus bertanya.

Mendengar itu, Refaldy Ying mengerutkan dahi, balik bertanya, "Nona Mo kenapa tiba-tiba begitu perhatian pada Keluarga Ying kami?"

"Penasaran." aku tertawa datar lalu bertanya, "Bagaimana keadaan ibumu sekarang, sudah baikan?"

"Dua hari lagi sudah bisa keluar rumah sakit." kata Refaldy Ying sambil menatapku.

Aku tidak tahu kenapa aku bertanya beberapa pertanyaan ini. Tapi aku merasa Refaldy Ying ini aneh sekali, sikap ibu mertua padanya juga sangat-sangat baik.

Saat aku membalikkan badan dan berjalan masuk ke dalam kamar, aku dibuat terkejut oleh Jonathan yang berada di belakangku.

"Pagi-pagi sudah mulai menggoda orang lain?" sindir Jonathan.

Aku berjalan ke hadapannya dengan tidak peduli, lalu tersenyum, "Aku single, jadi bebas!"

Novel Terkait

Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu