Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 38 Kamu Menikahiku

Aku tidak membalas pesan Jonathan, dia tidak tahu hal apa yang sedang terjadi, dia hanya mendengar cerita dari sepihak kemudian bertanya denganku, dengan begitu, aku merasa tidak perlu untuk menjelaskan apapun kepadanya.

Aku meletakkan ponsel di bawah bantalku, seluruh tubuhku terasa lelah dan aku pun tertidur.

Tiba-tiba mama mendorong pintu dengan keras sampai terbuka, dan membuatku terbangun, aku melirik sedikit dan melihat Christopher berdiri di belakang mama, begitu melihat ekspresi di wajah mama, aku langsung tahu, Christopher pasti memberitahu mama tentang keinginanku untuk membatalkan pertunangan.

Aku berusaha untuk bangkit dan bangun untuk menatap mereka.

"Christine, kenapa kamu mau membatalkan pertunangannya, kurang bagus apa si Yoga itu, kamu jangan mencari-cari masalah dengannya." Mama bertanya kepadaku, aku melihat tatapan Christopher di belakang mama dan aku tidak bisa berdebat lagi.

Bibirku terasa kering dan pucat, aku menarik selimut, menutupi diriku, lalu menyahut: "Aku tidak mau bertunangan, tidak ada alasan."

Mama menepuk-nepuk aku di dalam selimut.

Aku memegang selimutku erat-erat, air mata kembali mengalir di pipiku.

Pada hari-H pertunangan, aku tidak pergi, tidak peduli seberapa keras mama menangis, memohon, aku tetap diam tak bergeming, aku tidak akan membuat kesalahan lagi, melihat mama yang hampir berlutut, aku tetap tidak bergerak sedikit pun.

Aku memang orang yang seperti ini, sangat sangat kaku.

Aku tidak muncul di acara pertunangan, keluarga Sudirman menjadi bahan tertawaan seluruh kota F, aku tidak melihat berita di internet, ponselku juga mati, aku bersembunyi di dalam kamar, kamar menjadi jalan teraman yang bisa kuambil.

Aku tidak tahu berapa lama aku berada di dalam kamar tanpa keluar, aku ditarik paksa untuk keluar oleh mama, dia berkata kalau aku tidak keluar mungkin akan tumbuh lumut di tubuhku.

Beberapa hari ini, meskipun mama tidak mempedulikanku, aku tetap anaknya sendiri, dia tidak ingin melihatku seperti ini. Sejujurnya, sekarang aku juga tidak tahu apa yang bisa aku lakukan?

Matahari musim dingin menyinari tubuhku, terasa hangat, dan sangat nyaman.

Setelah keramas, dengan raambut basah terurai di bahu, aku menutup kedua mataku, menikmati ketenangan yang susah didapat ini. Beberapa hari ini ponselku dalam keadaan mati, aku seakan sedang menutup diriku sendiri.

Mama menghampiriku ke teras dan memanggilku: "Christine, ada telepon untukmu!

Aku menjawabnya dengan malas, "Dari siapa?"

"Seorang pria, suaranya tidak asing, tapi aku tidak bisa ingat itu siapa." Mama mengerutkan dahi berusaha untuk mengingat, "Cepat angkat, nanti keburu ditutup."

"Tutup ya tutup lah!" Meskipun berkata demikian, aku perlahan bangkit, dan berjalan ke ruang tamu, lalu melangkah maju dan mengangkat telepon itu, berkata "Halo" dengan pelan.

"Ini aku." Suara tidak asing dari Jonathan terdengar jelas di telingaku, tidak tahu kenapa, begitu mendengar suaranya, hidungku terasa seperti tersumbat.

"Ada apa?" Aku berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa.

"Ayo ketemu."

"Oke." Aku mengiyakannya.

"Aku akan menjemputmu." Setelah itu, terdengar suara "tutututut" dari telepon itu, aku menaruh gagang telepon itu perlahan, lalu tiba-tiba mama sudah berdiri di belakangku, kemudian bertanya: "Siapa, Yoga ya?"

Aku hanya diam, mama terus mengikutiku untuk mendapatkan jawaban.

Aku masuk ke kamar, menutup pintu kemudian duduk di kursi meja rias, melihat bayangan wajahku yang begitu pucat, aku hampir tidak mengenali diriku sendiri.

Apakah ini masih Christine yang cantik dan percaya diri?

Sama sekali tidak, penampilanku sekarang benar-benar terlihat seperti orang yang sudah dikhianati, seperti orang yang putus asa, hampir saja terlihat seperti orang gila.

Aku merias diri sedikit, agar warna wajahku tidak terlihat terlalu buruk, aku tidak ingin mempermalukan diriku lebih dari ini di depan Jonathan.

Untuk menutupi kekusutanku, aku memilih untuk mengenakan pakaian berwarna merah jambu, untuk membuat diriku terlihat lebih segar dan langsing.

Setelah aku menyalakan ponsel, notifikasi datang bertubi-tubi, aku mengabaikannya, dan segera mengirim pesan ke Jonathan, memberitahunya untuk tidak menjemputku ke rumah, dan langsung bertemu di taman dekat rumah, aku akan menunggunya di sana.

Aku membuka pintu kamar, dan melihat mama berdiri di luar kamar, dengan senang dia menatapku, "Yoga mengajakmu untuk kencan kan? Jelaskan baik-baik dengannya tentang pertunangan itu, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan."

"Ma, jangan terlalu ikut campur bisa tidak?" Aku berkata dengan tidak sabar kepada mama.

"Baiklah, baiklah, baiklah, aku tidak akan bicara lagi, jangan pulang malam-malam, nanti malam aku akan membuatkan bubur ketan angco untuk memulihkan tubuhmu." Mama berkata sambil tersenyum kepadaku.

Aku mengerti, mama berharap aku menikah dengan Yoga, tapi bagaimana mungkin aku bisa menikah dengannya, kalau aku ingin menikah dengannya, aku pasti akan datang waktu acara pertunangan, tidak perlu menuggu sampai sekarang.

Aku sampai ke taman lebih dulu dari Jonathan, di sana sangat tenang, angin dingin menerpa wajahku, permukaan air danau mulai mencair, dari jauh kulihat cerminan bayangan pohon di tengah danau.

Ketenangan yang sangat sulit didapat, beberapa hari ini kulewati dengan hati kacau, aku benar-benar mengira seumur hidup aku tidak akan bisa mengalami kehidupan yang tenang.

Mendengar suara deham seseorang di belakangku, aku meninggalkan pemandangan indah itu dan berbalik, melihat Jonathan berdiri di belakangku, kemudian aku kembali berpaling melihat ke pemandangan.

Jonathan melangkah maju dan berdiri di sebelahku, dia mengikuti arah pandanganku ke pemandangan.

"Kenapa tidak pergi ke acara pertunangan?" Jonathan bertanya dengan lembut, suaranya tidak terdengar keras, seperti agak sungkan.

Aku tidak menjawab, hanya menutup kedua mataku dan mendengarkan suara tiupan angin yang berhembus di telingaku.

"Aku sedang bertanya kepadamu, kenapa mengkhianati Yoga, kalau tidak menyukainya, kamu seharusnya berkata kepadanya sejak awal." Karena aku hanya diam, suara Jonathan menjadi agak keras.

Aku membuka mataku perlahan, dan melirik ke arahnya, kemudian menjawab dengan acuh tak acuh: "Terus kenapa?"

"Christine, apa menurutmu mempermainkan seorang pria itu merupakan sesuatu yang sangat mengasyikan?" Jonathan bertanya dengan ketus kepadaku dan menatap tajam.

Aku cemberut, dan menjawabnya dengan datar: "Aku tidak pernah mempermainkan perasaan orang lain."

"Bagaimana denganku?" Jonathan mencengkeram bahuku kuat-kuat, dan menunduk untuk melihatku.

Aku mendongak dan menatap pandangannya, matanya sangat jernih, aku bisa melihat bayangan diriku di kedua bola matanya, aku tertawa ringan, "Kamu nikahi aku, setelah itu aku akan mendengarkan perkataanmu baik-baik, tidak akan mempermainkan perasaan orang lain."

Aku tidak tahu mengapa aku bisa mengatakan hal yang begitu gila, aku tahu mungkin sebentar lagi Jonathan akan bertunangan dengan Cynthia, mungkin ini merupakan caraku balas dendam terhadap Cynthia, mungkin juga ini karena cintaku terhadap Jonathan, aku tidak bisa tahu dengan pasti.

Aku melihat ekspresi membeku Jonathan, dan aku menertawakan diri sendiri, kemudian mendorongnya menjauh lalu berbalik, memunggunginya sambil berkata: "Aku hanya bercanda, kamu tidak perlu memasang ekspresi seperti itu."

Saat aku hamil anaknya pun aku tidak memintanya untuk menikahiku, sekarang atas dasar apa aku memintanya?

Aku tidak punya apa-apa, bahkan martabatku pun sudah diinjak-injak orang, apa lagi yang aku punya agar dia menikahiku, aku baru saja membuat lelucon besar.

"Jonathan, kamu tidak perlu merasa bersalah, aku...."

"Baiklah, aku akan menikahimu." Empat kata yang diucapkan dengan sangat jelas oleh Jonathan itu terngiang di belakangku, aku segera menengok dengan penuh keterkejutan, mataku membelalak lebar.

Dia barusan bilang apa, pasti aku sedang bermimpi atau salah mendengar?

Jonathan mau menikahiku? Aku tidak salah dengar bukan, dia mau menikahiku, kenapa? Mengasihaniku, atau mencintaiku?

"Barusan kamu bilang apa?" Aku tidak percaya dan ingin mendengarnya mengatakannya sekali lagi.

"Lusa hari Senin pukul 11 pagi, aku akan menunggumu di KUA." Setelah mengatakan demikian, Jonathan berbalik dan pergi, meninggalkanku di situ termenung sendirian.

Hari ini dia mengajakku untuk bertemu sebenarnya untuk apa? Jangan-jangan leluconku barusan merusak semua rencananya, tidak, leluconku barusan itu merusak semua rencanaku.

Kenapa aku menuntut untuk menikah? Apakah aku sudah mempersiapkan diri untuk menikah dengan Jonathan?

Tidak, aku belum mempersiapkan sedikit pun, aku tidak bisa membayangkan bencana apa yang akan menimpa keluargaku kalau Jonathan menikahiku, aku benar-benar tidak tahu kenapa Jonathan mau menikahiku?

Aku tidak tahu bagaimana aku bisa sampai ke rumah, otakku serasa kosong, semua isi otakku hanya gambaran Jonathan berkata ingin menikahiku.

Mama menyambutku.

"Ada apa? Mama bertanya kepadaku.

"Tidak apa-apa." Aku tentu saja tidak akan memberitahu mama tentang pertemuanku dengan Jonathan, mulut besarnya itu bisa-bisa terdengar sampai ke telinga Cynthia, kalau begitu aku pasti tidak akan bisa menikah dengan Jonathan.

Aku kembali ke kamar, segera mengeluarkan KTP dan surat cerai, bisa dikatakan aku sudah paham, setelah pernah menikah dan pernah bercerai, aku tahu prosedurnya.

Apakah Jonathan benar-benar ingin menikahiku? Dia sedang bercanda, atau.....

Aku sangat mempertanyakan hidupku sekarang, biasanya, wanita yang sudah bercerai tentunya akan menjadi lebih berhati-hati dengan pernikahan keduanya, tapi aku begitu saja sembarangan meminta Jonathan untuk menikahiku?

Oh iya, barusan di taman, kata-kataku itu, apakah merupakan suatu lamaran?

Aku jatuh terduduk di atas ranjang, kenapa aku harus mengucapkan kata-kata itu, Jonathan pasti menertawakanku di dalam hati berulang-ulang kali, dan aku masih dengan bodohnya mempersiapkan KTP dan surat ceraiku untuk hari Senin nanti.

Tidak, aku tidak boleh pergi, kalau aku pergi, bukannya aku kembali melibatkan diri ke lubang api raksasa keluarga kaya lagi?

Aku tidak bisa tidur selama dua malam berturut, terus berguling di kasur tidak menentu.

Hari Senin pagi, setelah sarapan, aku kembali masuk kamar dengan ekspresi sedih, aku melihat ke arah jam dinding, pukul setengah sembilan lebih, haruskah aku pergike KUA?

Kalau aku datang, tapi Jonathan tidak datang, bukankah itu akan sangat memalukan?

Sudahlah, tidak usah pergi.

Tapi.... kalau aku tidak datang, dan Jonathan datang, bukankah dia akan kembali berprasangka buruk dan mengatakan aku mempermainkan perasaannya, membohonginya?

Aku berusaha menyanggul rambutku, terlihat begitu berantakan.

Sebenarnya apa yang sedang kulakukan? Aku menegakkan diri, melihat bayanganku di cermin, merapikan rambutku, dan berkata dengan mantap kepada diriku sendiri: "Christine, bukankah ini hanya sebuah pernikahan? Kalau tidak sanggup cerai lagi saja."

Setelah berkata demikian, aku mengenakan baju yang bagus, dan menyambar dokumenku, diam-diam membuka pintu, kemudian melihat sekeliling, aku melihat mama sedang menyuapi papa, aku diam-diam membuka pintu depan, dan keluar pelan-pelan seperti seorang pencuri, dan segera turun.

Aku memanggil taksi untuk mengantarku ke KUA, sudah pukul 9 lebih.

Pasangan yang datang untuk menikah cukup banyak, satu per satu mereka masuk untuk mengambil nomor antrian, aku juga ikut masuk untuk mengambilnya, kemudian duduk seorang diri di ruang tunggu.

Waktu bergulir perlahan, menunggu seseorang merupakan suatu hal yang melelahkan dan mendebarkan, aku melihat waktu yang tertera di layar ponselku, sudah pukul 11 lebih.

Sebentar lagi sudah sampai pada nomor antrianku, aku menukarkannya dengan pasangan di belakangku.

Angka di layar sudah hampir bergulir hingga nomorku lagi, aku berdiri, menggenggam erat kertas itu di tanganku, aku paham, Jonathan pasti tidak akan datang, hanya hatiku yang masih mengharapkan kedatangannya.

Aku sangat mengerti perasaanku, aku mencintainya, jadi aku baru bisa menunggunya tanpa malu seperti ini di KUA, dan dia, tidak datang pun aku bisa sepenuhnya mengerti.

Lagipula dari awal aku hanya dijadikan alat pertukaran saja, setelah pertukaran itu selesai, hanya tersisa aku seorang yang mengingatnya dan tidak bisa melupakannya.

Novel Terkait

Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu