Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 62 Jangan Sentuh Teman Sekamarku

Hari itu, aku menemani mama semalaman dan menjaganya dengan tenang.

Hari sudah larut, udaranya menjadi lebih dingin, aku bangun dan menutup jendela kamar, menyisakan sedikit celah untuk sirkulasi.

Mungkin karena aku baru saja pulang, masih jetlag, aku jadi mengantuk dan tertidur di sisi tempat tidur mama.

Aku terbangun karena lenganku kesemutan, aku berusaha mencari posisi tidur yang nyaman, tetapi ketika aku berbalik, aku melihat satu setelan jas yang menyelimuti bahuku terjatuh.

Aku menyeka mataku, membungkuk mengambil jas itu, lalu berdiri. Aku melihat sekelilingku, ada seorang laki-laki sedang merokok di balkon, laki-laki itu terlihat familiar.

Dengan perlahan, aku menghampiri laki-laki itu, dan ketika aku membuka pintu kaca di balkon, aku terkejut.

Jonathan menoleh ke belakang dan menatapku, lalu melemparkan puntung rokoknya ke tanah dan menginjaknya.

Aku melangkah dan menyerahkan jas itu kepadanya, sudah tiga tahun kami tidak berjumpa, tentu saja pertemuan ini membuat jantungku berdegup kencang, seperti anak gadis yang sedang jatuh cinta, tetapi aku menahan diriku, meskipun aku ingin sekali memeluknya.

"Lama tidak berjumpa." Kataku datar.

Raut wajah Jonathan terlihat lelah, dia berbalik dan memandangi bangunan rumah sakit.

Aku melangkah maju dan berdiri berdampingan dengannya, aku tahu, sulit bagi kami untuk melepaskan satu sama lain, tetapi waktu tiga tahun sudah membuat jarak antara kami.

"Ada foto anakku?" Setelah terdiam lama, aku agak tidak tahan dengan suasana canggung ini.

Jonathan memalingkan wajahnya dan menatapku, dia tersenyum mengejek.

"Rupanya masih ingat punya anak?"

"Jangan sinis begitu, deh. Terima kasih ya, sudah menjaga keluargaku selama tiga tahun ini, tapi kamu tidak harus melakukannya untukku..."

"Aku tidak melakukan semua ini untukmu, semua demi nenek dari anakku." Setelah itu, Jonathan mengenakan jasnya dan berbalik pergi, aku mengejarnya dengan gugup.

"Bisakah kamu memberiku foto Bella?" Aku memohon, tetapi melihat reaksi Jonathan, aku tahu kalau dia sangat-sangat membenciku, dia tidak mempedulikanku.

Saat itu Jonathan mengatakan, dia sudah lelah denganku, dan akhirnya kita berpisah.

Jonathan tidak mempedulikan sama sekali, dia begitu saja menghilang dari hadapanku.

Aku tidak tahu apa Christopher yang menelponnya, bagaimana Jonathan tahu kalau aku berada di sini? Tetapi kehadirannya semakin membuatku tidak tenang.

Aku menoleh dan menatap lampu kuning di tempat parkir rumah sakit, memperhatikan mobilnya keluar dari rumah sakit, perasaan sedih menghampiriku. Apakah kepergianku selama tiga tahun ini, hanya sebuah kesalahan?

Malam itu, aku tidak bisa tidur sama sekali, pikiranku terus dibayangi oleh kejadian barusan. Aku diam-diam memandangi wajah mama, lalu termenung.

Keesokan paginya, kakak ipar datang untuk gantian denganku. Ketika aku meninggalkan kamar, aku menelepon Sean, tidak butuh waktu lama sampai dia menjemputku di lobby rumah sakit.

Aku duduk di mobilnya dengan wajah masam, aku bersandar di kursi, memejamkan mata, dan tak lama kemudian aku tertidur.

Aku tertidur nyenyak, dan ketika aku membuka mata, ternyata aku sedang bersandar pada bahu Sean! Aku membeku sesaat dan langsung menjauhkan diriku.

“Kenapa kamu tidak membangunkanku?” Aku mengerutkan kening dan mengeluh.

"Tidak tega." Sean tersenyum.

"Hal semacam ini yang kamu katakan kepada wanita lain, tidak akan berpengaruh kepadaku." Aku keluar dari mobil, memandang ke lingkungan sekitar, dan bertanya, "Lantai berapa, gedung yang mana?"

"Aku antar." Sean juga keluar dari mobil sambil memainkan kunci di tangannya.

"Tidak perlu." Aku melangkah maju, mencoba mengambil kunci dari tangannya, tetapi tidak kusangka, dia menarik tanganku. Dia memelukku dengan paksa.

Aku berusaha melepaskan pelukannya dan menginjak kakinya, tetapi dia sudah lebih pintar daripada tiga tahun lalu, gerakannya menjadi lebih lincah.

"Lepaskan aku!" Teriakku kepada Sean.

Sean mencium pipiku dengan cepat, lalu melepaskan tanganku.

"Sean! Lain kali kamu berani menciumku lagi, akan kupastikan kamu tidak bisa melihat matahari terbit lagi!" Aku mengusap pipiku dengan jijik.

“Wahh galaknya.” Sean tersenyum puas, lalu melemparkan kunci itu kepadaku, dia berkata, “Iya deh, aku tidak naik. Aku takut kehilangan nyawaku. Oh iya, minggu depan kamu harus pergi ke perusahaan temanku untuk daftar.”

"Iya, sudah tahu." Jawabku.

"Kamar 306, lantai 12." Setelah Sean memberitahu dimana kamarku, dia kembali ke mobilnya dan meninggalkanku.

Setelah mobilnya menghilang dari pandanganku, aku naik ke atas dengan sejumlah pertanyaan. Jangan-jangan dia mengira aku menyukainya? Makanya dia bisa melakukan hal itu?

Aku naik ke atas dan melihat dua orang teman yang kembali dari Inggris bersama denganku, Amanda dan Stella. Mereka tampaknya sudah membersihkan kamar mereka.

Begitu aku masuk, mereka menyambutku sambil tersenyum.

“Christine, kamarmu ada di seberangku.” Amanda berkata dengan gembira, melangkah maju dan memegang tanganku, lalu dia bertanya, “Eh, mau tanya dong, Pak Sean pacarmu ya? "

"Pak Sean? Sean yang itu? Tenang saja, dia bukan pacarku. Dan... saran saja ya. Lebih baik kalian jangan pacaran dengannya, deh."

'Memangnya kenapa? Jangan-jangan dia tidak tertarik dengan wanita!" Ujar Amanda dengan penasaran.

"Bukan begitu, justru dia tertarik dengan seluruh wanita yang ada di dunia ini! Setiap ada wanita yang datang, selalu diterima olehnya. Laki-laki seperti itu... tidak cocok dijadikan pacar, hanya bisa menyakiti hati wanita saja." Jawabku.

"Ternyata begitu ya orangnya." Amanda tersenyum-senyum mendengar jawabanku.

"Amanda, lebih baik jangan dekat-dekat dengan laki-laki ini. Nanti kamu pasti akan dibuat sakit hati olehnya." Aku mengingatkan Amanda kembali, tetapi dia masih saja menggodaku.

"Hee... Jangan-jangan kamu bicara seperti ini, karena mau kamu pakai sendiri ya!" Lanjutnya.

"Hus, Amanda, jangan begitu dong. Christine kan bilang begitu demi kebaikanmu sendiri." Stella yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara.

Aku tersenyum pada Stella. Selama tiga tahun di Inggris bersama Stella, dia memang tidak banyak bicara, tetapi dia adalah pekerja keras dan sangat baik kepadaku. Aku senang sekali bisa tinggal dengan mereka setelah pulang.

Setelah mereka berdua membantuku mengatur barang bawaan, kami membersihkan ruangan bersama-sama.

Aku beristirahat selama beberapa jam, hari sudah malam.

Aku berbaring di ranjang, lalu memainkan ponsel seperti biasanya. Tiba-tiba, aku teringat akan Jonathan, nomor ponselnya seperti sudah tertanam di benakku.

Aku ingin melupakannya, tetapi sulit.

Setelah itu, ponselku berdering, ada panggilan masuk. Sean yang menelepon.

"Haloo..." Aku menjawab telepon dengan cuek, suasana hatiku sedang tidak begitu bagus.

"Buka pintu." Terdengar suara Sean di seberang sana, lalu diikuti dengan suara ketukan pintu. Aneh sekali, seharusnnya cukup mengetuk pintu saja kan? Tidak perlu telepon? Atau jangan-jangan dia ingin aku yang membuka pintunya?

Aku bangun dan membuka pintu.

"Surprise! Happy birthday, Christine!" Sean berdiri di depan pintu, dia memegang sebuah kue dengan kedua tangannya. Kue itu bertuliskan "Happy Birthday Christine, semoga cantik selalu."

Semoga cantik selalu? Hanya orang seperti Sean yang bisa menulis permintaan seperti ini.

"Happy birthday to you, happy birthday to you......" Sean menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku, suaranya terdengar hangat. Amanda dan Stella keluar dari kamar, mereka dengan iri menatapku.

"Eh, surprisenya berhasil tidak?" Ujar Sean yang sekarang berdiri di hadapanku.

"Memangnya kamu pikir wanita mana yang senang diingatkan kalau umurnya bertambah tua satu tahun?" Jawabku dengan datar.

Aku memang paling bisa menghancurkan suasana romantis. Aku tidak ingin merayakan ulang tahunku, setelah melahirkan Bella, ulang tahunku tidak pernah terasa spesial lagi.

"Dasar wanita tidak romantis, paling tidak, bereaksi sedikit kek?" Sean tampak kecewa dan menggelengkan kepalanya.

Amanda melangkah maju, meraih lenganku, dan berbicara menggantikan Sean: "Christine, bagaimanapun juga kan dia sudah kemari, make a wish yuk, tiup lilin, lalu makan kue! "

Aku menatap Amanda sejenak, lalu menatap Stella yang mengangguk setuju, dan kemudian berbalik menatap Sean, aku menggigigit bibirku, maju, menutup mataku dan membuat permintaan.

Semoga Sean tidak menyukaiku dan menghilang dari hadapanku sesegera mungkin.

Aku membuka mataku, meniup lilin, dan melirik ke arah Sean.

"Jadii... apa permintaanmu?" Sean penasaran, dia bertanya kepadaku.

"Rahasia! Kalau aku kasih tahu nanti tidak akan terkabul." Jawabku sembari menggelengkan kepalaku.

"Iya betul, permintaan cukup disimpan sendiri saja, kalau tidak, nanti tidak akan terkabul!" Amanda setuju denganku.

Tentu saja aku tidak bisa menyebutkan permintaanku, kalau aku mengatakan, pasti akan ramai sekali.

Ketika Amanda dan Stella sedang menikmati kue, aku berdiri di balkon, menikmati angin malam. Sean muncul dari belakangku dan lagi-lagi bertanya :

"Eh, eh, apa permintaanmu tadi?"

Aku menoleh dan menatapnya, "Sudah kubilang, aku tidak akan bilang, nanti tidak terkabul!"

"Kutebak ya, pasti isi permintaanmu adalah supaya aku cepat menghilang dari hadapanmu." Sean tertawa saat mengatakannya.

Tidak kusangka, ternyata dia menebak dengan benar. Aku berbalik dan memandangnya dengan serius, aku berkata, "Jangan terlalu sering menebak-nebak wanita deh, nanti hidupmu membosankan."

"Justru itu yang menarik." Sean berbalik dan memandangi Amanda lewat pintu kaca di balkon, dia tersenyum licik, "Sepertinya ada yang sudah tidak sabar ingin bermain denganku."

Ketika aku menyadarinya, ternyata Sean dan Amanda sedang bertukar pandang, aku menarik pergelangan tangan Sean dan memperingatkannya, "Jangan sentuh teman sekamarku."

"Aku janji tidak akan menyentuhnya, tapi kalau dia yang menyentuhku duluan...bagaimana?" Ujar Sean disambut tawa penuh percaya diri.

"Sean, kapan sih kamu bisa membicarakan perempuan dengan serius!" Aku memarahi Sean, kalau saja dia tidak memberiku kesempatan untuk belajar di Inggris, aku tidak akan berhubungan lagi dengannya.

"Aku ingin bicara tahu, tapi wanita itu tidak memberiku kesempatan." Sean menatapku lekat-lekat.

"Kamu masih berhubungan dengan Cynthia?" Tidak tahu kenapa, tiba-tiba aku teringat akan Cynthia, lagipula lewat Cynthia aku bisa mengenal orang ini.

"Masih." Sean langsung mengakuinya.

Novel Terkait

Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu