Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 35 Perpisahan

"Om, ayahku dari Italia membawakan souvenir, dia mengatakan om akan suka, memintaku memberikannya kepadamu."

Cynthia tersenyum manis, lalu dengan anggun memberikan sebungkus souvenir itu kepada papa Yoga.

"Ayahmu kok repot-repot." Papa Yoga dengan senang menerima souvenir itu.

Aku berdiri dalam diam di sampingnya, menundukkan kepala, sorotan dingin Jonathan terarah padaku, beberapa hari ini kami tidak ada komunikasi, aku tidak tahu hubungannya dengan Cynthia sudah sedekat apa.

Sedangkan aku, menuruti kata-kata Cynthia... menikah dengan seseorang.

"Oh iya, Cynthia, sini, tante kenalkan pacarnya Yoga." Mama Yoga memanggilnya kemari, Cynthia berjalan dengan anggun, sembari membuang sebuah senyum penuh keberhasilan padaku.

"Christine, kenalkan ini Cynthia, calon suaminya, Jonathan." Mama Yoga mengenalkan mereka padaku.

Calon suami? Aku tertawa pahit dalam hati, lalu mengangkat kepalaku, mengawasi Cynthia, pandangan mata kami bertemu di udara, hanya kami berdua yang mengerti makna dari pandangan itu, bagaimana dia sudah dengan paksa memisahkanku dengan Jonathan. Wanita jalang ini hanya menunjukan keanggunan, kemolekan, dan kecantikannya pada para darah biru.

Ketika aku menarik kembali tanganku, seketika tangan Cynthia terasa berat, seakan sedang menahanku, membuatku tertegun memandang senyum aneh terukir di sudut mulutnya.

Wanita jahat ini sedang punya rencana jahat apa lagi? Perasaan was-was itu muncul tiba-tiba dari kaki terus menuju dada, aku merasa ketakutan, sampai Yoga datang dan menarikku duduk di sebelahnya.

Orang tua Yoga dengan penuh semangat memberi kami ruang untuk berduaan, kami berdua pun masuk ke dalam villa.

Di dalam, aku, Jonathan, dan Cynthia bertiga masuk dalam peperangan lirikan, sedangkan Yoga dengan asik membincangkan masa depanku dengannya.

Semua rencana masa depannya itu dirancangnya sendiri, aku tidak merasa diriku adalah wanita di rancangan masa depannya itu, sebaliknya, semakin dia berceloteh tentang masa depannya, aku semakin merasa terbenam dalam dunia egoisku sendiri.

Aku jelas-jelas tidak mencintai Yoga, tapi aku mengenakan cincinnya di jari manisku, ketika ditemukan dengan orangtuanya pun, aku juga merasa sama canggungnya ketika aku bertemu dengan Yoga.

Sedangkan Jonathan, dia tak henti-hentinya menatapku dengan pandangan yang campur aduk, hanya ketika berbincang dengan Yoga saja pandangan dia beralih.

Aku bangkit berdiri tiba-tiba, mereka bertiga terkejut melihatku.

Yoga menarik tanganku, bertanya, "Ada apa?"

"Aku ingin pergi ke toilet sebentar." Belum sempat dia menanggapi, aku sudah berjalan pergi.

Duduk di sana tadi benar-benar penuh tekanan, sangat tidak nyaman. Jelas-jelas saling kenal, tapi harus berpura-pura tidak kenal, jelas-jelas mencintai Jonathan, tapi malah bersama Yoga... Aku khawatir kalau aku duduk terlalu lama disana aku bisa menjadi gila.

Aku secepat mungkin melangkah masuk ke dalam toilet dan bersembunyi disana, aku membuka kran air di depanku, dan dengan segenap hati aku membasuh wajahku. Namun saat air dingin itu mengenai kulit wajahku, alih-alih merasa dingin, hatiku semakin panas, tak sanggup untuk mengusir bayangan Jonathan yang terus melekat di sana.

Aku menatap bayangan serigala betina itu di cermin, lalu merasa geli. Christine, Christine... Akui saja, kamu tidak akan mampu melakukan seperti yang Jonathan lakukan, membalut dan memendam perasaannya, seakan tak punya beban hidup.

Aku adalah orang yang tidak bisa menyembunyikan wajahku dari apa yang aku rasa, aku merasa cemburu karena Cynthia akhirnya berhasil menjadi calon istri Jonathan, sedangkan aku, harus dengan terpaksa mematikan perasaan yang ada, berpura-pura semua seakan baik-baik saja, dan menjadi calon istri Yoga.

Aku tidak mau menjadi calon istri Yoga, aku tidak pernah membayangkan hidup berdua bersamanya, dia bagiku hanyalah seorang teman. Tidak ada di antara kami sebuah perasaan yang lebih dalam daripada itu.

Air mata kesedihan mulai mengalir membasahi pipi, aku dengan segera membasuh wajahku dengan air lagi.

Setelah menenangkan diri begitu lama, aku baru bisa mengendalikan ombak perasaan yang menderu-deru dalam hatiku. Saat keluar dari toilet, aku dikejutkan oleh Jonathan yang sedang berdiri di luar toilet, dia berjalan terlebih dahulu, lalu masuk ke toilet dan menutup pintu.

Aku melangkah mundur dengan gentar, di kamar mandi yang sempit itu, pandangan kami masing-masing jatuh pada sesuatu yang paling diinginkan hati masing-masing di dunia ini.

Aku menunduk, mataku menyapu ke segala arah...

Jonathan mendekat, menjepitku di antara dia dan tembok di belakangku, lalu dengan suara rendah bertanya padaku, "Kamu benar-benar sudah bisa menerima Yoga?"

Aku menelan ludah, tidak berani menatap sorotan mata yang tajam dan dingin itu, lalu dengan terpaksa menjawab, "Betul, aku sudah menerimanya, sama seperti kamu yang sudah menerima Cynthia."

Begitu mengucapkan itu, aku langsung menyadari ada sedikit nada cemburu, mataku kembali menyapu ruangan dengan liar, tapi tanpa sengaja pandangan mataku bertemu dengan pandangan matanya.

Aku menyambut pandangan matanya, "Aku baru saja salah bicara, bukan kamu yang sudah menerima Cynthia, tapi kalian berdua memang seharusnya bersama, hanya saja aku yang terlalu bodoh, baru bisa mempercayai mulut manismu, aku......"

Aku belum selesai bicara, Jonathan sudah menempelkan erat-erat bibirnya ke bibirku.

Aku ingin mendorongnya menjauh, tapi kedua tanganku dicengkramnya erat-erat pada tembok toilet, ciumannya yang sangat bertenaga membuatku tak sanggup untuk membuka mulut meneruskan kalimatku.

Setelah aku menyadari perlawananku sia-sia, aku berhenti meronta, membiarkannya melakukan apa yang dia mau, melihatku berhenti memberikan perlawanan, dia merasa aneh, bibirnya perlahan menjauh, aku bisa merasakan napasnya yang panas terengah-engah.

"Jonathan, ini semua ada artinya?" Sudut mataku memerah, memandang matanya yang dalam.

"Kenapa kamu terima lamaran Yoga?" Jonathan menurunkan suaranya dan bertanya dengan tajam.

"Aku menyukai dia." Aku kembali membelokkan fakta.

"Suka?" Jonathan tertawa dingin, "Suka apanya? Keahlian dia di atas ranjang? Atau teknik mencium yang lebih hebat dari aku?"

Aku tidak bersuara, menanggapi ironi Jonathan.

"Katakan padaku....." Selesai berkata demikian, dia melepaskan tanganku dan mengangkat daguku, membuatku harus menatap pandangan dia yang tajam itu.

"Yoga lebih baik dari padamu dalam segala hal, apa kamu puas dengan jawaban ini?" Aku menjawab dengan menahan nafas, aku dengan jelas merasakan dia memegang daguku dengan penuh tenaga, daguku mulai mati rasa.

"Baiklah." Jonathan melepasku, berjalan mundur, lalu memelototiku, "Mulai hari ini, setelah aku melangkah keluar dari pintu itu, Christine, nama ini di dalam hidupku tidak berarti apa-apa."

Aku menggigit kuat-kuat bibirku, tubuhku bergetar hebat, menahan diri untuk tidak menangis.

Ketika melihatnya membalikkan badan akan melangkah keluar, aku hampir saja memanggil namanya, tapi nama Jonathan itu seakan tertahan terjepit di tenggorokan, tidak bisa keluar dari mulutku.

Aku melihatnya membuka pintu, lalu keluar dan menutup pintu dengan keras.

Aku merasa kakiku lemas, aku terjatuh terduduk di lantai, air mata yang sudah mengumpul itu tak kuasa ku tahan lagi, butir demi butir mulai berjatuhan. Aku, Christine, tidak boleh berhati lemah lagi, aku selamanya tidak akan mampu melawan Cynthia, demi cinta yang tidak adil ini aku sudah melibatkan keluargaku, rasanya tak pantas aku meneruskannya, aku menyerah...

Jonathan, aku mencintaimu....

Cinta ini akan selamanya kukubur di hatiku yang terdalam, kita berdua tidak pernah dengan jujur mengungkapkan perasaan masing-masing, sampai saat ini aku bahkan tidak tahu apakah Jonathan benar-benar mencintaiku atau dia hanya sekedar mencintai tubuh ini.

Perasaannya persis seperti orangnya, selamanya akan menjadi sebuah misteri.

Aku tidak tahu sudah duduk disana berapa lama, sampai kudengar ada ketukan lembut di pintu, lalu aku dengar suara Yoga dari luar toilet, aku tersadar dari lamunanku, aku bangkit berdiri, dan meraih gagang pintu, kemudian menatap Yoga dalam diam.

"Kamu kenapa?" Yoga menjulurkan tangannya menyentuh sudut mataku, dia pastinya tahu aku baru saja menangis, itu terlihat sangat jelas.

"Aku sedikit tidak enak badan, aku ingin pulang." Setelah berkata demikian, Yoga menggandeng tanganku, lalu mengangguk.

"Apa kamu mau pergi ke kamarku sebentar untuk beristirahat?"

Aku dengan cepat menggelengkan kepala, "Tidak....tidak mau, aku mau pulang saja."

Yoga terasa sedikit canggung, lalu tersenyum kecil, "Baiklah, aku akan mengantarmu pulang."

Dia menggandeng tanganku, masuk ke dalam villa, lalu berpamitan dengan Jonathan dan Cynthia, dia berkata aku sedang tidak enak badan, dan dia ingin mengantarku pulang.

Cynthia dengan sengaja menggoda Yoga dengan berkata dia lebih memperhatikan kekasihnya daripada temannya.

Ketika mobil sudah keluar dari rumah Yoga, aku minta turun dari mobil, dia mengikutiku, lalu menghalangiku, tak rela melepasku, lalu dia menunduk dan berkata, "Christine, aku... aku ingin menciummu."

Aku bengong seketika, aku menatap dia, lalu dengan memaksakan senyum kecil di bibir, berkata, "ndut, beri aku sedikit waktu, ya?"

"Apa kamu masih tidak bisa melupakan lelaki itu?" Yoga menatapku dengan bingung.

Aku tertunduk diam.

Aku mengangkat kepala, terpaku sejenak, melihatnya mendekat, dan menempelkan bibirnya di pipiku dengan cepat, "Masuk sana! Istirahat baik-baik, aku akan memberimu waktu untuk melupakan lelaki itu."

Selesai berkata demikian, dia membalikkan badan, naik ke dalam mobil, dan pergi.

Aku bisa memahami, hati Yoga pasti keberatan, tapi dia terlalu mencintaiku, jadi dia hanya bisa menerimaku seutuhnya.

Ketika aku tersadar, tubuh dan hati ini terasa sangat lelah, dengan perlahan aku masuk ke dalam kamar, lalu menyalakan lampu, Sarah yang tadinya sedang tertidur, mengangkat tangan untuk menghalangi cahaya lampu, dengan pandangan bingung dia bangkit duduk, setelah melihatku, berkata, "Aku kira kamu malam ini tidak pulang."

Aku melepaskan syal yang membungkus leherku sambil berkata, "Kalau aku malam ini tidak pulang, mau tidur di mana?"

"Di tempat si gendut, kamu kan sudah menyetujui lamarannya, cepat atau lambat juga akan tinggal bersama." Sarah berkata dengan acuh tak acuh.

"Cepat atau lambat?" Aku tertawa sendiri, betul sekali, toh aku juga sudah tidak perawan lagi, masih perlu berpura-pura seperti apa lagi, misal aku masih perawan pun, tanpa pikir panjang akan kuberikan pada Jonathan, wanita yang tidak punya harga diri seperti aku ini, hanya akan dipandang remeh orang-orang.

"Kenapa?" Sarah mengira dia salah berbicara.

"Tak apa." Aku menjawab, "Tubuhku ini perlu di servis, sekarang sedang tidak tepat digunakan untuk melakukan hal-hal itu."

Sarah berkata sambil menutupi mulutnya dengan tangannya, "Si gendut mungkin sudah cemas menunggu."

"Sarah, apakah si gendut belum membantu suamimu soal urusan kerjaan?" Aku sudah selesai bertukar baju tidur, berjalan pelan ke tempat tidur, menatapnya, dan bertanya dengan penuh perhatian.

Begitu melihat Sarah menggelengkan kepala dengan tak berdaya, "Sebenarnya dia sudah membantu, tapi semua pekerjaan yang dia carikan harus minimal lulusan diploma, dia mana bisa memenuhi persyaratan itu?"

"Sarah, beberapa tahun ini hidupmu pasti berat!" Aku menatap Sarah dengan iba, menyentuh alisnya, usia dia sama denganku, tapi dia terlihat jauh lebih tua dariku.

Mungkin karena dia tidak baik-baik menjaga tubuhnya setelah melahirkan, terlalu banyak pekerjaan.

"Christine, aku minta tolong padamu." Sarah tiba-tiba menatapku dengan sungguh-sungguh.

Novel Terkait

Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu