Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 183 Kejagoan menjilatnya bagus

Lorong di luar ada cahaya, kenapa hanya di barisan laptop sini yang tidak ada listrik?

Dokumen aku belum disimpan, sia-sia kerjaan aku satu sorean ini, sungguh menyebalkan, sial sekali. Hari pertama kerja sudah ketemu masalah seperti ini, suasana hatiku pun memburuk.

Tiba-tiba aku melihat Jonathan menyunggingkan senyum di balik kaca ruangan kantor.

Melihat sang penyelamat, aku segera berkata : “Jonathan, bantu aku lihat sebentar, aliran listrik di aku sini bermasalah.”

“Aku yang mematikannya.” Jawaban Jonathan membuat aku yang awalnya memang panik menjadi semakin ambruk, kalau masalah listrik atau lainnya, masih bisa aku terima, tapi alasan karena perbuatan disengaja seperti ini, aku tidak bisa menerima.

“Kamu yang mematikannya?” Aku menggertakkan gigi menatapnya dengan marah.

“Baru hari pertama kerja, aku tidak tega kalau kamu kecapekan.” Jonathan tertawa kecil, tidak mengerti kenapa dia menyelamatkan aku dari lembur, tapi aku malah tidak berterima kasih kepadanya.

“Kamu pulang dulu.” Aku menahan emosi dan tidak ingin mengomel, tidak ada seorang pun yang bisa memaksa aku menjadi wanita kasar, kataku dalam hati, aku adalah wanita elegan, wanita elegan yang berbudi pekerti sama sekali tidak boleh bertindak kasar.

“Ikut aku pulang.” Kata Jonathan sambil menarik aku yang hendak membalikkan badan kembali ke tempat duduk.

Aku berpaling, emosi yang barusan kutahan langsung melonjak naik, langsung aku membentak : “Pulang apa, kamu tahu sekali kamu mematikan listrik tadi, hasil kerjaan aku satu sorean ini sudah hilang.”

“Marah?” Tanya Jonathan, hendak menguji aku.

“Coba kamu beritahu aku, kenapa aku tidak boleh marah, apakah menurut kamu aku seharusnya tidak emosi, lalu mengerjakannya dari awal sekali lagi?” Nada bicaraku sudah membaik banyak, tidak seketus tadi algi.

Jonathan melangkah maju melihat berkas tersebut, air mukanya pun berubah dan bertanya : “Siapa yang suruh kamu merapikannya?”

“Teman kantor.” Jawabku.

“Ini semua berkas lama, ada orang yang khusus untuk mengarsipnya, satu sorean ini kamu mengerjakan hal tidak berguna ini?” Jonathan menatapku dengan bercanda.

Aku agak pusing, kutatap dia dengan tidak mengerti, maksud kamu, teman kantor ini sedang mempermainkan aku?”

“Lihat kamu, baru saja masuk kerja sudah mendapat musuh, hubungan antar manusia kamu sungguh parah.” Jonathan menyunggingkan bibir tertawa, meskipun dia hanya bercanda, tapi aku sungguh kesal sekali.

Memang benar, Julie ini selalu anti dengan aku sejak aku duduk di meja ini, sore ketika Manajer Bai tidak di tempat, malah menyuruh aku mengerjakan sesuatu yang sia-sia, masih bilang orang baru harus lembur selama satu tahun, dasar sialan.

Aku terdiam, mendadak otakku berputar cepat, kutatap Jonathan dan bertanya : “Kamu bilang berkas-berkas ini ada orang yang bertugas mengarsipnya, kalau begitu, besok kamu berikan arsip berkas ini ke aku.”

“Otak kamu ini cepat sekali.” Dari tatapan Jonathan tampak kagum, “Sekarang sudah boleh pulang dengan tenang bukan?”

“Iya.” Jawabku, “Kamu pergi dulu.”

“Kenapa lagi?” Jonathan tidak mengerti.

“Jangan lupa, PT.Weiss itu tidak mengizinkan pacaran di sesama kantor, kalau aku turun bersama kamu dan dilihat seseorang, mungkin besok aku sudah tidak perlu datang lagi.” Aku menatap Jonathan dengan serius, “Kamu pulang dulu, aku akan segera sampai.”

“Kesannya seperti hubungan gelap, padahal hanya kerja saja.” Baru saja Jonathan mengeluh, aku mendorongnya untuk lekas pergi dari kantor divisi pengoperasian, juga memperingati dia jangan datang lagi, kemudian aku akan berberes sebentar dan segera pulang.

Baru saja Jonathan pergi dan aku membalikkan badan kembali ke tempat duduk, terdengar ada yang memanggil “Christine”.

Aku menoleh dengan sebal dan mengomel : “Bukankah sudah beritahu kamu, aku......” Saat melihat jelas orang yang berdiri di hadapanku, aku tercengang.

“Manajer Bai?”

“Ini aku, kamu kira siapa?” Setelah mengambil tas jinjingnya di ruang kantornya sendiri, ia keluar dan melihat aku, “Kenapa masih belum pulang?”

“Masih ada kerjaan, setelah ini selesai akan segera pulang.” Jawabku dengan canggung, tadi mengira manajer Bai itu Jonathan, jadi sikapku tidak baik sekali.

“Biar aku antar, sudah begitu malam, tidak aman seorang wanita pulang sendiri.” Manajer menatap aku dengan datar.

Aku berdiri tegak di tempat asal, mengingat perkataan Greyson tadi siang untuk jaga jarak dengan manajer Bai, karena dia adalah pria milik Julie, kalau dekat dengannya berarti bermusuhan dengan Julie.

Aku segera menggeleng, dan menjawab dengan sungkan : “Aku datang menyetir sendiri, jadi nanti juga akan pulang sendiri.”

“Kamu menyetir?” Manajer menatap aku seolah menemukan daratan baru, “Lumayan kaya.”

Aku menundukkan kepala mengutuk diri sendiri, benar, menyetir mobil yang Jonathan beri ke kantor, tidak seharusnya aku memamerkannya, aku mengangkat kepala menatap Manajer Bai dengan canggung : “Mobil bekas, murah sekali, orang rumah takut aku lembur, lalu tidak aman pulang sendiri, jadi ada beli mobil.”

“Begitu?” Manajer Bai tersenyum kecil, “Ayo, jalan bersama.”

Ini benar-benar menyulitkan aku, kalau aku menolak, bukankah untuk seterusnya tidak perlu di dalam divisi ini lagi? Mau tidak mau, aku hanya bisa menebalkan muka dan mengikutinya dari belakang.

Setelah masuk lift, manajer Bai menoleh ke samping dan bertanya : “Sudah menikah?”

Aku menjawab : “Sudah cerai.”

Yang dijawab bukan apa yang ditanyakan, ini membuat suasana menjadi canggung.

“Manajer Bai sudah menikah?” Dalam lift yang sempit, ruangan yang terbatas membuat keheningan menjadi kecanggungan, jadi hanya bisa sembarang bertanya, aku bahkan tidak tahu untuk apa menanyakan ini, sekali bertanya, kesannya aku punya tujuan tertentu.

“Sudah, punya satu anak perempun berumur 9 tahun.” Manajer Bai jujur juga ternyata, pintu lift terbuka, dengan gentlenya dia membiarkan aku keluar dulu, lalu menyusul di belakang.

Saat memasuki tempat parkir, tiba-tiba terdengar suara mobil, ternyata Jonathan menunggu aku di tempat parkir, sekali dia membuka pintu mobil, manajer Bai tercengang.

Dia mengira Jonathan memanggilnya, segera ia berlari kecil ke sana, menganggukkan kepala dengan sungkan dan bertanya : “CEO Yi, ada apa?”

“Tidak apa-apa, hanya mencoba klakson mobil baru.” Jawab Jonathan dengan canggung serta ekspresi yang berubah.

“Bunyi klaksonnya keras, lumayan bagus.” Kejagoan menjilatnya Manajer Bai membuat aku kehabisan kata-kata, aku menutup wajahku ingin ketawa.

“Manajer, kamu pelan-pelan obrolkan tentang klakson dengan CEO Yi, aku pulang dulu.” Aku segera pergi dari situ, lalu meluncurkan mobil keluar dari tempat parkir dan pulang.

Berselang lima menit dari aku, Jonathan juga sampai di rumah, sekali naik ke lantai atas, dia langsung menutup pintu kamar, menarik aku, dan memojokkan aku di dinding, sambil berkata : “Tadi kamu tertawa begitu senang?”

“Urusan besar soal klakson sudah terselesaikan?” Aku tidak bisa menahan untuk tertawa lagi, “Manajer kita sungguh pandai menjilat, seharusnya kamu menaikkan jabatannya, lain kali boleh membicarakan......”

Belum selesai aku berbicara, dia menundukkan kepala mencium, menyumbat bibir aku. Dengan ciuman yang menggebu, dia membuat aku agak sesak nafas.

Setelah bibir tipisnya pergi, aku merapatkan bibir menatapnya dan berkata : “Kenapa mencium aku?”

“Mencium wanita sendiri juga harus meminta izin dulu?” Jonathan mengangkat alis.

“Tentu saja harus minta izin, juga harus disetujui.” Aku sendiri dibuat tertawa oleh perkataanku, Jonathan melepaskan tangan yang merangkul aku, serta menarik dasinya, lalu berkata : “Seharian ini aku memikirkan apa yang sedang kamu lakukan di bawah, beberapa kali aku ingin menelepon.”

Dia berbicara dengan sebal sembari duduk di sofa, “Siang tadi aku secara khusus turun untuk melihat kamu, sedangkan kamu malah dengan enaknya sedang makan sambil tertawa dengan teman kantor pria.”

Aku diam menatapnya, Jonathan yang selalu tenang tidak pernah seperti ini di depan aku, aku tidak mengerti kenapa dia tidak mau membiarkan aku bekerja, ini baru satu hari saja sudah begitu.

Mungkin karena masih belum terbiasa, harusnya aku terus bekerja sampai dia terbiasa, dengan begitu dia tidak akan ingin tetap menghidupi aku saja.

Aku mendekat dan duduk di atas paha Jonathan, dengan kedua tangan melingkar di lehernya aku berkata : “Tidak seharusnya kamu mengkhawatirkan aku, justru aku yang sudah bekerja jadi semakin khawatir dengan kamu.”

Pandangan mata para wanita di kantor kepada Jonathan yang sedemikian rupa, hanya melihat batang hidung saja sudah luar biasa gaduh, ini kalau ketahuan aku adalah wanitanya Jonathan dan digebrak habis-habisan itu wajar sekali.

“Aku hanya berharap wanita aku bisa di rumah saja, menyalakan lampu untuk aku, sungguh tidak berharap kamu mengerjakan hal-hal rumit di perusahaan.” Jonathan memeluk pinggangku dengan hati tidak tega, serta menyembunyikan kepala aku di pelukannya.

Aku mengangguk, bagaimana mungkin tidak mengerti, tapi aku tahu Jonathan hanya tidak terbiasa saja, tunggu nanti dia sudah terbiasa, suasana hati seperti sekarang pun tidak akan ada lagi.

“Aku tahu.” Jawabku perlahan, “Capek? Aku siapkan air panas untuk kamu berendam, dengan begitu akan lebih lega?

Jonathan mengangguk dan melepaskan pelukannya, aku bangkit berdiri dari atas pahanya, memasuki kamar mandi untuk membuka air panas, lalu mumpung dia mandi, aku masuk ke kamar anak-anak untuk melihat mereka.

Sepanjang hari ini, selain bekerja, yang paling aku rindukan adalah mereka berdua. Dengan lembut aku mengecup kening Bella dan Bernice, lalu keluar dari kamar dan tutup pintu perlahan.

Saat kembali ke kamar untuk mengambilkan piyama tidur Jonathan, ponselku berdering, dari nomor asing, aku menatap nomor itu dengan curiga dan menekan tombol menerima panggilan.

“Christine, ini aku, Justin.”

Aku terkejut kenapa Justin menelepon aku, sebelumnya ketika aku tertusuk pisau demi menolongnya di hotel Imperial, aku kira setelah itu akan mulai menjalani hidup masing-masing.

“Ada apa?” Tanyaku dengan sungkan.

“Kejadian sebelumnya, terima kasih, apa kamu punya waktu, aku ingin mentraktir kamu makan.” Suara Justin sangat datar dan lembut, nyanyian dia memang enak didengar, tapi suara bicaranya lebih mempesona lagi.

“Aku kerja, tidak punya waktu, kalau ada urusan apa, kamu langsung saja!” Aku baru kerja satu hari, tidak mungkin aku meminta ijin di hari kedua demi menemuinya, kalau Jonathan tahu aku menemui Justin lagi, pasti akan dihukum lagi olehnya.

“Kalau begitu, akhir pekan pasti punya waktu bukan!”

Mendengar itu, aku langsung mengerti, tujuan Justin pasti bukan hanya ingin mentraktir aku makan, kalau tidak, dia tidak akan meminta persetujuanku berkali-kali.

“Justin, sebenarnya ada urusan apa, aku tidak ingin pertemuan kita membuat para wartawan membuat berita gosip lagi, terhadap reputasi kita sendiri juga tidak baik.” Ini adalah perkataan yang sejujur-jujurnya, sebelumnya kalau bukan karena dibantu Jonathan, reputasi Justin sekarang sudah buruk bagaikan kotoran.

“Kalau begitu tidak apa-apa.” Justin menutup panggilan dengan tergesa-gesa.

Aku bingung sekali, ada urusan apa yang tidak bisa dibicarakan lewat telepon, dan harus ketemu langsung? Lagipula aku tidak akrab sekali dengannya, hanya teman sekolah lama.

Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka, Jonathan keluar dengan berbalut handuk, aku segera menyodorkan piyama ke dia dan berkata : “Pakailah, jangan sampai masuk angin.”

“Siapa yang menelepon?” Jonathan menatap aku.

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu