Waiting For Love - Bab 53 Maksudmu Kamu Hanya Main-Main Saja Dengan Dia?

Clarice Lu tidak menyangka David Luo bisa bertanya seblak-blakan ini. Wajahnya yang telah dirias cantik kini kehilangan ekspresi, "Kamu ingin saya menjawab bagaimana?"

"Kamu ingin sponsor, dia langsung hujani kamu uang. Kamu butuh reklame iklan Jalan Emas, dia langsung membelikannya dan membawanya ke hadapanmu. Clarice Lu, di dunia ini tidak ada makan siang gratis, ia jelas tidak melakukan ini semua tanpa mengharapkan sesuatu darimu."

Clarice Lu mengernyitkan alis. Ia tidak paham apa yang dikatakan David Luo, masak iya pria itu berpikir ia adalah seorang wanita yang bisa dibeli dengan uang?

"Lewis Tang membayar saya beberapa ratus juta yuan untuk menemaninya tidur, transaksi ini sungguh menguntungkan saya," ujar Clarice Lu diikuti senyuman mencemooh.

"Clarice Lu!" David Luo berteriak marah, ia dengan refleks mengepalkan kedua tangannya.

"Kamu ingin saya jujur, jadi kini saya katakan saya sudah putus dengan Jasmine Man. Nah, bagaimana dengan kamu? Clarice Lu, jadi kamu segini mudahnya merasa tidak tahan dengan rasa kesepian?"

Melihat ekspresi meledak-ledak David Luo, Clarice Lu secara tidak disangka tetap bisa bersikap tenang. Clarice Lu merasa membalas amarah David Luo sungguh tidak berguna serta hanya menghabiskan waktu dan tenaga.

"Kamu masih memedulikan apakah saya tahan atau tidak dengan rasa kesepian?" Saya pikir dari awal kita sudah saling paham untuk berjalan sendiri-sendiri tanpa saling mengganggu."

David Luo langsung terpancing emosi. Clarice Lu memang bukan istrinya, tetapi ia tetaplah perempuan, dan perempuan dalam hubungan cinta selalu menjadi pihak yang harusnya menanggung kerugian. Masa iya tidak sadar dengan hal ini?

David Luo berusaha menahan amarahnya. Hatinya kacau, tetapi ia tetap berusaha sebisa mungkin untuk tenang, “Clarice Lu, kamu jangan pura-pura bodoh, saya mengurusi kamu seperti ini demi kebaikan kamu, kamu memang mengenal Lewis Tang seberapa banyak sih?”

“Saya bahkan tidak tahu apa lagi hal yang belum saya ketahui tentang dia,” jawab Clarice Lu tenang.

David Luo malah membalas ketenangan Clarice Lu dengan nada tinggi, “Berita tentang Lewis Tang delapan puluh persen ke atas berkaitan dengan skandal seks, jumlah wanita yang pernah ditidurinya tidak bisa kamu hitung dengan jari. Ia punya anak berusia lima tahun hasil hubungan gelap, juga punya tunangan yang selalu dipamerkan ke publik. Laki-laki macam ini bagaimana mungkin punya kesungguhan hati denganmu. Kamu jangan terlalu polos, dia hanya main-main saja dengan kamu, nanti kalau sudah bosan dia akan tendang kamu dan ketika itu terjadi air matamu tidak ada gunanya lagi.”

“Mengapa saya harus menangis?” Clarice Luo tiba-tiba merasa kata-kata David Luo agak lucu, “Kesungguhan hati? Saya sudah tidak percaya hal semacam ini lagi sejak dulu. Apakah Lewis Tang punya kesungguhan hati atau tidak bagi saya tidak penting.”

“Jadi maksudmu kamu juga hanya main-main saja dengan dia?” sindir David Luo tajam. “Clarice Lu, jadi kamu dari dulu selalu sesantai ini? Pantas saja kamu sering dipermainkan dan dibuang orang.”

Mata Clarice Lu membelalak mendengar kalimat terakhir. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, tetapi matanya akhirnya berair juga. Tetapi ia jelas tidak akan meneteskan air mata di hadapan David Luo, sebab air matanya tidak akan dipedulikan pria itu.

Clarice Lu bangkit berdiri dari sofa dan bersiap pergi. “Kalau tidak ada urusan lain saya pergi dulu.”

Ia baru mengangkat kaki melangkah, tetapi tangan David Luo tiba-tiba langsung menyambar tangannya. Pria itu mendorongnya ke sofa lalu menindihkan tubuhnya yang berat ke atas tubuh Clarice Lu.

“Bukannya kamu ingin main? Yuk saya temani.”

“David Luo, lepaskan saya, brengsek kamu!” Clarice Lu menggeliat berusaha melepaskan diri. Ia merasa sangat dilecehkan dengan tindakan pria ini.

Tidak peduli seberapa keras usahanya, ia tetap saja tidak bisa melepaskan diri dari tubuh pria tinggi besar itu. Ia hanya bisa menatap pasrah, ia siap menerima apa pun yang David Luo ingin lakukan padanya. Tiba-tiba pintu ruang kerja David Luo diketuk seseorang.

“CEO Luo, ada berkas penting untuk Anda!” ujar sekretaris David Luo sambil masuk membawa sebuah berkas yang masih tersegel.

David Luo berteriak emosi, “Siapa suruh kamu masuk, keluar!”

Sekretaris itu kaget setengah mati sampai berkas yang ia pegang jatuh berserakan di lantai. Ia buru-buru berbalik badan dan keluar.

Clarice Lu memanfaatkan kecanggungan barusan untuk melepaskan diri dari David Luo.

David Luo hanya bisa termenung melihat Clarice Lu keluar tanpa menengok lagi. Ia mengangkat tangan dengan marah lalu melempar cangkir teh keramik dan hiasan meja yang ada di sekitarnya ke lantai. Lantai ruang kerjanya kini berantakan seperti kapal pecah.

Ia menundukkan kepala sambil menaruh kedua tangannya di atas meja. David Luo merasa kehabisan tenaga.

Barusan, ketika ia menyakiti Clarice Lu dengan kata-kata kasar, ia sebenarnya juga merasa sakit. Ia hanya cemburu, cemburu ada pria yang bisa memeluk Clarice Lu sementara dirinya sendiri tidak bisa.

Di tengah keheningan, ponsel David Luo tiba-tiba bergetar. Ia mengeluarkan ponsel itu dari saku, ternyata telepon dari Jasmine Man.

“Ada urusan apa? Jasmine Man, kamu kangen saya, atau kangen uang saya?” Sudut bibir David Luo terangkat, ia tersenyum sinis sambil melanjutkan kalimatnya: “Yasudah, tunggu saya nanti malam di Villa Blue Mountain.”

Clarice Lu kembali ke ruang kerjanya. Ia bersandar di kursi nyamannya sambil memejamkan mata. Bulu matanya yang menawan masih basah karena air mata. Hatinya pilu.

Komputer sudah ia nyalakan, tapi ia kini kehilangan semangat bekerja. Meskipun ia sudah berulang kali mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terpengaruh dengan David Luo, ia tetap saja seorang manusia yang punya perasaan dan bisa sakit hati.

Telepon mejanya tiba-tiba berdering. Ia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri, lalu kemudian baru mengangkat gagang telepon.

Suara David Luo terdengar di seberang telepon, “Laporan keuangan triwulan lalu ada masalah, tolong urus.” Suara itu terdengar wajar seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka barusan.

“Baik, saya segera urus,” jawab Clarice Lu tenang.

David Luo tidak mematikan telepon meski sudah selesai berbicara. Clarice Lu memegang gagang telepon sambil menunggu pria itu mengatakan kalimat selanjutnya.

Clarice Lu merasa dirinya agak konyol. Apa yang ia tunggu? Kata maaf dari David Luo? Ah, kata ini tidak akan terucap bahkan sampai ia mati. Mereka sudah kenal lama, tetapi ia sama sekali tidak pernah mendengar pria itu mengucapkan kata “Maaf”.

Mereka berdua diam seribu kata, dan akhirnya David Luo mematikan telepon tanpa mengucapkan apa-apa. Mendengar nada “tut-tut” dari gagang telepon, Clarice Lu menertawai dirinya sendiri. Ia kemudian menaruh gagang telepon itu dan kembali ke tempat semula.

Setelah berlalu beberapa saat, Clarice Lu langsung bergegas ke kantor departemen keuangan untuk mengecek laporan keuangan. Ia dan direktur departemen keuangan mendiskusikan dan mengoreksi setiap kesalahan sambil memanggil setiap penanggung jawab. Mereka bahkan memecat seorang bendahara untuk memberi peringatan bagi karyawan lain. Ini sungguh hari yang sibuk.

Clarice Lu keluar kantor selepas pulang kerja. Ketika mengecek WeChat, ia melihat Elsa Mo mengirimkannya sebuah pesan suara.

Elsa Mo: Saya sudah kembali ke kota B, ayo nonton bioskop nanti malam.

Clarice Lu: Tidak dulu deh, saya sedang capek dan ingin buru-buru istirahat.

Elsa Mo: Direktur Lu, saya setiap hari berkorban untukmu. Istirahat saya sangat sedikit, bahkan besok harus bangun pagi untuk bertemu kru film, dan kamu tetap tidak mau menemani saya nonton bioskop hanya untuk sebentar saya? Pokoknya saya tunggu kamu di Cinema 21, kalau kamu tidak datang kita tidak usah berteman lagi.

Clarice Lu: ......

Clarice Lu merasa hidupnya sangat menyedihkan. Ia selalu diancam orang lain, dan ia selalu terpaksa mengiyakan ancaman itu.

Ia mengendarai mobilnya menuju Cinema 21. Ini hari Jumat dan ada beberapa film baru, jadi bioskop sangat ramai. Ia bahkan kesulitan mencari parkir di parkir bawah gedung.

Clarice Lu baru mendapat parkir setelah setengah jam lebih. Selama ia mencari parkir Elsa Mo terus meneleponnya dan mengejar-ngejar.

Ia naik lift ke lantai atas. Elsa Mo sudah duduk menunggunya di bangku pojok pintu masuk bioskop. Wanita itu mengenakan kacamata hitam besar untuk menutupi wajah.

“Beli popcorn dan cola sana, nonton film tanpa camilan berasa hampa,” ujar Elsa Mo.

“Kamu dari tadi sudah di sini, mengapa kamu tidak beli sendiri?” Clarice Lu sungguh tidak paham Elsa Mo sebenarnya datang ke sini untuk nonton film atau makan camilan. Wanita itu sangat suka ngemil tetapi tidak pernah gendut, ia sungguh iri!

“Saya seorang tokoh publik, kalau dikenali lalu diapa-apakan orang lain bagaimana?” jawab Elsa Mo membela diri.

Clarice Lu tidak bisa apa-apa, ia hanya bisa mengalah lalu pergi membeli popcorn dan cola. Mereka kemudian mengantri tiket.

Film baru sangat banyak, sekeliling bioskop semua dipenuhi poster. Clarice Lu bingung ingin memilih film yang mana.

“Jelas nonton The Lost Legend, film aktor idola saya!” seru Elsa Mo.

Kesukaan wanita sekelas dan seterkenal Elsa Mo jelas beda dengan orang lain. Ia tidak mengidolakan William Chen, melainkan mengidolakan Christian Huang, si aktor dengan harta lima miliar yuan itu. Elsa Mo cinta mati dengan Christian Huang, ia bahkan pernah bilang “Tidak apa-apa kalau seorang pria jelek dan tua, yang penting ia kaya.”

Kalau sampai fans Christian Huang tahu seorang Elsa Mo mengucapkan ini, ia pasti akan kehilangan banyak penggemar.

Mereka akhirnya berhasil mendapat tiket film yang akan mulai setengah jam lagi. Mereka duduk di area istirahat sambil menunggu.

“Dengar-dengar hari ini kamu dan suamimu bertengkar hebat lagi?”

“Kabar yang sangat hiperbolis, kami hanya sedikit berdebat,” jawab Clarice Lu tenang.

“Penyebabnya?” tanya Elsa Mo lagi.

“Lewis Tang memberi hak kepemilikan reklame Jalan Emas pada saya dan David Luo sangat curiga dengannya,” ujar Clarice Lu singkat.

Elsa Mo menopang pipinya dengan tangan seolah sedang berpikir, “Jangankan David Luo, saya sendiri bahkan juga curiga. Apa yang kamu inginkan langsung diberi Lewis Tang, atas dasar apa coba? Kamu tahu sendiri kan berapa harga reklame itu?”

Clarice Lu menggigit-gigit sedotan colanya. Ia lalu menjelaskan: “Saya menginginkan reklame-reklame itu tidak lain dan tidak bukan untuk promosi film baru. Kalau film itu laris manis, ia sebagai investor juga akan untung besar.”

“Clarice Lu, kamu pikir argumenmu ini cukup?” Elsa Mo geleng-geleng kepala. Ia tidak bodoh, ia tidak mudah dikelabui.

Novel Terkait

Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu