Waiting For Love - Bab 280 Kembang Api di Siang Hari

Carol Lin masih ingat, hari dimana dirinya dan Lewis Tang menikah, pria itu juga melepaskan banyak kembang api, menutupi seluruh langit di atas vila itu, tetapi karena hari masih terang, pemandangan itu tidak terlihat begitu cantik, sebaliknya, justru membuat orang merasa sedikit tidak penting.

Kembang api yang sama, ketika meledak di waktu yang tidak cocok, justru memberikan sebuah akhir yang berbeda. Seperti cinta, cinta yang diberikannya kepada Lewis Tang itu, tidak peduli seberapa kuat dan gigih, pada akhirnya juga tidak akan membuahkan hasil apa-apa.

Dia pada dasarnya hanya sebuah kembang api di siang hari.

Sebagian besar orang di dekat sungai langsung berbondong-bondong pergi ke tepi sungai untuk melihat kembang api, sedangkan Carol Lin hanya seorang diri berdiri di atas tangga batu yang kosong dan lebar, ditengah angin malam yang dingin, menangis dalam diam.

Dia berpikir, mungkin dirinya benar-benar sudah harus pergi.

Sampai kembang api di langit itu sudah berakhir dan orang-orang juga sudah bubar. Carol Lin mengangkat hpnya, dan menekan nomor telepon Alex.

“Perasaanku sedikit berantakkan, apa kamu mau keluar dan menemaniku minum?”

“Kamu dimana?” Tanya Alex.

“Di atas tangga batu di belakang kalian, jangan beritahu orang lain, aku tidak ingin mengganggu orang lain.” Ucap Carol Lin.

Alex memegangi hpnya dengan satu tangan, dirinya kemudian menoleh ke belakang, ke arah wanita itu, kemudian dia berjalan menerobos kumpulan orang-orang dan melangkah dengan cepat ke arah Carol Lin.

Mereka berdua masuk ke dalam sebuah bar di dekat pinggir sungai itu, lalu duduk di area meja bar dan memesan dua gelas minuman alkohol yang tidak terlalu kuat. Carol Lin meneguk setengah gelas kecil minumannya, dirinya hanya merasa cariran alkohol itu mengalir turun melewati kerongkongannya dan sampai ke dalam perutnya, rasa pedas yang menusuk itu membuat orang menjadi sedikit ingin menangis.

Tetapi dirinya tidak menangis sama sekali, karena menangis sudah berubah menjadi tidak memiliki arti apapun.

“Bukannya aku sudah memperingatkanmu? Malam ini jangan datang ke pinggir sungai, kamu kenapa masih datang? Ini bukannya sama saja seperti mencari masalah untuk diri sendiri?” Alex merebut gelas alkohol yang sedang dipegang oleh Carol, dirinya merasa kesal dengan kelakuan wanita itu yang tidak bisa menghargai dirinya sendiri.

Tetapi Carol Lin justru tertawa mendengar ucapan lembutnya itu, hanya saja tawanya itu terdengar sedikit pahit dan penuh cemooh, seperti sedang menertawakan dirinya sendiri, “Kalau tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, bagaimana aku bisa membunuh perasaanku?”

Dengan sedikit tenaga, suasana yang awalnya penat bisa berubah menjadi angin yang bergerak. Lewis Tang yang diam dan tenang itu pun juga bisa berubah menjadi penuh perasaan, bisa menjadi romantis, bisa dibawah tontonan orang banyak, berlutut di depan seorang wanita. Itu semua karena, wanita itu adalah orang yang dicintainya.

Sudah bertahun-tahun menjadi seorang yang bodoh, Carol Lin merasa dirinya juga sudah harus bangun.

“Alex, aku sebentar lagi akan pergi ke luar negeri, tiket pesawatku sudah diubah menjadi hari senin minggu depan.”

Hari senin minggu depan, itu hanya tinggal tiga hari lagi.

Alex mengerutkan alisnya, seorang wanita, sendirian di luar negeri, hari-hari yang akan dilaluinya tidaklah semudah yang dibayangkannya. Kebaikan dalam hidup juga tidak selalu cukup untuk mengisi kekosongan dalam hati. Caorl Lin jelas ingin menghancurkan dirinya sendiri.

“Apa kamu benar-benar harus pergi?”

“Iya.” Carol Lin menganggukkan kepalanya, “Kalau tidak pergi, di dalam hari Lewis, aku sudah akan berubah menjadi seorang wanita yang jahat.”

Ketika tidak sengaja bertemu dengan Clarice Lu di dalam restoran jepang itu, cara Lewis Tang memandang dirinya, Carol Lin tidak bisa melupakannya sampai hari ini, dia jelas-jelas tidak berbuat apa-apa, tetapi reaksi pertama pria itu justru mencurigai dirinya.

Carol Lin merasa dirinya memang sedikit pantas menerima perlakuan seperti itu, kalau bukan karena dirinya mengirim surat undangan itu kepada Clarice Lu, rasa percaya yang ditaruh Lewis Tang kepadanya itu juga mungkin tidak akan hilang.

“Kenapa dirimu harus mempedulikan pendapat orang lain? Kamu itu terlalu mempedulikan Lewis Tang, Carol Lin, apa kamu tidak lelah hidup seperti ini?” Nada bicara Alex itu sedikit menusuk, tetapi pria itu sebenarnya prihatin.

Carol Lin menggelengkan kepalanya sambil tertawa, matanya digenangi dengan air mata, “Karena aku tidak bisa mencintainya, paling tidak diriku tidak berubah menjadi musuhnya. Kalau aku tidak pergi, aku tidak berani menjamin apakah diriku akan berubah menjadi pihak ketiga yang akan merusak rumah tangga orang lain atau tidak. Aku memiliki catatan kriminal, kamu juga tahu itu.”

“Carol, kamu jangan membicarakan dirimu sendiri seperti ini.” Alex tidak suka wanita itu membicarakan dirinya sendiri seperti itu.

Caro Lin melemaskan pundaknya, dia melihat pria itu dengan dua tangan menopang pipinya sambil tersenyum hangat, “Alex, kamulah yang paling baik denganku. Minggu depan, ketika aku pergi, kamu datang untuk mengantarku ya?”

Alex dapat melihat bahwa wanita itu sudah membulatkan tekadnya untuk pergi dan dirinya juga tidak dapat memaksanya untuk tetap tinggal. Dia sudah memiliki keluarganya sendiri dan wanita itu memiliki pria lain di dalam hatinya, mereka berdua pada dasarnya sudah tidak bisa bersama, jadi selain mengantar kepergian wanita itu, masih ada apa lagi yang bisa dilakukannya?

“Baiklah.” Ucapnya.

Ketika Carol Lin berangkat hari itu, Alex pergi untuk mengantarnya, sebagai teman, mereka berdua berpelukkan sambil mengucapkan selamat tinggal, sebelum berjalan masuk melewati pemeriksaan keamanan, Carol Lin mengeluarkan hpnya dan menekan nomor telepon Lewis Tang.

“Halo……” Dari balik telepon itu, terdengar suara serak seorang pria yang sudah tidak asing lagi.

“Lewis, ini aku.” Carol Lin menggenggam hpnya dengan erat, suaranya terdengar seperti tertekan.

“Iya.” Lewis Tang tentu saja tahu bahwa itu adalah dirinya.

“Lewis, aku sebentar lagi akan naik pesawat ke Amerika dan mungkin tidak akan kembali ke dalam negeri untuk beberapa tahun kedepan.” Ucap Carol Lin.

Setelah diam beberapa saat, dengan rasa bersalah, Lewis Tang berkata kepadanya, “Maaf, Carol, aku tidak bisa pergi untuk mengantarmu.”

Dia tahu bahwa hari ini Carol Lin akan pergi dengan menaiki pesawat, Alex sudah lama memberitahunya, tetapi dirinya sudah berjanji kepada Clarice untuk tidak bertatap muka lagi dengan Carol Lin, dan karena dirinya sudah berjanji, dia harus menepati janji itu.

Alex menuduhnya tidak memiliki perasaan, tetapi kebanyakan waktu, dirinya hanya terjebak diantara situasi yang sulit saja. Cinta pada dasarnya hanyalah untuk dua orang saja, ketika hadir pihak ketiga, itu hanya akan membuat ketiga orang yang terlibat merasakan sakit. Bagi Carol Lin, hal itu juga tidaklah adil.

“Lewis, satu kata yang paling banyak kamu katakan kepadaku sepertinya hanya ‘maaf’.” Carol Lin tertawa, tawa yang sangat pahit yang juga menertawakan dirinya sendiri, “Tidak apa-apa, aku hanya ingin memberitahumu saja, jaga dirimu baik-baik, selamat tinggal…… Lewis, aku harap kamu bahagia.”

“Terima kasih, kamu juga.”

Lewis Tang menghela napas pelan sambil menutup telepon itu. Kepergian Carol Lin membuat dirinya bisa bernapas lebih lega, tetapi juga tidak bisa menutupi fakta bahwa dirinya juga merasa sedikit sedih.

Meskipun tidak bisa menjadi kekasihnya, tidak bisa menjadi pasangannya, tetapi selama ini dirinya memang menganggap Carol Lin sebagai sahabat terbaiknya, juga bisa dikatakan orang yang paling mengerti dirinya.

Untuk waktu yang cukup lama, sosok tinggi besarnya itu berdiri tegap di depan sebuah pintu kaca yang besar, sampai tiba-tiba ada nada dering telepon yang berbunyi, Dia menoleh kebelakang dan melihat bahwa yang berbunyi itu adalah telepon kantor di atas mejanya.

“Lewis Tang, kenapa hp mu terus sibuk ketika dihubungi?“ Ketika mengangkat gagang telepon itu, dirinya langsung mendengar suara Clarice Lu yang sedikit menggerutu dengan manja dari balik telepon itu.

Lewis Tang langsung refleks mengangkat hp hitam berbadan metal yang terletak disamping tangannya itu, disaat itulah dirinya baru menyadari bahwa ada tiga panggilan masuk yang tidak terangkat, telepon itu masuk ketika dirinya sedang mengobrol dengan Carol Lin di telepon.

“Apa kamu sudah sampai di pusat mebel?” Tanyanya, tidak menjelaskan sama sekali teleponnya yang sibuk itu.

Hari ini, awalnya mereka sudah berjanji untuk pergi bersama melihat perlengkapan rumah, vila yang mereka tinggali sekarang itu hanya diisi dengan perlengkapan rumah yang sederhana saja, kenyamanan tinggal disana juga tentu saja sedikit kurang.

Pada mulanya, dia membeli tempat itu ialah untuk dirinya tinggal bersama Clarice, tetapi beberapa tahun ini, dia sama sekali tidak memiliki hati untuk mempedulikan rumah itu, alasannya karena dia ingin menunggu, menunggu sampai satu hari, rumah itu bisa di dekor sendiri oleh tuan rumah wanitanya.

Awalnya mereka berencana untuk mengganti dekor rumah itu setelah menikah, tetapi yang namanya menikah, rumah baru juga harus di dekor sedikit, tidak bisa terlihat begitu asal.

“Aku masih ada satu rapat reguler, mungkin sekitar satu jam lamanya, kamu lihat-lihat saja dulu, tidak apa kan?”

Dari dulu, Clarice Lu bukanlah seorang wanita yang manja, pria itu ada urusan kantor yang harus dikerjakan, dia hanya bisa menutup telepon itu dengan patuh.

Ketika Lewis Tang sampai ke toko mebel itu, Clarice Lu sudah selesai memesan satu set lengkap perabot rumah tangga bergaya mediterania yang sangat disukai oleh Calrice.

“Karena kamu telat, jadi aku sudah membuat keputusan sendiri. Tidak boleh keberatan, tentu saja, aku sudah membayar lunas, jadi kamu mau keberatan juga tidak berpengaruh lagi.”

Lewis Tang tertawa dengan hangat, kemudian dirinya dengan santai meraih dan memegang tangan wanita itu , “Yang penting kamu suka.”

Clarice Lu mengangguk-anggukkan kepalanya, sangat puas dengan jawaban pria itu, dia kemudian merangkul lengan pria itu dan bersama-sama naik ke dalam lift untuk naik ke atas, lantai atas adalah tempat khusus yang menjual beragam jenis dan merek kertas dinding.

Setelah pergi memasukki beberapa tokok kertas dinding, Clarice Lu pada akhirnya memilih sebuah model kertas dinding berwarna merah terang, motif kertas dinding itu sangat sederhana, hanya sebuah kata berkat yang berwarna emas yang terlihat seperti sulaman.

“Clarice, apa kamu tidak merasa bahwa kertas dinding satu ini, warnanya sedikit terlalu mencolok?” Tanya Lewis Tang, sambil sedikit mengangkat satu alisnya, bertanya-tanya mengenai selera Clarice Lu.

“Kegembiraan, bukankah kita harus memilih warna seperti ini ketika menikah?” Jawab Clarice Lu, melihat wajah pria itu yang tidak setuju, dia memajukan bibir merahnya sambil berkata, “Bukannya tadi kamu barusan bilang, yang penting aku suka?”

Karena itu, hak memilih tuan muda ketiga Keluarga Tang itu lagi-lagi dihanguskan, bahkan haknya untuk memberikan saranpun ditolak mentah-mentah.

Setelah kertas dinding berwarna merah itu ditempel di dinding kamar utama, Clarice Lu baru mulai merasa menyesal kenapa dia tidak mendengar saran Lewis Tang hari itu. Perabot rumah tangga bergaya mediterania itu sama sekali tidak cocok ketika dipadukan dengan kertas dinding berwarna merah cerah itu, kalau harus di deskripsikan dengan kata-kata, satu kata yang pas adalah kampungan.

Tuan Tang menghibur dengan berkata, “Tidak apa-apa, memang hasil nyatanya sedikit kurang, tetapi paling tidak gembira. Hanya saja, keseluruhan dekor rumah, masih harus mendengar pendapatku.”

Meskipun dekor kamar pengantin itu sedikit gagal, tetapi hal itu sama sekali tidak mengganggu proses persiapan pernikahan mereka. Sampai beberapa hari lagi sebelum acara pernikahan mereka, Clarice Lu baru teringat akan sebuah masalah yang sedikit serius, yaitu baik dia maupun Lewis Tang, tidak ada yang membicarakan perihal pernikahan mereka dengan serius kepada Dyson.

Menikah memiliki arti bahwa mereka bertiga akan hidup bersama untuk selamanya, juga memiliki arti bahwa dirinya akan berubah menjadi ibu Dyson yang sesungguhnya. Tetapi dia harus bagaimana menjelaskan kepada seorang anak berumur lima tahun bahwa dirinya adalah ibu kandungnya? Anak sekecil itu, tidak mungkin bisa mengerti ikatan emosi antara dua orang dewasa, dibicarakan seperti apapun, hal itu sepertinya tidak terlalu pantas untuk anak kecil.

Clarice Lu benar-benar pusing dengan masalah itu, sampai-sampai mempengaruhi suasana hatinya untuk menikah.

Sementara itu, menurut Lewis Tang, hal itu seperti bukan sebuah masalah sama sekali. Malam hari, sebelum tidur, dia pergi ke kamar Dyson dan dengan sangat sederhana memberitahu anak itu mengenai masalah dirinya yang akan menikah dengan Clarice, tanpa ada penjelasan yang berlebihan sedikit pun.

Lewis Tang juga merasa, hal itu sama sekali tidak perlu dijelaskan, jalan pikiran orang dewasa dan anak-anak adalah dua dunia yang berbeda, Dyson bisa mengerti berapa banyak, itu sudah cukup, dan untuk yang tidak bisa dimengertinya, anak itu hanya perlu ikut.

Malam, setelah Dyson tertidur pulas, Clarice Lu pergi ke kamar anak itu seperti biasanya, memastikan bahwa anak itu tidak menendang selimutnya.

Lalu, dirinya melihat bingkai foto yang diletakkan di samping tempat tidur Dyson itu. Sebuah gambar potret seorang ibu, yang akhirnya sudah memiliki wajah, meskipun gambar seorang anak lima tahun itu masih terlihat kasar dan berantakkan, tetapi Clarice masih bisa mengenali bahwa itu adalah dirinya.

Detik itu, air mata Clarice Lu mengalir tanpa bisa ditahannya.

Akhir pekan itu, cuaca sangat cerah. Clarice Lu dan Chris Lu pergi bersama-sama mengunjungi makam Jane Xia.

Novel Terkait

My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu