Waiting For Love - Bab 264 Setelah Kau Mati, Barulah Lewis Akan Menderita

David pun bangkit berdiri, lalu membuka pintu ruangan yang berat itu, pintu besi itu sudah tak pernah diperbaiki lagi selama puluhan tahun, suara gesekannya dengan lantai terdengar sangat menusuk telinga. Ia pergi meninggalkan tempat itu, namun tak lama kemudian ia kembali lagi, ia membawa sekantong makanan di tangannya.

Tak tahu apa karena menahan lapar terlalu lama, David belum mendekat pun, Clarice sudah bisa mencium aroma makanan yang lezat dari kantong itu.

David pun berjongkok di depan Clarice, mengeluarkan sekotak makanan dari kantong itu, lalu meletakkannya di atas lantai di depan Clarice, "Kau sudah lapar kan, semua ini adalah makanan kesukaanmu, makanlah sampai kenyang, setelah itu pergilah dengan tenang."

Kata 'pergi' itu dikatakan David dengan mudahnya, namun begitu sampai ke telinga Clarice, tubuhnya langsung gemetaran, ia membelalakkan kedua matanya lebar-lebar memandangi David dengan penuh tidak percaya.

Tak ada orang yang benar-benar tak takut mati. Lagopula, Clarice adalah seorang ibu, Dyson sudah tak memiliki ibu dari dia lahir sampai berumur lima tahun, ia tak akan membiarkannya tak memiliki ibu selamanya.

Baru saja David melepaskan isolasi yang menutup mulut Clarice, Clarice pun berteriak kesakitan, lalu berusaha keras menggerakkan tubuhnya ke arah pintu.

Namun, tenaga wanita memang tak pernah sebanding dengan tenaga pria, apalagi kaki dan tangan Clarice diikat rapat-rapat, belum sempat ia bergerak, tubuhnya sudah ditahan David agar diam di tempat semula, lalu kembali dipasangkan isolasi di mulutnya.

"Kalau kau tak mau bekerja sama, ya sudah tidak usah makan saja, sudah mau mati saja juga tidak mau makan sampai kenyang, Clarice, untuk apa kau menyiksa dirimu seperti ini?"

Kali ini, David mengikatnya pada sebuah pilar dalam pabrik itu, ia mengikatnya dengat sangat rapat sampai kulitnya terasa sakit terkena ikatan tali itu, bahkan ia merasa agak sedikit sulit bernafas.

Setelah David mengikatnya, ia menunduk dan melihat jam tangannya, ia berkata, "Waktunya sudah tiba, seharusnya sebentar lagi Lewis akan datang, ayo kita berdandan dulu."

Setelah itu, ia pun mengambil sesuatu dari tas ransel hitam yang ada di sampingnya, setelah barang itu sampai di depan mata Clarice, barulah ia tersadar, ternyata barang itu adalah sebuah bom waktu yang sederhana.

Clarice tidak tahu dari mana David mendapatkan barang terlarang seperti ini, tapi ia benar-benar yakin bahwa barang ini bisa merenggut nyawa seseorang.

"Clarice, kuberitahu ya, aku tak pernah berpikir untuk membiarkanmu kembali hidup-hidup setelah kubawa kau kemari." Katanya sambil mengikatkan bom waktu itu ke tubuh Clarice.

Clarice membelalakkan kedua mata merahnya besar-besar, matanya dipenuhi dengan rasa takut dan khawatir. Ia terus menggeleng-gelengkan kepalanya tanpa henti sambil merengek-rengek.

Setelah mengikatnya, ia pun berdiri di sebelah Clarice, mengulurkan tangannya, lalu membelai rambutnya, ia merapikan helaian-helaian rambut berantakan yang ada di dahi Clarice dan menyisirnya ke belakang.

Sikapnya itu sungguh sangat lembut. Di dalam tatapan mata yang memandangi Clarice itu, terbesit sebuah perasaan sedih dan bercampur aduk yang tak dimengerti oleh Clarice.

Ia menghela nafasnya, suaranya terdengar serak-serak basah, "Clarice, kita dulu juga pernah menjadi pasangan suami istri, jujur saja, aku benar-benar tidak rela kau mati...... Tapi setelah kau mati, barulah Lewis akan menderita. Aku senang membayangkan rupanya yang menderita kesakitan seperti itu...... Sesuatu yang tak bisa kudapatkan, ia juga tak akan pernah bisa dapatkan."

Clarice terus merengek-rengek, ia menggerak-gerakkan tubuhnya sekuat tenaga, tapi ia terikat erat-erat di pilar itu. Seperti seekor ikan yang berada di atas telenan, hanya bisa menunggu disembelih saja.

Ia benar-benar tidak bisa membayangkan sebesar apa dendam David pada Lewis, bukankah mereka adalah saudara sebapak? Kalau pun memang punya dendam, itu juga dendam antara ayah dan ibu mereka. Lewis bahkan sudah mengerahkan dana yang sangat besar untuk membantu adiknya ini membayar hutangnya, tapi David malah sangat amat ingin membuat Lewis menderita seumur hidup. Demi membuatnya menderita, ia bahkan berani membunuh orang lain!

Tak lama setelah David mengikat bom waktu itu di tubuh Clarice, Lewis dan orang-orangnya pun datang.

David tak terlihat tergesa-gesa, ia membawa remote bom waktu itu di tangannya. Bom waktu yang diikatkan di tubuh Clarice sudah dinyalakan, waktu yang ada di monitor bom itu sedang menghitung mundur sedetik demi sedetik.

"David Luo, kuperingatkan kau jangan sembarangan!" Alex yang membuka mulut terlebih dahulu. Saat ia melihat sebuah bom waktu terikat di tubuh Clarice, seketika ia pun merasa kalau David ini benar-benar gila.

David sama sekali tidak menghiraukan Alex, bahkan malas untuk meliriknya saja. Alex yang dianggap angin mentah-mentah oleh David semakin marah besar, ingin rasanya ia menerkam David, tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena bagaimanapun Clarice ada di tangannya.

Pandangan mata David hanya menatap ke arah Lewis seorang, sorot matanya terlihat sangat amat dalam dan dingin, sangat menakutkan.

"Katakan apa persyaratanmu." kata Lewis, suaranya terdengar tidak berbeda jauh dengan biasanya, rendah dan tenang. Namun orang-orang yang berdiri di belakangnya bisa merasakan, tangan yang ia letakkan di belakangnya sedang mengepal keras-keras, urat-urat nadi di tangannya pun terlihat sangat jelas. Tangannya itu menunjukkan bahwa dirinya sekarang sedang sangat khawatir dan marah.

Ia bahkan tak begitu berani melihat ke arah Clarice yang terikat di pilar, wajah kecilnya sebagian besar ditutupi dengan isolasi, ia kesulitan bernafas, wajahnya sangat putih dan pucat. Rambutnya berantakan, pakaiannya juga dipenuhi dengan debu, rupanya begitu tragis.

Mana mungkin Lewis tidak kasihan padanya, mengingat David membalaskan semua rasa dendamnya pada Clarice, Lewis sungguh sangat merasa bersalah.

Clarice melihat ke arah Lewis, pandangan matanya begitu tak bertenaga, sangat lemah, ditambah dengan perasaan yang begitu pasrah.

David membawa remote bom waktu itu di tangannya, seperti sedang membawa titik kelemahan Lewis, membuatnya tak punya kesempatan untuk tawar menawar lagi.

"Dua triliun, sebuah helikopter." David mengungkapkan persyaratannya, "Bagi Tuan Muda Tang ini tidak sulit kan?"

"Sial, David Luo, apa kau ini singa! Kurasa kau langsung bunuh saja Clarice. Dua triliun, nanti akan kupersembahkan untukmu di alam sana!" Begitu mendengar persyaratan ini, Alex pun berapi-api.

David meliriknya sejenak dengan malas-malasan, ia sedikit kesal. "Tolong Tuan Muda Tang suruh orang-orang yang tak berkepentingan untuk pergi, melolong-lolong seperti anjing saja, berisik."

Alex juga bukan orang yang bisa mengendalikan amarahnya, begitu mendapat cemoohan dari David, ia pun emosi. Namun, belum saja ia berkata sesuatu, Lewis sudah menahannya.

"Alex, bawa orang-orang ini keluar dulu, satu lagi, turuti semua persyaratannya."

"Apa?" Alex membelalakkan matanya menatap ke arah Lewis, sekarang ia merasa yang gila bukan hanya David saja, pria di depannya ini juga.

Dari awal, dia tahu kalau Clarice itu adalah wanita pembawa sial, demi dia, Lewis rela melakukan apapun, mungkin juga termasuk nyawanya.

Melihat Alex dan kawan-kawannya tidak bergerak, David pun mengeratkan kepalan tangannya yang memegangi remote itu, "Lewis Tang, kesabaranku itu ada batasnya ya."

Dalam hati Lewis ia tahu, sebelum ia mengeluarkan uangnya, David tak akan melukai Clarice, tapi sekecil apapun kemungkinan yang membahayakan nyawa Clarice cukup membuatnya tak terkendali.

"Kusuruh kalian keluar, apa kalian tidak dengar! Keluar!" teriak Lewis dengan nada tinggi.

Meskipun Alex tidak senang, ia juga hanya bisa meninggalkan tempat itu bersama orang-orang lainnya.

Seketika, yang ada di dalam ruangan itu hanyalah Lewis, David, serta Clarice yang terikat di pilar.

"Tolong CEO Tang transfer uang itu ke rekening ini." kata David sambil mengirimkan sebuah pesan ke handphone Lewis, "Sepuluh menit kemudian, aku ingin melihat uang itu."

"Tak mungkin." Lewis mengerutkan keningnya, ekspresinya terlihat begitu serius dan dingin. Sehebat apapun dia, tak mungkin ia bisa mengumpulkan dua triliun rupiah dalam waktu yang sesingkat itu. Mesin pencetak uang di bank pun juga tak mungkin bisa secepat itu.

David tersenyum licik, pandangan matanya melirik ke arah Clarice yang terikat di pilar, "Lewis Tang, sebaiknya kau sadar kalau kau sudah tak punya pilihan untuk tawar menawar. Nyawa wanita milikmu ada di tanganku. Kalau kau tak ingin melihatnya mati, lakukan apa yang kuperintahkan."

"David Luo, dia adalah wanita yang pernah kau cintai juga!" kedua mata Lewis yang memerah melotot ke arahnya.

Mengumpulkan dua triliun dalam sepuluh menit, David itu benar-benar ingin mempersulitnya.

"Aku saja tak pernah tidur dengan dia, cinta apanya." tawa David.

Lewis mengepalkan tangannya erat-erat, lengannya sedikit gemetaran, wajahnya berubah sangat pucat, "Aku tak bisa mengumpulkan dua triliun dalam sepuluh menit. Kau boleh menyalakan bom itu sekarang, aku tidak akan pergi, kau juga jangan harap bisa pergi, aku tak keberatan kalau kita harus mati bersama."

David tercengang, seketika senyumnya pun hilang, "CEO Tang benar-benar tak takut mati ya, tapi, aku tak mau mati bersama kalian. Baiklah, aku akan memberimu dua puluh menit."

"Satu jam." kata Lewis.

"Lewis Tang, kuberitahu jangan coba-coba menguji kesabaranku. Mati bersama? Nyawaku diganti dengan nyawa kalian berdua, jelas tidak rugi."

"David, aku tidak membuka bank." Lewis melotot ke arah David. Saat itu, ingin rasanya dirinya membunuh David.

Bisa-bisanya beberapa hari yang lalu ia mengeluarkan dana perusahaannya untuk membantu David membayar hutangnya, kalau dipikir-pikir sekarang, dirinya benar-benar bodoh.

Ia merasa dirinya sangat cerdas dari lahir, tapi dirinya malah melakukan tindakan yang paling bodoh, cerita "Mr. Dongguo and Wolf" ternyata terjadi pada dirinya.

"Baiklah, setengah jam, lebih sedetik pun aku tak akan menunggu." kata David pada akhirnya.

Wajah Lewis muram, ia mengeluarkan handphonenya. Ia sama sekali tidak punya uang sebanyak itu, ia hanya bisa menjual aset-aset bergerak di tangannya, saham, dana juga obligasi. Tentu saja, penjualan yang tiba-tiba seperti ini pasti akan rugi banyak, tapi ia sama sekali tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu.

Setelah menutup teleponnya, Lewis berkata pada David, "Setengah jam kemudian, uang itu akan sampai di rekeningmu tepat waktu. Sekarang kau bisa melepaskan Clarice kan."

David mengangguk-anggukkan kepala, "Tentu saja, dia milikmu sekarang."

Novel Terkait

My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu