Waiting For Love - Bab 42 Dyson Sakit

“Kakak ini, kamu tidak naik ke mobil ?” tanya si sopir Lewis Tang sambil mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil.

Sopir itu mematikan rokoknya, bergegas pergi, duduk di dalam bangku sebelah pengemudi. Tidak ada yang berani mengambil resiko berdiri di jalan tol.

Range Rover hitam melaju kecepatan 180km/h di jalan raya dan masih stabil, memang mobil mobil mewah.

Dua orang sopir duduk di depan, Lewis Tang dan Clarice Lu duduk di kursi belakang, ada jarak di antara tempat duduk mereka, terlihat jelas.

Clarice Lu tidak mengatakan sepatah kata pun kepadanya dari awal sampai akhir. Dia terus melihat ke jendela. Karena kecepatan mobil, lampu di luar jendela jadi terlihat agak kabur.

Suasana dalam mobil terasa seperti ada tekanan, membuat semua orang merasa seperti lemas tercekik.

Untungnya waktu tidak berhenti karena hal ini, dua jam kemudian, mobil berhenti di pintu keluar tol Kota B, Sopir membayar ongkos tol, plang depan mobil terangkat, mobil melaju dengan lancar.

Setelah keluar dari tol, Clarice Lu memberikan alamat Villa Country Bay kepada sopir. Sopir tidak berani mengambil keputusan, melihat ke kursi belakang menggunakan spion tengah, melihat Lewis Tang tidak menunjukkan reaksi membantah, barulah dia memutar setir, mengarah ke Villa Country Bay.

Setelah memasuki perkotaan, kecepatan mobil perlahan menurun, lampu-lampu di pinggir jalan tidak berhenti menyinari dalam mobil, suasana dalam mobil tidak bisa terungkap dengan kata-kata.

Suara ponsel bergetar di ruang yang sepi dan sunyi, itu sangat tiba-tiba.

Lewis Tang mengangkat telpon, tidak tahu pihak sana bicara apa, wajahnya menjadi seram sesaat, menutup telepon, dan berkata “kembali ke Villa Linxi.”

Sopir tidak berani menunggu terlalu lama, langsung putar balik setir di depan.

“Lewis Tang, apa maksudmu ?” tanya Clarice Lu. Waktu menunjukkan hampir jam 12 malam, bukannya mengantar Clarice pulang ke rumah, malah pergi ke tempatnya, ini membuat Clarice gugup, terlebih juga, Lewis Tang pernah melakukan sesuatu kepadanya saat di hotel.

Lewis Tang menoleh dan melihatnya, wajahnya dengan tatapan dingin dan menakutkan. “Dyson sakit. Kalau kau buru-buru pulang, kau bisa turun disini sekarang.”

Clarice bengong sejenak, mendengar anak sakit, secara natural bertanya. “Bagaimana bisa Dyson sakit? Parah kah?”

Lewis Tang tidak menjawab, ekspresi wajahnya nampak tidak enak.

Malam hari keadaan jalanan tidak banyak mobil, sopir menambah kecepatan mobil, mengejar waktu kembali ke Villa Linxi.

Clarice Lu terus mengikuti Lewis dari belakang, saat masuk pintu, langsung mendengar suara tangisan anak, tidak tahu sudah berapa lama menangis.

Lewis Tang naik ke lantai atas dengan cepat, tidak sempat ganti jas, langsung memeluk anaknya yang ada di atas kasur, memeluk erat, saat di peluk suara tangisan anak itu mulai mengecil.

Lewis Tang dengan tenang meraba kepala dan leher anaknya itu serta punggung untuk menguji suhu tubuh, lalu menekan di bagian pergelangan tangan anak itu dengan dua jari, menatap jam tangan untuk mengukur detak jantung.

“Kapan mulai panas?” dia bertanya.

“Saat tidur malam dia masih baik-baik saja, jam sebelas dia terbangun dan ingin masuk ke toilet, kepalanya sedikit panas.” Jawab perawat itu.

“Sudah ukur suhu badannya?”

“Sepuluh menit lalu sudah diukur, 38,2 derajat.” Perawat itu menunjukkan termometernya.

“Suhu tubuhnya sangat tinggi, kenapa tidak cari dokter minta infus, bagaimana kalau jadi parah.” Clarice tidak tahan menjawabnya, karena terlalu khawatir, suaranya agak hilang.

Perawat itu belum pernah bertemu Clarice Lu, tetapi Lewis Tang tidak pernah membawa wanita pulang, Clarice adalah yang pertama, perawat itu tidak berani menjawab, “Tuan pernah berkata, jangan terlalu mudah memberi infus kepada tuan muda, bisa-bisa jadi semakin parah. Anda tidak perlu terlalu khawatir, Tuan adalah dokter, tuan muda akan baik-baik saja.”

Clarice baru ingat, Lewis Tang adalah lulusan S2 Kedokteran.

Saat ini, Lewis Tang sudah mengukur lagi suhu tubuh anaknya, masih 38 lebih. “pergi ambil satu pil obat penurun panas di kotak obat, leburkan pil itu bersama gula putih, tuang di botol susu.”

Perawat itu menganggukkan kepala, segera turun ke bawah ambil obat.

“Kamu pergi ke kulkas ambil es batu, dan ambil sehelai handuk bersih.” Ucap Lewis kepada Clarice lagi. Nada suaranya begitu masuk akal.

Mungkin karena terlalu khawatir dengan keadaan anak itu, Clarice tidak merasa ada yang aneh. Dia segera turun kebawah mengambil kantong es dan handuk, kembali ke ruang anak, melihat Lewis Tang sedang menyuapi anaknya obat.

Dia mengenakan pakaian jas rapi, gerakannya sungguh terampil memeluk anak itu, tatapan mata lembut. Pemandangan itu sungguh membuat hati hangat.

Setelah Dyson menghabiskan obatnya, akhirnya dia berhenti menangis, tertidur di pelukan ayahnya. Lewis Tang dengan hati-hati meletakkannya kembali ke ranjang kecil, dan dengan suara pelan berkata kepada Clarice yang ada di pintu masuk, “bawa kemari kantong es nya.”

“Oh.” Clarice Lu mendekatinya, dengan gerakan hati-hati, handuk yang sangat lembut menutupi dahi Dyson, kemudian meletakkan kantong es di atas handuk itu untuk menurunkan panasnya.

Pipi si kecil merah, dengan ada sedikit sakit hati Clarice Lu mengulurkan telapak tangannya dan membelai wajah kecilnya.

Pada saat itu, Dyson membalik tubuhnya dan tanpa sadar menangkap tangan Clarice Lu dalam tidurnya. Mulut kecil yang berbisik, suaranya sangat ringan, tetapi Clarice masih mendengarnya dengan jelas, dan anak itu berteriak dalam tidurnya: Ibu.

Hatinya sepertinya terbanting oleh sesuatu, dan rasa sakitnya sangat hebat. Clarice belum siap mendapat perasaan semacam ini yang seharusnya tidak terjadi, tiba-tiba dia tersadar bahwa dia dan Dyson yang tersisa di ruangan itu, dia bahkan tidak melihat kapan Lewis Tang pergi.

Clarice dengan hati-hati melepaskan tangannya dari genggaman tangan si kecil, dengan sepenuh hati menyelimutinya, kemudian keluar ruangan.

Di luar pintu, Lewis Tang dengan tubuhnya yang panjang itu bersandar di dinding, dengan sebatang rokok diantara dua jarinya, ada aroma kesedihannya.

Clarice berdiri di sampingnya, diam sesaat, barulah berbicara, “Dyson sudah tertidur.”

“Ya.” Dia menanggapi dengan acuh tak acuh, perlahan-lahan mengangkat kepalanya, dan tatapan mata yang dalam itu tampak ada keraguan yang tak terbendung. Dia jelas menatapnya, tapi mengalihkan pandangannya, seolah-olah dia telah jatuh ke dalam ingatan yang dalam.

“Sepuluh tahun lalu, aku mengenal ibu Dyson, waktu itu dia masih gadis kecil, orang yang keras kepala jatuh ke pelukanku. Tanpa peringatan, itu menyakiti hatiku. Pada saat itu, aku berkata pada diriku sendiri: Dialah, dia adalah tulang rusukku yang hilang. "

Lewis Tang menghisap rokoknya, suaranya sangat rendah, sekelilingnya dipenuhi asap, Lewis Tang bagaikan tidak nyata.

Novel Terkait

Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu