Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 150 Yang Aku Pedulikan Adalah Hatimu

"Apa kamu ini memaksaku untuk membawamu rujuk di biro urusan sipil?" Jonathan mencengkram lenganku dengan kuat, lalu tatapannya mengunci tatapanku, "Coba kamu katakan sekali lagi. Kamu single, jadi kamu bebas?"

Aku jelas sekali merasakan cengkraman di lenganku pelan-pelan bertambah kuat. Mengatakan perkataan yang tidak mau hidup seperti itu, memangnya aku begitu bodoh? Aku menjilat bibirku, tersenyum datar, lalu berkata ringan, "Aku masih belum sesombong itu. Melihat wajahmu yang tampan, bagaiamana mungkin aku menggoda Refaldy. Benar bukan. Kamu harus lebih percaya diri pada dirimu sendiri."

Setelah aku memuji Jonathan, suasana hatinya seketika membaik dan tersenyum. Dia melepaskan tanganku, lalu berkata, "Aku kalah lagi di mulutmu ini."

Selesai berkata, Jonathan tiba-tiba mendekatiku, menempelkan wajahnya di wajahku. Aku mundur, menatapnya bingung dan bertanya, "Ngapain?"

"Melihat apakah tubuhmu ada wangi orang lain?" dia terlalu dekat, bahkan napasnya yang hangat menyapu ke wajahku.

Aku teringat saat pertama kali kita bertemu. Dia cemburu pada Ardy Lu dan ingin menciumku, aku segera berjalan mundur dua langkah ke belakang dan berkata dengan waspada, "Jangan cium aku."

"Siapa yang bilang mau menciummu?" Jonathan mengerutkan dahi dan langsung mengejek, "Atau jangan-jangan, kamu sedang menantikan ciumanku?"

"Iya, menantikan." aku tersenyum. Setelah selesai menertawakan diri sendiri, aku segera menutup mulut dan naik ke atas. Baru saja melewati kamar ibu mertua, aku sudah dipanggil.

"Christine, kamu masuk sebentar." suara ibu mertua sangat tajam, begitu mendengar suaranya, hatiku langsung panik.

Setiap kali berinteraksi dengan ibu mertua, rasanya panik seperti di pertempuran. Tapi mau tidak mau tetap harus dihadapi.

Aku diam-diam menelan air liur, bernapas ringan, lalu membuka pintu. Ibu mertua sedang duduk sambil menutup mata. Mendengar pintu tertutup, matanya baru pelan-pelan terbuka.

Melihat wajahnya yang tegas, aku tidak tahu harus memanggilnya apa. Memanggil ibu, pasti akan dimarahi.

Memanggil bibi, tidak baik kali?

Memanggil hei? Sama saja dengan cari mati.

Baiklah, lebih baik aku diam saja. Mau marah, mau pukul, terserah. Yang jelas kemarin aku sudah tinggal dengan tidak tahu malu di sini, jadi aku juga sudah melakukan persiapan untuk dimarahi olehnya.

Dia menatapku dengan tajam lalu bertanya, "Sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan sekarang?"

"Aku .... tanya padaku ya?" ditanya begitu tiba-tiba oleh ibu mertua, aku malah tidak tahu harus menjawab apa. Aku kira dia akan memarahiku tidak tahu malu, atau yang lain yang lebih tidak enak didengar, tapi siapa yang tahu dia malah bertanya pendapatku?

"Apa di kamar ini ada orang lain? Kalau bukan bertanya padamu, aku bertanya pada siapa?" mendengar ibu mertua berkata tegas, aku malah jauh lebih tenang. Dia seharusnya memiliki sikap seperti ini baru normal.

Aku merasa aku sendiri sudah tidak dapat ditolong lagi, memerlukan orang lain untuk meningkatkan kesegaran.

"Aku ingin kembali ke samping Jonathan." setelah aku mengumpulkan keberanian dan menjawab dengan jujur, aku semakin menundukkan kepala. Aku tadi menjawab bibi dengan begitu jujur, kelihatannya mukaku memang tebal.

Awalnya aku kira setelah menjawab, bibi pasti akan marah. Siapa yang tahu dia hanya berdiri, berjalan ke arahku, berputar mengelilingiku dua kali. Setelah lama mengamatiku, dia berkata, "Wanita sepertimu, mempunyai kharisma seperti apa sampai membuat Jonathan begitu mencintaimu?"

Aku juga sangat penasaran terhadap pertanyaannya, tapi aku tidak berani bertanya.

"Jangan berpura-pura patuh di hadapanku, aku tahu kalau kamu tidak mempunyai trik khusus, Jonathan tidak mungkin dibuat cinta sampai tidak dapat melepaskanmu pergi seperti ini." pandangan ibu mertua tidak pernah lepas dari tubuhku.

Dia menatapku, ingin mengertiku dengan jelas, tapi aku adalah pengecualian. Satu-satunya wanita yang tidak bisa dilihat jelas.

Aku tidak menjawab perkataan ibu mertua. Di hadapannya, apapun yang aku katakan salah. Lebih baik menundukkan kepala dengan patuh dan membiarkan dia memarahi, melampiaskan kekesalan saja.

Mungkin aku yang diam membuat ibu mertua marah. Dia melambaikan tangan dan berkata, "Keluar saja. Begitu melihat wajahmu, aku langsung pusing."

"Baiklah." setelah aku menjawab kecil, aku keluar lalu menutup pintu dengan pelan.

Begitu menutup pintu, aku menepuk-nepuk dadaku yang berdebar kencang. Kalau dipanggil beberapa kali lagi, mungkin aku harus ke dokter, takut jantungku kenapa-napa.

Aku tidak tahu kenapa ibu mertua mencariku untuk bicara, mungkin Jonathan sudah mengatakan pada dia kalau aku akan rujuk, jadi aku baru bisa dipanggil olehnya!

Semua ini hanya tebakanku saja.

Jonathan sepertinya tidak memaksaku untuk langsung rujuk. Aku juga sangat tidak tahu malu. Sering menjaga Bernice, juga sering membantu Bibi Chang beres-beres rumah.

Dua hari kemudian, Refaldy Ying menjemput ibunya keluar rumah sakit, datang ke rumah Keluarga Yi.

Aku pertama kalinya melihat ibu Refaldy Ying. Wanita yang tinggi, kurus, dan memiliki wajah yang segar. Matanya memancarkan rasa depresi, mirip salah satu artis zaman dulu. Mungkin karena kecelakaan, wajahnya sangat pucat, tapi memiliki semangat yang bagus.

Saat bertemu dengan ibu mertua, ibu Refaldy menjabat tangan ibu mertua dengan semangat, dan matanya memancarkan sinar spesial.

Aku rasa, mereka pasti mempunyai hubungan persahabatan yang dalam.

Aku berdiri di samping, menatap mereka dalam diam.

Refaldy Ying tiba-tiba melihat ke arahku, menaikkan alisnya, lalu berkata pada ibunya, "Ibu, ini adalah Christine Mo. Perempuan yang waktu itu aku bilang, yang mendonorkan darah padamu."

Perempuan?

Hehe! Sudah berapa tahun tidak mendengar penjelasan seperti itu dari orang lain. Kedengarannya aneh dan juga tidak cocok.

Ibu Refaldy Ying menoleh menatapku, tersenyum dan berkata dengan suara sangat kecil, "Terima kasih banyak untuk pertolongan Nona Mo."

Mataku dengan cepat mengedip dua kali lalu menjawab dengan canggung, "Jangan sungkan, hanya kebetulan saja."

“Nona Mo sekali dilihat adalah wanita yang sangat baik hati." setelah ibu Refaldy Ying memujiku, dia menilaiku naik turun.

Tidak tahu kenapa, aku merasa di mata ibu Refaldy Ying ada banyak hal. Mungkin karena aku terlalu sensitif, kenapa aku merasa dia sangat aneh.

Terlebih lagi dia berkata dengan sangat lemah. Meskipun kecelakaan dan tinggal di rumah sakit, tapi tidak seharusnya lemah sampai tahap seperti ini. Melihat tangan Refaldy Ying yang memapah ibunya dengan hati-hati, menjaga dengan serius.

Mungkin aku yang terlalu berpikir banyak. Jonathan pulang dari perusahaan. Begitu masuk ke ruang tamu, dia langsung memanggilku.

Aku berlari keluar dari dapur. Melihat mawar merah besar yang ada di tangannya, aku berdiri di tempat dan bengong untuk waktu yang lama.

Jonathan ngapain?

Berbuat romantis, mengejarku kembali?

"Jangan menatapku dengan pandangan semangat seperti itu. Bunga ini aku pungut." selesai berkata, Jonathan mendekat, lalu memasukkan bunga itu ke tanganku.

Pungut? Aku melihat punggungnya yang dengan cepat pergi. Dilihat lagi bunga mawar yang cantik ini. Beli ya beli saja. Bilang saja sengaja beli untuk memberikan padaku. Mungkin aku akan senang seharian, kalau dibilang pungut, coba saja pungut setiap hari padaku.

Aku menghirup bunga mawar itu. Meskipun tidak berkata-kata manis, tapi dapat membuatku terharu.

Aku benar-benar terlalu gagal. Perbuatan seperti ini saja sudah mampu membuatku terharu seharian.

Kelihatannya aku juga harus melakukan performa yang baik. Bagaimana kalau malam ini lebih berinisiatif? Atau ... tidak bisa, kenapa aku menyerah secepat ini. Dulu ketika dia cerai denganku, meskipun ada kesulitannya sendiri, tapi aku juga sangat menderita.

Ketika pikiranku sedang ada konflik, pundakku ditepuk orang.

Aku terkejut, bunga mawar di tanganku terjatuh dan kelopak bunga banyak yang rontok. Aku berjongkok dengan perasaan sayang, baru saja mau berdiri dan mengomel, baru menyadari kalau orang itu adalah ibu Refaldy Ying.

"Menganggetkanmu?" ibu Refaldy Ying menatapku dengan bersalah. Matanya selalu ada selapis kabut. Wanita ini pasti saat muda adalah wanita cantik yang sangat berkharisma.

Aku menatapnya dan berkata, "Bukan, aku yang tidak memegangnya baik-baik. Tidak ada hubungan denganmu."

"Aku tadi mendengar bunyi mobil, jadi keluar untuk melihat." selesai berkata, pandangan ibu Refaldy Ying mengedar ke sekeliling, seperti sedang mencari sesuatu.

"Oh, Jonathan yang pulang." aku menjawab dengan asal. Melihat kelopak bunga yang terjatuh, aku merasa sedih, ini adalah bunga yang pertama kali Jonathan beli untukku.

Sudah lewat beberapa tahun, meskipun tidak menantikan, romantis yang tiba-tiba datang, rasa haru belum sampai dua menit, sudah berubah menjadi kesedihan.

"Aku pernah melihat Jonathan di majalah, internet, dan TV. Sangatlah tampan." kata ibu Refaldy Ying sambil tersenyum. Ketika berkata mengenai Jonathan, jelas sekali nada bicaranya berubah jauh lebih cepat dan juga penuh pujian.

"Tuan Ying juga lumayan tampan." aku membalas dengan sungkan.

"Benar, benar, benar, semuanya tampan."

"Bibi, kalau ..." aku tidak tahu bagaimana memanggil ibu Refaldy Ying, hanya bisa memanggil bibi saja.

"Margaku Cheng. Panggil aku Bibi Cheng saja." Bibi Cheng tersenyum kecil. Senyum di wajahnya kelihatan begitu kesepian.

"Baik, Bibi Cheng. Kalau tidak ada apa-apa lagi, aku naik ke atas dulu." hatiku penuh rasa sedih terhadap bunga, tidak memperhatikan ekspresi kesepian di wajahnya dan langsung naik ke atas.

Membuka pintu kamar, Jonathan keluar dari kamar mandi. Telanjang badan, handuk melingkar di pinggang, tubuhnya yang berotot, membuatku menikmati sampai agak lama baru tersadar.

"Sudah puas belum melihatnya?" Jonathan mendekat ke telingaku dan mengejek.

"Siapa bilang aku melihatmu." aku pura-pura santai dan melihat ke arah lain, lanjut berkata, "Siapa suruh kamu keluar seperti ini?"

"Setelah mandi, kalau tidak seperti ini, memangnya keluar telanjang bulat?" setelah Jonathan membalas kalimat seperti ini, aku semakin merasa canggung. Kemampuan bicaranya ini ... dulu tidak pernah melihat dia begitu tidak serius seperti ini.

"Aku tidak dapat mengalahkanmu." aku kalah, lalu menoleh dengan sedikit tidak senang, memandangnya. Aku menyodorkan bunga yang dia berikan ke hadapannya dan berkata, "Tadi tidak sengaja terjatuh, kelopak bunganya rata-rata jadi rontok."

"Kamu terlalu tidak mengerti menghargai barang. Ini adalah pertama kalinya aku membeli bunga dan memberikannya padamu ..." belum selesai berkata, aku mengangkat alis menatapnya.

Mungkin dia mengira dia telah salah bicara dan segera menjelaskan, "Yang jelas juga pungut, tidak apa-apa kalau hancur seperti ini."

"Pungut?" aku bertanya sambil menahan tawa.

"Iya, pungut." Jonathan dibuat kesal karena nada bicaraku yang memancing seperti ini. Melihat tatapan mataku yang curiga, dia menghela napas, dan akhirnya mengakui, "Ya sudah, aku mengakui bunga itu aku beli. Jangan membuat seperti aku telah melakukan suatu kejahatan berat ..."

"Aku sangat suka." aku menarik kembali senyum licikku tadi dan berkata dengan serius.

Jonathan tersentak. Mata gelap itu menatapku dengan senang.

Aku membalas tatapannya dan sekali lagi berkata, "Aku sangat suka. Jonathan, bukan hanya bunga, tapi terlebih lagi hatimu ini."

Novel Terkait

Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu