Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu - Bab 6 Konflik

Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan, setelah selesai menelepon, aku kembali berpikir.

Kenapa di saat sendirian dan tidak ada pertolongan, aku bisa menelepon Jonathan, orang yang ada di kegelapan kamar saat itu, hanya ada interaksi melalui tubuh, tapi sama sekali tidak pernah bertatap muka dengannya, kenapa aku bisa teringat dia.

Alasannya sangat sederhana, dia laki-laki yang jantan, selain itu aku juga penasaran dengan parasnya.

Malam datang, aku berdandan sederhana, aku memilih mengenakan rok terusan panjang, hatiku tidak karuan, aku sangat menyesal menelepon dia, aku melihat jam, Ardy masih belum pulang sepertinya dia tidak pulang malan ini, mungkin dia sedang menemani wanita itu, aku memantapkan hati, pergi keluar, memanggil sebuah taksi.

Dengan cepat tiba di lobby Hotel, bell boy membukakan pintu untukku, aku masuk berjalan menuju resepsionis, meminta kepada resepsionis kamar yang waktu itu, begitu aku bertanya, resepsionis mengatakan kamar itu sudah dipesan.

Selesai mendengar resepsionis berbicara, hatiku terasa lega sekali, kamar itu sudah dipesan orang lain, tidak ada istilah tempat lama, juga tidak perlu bertemu dengannya, sebenarnya hatiku terus khawatir, kebetulan sekali, sekarang ada alasan untuk tidak bertemu dengannya.

Aku mencari telepon di dalam tas, mengeluarkannya, dengan cepat aku menemukan nomor telepon Jonathan, aku meneleponnya, baru terdengar nada sambung, teleponku langsung diangkat.

"Naik saja!" dua kata sederhana ini, membuat aku tertegun.

Ternyata kamar itu dipesan olehnya, lagipula sedang menunggu aku untuk naik keatas, tapi bagaimana dia bisa tahu aku sudah datang? Apa hanya menebak saja? Kalau benar karena menebak, hebat sekali dia.

Didesak seperti ini oleh dia, aku menjadi pasif, tiba-tiba langkah kakiku terasa berat, menatap lift yang berada tidak jauh, angka berwarna merah itu menunjukkan lift sudah berada di lantai satu.

"Permisi, apa benar anda Nona Christine?" Bell boy yang berada di belakangku tersenyum manis kepadaku, dengan sangat sopan menghampiriku.

Aku tidak terlalu memperhatikannya, dengan pelan menganggukkan kepala.

Bell boy itu memberikanku sebuah kartu kamar, meminta aku menerimanya.

Aku tertegun sejenak, melihat kartu kamar yang familiar, diatasnya tertulis nomor kamar, setelah mengucapkan terima kasih, aku berjalan menuju pintu lift.

Yang terpikirkan di dalam otakku semuanya tentang pengkhianatan Ardy kepadaku, kehadiran Linda, tiba-tiba aku mengerti sesuatu, pengorbananku malam itu di mata Ardy seumur hidup aku hanya seorang wanita yang kotor.

Lima tahun, bagus juga, sudah berlalu tiga tahun, kehidupan kelamku akan segera berakhir.

Aku menekan tombol di lift, membusungkan dada, mataku melihat ke arah angka lift yang naik keatas, 'ting' terdengar suara lift, pintu lift terbuka, tidak ada keraguan seperti yang lalu, aku keluar dari lift, seperti sudah tidak asing lagi, aku membuka pintu, di dalam ruangan masih sama seperti yang lalu gelap gulita, aku mengerti, Jonathan tidak suka menyalakan lampu.

Aku masih sama seperti yang lalu, tidak menancapkan kartu, berdiri dengan tenang, seperti seolah-olah waktu berhenti berputar.

"Nyalakan saja lampunya!" suara yang berat seperti waktu itu, satu-satunya yang berbeda hanya sekarang dia meminta aku untuk menyalakan lampu.

"Oh!" Aku sedikit terkejut, menancapkan kartu, ruangan tiba-tiba berubah menjadi terang, tapi pandanganku jatuh kepada wajah laki-laki itu, dia duduk diatas sofa dengan wajah tanpa ekspresi, tatapan matanya yang dalam sedang menatap aku.

Parasnya dengan yang aku bayangkan sama sekali tidak sama. Awalnya aku mengira paras dia mohon maaf, sangat jelek sekali, tapi aku tidak menyangka ternyata dia sangat tampan sekali.

Sepertinya aku hanya bisa menggunakan kata tampan untuk menggambarkan parasnya, pandangan mataku jatuh pada bibirnya yang tipis, aku belum mengalihkan pandanganku, dia berdiri, berjalan menghampiriku.

Aku terkejut, melangkah mundur, berjalan diatas karpet dengan sepatu hak tinggi membuat aku sedikit kesulitan melangkah, dengan cepat dia sudah menghampiriku, kedua tangannya yang kuat memegang pinggangku, membuat aku terjatuh dalam pelukannya.

Posisi ini membuat aku merasa sangat hangat.

Jonathan menundukkan kepala melihat aku, bibir tipisnya terangkat, berkata: "Mau mempertahankan posisi ini berapa lama?" Belum selesai berbicara, dia menundukkan kepala, sepertinya mau mencium aku.

Wajahku tiba-tiba menjadi panas.

Novel Terkait

Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu