Waiting For Love - Chapter 212 Akhirnya, Semuanya Sudah Berakhir

Lewis Tang mendekati tempat tidur itu dengan menjinjing jasnya, Clarice berbaring di atas tempat tidur itu dan tidur dengan sangat lelap. Dia kemudian membungkukkan tubuhnya dan mengecup kening wanita itu dengan pelan, lalu berbicara dengan halus, “Aku akan segera kembali, kamu baik-baik ya disini.”

Clarice Lu mengerutkan alisnya, dia juga tidak tahu apakah wanita itu benar-benar sudah tertidur atau tidak. Lewis Tang memandanginya dengan dalam untuk beberapa saat, lalu pergi meninggalkan kamar pasien itu.

Sebelum dirinya pergi, dia menyuruh seorang perawat untuk menjaga Clarice dengan baik.

Clarice Lu tidak bisa tertidur lelap, dirinya terus berada diantara alam sadar dan alam mimpi, dia akhirnya terbangun karena rasa sakit seperti disayat di perutnya.

“Aw.” Desahnya sakit sambil berusaha untuk bangun, tetapi dia bahkan tidak memiliki tenaga untuk bangun dari tempat tidur itu.

Lampu dalam kamar itu terus menyala, seorang perawat terus menemaninya di samping, tidak meninggalkan kamar itu sedetik pun. Melihat Clarice Lu bangun, wanita itu mengulurkan tangannya dan membantunya untuk duduk, “Kamu sudah bangun, bagaimana perasaanmu?"

"Sakit!" Ucap Clarice Lu sambil menggigit bibirnya, wajahnya pucat pasi. Dia bukanlah seorang wanita yang manja, dari dulu, sedikit rasa sakit bukanlah apa-apa baginya, tetapi sekarang, di dalam perutnya seperti ada sebuah benda yang sedang mengoyak-ngoyak dagingnya, dia sudah sangat kesakitan sampai tidak bisa menahannya lagi.

Pakaian yang dikenakannya seperti basah kuyup karena keringat dingin, Clarice Lu bolak-balik menderita di atas tempat tidur itu, air matanya mengalir tanpa bisa ditahannya.

Melihat kondisinya yang seperti itu, perawat itu dengan panik menekan bel di bagian kepala tempat tidur itu untuk memanggil dokter.

Sementara di waktu yang sama, Clarice Lu tiba-tiba berteriak, teriakkan itu nyaring dan terdengar seperti penuh keputusasaan. Dia merasakan sesuatu yang basah dan hangat tiba-tiba mengalir keluar di antara selangkangannya, seperti ada sesuatu yang memaksakan diri untuk keluar dari dalam tubuhnya.

Clarice Lu tahu, itu adalah anaknya, anak yang dikandungnya kurang dari tiga bulan itu. Meskipun dirinya sudah sangat berusaha untuk menjaganya, tetapi beberapa hal dan orang, masih saja tidak bisa ditahannya. Sama seperti dirinya yang tidak bisa menahan langkah Lewis Tang.

Dokter yang berjaga malam dengan cepat sampai di kamar pasien, sekali dia membuka selimut yang menutupi tubuh Clarice Lu itu, bagian bawah tubuhnya sudah dipenuhi dengan darah, alas tempat tidur yang putih bersih itu sudah berwarna merah segar.

Dokter mengerutkan keningnya lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, Clarice Lu sudah mengalami keguguran, janinnya sudah pasti tidak bisa diselamatkan lagi.

“Pasien sudah mengalami keguguran, suruh keluarganya untuk menandatangani surat persetujuan, lalu bersiap untuk melakukan operasi pembersihan rahim.” Ucap dokter kepada perawat itu.

“Su…… suaminya baru saja pergi keluar. Mungkin sebentar lagi akan kembali.” Ucap perawat itu dengan terbata-bata.

“Sebentar? Sebentar berapa lama? Apa seorang pasien yang harus menjalani operasi bisa menunggu?! Aku benar-benar tidak pernah bertemu dengan orang yang tidak bertanggung jawab seperti ini, cepat hubungi anggota keluarganya yang lain, aku akan mengabari mereka dibagian ruang operasi untuk melakukan persiapan.” Ucap dokter itu dengan wajah yang tegas, kemudian pergi dari kamar pasien itu dengan terburu-buru.

Perawat itu menanyakan informasi kontak keluarga Clarice yang lainnya, tetapi detik itu, Clarice benar-benar tidak bisa berbicara, keringat dan air mata di wajahnya bercampur menjadi satu, dirinya benar-benar terlihat menyedihkan. Dia berupaya keras menjulurkan tangannya, sambil gemetaran, dirinya menunjuk hp yang terletak di atas meja kecil disamping tempat tidurnya itu.

Disaat itulah perawat itu baru mendapatkan nomor Chris Lu dari hp tersebut, kemudian menekan tombol telepon.

Ketika Chris Lu dan Elsa Mo sudah sampai di rumah sakit, Clarice Lu sudah dibawa masuk ke dalam ruang operasi, mereka tidak bisa melihat wanita tersebut, hanya ada secarik kertas persetujuan operasi.

“Pasien mengalami keguguran, dia perlu menjalani operasi pembersihan dengan segera. Kalau rahimnya tidak dibersihkan dengan tepat waktu, mungkin akan menyebabkan infeksi rahim, bahkan bisa membahayakan nyawa pasien.”

Chris Lu dan Elsa Mo ketakutan setelah mendengar kata-kata “membahayakan nyawa” itu, Chris Lu meraih surat persetujuan operasi itu dan langsung menandatanganinya.

“Aku akan menyerahkan adikku ke dalam tanganmu.”

“Jangan khawatir, kami akan berusaha sekuat tenaga.” Dokter menutup surat persetujuan itu, kemudian berbalik badan berjalan masuk ke dalam ruangan operasi.

Dalam dunia kebidanan, operasi pembersihan rahim hanya termasuk dalam operasi kecil, juga tidak memerlukan waktu yang lama untuk melakukannya. Selesai operasi, Clarice Lu di pindahkan ke kamar rawat untuk terus diawasi.

Elsa Mo terus menemani wanita itu disamping tempat tidurnya. Ketika Clarice Lu dibawa keluar dari ruang operasi itu, dia masih dalam kondisi yang sadar, hanya saja, wanita itu terus diam, tidak berbicara sedikit pun.

Dirinya membuka lebar sepasang mata yang mirip dengan anggur hitam itu, tetapi pandangan matanya kosong, dia hanya memandangi langit-langit putih bersih ruangan itu dengan diam, seperti dirinya kosong.

Meskipun kesunyian yang berlebihan seperti itu bisa memberikan ketenangan kepada Clarice Lu, tetapi hal itu justru membuat Elsa Mo menjadi bertambah khawatir. Kalau seseorang masih bisa menangis, hal itu paling tidak membuktikan bahwa orang itu maish memiliki hati, masih mengetahui apa yang namanya sakit. Kalau sampai kehilangan air matanya, hal itu sama saja seperti orang mati.

“Clarice, bicara kepadaku ya?” Elsa Mo menggenggam tangan wanita itu, tetapi dirinya sendiri juga tidak tahu harus bagaimana menghiburnya. Tidak ada orang yang lebih dari dari dirinya bagaimana rasa sakit kehilangan anak, sekarang, tidak peduli apa yang dikatakannya, dirinya juga tidak bisa menyembuhkan luka Clarice.

“Clarice, kamu masih muda, masih bisa memiliki anak lagi dimasa depan.” Setelah berpikir seharian, Elsa Mo barulah bisa melontarkan kata-kata seperti itu.

Setelah mendengar perkataan itu, Clarice Lu akhirnya merespon. Pandangan matanya perlahan tertuju ke arah Elsa Mo, dirinya menatap wanita itu dengan diam, lalu sudut matanya perlahan-lahan basah, setetes air mata kemudian dengan pelan jatuh mengaliri pipinya yang pucat. Sama persis seperti adegan gerak lambat dari film kuno.

Perasaan sedih dan hancur yang berada di depannya seperti itu, bahkan seorang Elsa Mo yang selalu asal-asalan pun bisa ikut menangis.

“Tidak akan bisa ada lagi.” Bibir pucat dan kering milik Clarice Lu itu terbuka pelan, suara wanita itu sangat lemah sampai dirinya sulit untuk mendengarnya, “Anak ini tidak datang di waktu yang tepat, begini juga tidak buruk, dirinya bisa dilahirkan kembali dalam keluarga yang baik.”

Ketika dirinya terbaring di atas tempat tidur ruangan operasi yang dingin itu dan menatap lampu tanpa bayangan yang memancarkan cahaya putih di atas kepalanya, hatinya tiba-tiba merasakan ketenangan yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya. Lalu ketika peralatan medis yang dingin itu mengaduk-aduk bagian dalam tubuhnya, dia justru seperti merasakan lega, seperti dirinya sudah dilepaskan.

Sebenarnya, ini juga tidak terlalu buruk. Akhirnya, semuanya sudah berakhir.

Setelah obat bius pasca-operasi itu habis, Clarice Lu masih kesakitan seperti sebelumnya, tetapi dirinya seperti sudah mati rasa. Setelah orang mati, paling tidak ada sebuah acara peringatan untuk berkabung, tetapi, menghadapi sebuah nyawa kecil yang diam-diam pergi meninggalkan dunia ini, juga hanya rasa sakit yang menyiksa seperti ini, sebagai satu-satunya bentuk berkabung atas kehadirannya yang pernah ada.

Dokter memberikannya obat penahan rasa sakit, setelah obat itu bekerja, Clarice Lu barulah bisa tertidur.

Setelah wanita itu tertidur, Elsa Mo baru berjalan keluar dari kamar itu. Di luar kamar pasien, tubuh besar dan tinggi Chris Lu bersandar di atas dinding, pria itu sedang merokok sambil menundukkan kepalanya, cahaya lampu yang jatuh menerangi satu sisi wajah tampannya itu membuat dirinya terlihat semakin muram.

Elsa Mo berjalan mendekatinya, tanpa basa basi, pria itu langsung mematikan rokok diujung jarinya itu dan membuangnya ke dalam kotak sampah didekatnya.

Chris Lu mengangkat kepala dan melihat ke arahnya, lalu pria itu mengerutkan alisnya dan terbatuk ringan, namun dia tidak mengucapkan apapun.

Elsa Mo berdiri di samping tubuhnya dan menghela napas panjang, “Benar-benar tidak suka dengan tempat seperti rumah sakit ini, sudah pasti tidak ada yang bagus ketika datang.”

“Dengan tidak adanya anak ini, bagi Clarice mungkin juga bukan sesuatu yang buruk.” Ucap Chris Lu.

Chris Lu mengatakan hal itu dari sudut pandang yang objektif, dan juga sangat masuk akal. Tetapi Elsa Mo justru langsung mengerutkan alisnya.

“Hanya perlu belum dilahirkan, bagi kalian para lelaki, anak itu tidak lebih dari sebuah janin saja. Jadi, kamu sama sekali tidak mengerti apa artinya mereka bagi seorang wanita. Itu adalah sesuatu yang mandarah daging di tubuhmu, kalau harus mengeluarkannya secara paksa dari dalam tubuhmu, perasaan itu sama sakitnya seperti mengorek hatimu.

Chris Lu menoleh kearahnya, pandangan matanya sangat dalam, setelah diam untuk waktu yang cukup lama, pria itu barulah berkata, “Dulum ketika anak itu sudah tidak ada, apa kamu juga sangat sakit?”

Elsa Mo tertegun, hari masih terang pun pria itu tidak berbicara sama sekali. Ini adalah kali pertama dia mengungkit anak itu di depan hadapannya. Kalau bukan dia yang mengungkitnya, Elsa Mo pun akan mengira bahwa pria itu sudah lama lupa, akan mengira bahwa pria itu tidak pernah mempedulikannya.

“Aku tidak ingin mengungkit kembali sesuatu yang sudah begitu lama berlalu.” Ekspresi wajah Elsa Mo terlihat sedih, dia menundukkan kepalanya dan hanya membalas pria itu dengan satu kalimat itu.

Chris Lu juga merasa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk membicarakan itu, karena itu dirinya mengganti topik pembicaraannya.

“Aku dengar dari sekretaris, Lewis Tang lah yang mengantar Clarice ke rumah sakit.”

“Apa?” Elsa Mo menaikkan kepalanya dan menatap pria itu dengan terkejut, “Kalau begitu, dimana dirinya? Dia hanya begitu saja meninggalkan Clarice seorang diri di rumah sakit?”

Chris Lu tertawa, tawa dingin yang terdengar seperti cibiran, “Ini juga bukan pertama kalinya dia meninggalkan Clarice.”

“……” Detik itu, Elsa Mo sangat ingin memarahi Lewis Tang dengan kata-kata bajingan.

Wanitanya mengalami keguguran di rumah sakit, bisa ada masalah apa lagi yang lebih penting dari Clarice dan anaknya? Sebesar apapun masalah itu, apa bisa lebih besar dari nyawa dan hidup seseorang?

Setelah diinfus, belum lama terlelap, Clarice Lu sudah terbangun lagi, dalam tidurnya yang singkat itu, dirinya terus bermimpi buruk. Dirinya selalu merasa ada seorang anak yang sedang menangis dan suara itu terus bergema di samping telinganya.

Clarice bersikeras untuk keluar dari rumah sakit, dan Chris Lu serta Elsa Mo yang tidak bisa melawannya, hanya bisa mengurus prosedur keluar dari rumah sakit.

Dan ketika Lewis Tang kembali ke rumah sakit, kamar pasien itu sudah lama kosong.

Kamar itu sudah dirapikan dengan bersih, seprai putih seperti salju, selimut yang dilipat dengan rapi. Tidak meninggalkan jejak sedikitpun.

Tidak menemukan Clarice di sana, Lewis Tang menjadi sangat panik, dia dengan asal menghentikan seorang perawat di lorong itu dan bertanya, “Kemana pasien yang ada di kamar ini?”

“Apa yang kamu maksudkan itu adalah pasien di tempat tidur nomor dua dua? Satu jam sebelumnya mereka sudah mengurus prosedur untuk keluar dari rumah sakit, keluarganya sudah membawanya pergi.” Jawab perawat itu.

Lewis Tang duduk di salah satu deretan kursi di lorong itu, dirinya tiba-tiba merasa campur aduk. Dia refleks mengeluarkan kotak rokok dari dalam kantong pakaiannya, lalu menyalakan sebatang rokok, dan menghisapnya dengan dalam.

Karena sudah keluar dari rumah sakit, kalau begitu tubuhnya seharusnya tidak mengalami masalah besar apapun. Terlebih lagi, hasil pemeriksaan USG itu menunjukkan bahwa semuanya normal.

Hanya saja, kesalah pahaman yang ada diantara mereka hanya akan bertambah dalam kalau dirinya hanya meninggalkan Clarice tanpa suara sedikitpun seperti itu.

Novel Terkait

Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu