Waiting For Love - Bab 276 Langsung Berpisah Ketika Dia Berkata Ingin Pisah, Pernikahan Bukanlah Sebuah Permainan

Clarice Lu melepaskan pelukkan pria itu dengan dingin, dia tidak mengucapkan satu patah kata pun kepada pria itu, bahkan untuk melirik pria itu saja tidak, setelah melepas sepatunya di koridor pintu masuk itu, dirinya langsung menaikki tangga kayu itu dan pergi ke atas.

Sambil menggoyangkan ekornya, Dom dengan bahagianya mengikuti dirinya dari belakang, tetapi sama, dia juga tidak dipedulikan oleh kesukaannya itu.

Clarice Lu berjalan ke arah kamar Dyson, lalu dengan perlahan membuka pintu kamar itu dan melangkah masuk dengan hati-hati, di jam itu, Dyson sudah lama tertidur pulas, lampu tidur kecil terus menerangi kamar itu dengan cahayanya yang remang, anak itu berbaring di atas tempat tidur kecil, dengan diselimuti oleh sebuah selimut berwarna biru garis-garis putih yang memiliki gambar kartun di atasnya, dirinya benar-benar terlihat berantakkan dengan tangan dan kaki yang sudah keluar kemana-mana.

Clarice Lu menyelimutinya lagi dengan rapi, kemudian duduk di samping tempat tidur kecil itu sambil memandangi wajah kecil anak yang sedang tidur pulas itu dengan diam.

Dirinya baru keluar setelah berdiam cukup lama di kamar Dyson. Sekali mendorong pintu itu, dia langsung melihat Lewis Tang yang sedang berdiri di luar pintu kamar, tubuh tinggi pria itu setengah bersandar di atas dinding itu, sepasang mata gelap pria itu menampakkan semacam perasaan lelah yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata di atas wajahnya.

Clarice Lu tidak mempedulikannya, dia berencana melewati pria itu dan pergi, tetapi lengannya justru ditahan oleh pria itu.

“Clarice, aku bisa menjelaskan masalah hari ini.” Ucap pria itu.

Clarice Lu hanya melihatnya dengan diam, tidak bergerak sedikitpun. Pandangan matanya yang dingin itu membuat orang merasa merinding.

Kata-kata penjelasan itu langsung tersangkut di dalam tenggorokannya, dirinya lagi-lagi tidak bisa mengucapkannya keluar. Lewis Tang mengerutkan alisnya, rasa cemas mulai muncul dari balik mata gelapnya itu.

“Kalau seandainya tidak ada Dyson, kamu pasti tidak akan kembali lagi kan malam ini?” Ucapnya dengan suara yang sedih.

Clarice Lu masih sama diam, mata jernihnya kosong. Melihat wanita itu yang hanya diam menatapnya, Lewis Tang menganggap itu sama seperti mengiyakan pertanyaannya.

Seperti terluka, jantung yang berdetak di balik dadanya itu seketika terasa sakit.

Tidaklah mudah bagi mereka untuk bisa berjalan sampai ke hari itu, bagaimana mungkin wanita itu langsung menyerah ketika dirinya ingin menyerah, meninggalkan semuanya ketika dirinya sudah tidak menginginkannya? Kalau tidak ada anak yang mengikat mereka itu, dia benar-benar bisa semudah itu menghapus semua yang mereka miliki? Kalau benar begitu, bukankah semua perasaan dan usaha yang dicurahkannya untuk wanita itu tidak memiliki arti sama sekali?!

Lewis Tang tidak berkata apa-apa lagi, dirinya juga tidak bisa menjelaskan apa-apa lagi, dia melepaskan tangan wanita itu, lalu berbalik dan pergi.

Malam itu, mereka tidur dikamar yang berbeda. Hanya saja, kali itu, Lewis Tanglah yang pindah ke kamar tamu.

Mereka berdua terjaga semalaman, sampai subuh, ketika Lewis Tang melewati depan pintu kamar tamu, lampu di dalam kamar itu masih menyala.

Sampai besok paginya, Lewis Tang masih pergi untuk mengetuk pintu kamar tamu itu, tetapi tidak ada orang yang menjawab dari dalam, dirinya kemudian membuka pintu kamar itu dan melihat bahwa kamar itu kosong, bantal dan selimut di atas tempat tidur itu sudah dilipat dan disusun dengan rapi.

Bibi pembantu di rumah memberitahunya bahwa pagi-pagi sekali, Clarice Lu sudah pergi keluar, untuk sarapan pun tidak. Wanita itu berkata bahwa dia harus mengejar keberangkatan bis pertama, atau dirinya akan terlambat.

Lewis Tang tidak berkata apapun, pandangannya mengitari seisi ruangan itu, kemudian dia melihat cincin yang diletakkan di atas meja rias itu. Benda itu ditinggalkan begitu saja disana, dibawah pancaran sinar matahari pagi, batu berlian itu memancarkan cahaya dingin dan kesepian.

Lewis Tang berjalan ke depan meja rias tersebut, lalu menjulurkan tangannya dan meraih cincin berlian itu, kemudian mengenggamnya dengan sangat erat, sudut-sudut cincin berlian yang menancap ke dalam kulit dan daging telapak tangannya itu membuat tangannya sakit.

Lalu, dia mengendari mobil untuk pergi ke kantor, dan langsung berjalan memasukki ruangan sekretaris yang berada tepat di bawah kantor CEO.

Itu adalah pertama kalinya untuk bos besar menginjakkan kakinya ke dalam kantor sekretaris, beberapa sekretaris beserta manajer mereka itu langsung berdiri dari tempat duduk dengan panik dan wajah yang penuh kecemasan.

Pandangan mata Lewis Tang yang dalam itu terlihat dingin, meskipun sudah melihat ke seluruh penjuru isi ruangan itu, dirinya tidak bisa menemukan Clarice Lu, karena itu dia bertanya, “Dimana Clarice Lu?”

“Clarice, Clarice pergi ke kantor cabang untuk mengantarkan dokumen.” Jawab Annie Liu sambil gemetar karena takut.

Clarice Lu adalah orang baru, jadi bukanlah hal yang aneh kalau dirinya disuruh-suruh, itu adalah peraturan di tempat kerja.

Wajah Lewis Tang dingin, tanpa mengucapkan apapun, pria itu berbalik badan dan pergi. Meninggalkan sekumpulan orang dengan wajah yang bingung.

Setelah dirinya pergi, orang-orang di devisi sekretaris itu barulah berani berbisik-bisik antara satu dan yang lainnya.

“Apa yang baru saja terjadi? Siapa sebenarnya Clarice Lu sampai-sampai bos besar bisa secara pribadi datang kemari untuk mencarinya?”

“Baru saja terdengar kabar bahwa dia memiliki hubungan romantis dengan Sekretaris eksekutif Lin, bagaimana bisa tiba-tiba langsung berubah menjadi bos besar?”

“Siapa yang tadi memerintahkannya untuk mengantarkan dokumen ke kantor cabang? Kak Zhang, kamu sebaiknya hati-hati, jangan sampai kamu nanti bermasalah. Bisa jadi dirinya memang memiliki nasib yang bagus dan benar-benar akan menjadi istri CEO kita.”

“Istri CEO? Kalian pasti kebanyakan membaca cerita cinderella, kalian pikir akan semudah itu untuk menikah dengan keluarga kaya dan terhormat?”

……

“Pekerjaan kalian sudah selesai semua ya? Perusahaan tidak akan menggaji karyawan yang malas.” Teriak Annie Liu sambil berdiri karena tidak terbiasa melihat mereka menggosip di belakang. Setelah mendengar kata-kata itu, barulah kerumunan orang itu berpisah dan kembali ke posisi mereka masing-masing untuk bekerja.

Di sisi lain, Lewis Tang kembali ke dalam kantor CEO, ekspresi wajahnya tidak terlihat begitu baik.

Tidak lama kemudian, Alex mengetuk pintu dan berjalan masuk dengan maksud bertanya mengenai kejadian kemarin malam, sekali membuka mulutnya, pria itu langsung menggerutu karena melihat Carol Lin diperlakukan secara tidak adil seperti itu.

“Setelah kamu pergi kemarin malam, Carol Lin menangis tersedu-sedu, Clarice Lu itu bukannya terlalu membesar-besarkan hal kecil? Semua kelakuan anehnya itu keluar karena ada kamu yang membiarkannya begitu saja……”

“Sekarang adalah jam kerja, aku tidak ingin membicarakan masalah pribadi, kalau tidak memiliki urusan sama sekali, kamu boleh pergi.” Sela Lewis Tang dengan suara yang dalam, nada bicaranya sangat dingin.

Alex dan Lewis Tang sudah kenal selama bertahun-tahun, dirinya tentu saja bisa membaca gerak-gerik Lewis, pria itu sepertinya ribut besar dengan Clarice Lu kemarin malam, karena itu dirinya tidak ingin mencari masalah dengan meneruskan topik pembicaraan itu.

“Langkah pertama proyek IPO sudah dilaksanakan, aku sudah mengirimkannya kepadamu lewat e-mail.” Ucap Alex mengganti topik pembicaraan.

“Ya.” Jawab Lewis Tang datar, sambil duduk di atas kursi kebesarannya dibalik meja kantor besar itu dan menyalakan laptop di hadapannya.

Lewis Tang tidak mengenal waktu lagi ketika dirinya sudah mulai sibuk.

Selama satu minggu kedepannya, mereka berdua seperti sedang berada dalam perang dingin yang tidak berkesudahan. Mereka memang berada di dalam satu kantor, tetapi Clarice Lu seperti menghindarinya dengan sengaja, dan Lewis Tang juga sibuk, kesempatan untuk mereka berdua untuk bertemu sangatlah sedikit, dan setelah pulang ke rumah pun, meski sudah bertatapan muka, mereka juga tidak saling berbicara. Bahkan Dyson yang masih kecil itu saja bisa melihat bahwa ada sesuatu yang janggal.

Hari itu, Clarice Lu pergi ke taman kanak-kanak untuk menjemput Dyson, dalam perjalanan pulang, Dyson tiba-tiba bertanya, “Kakak, apa kamu sedang bertengkar dengan ayah?”

Clarice Lu tertegun, lalu sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum lembut, dirinya menjawab “Tidak kok.”

Dyson sedikit memanyungkan mulut kecilnya, memperlihatkan sosok yang tidak sedikitpun mempercayai Clarice Lu.

Clarice Lu membawa Dyson pulang ke vila, setelah menanggalkan tas kecilnya, Dyson berlari-lari riang bersama Dom di taman, dan ketika kembali ke dalam rumah, tubuh pria kecil itu basah kuyup karena keringat.

“Kotor sekali, cepat pergi mandi sana.” Clarice Lu tertawa sambil mengusap-usap kepala anak itu, lalu dia menuntun tangan kecil Dyson dan bersama-sama masuk ke dalam kamar mandi, ketika dirinya sudah menghidupkan air itu dan bersiap memandikan anak itu, Dyson justru tidak membiarkan Clarice memandikannya. Dengan wajah yang sangat serius, anak itu berkata kepada Clarice Lu bahwa dirinya sudah besar dan tidak membiarkan dia untuk menyentuhnya. Hal itu membuat Clarice Lu tertawa sekaligus tidak tahu harus berbuat apa.

Selesai mandi dan makan malam, Dyson bermain sebentar dengan mainannya di atas karpet di ruang tamu. Dan ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Clarice Lu menggendongnya kembali ke kamarnya dan membacakannya cerita sebelum tidur, yang dengan cepat membuat Dyson tertidur pulas.

Dirinya sendiri juga belum ingin tidur, sambil duduk setengah bersandar di atas sofa besar ruang tamu itu, dia seorang diri membalik buku yang dipegangnya itu sambil membacanya.

Dom terus duduk di sebelah kakinya, sesekali anjing itu akan mengusap-usapkan kepala besarnya dengan manja ke atas celana kaki bawahnya.

Buku dalam pegangannya itu dibalik dengan cepat, tanpa disadari, waktu sudah melewati pukul dua belas dini hari.

Terdengar suara pintu terbuka dari koridor depan, Lewis Tang sudah pulang. Pukul dua belas malam, dia termasuk pulang cepat hari ini.

Malam ini Lewis Tang makan bersama para pejabat tinggi kota dan minum minuman beralkohol, yang diminumnya itu memang termasuk banyak, tetapi dia memiliki kadar toleransi alkohol yang cukup tinggi, jadi dirinya belum minum sampai mabuk.

Melihat dirinya pulang, Clarice Lu menutup buku yang dipegangnya itu, lalu berdiri dan bersiap naik ke atas, tetapi ketika berada disudut tangga tersebut, Lewis Tang justru tiba-tiba menahan lengannya.

Karena pria itu menggunakan tenaganya, Clarice Lu jadi kehilangan keseimbangannya dan tubuhnya langsung jatuh ke dalam pelukkan Lewis Tang.

“Lepaskan.” Ucap Clarice Lu marah.

Tetapi, bukan hanya tidak melepaskannya, Lewis Tang justru memeluknya dengan semakin erat lagi, tubuh Clarice Lu terperangkap dalam pelukkan pria itu,, dipeluk erat sampai-sampai napasnya sesak.

“Tidak.” Ucap pria itu dengan nada bicara yang terdengar keras kepala, bagaikan seorang anak kecil.

Suara rendah dan polosnya itu terngiang di dalam telinga Clarice Lu, suara yang terdengar seperti sedang memohon dan penuh putus asa itu membuat orang yang mendengarnya luluh.

“Clarice, kita baikkan ya?”

Pada akhirnya, masih dirinya lah yang duluan mengalah. Sikap Clarice yang tidak mempedulikannya beberapa hari ini membuat dirinya benar-benar sedih dan tertekan, sampai-sampai untuk bernapas pun sulit, seperti dirinya bisa kehabisan napas kapan saja.

Orang yang mencintainya dengan dalam itu, yang memutuskan untuk lebih dulu mengaku kalah itu. Harus seperti apapun dia berusaha, dihadapan Clarice Lu, semuanya itu tidak memiliki arti apapun.

“Carol Lin sebentar lagi akan pergi ke luar negeri, hari itu, di restoran itu, bukan hanya ada kami berdua saja, Alex dan Falcon Jiang juga ada, dia terlalu banyak minum anggur……”

“Lewis Tang.” Tanpa menunggu pria itu menyelesaikan perkataannya, Clarice Lu sudah langsung menyelanya. Tetapi sikapnya masih termasuk tenang.

Clarice Lu juga tidak melewati dengan mudah hari-hari mereka perang dingin itu. Dan karena pria itu sudah duluan berusaha untuk baikkan, dirinya tentu saja harus meresponnya.

Dan lagi, mereka juga tidak bisa benar-benar langsung berpisah ketika dia berkata pisah dan hanya karena masalah itu saja. Pernikahan bukanlah sebuah permainan.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu