Waiting For Love - Episode 60 Dia Mengerti Prinsip Tergesa-gesa Tidak Membawa Kesuksesan

Suhu udara saat turun hujan jelas-jelas sangat rendah, tetapi saat ini, wajah Clarice Lu terasa sangat panas, juga sangat malu, badannya kaku tidak berani bergerak lagi.

Lewis Tang menahan tatapan yang mendalam, menatapnya dengan muka seperti tersenyum dan tidak, sudut bibir yang terangkat mengeluarkan sedikit daya pikat. Dia menyimpan payung ditangannya, berbicara dengan biasa, “Pulanglah cepat, bajunya sudah basah, hati-hati terkena flu.”

Gaun Clarice Lu yang sudah basah membalut ditubuhnya, sehingga menampakkan tubuhnya yang indah dan menawan, Lewis Tang adalah seorang pria normal juga sehat jasmani dan rohani, dia mempunyai semacam hasrat ingin menindih dan memilikinya.

Tetapi dia tidak melanjutkan niatnya, Lewis Tang yang sekarang bukan seperti anak yang berumur 20an tahun lagi, pria dewasa berumur 30 tahun dapat bersikap tenang, dia mengerti prinsip tergesa-gesa tidak membawa kesuksesan.

Dia memegang payung berjalan di bawah hujan, Clarice Lu menarik kembali pertanyaan yang akan ia sampaikan.

Sebenarnya dia sangat ingin bertanya kepadanya, mengapa ia menyanyikan lagu janji dandelion untuknya. Tetapi setelah dipikir-pikir sepertinya tidak tepat, jangan-jangan CEO Tang cuma bermain-main saja. Jika dia bertanya begitu, maka akan menimbulkan sedikit banyak anggapan bahwa ia yang berpikir kebanyakan.

Saat perjalanan pulang dengan mengendarai mobil, Lewis Tang mengendarai mobilnya dengan lebih cepat. Saat Clarice Lu berada dimobilnya, dalam kondisi tersebut ia menurunkan kecepatan mobilnya, pertama karena mempertimbangkan masalah keselamatan, kedua karena untuk dapat menghabiskan waktu lebih lama bersama dia.

Ac di dalam mobil juga diatur dari angin dingin menjadi angin panas, Clarice Lu takut dingin, rata-rata sebagian besar wanita takut dingin. Sedangkan dia seorang pria yang muda dan kuat takut panas, apalagi Lewis Tang sekarang ada rasa keinginan yang tidak terpenuhi, di dalam tubuhnya seperti ada api yang membara.

Tubuh Clarice Lu yang basah kuyup oleh hujan tidak berhenti muncul dikepalanya, tubuh gadis muda yang indah, muda dan energik, terus menerus muncul dihadapannya, tampak semuanya.

Lewis Tang biasanya sangat tenang, saat ini, semuanya seperti menjadi kacau. Tangannya memegang stir mobil, matanya melihat ke arah kaca spion, menunjukkan senyuman tak berdaya.

Saat mobil berhenti diperempatan jalan menunggu isyarat lampu lalu lintas, telepon selularnya tiba-tiba berdering. Lewis Tang menghubungkan teleponnya ke bluetooth mobil, terdengar suara Felix Ang, “CEO, kondisi nyonya akhir-akhir ini kurang baik, pihak Sanatorium menelepon, menanyakan apakah anda ada waktu untuk kesana. ”

Raut wajah Lewis Tang yang awalnya cerah tiba-tiba berubah menjadi lebih suram dari kondisi hari hujan diluar jendela, dia terdiam, kedua tangannya tiba-tiba memegang dengan erat stir mobilnya yang terbuat dari kulit asli.

Lampu lalu lintas sudah berubah dari merah menjadi hijau, mobil dibelakang sudah mendesak untuk jalan dengan membunyikan klakson. Lewis Tang menjalankan mobilnya, menggerakkan stir mobil, mengubah arah jalan mobilnya, lalu dengan lesu menjawab kepada Felix Ang, “Ok, saya mengerti.”

Sanatorium TC terletak disebelah utara pinggiran kota, mengendarai mobil dari dalam kota kesana membutuhkan waktu sekitar satu jam, kondisi jalan saat hujan kurang bagus, saat Lewis Tang tiba di Sanatorium, hari sudah senja.

Karena kondisi cuaca, hari terang dan gelap, sepertinya tidak memiliki perbedaan yang terlalu besar, langit terasa gelap, lampu putih didalam gedung Sanatorium menimbulkan sedikit rasa dingin dan menusuk mata.

Kamar pasien Nyonya Tang terletak di ujung lantai dua, suite dengan kondisi dua kamar satu ruang tamu, lingkungannya tidak buruk, bersih dan tenang. Setiap hari ada petugas khusus yang membersihkan. Tetapi Nyonya Tang emosinya kurang baik, sering marah-marah dan menggila, dokter, perawat, bahkan ibu petugas kebersihan pernah dipukul dan dimarahinya.

Jikalau bukan karena latar belakang yang kuat, dan memiliki uang, dia kemungkinan dari awal sudah di usir keluar.

Lewis Tang berdiri didepan pintu kamar yang berwarna putih, dipintu tertempel selembar kertas yang berisikan data pribadi pasien.

Nama : Merlyn Bai, Umur : 55 tahun, diagnosis : Depresi.

Lewis Tang mengangkat lengannya, mengetuk pintu beberapa kali. Didalam tidak ada jawaban sama sekali, tentu saja, dia juga tidak menaruh harapan kalau seorang pasien depresi akan menjawabnya.

Dia langsung mendorong pintu dan berjalan masuk kedalam kamar pasien, Merlyn Bai sedang duduk disudut sebuah ranjang tidur yang besar, tangannya memegang sebuah buku cetakan yang sudah usang, merobeknya satu halaman demi satu halaman, sehingga lantai penuh dengan robekan kertas putih.

Lewis Tang mengerutkan dahi, meminta petugas jaga untuk membersihkan lantai. Lalu berjalan kedepan Merlyn Bai, mengambil buku yang sudah hancur dirobek dari tangannya, dan menyerahkannya kepada petugas jaga untuk membuangnya.

Merlyn Bai mengangkat kepala melihatnya, sangat langka ia tidak bersikap menggila terhadap anaknya. “Kamu datang ya.” Dia berkata dengan lesu.

“Iya.” Lewis Tang menjawab, suaranya kedengaran lebih lesu daripada suara Merlyn Bai, mukanya tampak tidak memiliki emosi dan dingin. Dia memindahkan sebuah kursi dan duduk didepan ranjang Merlyn Bai, menatap Ibunya dalam diam.

Dalam ingatannya Ibunya adalah seseorang yang lembut dan tenang, seorang wanita yang elegan, segala tindak tanduknya sangat baik, pada saat bicara juga lemah lembut, seperti salju saat musim semi di Jiangnan.

Namun sekarang, kepalanya menggantung dengan rambut panjang yang kacau, muka kurusnya yang pucat kelihatan mengerikan. Suaranya tidak terlalu besar, tetapi kedengaran histeris berkata, “Kenapa bukunya dibuang? Kamu juga seharusnya melihatnya baik-baik! Wanita murahan itu, jelas-jelas dia yang merusak hubungan rumah tangga orang, pihak ketiga yang tidak tahu malu, malah menulis diri sendiri seperti korban yang sangat kasihan. Ayahmu karena terpikat olehnya, sampai sekarang juga masih belum bisa melupakannya.”

Lewis Tang mengerutkan dahi, ada rasa sakit hati dan menjulurkan tangan ingin membantu ibunya meluruskan rambutnya. “Dia memang korban, dia sudah meninggal.” Dia menjawab dengan nada tenang dan tidak berdaya.

Merlyn Bai dengan marah mendorong tangannya, menatapnya dengan mata yang terbuka lebar, membuat orang merasa sedikit takut. “Dia tidak meninggal, dia masih hidup didalam hati ayahmu.”

“Beberapa tahun ini, saya sudah tidak pernah mendengarnya mengungkit tentang dia lagi, mungkin sudah lupa.” Lewis Tang menjawab dengan tenang, sepasang mata yang hitam menatap secara mendalam.

Ayahnya, memang tipe orang yang dingin sejak lahir. Orang yang masih hidup saja susah untuk masuk kedalam hatinya, apalagi orang yang sudah meninggal pasti lebih mudah terlupakan. Selama ini, yang tidak bisa bangkit dari masa lalu yaitu ibunya sendiri.

Oh, tidak, mungkin, juga dirinya sendiri.

Suasana di dalam kamar menjadi hening.

Lewis Tang tidak berkata lagi, Merlyn Bai juga sangat diam. Petugas jaga mengetuk pintu masuk kedalam, mendorong kereta makanan, makan malam sangat mewah, lauknya juga sangat cocok dengan selera Merlyn Bai.

Merlyn Bai mengambil sumpit dan makan dengan tenang, gerak geriknya anggun, samar-samar masih nampak wujudnya yang seperti dulu.

Lewis Tang duduk disatu sisi, melihat ibunya selesai makan baru pergi.

Saat akan pergi, Merlyn Bai tiba-tiba bertanya, “Lewis Tang, kalau kamu, apakah kamu sudah melupakannya?”

Dia tidak sadar berhenti, mengerutkan dahinya. Dia tidak menjawab, setelah ragu sesaat, lalu mendorong pintu dan pergi.

Lewis Tang pergi ke kantor dokter, setelah keluar, dia seorang diri berdiri di lorong panjang yang sepi, badannya yang besar bersandar pada dinding yang dingin, sebelah tangannya dimasukkan kedalam kantong celana, sebelahnya lagi memegang pemantik, jarinya yang panjang sedang mengapit sebuah rokok yang dibakar.

Dia merokok dengan tenang, asap rokoknya mengepul disana, dari wajahnya yang ganteng tampak seperti ada sesuatu hal berat yang tidak dapat diungkapkan.

Beberapa tahun ini, pikiran dan emosi yang hancur sudah sangat menyiksa ibunya. Dan dia malah tidak bisa berbuat apa-apa.

Saat malam, hujan akhirnya berhenti. Dilangit tidak ada bulan dan bintang, seperti sebuah layar hitam yang besar. Hanya ada lampu jalan yang berwarna kekuningan, cahaya yang dipancarkan terasa dingin.

Dalam perjalanan pulang, Lewis Tang mengendarai mobilnya dengan sangat cepat. Saat ini, Dyson seharusnya sudah tidur, dia merasa tidak enak kalau pulang ke Villa LinXi yang nantinya akan menggangu istirahat Dyson dan kakak ipar Yue.

Kalau kembali ke villa Nordic Manor, dia tidak ingin kembali kesana , karena disana terlalu kosong, tidak ada hawa manusia, terlebih kehangatan keluarga. Hah, kalau diomongin keluar mungkin tidak akan ada yang percaya, CEO Tang’s Corp juga bisa takut akan rasa kesepian.

Akhirnya, mobilnya pelan-pelan berjalan masuk kedalam garasi mobil perusahaan Tang’s Corp, dan berhenti di tempat parkiran khusus. Dia menaiki lift, menuju ke kantor CEO.

Dia berdiri didepan pintu, dalam kegelapan dengan ahli menekan tombol buka tutup, lampu LED perlahan-lahan hidup satu persatu, kantor CEO yang besar tercermin dalam dasar mata yang hitam, barang-barangnya berwarna gelap semua, terasa kosong, membuat orang merasa sedikit tertekan.

Lewis Tang berjalan masuk dengan sepatu kulit hitamnya, terbiasa dengan memasukkan tangannya kedalam kantong jas untuk mencari rokok, rokoknya sudah habis, dia membuang kotak rokoknya kedalam tong sampah. Lalu berjalan kedepan mejanya, membuka laci, kemudian mengeluarkan satu slop rokok dari lacinya, dan membuka nya untuk mengambil satu kotak rokok.

Laci terbuka, disebelah kotak rokok merah, terdapat sebuah kotak perhiasan. Sorotan matanya yang mendalam dengan tenang menatap kotak kecil tersebut, setelah ragu sesaat, baru mengeluarkannya dari dalam laci.

Setelah membuka tutup kotak, didalam kotak hitam tersebut terdapat sebuah cincin berlian yang cantik, lebih tepatnya adalah sebuah cincin pernikahan, berliannya terlihat berkilau, namun modelnya sudah agak sedikit lama.

Badan Lewis Tang yang panjang sebagian bersandar pada meja hitam yang besar, satu tangannya memegang cincin, satu tangan lagi memegang rokok yang hidup. Asap rokok perlahan-lahan menyebar, matanya yang mendalam tenggelam dalam lapisan asap tipis.

Tiga tahun yang lalu, dia memakai seluruh tabungannya untuk membeli cincin tersebut, namun, yang didapatnya malah berita bahwa wanita yang dicintainya menikah dengan orang lain. Dia tidak bisa menghalanginya, juga tidak ada hak untuk itu. Yang dapat ia lakukan hanya mengunci hati nya bersama dengan cincin tersebut.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kantor dari luar, terdengar suara tok tok tok, dimalam yang tenang.

Lewis Tang menaruh kembali cincin tersebut kedalam laci, setelah menutup laci, dengan datar berkata, “Silahkan masuk.”

Matanya yang hitam melihat ke pintu, hanya melihat Alex mendorong pintu dan masuk kedalam. “Sudah selarut ini masih belum pulang?”

“Departemen teknik sedang lembur, saya harus mengawasi.” Alex menjawab, lalu bertanya, “Saya melihat lampu di kantor mu hidup, baru tahu kamu sudah kembali. Bagaimana kondisi bibi?”

“Masih sama.” Lewis Tang menjawab dengan nada datar.

Novel Terkait

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu