Waiting For Love - Bab 45 Clarice Lu Adalah Wanita Yang Mengutamakan Uang Daripada Nyawanya

Clarice Lu malah merasa ini suatu peluang. Dengan kekuasaannya yang luas, Paul Li seharusnya tidak akan begitu peduli jika Clarice Lu mengambil beberapa bagian kecil darinya.

Clarice Lu mencari orang untuk menghubungkannya dengan Paul Li. Ia menghadiahkan pria itu bir terkenal yang harganya sangat mahal dan juga sempat memberinya uang. Tetapi hati Paul Li sama sekali tidak tersentuh, ia malah meminta Elsa Mo tidur dengannya.

Clarice Lu jelas tidak mengiyakan. Di dunia bisnis hal semacam ini sudah bukan hal baru, tetapi Clarice Lu tidak ingin mengorbankan harga dirinya hanya demi urusan bisnis. Apalagi ia dan Elsa Mo adalah teman baik, ia tidak mungkin tega menjebak Elsa Mo.

Jadi masalah menemui jalan buntu.

Tetapi kontrak ini tidak bisa ditunda terlalu lama, sebab perusahaan tersebut terus mengejar-ngejar mereka. Clarice Lu akhirnya dengan putus asa meminta asistennya menjadwalkan pertemuan dengan Paul Li. Pertemuan kali ini akan dilangsungkan di sebuah klub malam.

"Direktur Lu, tempat seperti Heaven Club sungguh kacau, saya takut tidak aman jika Anda pergi sendirian," ujar James si asisten dengan nada khawatir.

Clarice Lu, yang tengah berdiri di depan cermin sambil merapikan rambut, menjawab: "Orang-orang pemerintahan cukup paham dengan batasan-batasan etika, Paul Li pasti tidak akan berani macam-macam."

Paul Li, yang memang punya wewenang, menyuruh Clarice Lu masuk ke ruang privat klub malam. Clarice Lu tahu pria bermarga Li itu tidak bodoh, ia pasti sepenuhnya paham bahwa dirinya bisa didakwa melakukan pemerkosaan kalau berani macam-macam.

Clarice Lu mengiyakan ajakan Paul Li. Tujuan utamanya datang ke sini adalah membicarakan harga baliho dengan Paul Li, karena ia berencana membeli hak penggunaan baliho-baliho itu.

Lampu ruang privat remang-remang. Bau bir yang keras membuat siapa pun yang masuk akan merasa pusing. Laki-laki dan perempuan yang ada di dalamnya saling berpelukan satu sama lain tanpa sedikitpun rasa malu.

Paul Li duduk di sofa tengah. Satu tangannya tengah merangkul seorang wanita. Ia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi ramah ketika Clarice Lu berjalan ke arahnya.

Paul Li dari awal berniat menyulitkan Clarice Lu. Ia sudah menaruh dua botol bir di atas meja. Ketika Clarice Lu datang ia langsung menyodorkannya sambil berkata: "Kalau mau berbicara urusan iklan dengan saya minum dulu bir ini, kalau tidak Anda akan pulang dengan tangan hampa."

Clarice Lu melihat dua botol bir XO yang masih disegel di atas meja. Hatinya agak gelisah. Ia yakin lambungnya pasti akan bermasalah kalau minum bir. Ia sungguh tidak tahan dengan sensasi lambung berdarah.

Tetapi kontrak duta merek kosmetik sangat penting bagi Elsa Mo. Ia harus memantapkan posisi Elsa Mo sebagai seorang aktris terkenal sebab ini akan berdampak positif pada promosi film terbarunya.

Orang Tiongkok percaya suatu peribahasa: "Manusia selalu haus uang dan akan melakukan apa pun untuk mendapatkannya." Clarice Lu adalah contok klasik orang yang lebih mengutamakan uang daripada nyawa. Clarice Lu menggertak-gertakan gigi ragu. Ia akhirnya mengambil botol bir itu, membuka segelnya, lalu mulai meminumnya.

Dalam sekejap dua botol bir itu kosong tanpa sisa. Beberapa pria saling bertatapan seolah tidak percaya dengan apa yang dilakukan Clarice Lu.

Paul Li sama sekali tidak menyangka Clarice Lu akan benar-benar berani meminumnya. Ia bingung harus bagaimana. Dengan sangat terpaksa ia menyetujui ajakan Clarice Lu untuk bernegosiasi. Ia menyuruhnya datang ke ruang kerjanya besok pagi.

Clarice Lu keluar dari ruang privat bar. Kepalanya pusing sekali, ia berjalan dengan kaki gemetar dan mata berkunang-kunang. Ia akhirnya berpegangan pada tembok, tetapi tidak lama kemudian tenggorokannya terasa amis. Ia muntah darah.

Clarice Lu kaget setengah mati melihat bercak darah di bajunya. Kakinya langsung terasa lemas, ia terjatuh ke lantai.

Clarice Lu berusaha bertahan untuk tidak pingsan. Ia mengeluarkan ponsel dari kantongnya, dan karena Elsa Mo sedang di luar kota ia terpaksa menelepon asistennya.

Tatapan Clarice Lu semakin kabur, ia memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencari nomor asistennya di daftar kontak, "Datang jemput saya... Heaven Bar... Penyakit lama saya kambuh... Mungkin perlu ke rumah sakit..."

Clarice Lu mengucapkan kalimat dengan terbata-bata. Ia sudah tidak punya tenaga lagi. Ponsel yang ia genggam jatuh ke tanah. Ia tidak sadar ia barusan menelepon nomor yang salah.

Lewis Tang sangat bingung dengan telepon dari Clarice Lu, namun ia akhirnya tetap menyingkirkan pekerjaannya dan berangkat pergi.

Sakit Clarice Lu tidak ringan. Dalam perjalanan ke rumah sakit ia bahkan sudah kehilangan kesadaran. Melihat situasi ini raut wajah Lewis Tang yang biasanya selalu datar bahkan berubah.

Satu tangan Lewis Tang memegangi tangan Clarice Lu yang dingin, sementara satu tangannya lagi menggenggam ponsel sambil menelepon rumah sakit.

Mobil ambulan yang mengangkut Clarice Lu akhirnya tiba di rumah sakit penyakit dalam terbaik di Kota B, Rumah Sakit Prima Sentosa. Dokter yang menangani Clarice Lu adalah dokter utama penyakit dalam, Carol Lin. Ia sangat cantik, usianya sekitar 30 tahun. Ia profesor penyakit dalam termuda sepanjang sejarah Rumah Sakit Prima Santosa sekaligus mantan teman sekelas Lewis Tang.

Beberapa perawat buru-buru mendorong ranjang Clarice Lu menuju ruang operasi. Lewis Tang dan Carol Lin berlari mengikuti mereka di belakang.

"Apa yang terjadi?" tanya Carol Lin.

"Dugaan awal saya adalah pendarahan lambung akut. Ia tadi muntah darah, mungkin kita perlu mengembalikan hemoglobin dan menyetop pendarahannya," ujar Lewis Tang runtut. Sebagai seorang pria, ia harus menghadapi segala situasi kritis dengan tenang dan rasional.

Carol Lin, yang berpakaian putih dari atas ke bawah, mengangguk dan menepuk bahunya: "Serahkan semuanya pada saya, jangan khawatir."

Pintu ruang operasi segera ditutup setelah Carol Lin masuk.

Lampu penanda di depan ruang operasi menyala: "Sedang operasi."

Lewis Tang berdiri lemah di depan ruang operasi.

Badannya yang tinggi besar bersandar di sebuah tembok. Ia membuang nafas panjang. Tangannya tanpa sadar merogoh kantung jas dan mengeluarkan rokok.

Ia merokok sebatang demi sebatang. Lorong rumah sakit yang tenang kini dipenuhi asap rokoknya.

Ia sudah lupa kapan terakhir kalinya ia merasa panik seperti ini. Ia bahkan bisa mendengarkan dengan jelas detak jantungnya sendiri.

Kejadian-kejadian beberapa tahun belakangan sudah membuatnya cukup terlatih untuk bersikap tenang ketika menghadapi situasi darurat. Tetapi tetap saja selalu ada seseorang yang bisa mengubah prinsip Anda, merusak kebiasaan Anda, dan menjadi penyebab hati Anda tidak tenang dan tidak rasional.

Rokok yang sedang dijepit Lewis Tang di tangan kiri baru dinikmati setengah ketika seseorang tiba-tiba mendatanginya. Lewis Tang mengangkat kepala dan melihat Carol Lin berdiri di hadapannya. Operasi telah selesai.

Carol Lin merebut rokok Lewis Tang lalu melemparnya ke tempat sampah di sebelah mereka. Ia dengan setengah bercanda berkata, "Kamu dulu sekolah kedokteran, masa tidak tahu di rumah sakit ada larangan merokok? Pengetahuan umum paling dasar seperti ini sudah lupa juga kamu?"

"Maaf," jawab Lewis Tang. Wajah tampannya terlihat samar di balik asap rokok, siapa pun yang melihatnya pasti akan kesulitan menebak suasana hatinya. Tetapi Carol Lin tetap bisa menangkap perasaan tegang dan cemas dari nada bicaranya.

"Bagaimana dia?"

"Ia sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa. Penyakitnya sudah bisa diatasi, untung saja ia masih muda. Tetapi kedepannya ia harus berhenti minum bir, gaya minumnya kali ini sungguh mematikan, badan yang kuat saja bisa hancur."

Novel Terkait

Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu