Waiting For Love - Bab 228 Orang Yang Dia Tunggu Adalah Carol, Lalu Dia Hitungannya Apa?

Clarice mengganti nomor telepon, jadi tidak heran jika Lewis menelepon ke kantor.

Clarice memegang genggaman telepon, ketika suara yang familiar terdengar dari ujung sana, air matanya tidak tahan dan keluar.

Dipojok hatinya masih saja ada seseorang, dia berpura-pura tidak adanya rasa sakit sehingga bisa menempuh hidupnya selayaknya tidak terjadi apa-apa namun sejatinya, itu selalu ada, hanya perlu di sentuh sedikit saja, maka rasa sakitnya akan membuatnya nangis tak karuan.

Tapi yang berada diluar dugaan Clarice adalah telepon ini bukan ditelepon dari sisi lain dari laut yang luas, melainkan dari bandara Paris, saat ini, Lewis sudah berada dilahan yang sama bersama dengan dirinya.

“Aku berdinas ke Paris, sekalian untuk menjenguk Dyson, apakah boleh?”

Alasan yang dia berikan sangatlah terlihat semestinya, bahkan membuat Clarice tidak bisa menolak, mereka berdua bisa memutuskan segalanya, tapi tidak dengan hubungan darah, bagaimanapun juga, dia adalah ayah kandung dari Dyson, Clarice tidak berhak untuk mencegah seorang ayah bertemu dengan anaknya.”

“Baik.” Dia hanya bisa menganggukkan kepalanya.

Lalu Lewis menanyakan alamatnya, Clarice tidak ingin Lewis mengetahui bahwa mereka masih tinggal di hotel, lalu mengatakan, “Kamu beritahu saja aku dimana alamat hotelmu, setelah pulang kerja nanti aku akan membawa Dyson pergi kesana.”

“Baik.” Lewis tidak membantahnya, hanya saja dia menanyakan nomor teleponnya, Clarice sedikit ragu-ragu, dan Lewis berkata, “Tenang saja, setelah pulang nanti aku tidak akan menganggumu, dan kamu juga boleh mengganti nomor teleponmu setelah aku pergi nanti.”

Barulah Clarice memberikan sekumpulan nomor.

Setelah mematikan telepon, Clarice kembali bekerja, hanya saja belum sampai jam pulang kerja, dia mulai demam lagi, panasnya membuat dirinya sedikit tidak sadar.

Charles mengantarkannya lagi ke rumah sakit, dokter curiga bahwa dia radang paru-paru, dan menyuruhnya untuk dirawat dirumah sakit untuk diamati, tapi Clarice tidak mau, paling tidak hari ini dia tidak boleh dirawat dirumah sakit, karena dia masih harus mengantarkan Dyson untuk bertemu dengan Lewis.

Karena ini, Charles beradu agumen dengannya, seorang lelaki yang ceria tiba-tiba marah juga cukup menakutkan, tapi sifat keras kepala Clarice tidak bisa dipungkiri begitu saja oleh kemarahannya.

Setelah beradu argumen, Charles pergi meninggalkannya.

Clarice meminta untuk keluar dari rumah sakit, tapi dokter menolak permintaannya dengan penuh tanggung jawab, dengan tak berdaya, dia hanya bisa mencabut jarum di tangannya ketika suster tidak memperhatikannya dan diam-diam meninggalkan ruang pasien.

Didepan rumah sakit, dia bertemu lagi dengan Charles.

Clarice tidak menyangka bahwa dia belum pergi, dia membelakangi cahaya, dan berdiri disamping pintu, dan tengah merokok, ini adalah pertama kalinya Clarice melihatnya merokok, tampangnya tidak terlihat seperti pemula.

Sekali melihat Clarice keluar, Charles tidak merasa aneh, dia mematikan rokok ditangannya dan melangkah mendekatinya dengan ekspresi marah, nada bicaranya sangatlah tidak berdaya, “Sebenarnya ada apa yang lebih penting dari pada kesehatan tubuhmu.”

“Tidak perlu kamu yang bingung dengan masalahku, Charles, kamu sudah mencampuri banyak urusan.” Seusai berdebat dengannya, nada bicara Clarice tentu saja tidak akan terlalu baik, dia tentu saja Charles berniat baik, itu adalah perhatian terhadapnya, dimata orang lain, dia mungkin sedikit tidak tahu diri, tapi jika memang tidak bisa memberikan janji dan masa depan kepadanya, kalau begitu untuk apa membiarkannya mempunyai harapan dan pemikiran yang tidak logis?”

Seusai berkata, Clarice bersiap meninggalkan Charles, namun dirinya dicegat lagi, Charles menatapinya dengan penuh tidak berdaya.

“Kamu mau kemana? Aku antar kamu saja.”

“Aku mau bertemu dengan ayah Dyson, Charles, apakah menurutmu kamu cocok untuk pergi bersama?”

Setelah mendengar perkataannya, tatapan Charles berubah, dia tidak lagi menghalangi Clarice.

Clarice pergi ketaman kanak-kanak untuk menjemput Dyson terlebih dahulu, lalu membawanya ke mall untuk membeli baju baru.

Dyson tahu bahwa ayahnya datang, dia senang sekali, Clarice tersenyum dan mengelus kepalanya, meskipun dia berusaha untuk menahannya, dan tidak ingin mengakuinya, namun hanya dirinya saja yang mengetahui kesenangan dan harapan itu.

Sore hari, langit mulai berjatuhan salju putih, Clarice membawa Dyson tengah dalam perjalanan unutk bertemu dengan Lewis, karena jalanan yang tidak begitu bagus, kecepatan mobil tidaklah cepat, tapi ini malah semakin membuat orang panik.

Clarice masih sedang demam, badannya panas, kepalanya sakit, dia mengenakan sebuah jaket tebal, dia mengenakan pakaian yang tebal, tujuannya bukan untuk menghangatkan dirinya, melainkan untuk menyembunyikan sakitnya.

Sebelum berangkat dia masih sempat berdandan dulu, agar tampangnya tidak terlihat begitu parah, atau dengan kata lain, dia tidak ingin menampilkan tampang paling menyedihkannya di hadapan Lewis, wanita berdandan untuk pria yang disukainya, memang seperti begitu seharusnya.

“Kakak, tanganmu panas sekali.” Dyson duduk bersampingan dengannya, tangannya memegang tangan Clarice yang sangat panas.

Clarice memang sangatlah tidak nyaman, boleh dibilang dia terus menggunakan tekadnya untuk bertahan agar tidak runtuh.

“Mungkin karena pakaianku terlalu banyak, ini sudah hampir keringatan.” Dia merangkul bahu Dyson dan tersenyum.

Meskipun Dyson sangatlah pintar, tapi bagaimanapun juga dia juga adalah anak yang beru berumur 5 tahun, terkadang juga mudah untuk dikelabui.

Mobil akhirnya berhenti di depan hotel Lewis, hotel mewah bintang 5+, mewahnya hingga keterlaluan.

Penjaga pintu berambut pirang dan bermata hijau datang dan membuka pintu mobil untuk mereka.

Clarice mengandeng tangan Dyson dan turun dari taksi, dia menggunakan bahasa Prancis yang kurang bagus untuk berkomunikasi dengan penjaga pintu untuk mengutarakan bahwa dirinya datang untuk mencari orang.

Penjaga pintu sangatlah ramah, dia membawa mereka datang ke resepsionis untuk berkonsultasi.

Sebenarnya Clarice tahu nomor kamar Lewis, tapi untuk naik lift juga masih memerlukan kartu kamar, jika dia tidak ada kartu kamar, maka dia pasti harus memerlukan arahan dari petugas hotel untuk meraihnya.

Karena kemarin adalah pucak penginapan hotel, orang-orang di resepsionis lumayan banyak, Clarice hanya bisa membawa Dyson untuk menunggu diarea sofa disamping sana.

Dyson bersandar dalam pelukannya, dan sangatlah diam, hanya terkadang bertanya, “Apakah ayah tinggal diatas sana?”

Clarice tersenyum dan menganggukkan kepalanya, lalu menjawab, “Iya, sebentar lagi kita akan bertemu dengannya.”

Setelah menunggu belasan menit, orang di resepsionis perlahan menjadi sedikit, Clarice menyuruh Dyson untuk menunggunya disofa, dia berdiri dan berencana untuk berkonsultasi ke resepsionis.

Namun disaat ini, dia melihat ada satu sosok familiar yang tengah berdiri diresepsions, dia mengenakan pakaian yang sangat sopan untuk menampakkan postur tubuhnya yang indah, meskipun hanya adalah sosok belakangnya saja tapi sudah cukup untuk membuat orang banyak sembarangan berpikir.

Dia menggunakan bahasa inggris dengan lancar dan sedang berkomunikasi dengan resepsionis.

Clarice tidak alih bahasa Prancis, namun dia mahir bahasa Inggris, dia mendengarkan wanita itu bertanya dengan nada lembut, “Aku datang untuk mencari Lewis yang berasal dari China, dimanakah kamarnya berada?”

“Oh, Tuan Lewis kamar 1502? Dia terus menunggu anda, akhirnya anda datang.” Resepsionis menjawabnya, sama sekali tidak berani menunda dan meminta petugas lain membawanya ke arah lift.

Wanita itu pergi membelakangi dirinya, badannya yang digoyangkan, hak sepatu yang menginjak keramik, sekali demi sekali seolah sedang menginjak hatinya.

Clarice terdiam dan seketika tidak tahu harus melakukan apa.

“Kakak.” Dyson tiba-tiba menarik lengan tangannya dan menunjuk kearah sosok yang semakin menjauh dan berkata, “Aku sepertinya melihat tante Carol.”

Barulah Clarice kembali sadar, dia menunduk dihadapan Dyson dan berkata kepadanya, “Kamu salah lihat, bagaimana mungkin tante Carol bisa berada di Prancis?”

“Oh.” Dyson sangat mempercayai perkataannya, dan sama sekali tidak mencurigainya.

Tapi meskipun dia bisa membohongi anaknya, namun dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri.

Jika orang yang ditunggu Lewis adalah Carol, lalu dia hitungannya apa? Dan juga Dyson, Dyson yang begitu mengharapkan ayah, apa yang harus dilakukan!

“Nona, apa ada yang bisa dibantu?” Saat ini, para pelanggan sudah hampir selesai diurus, petugas hotel mulai tidak ada kerjaan, lalu mereka otomatis maju dan bertanya kepada Clarice.

Clarice mengelengkan kepalanya tanpa sadar, lalu menjawabnya, “Maaf, aku mungkin salah ingat, tempat, orang yang ingin kucari tidak berada ditempat ini.”

Petugas hotel tersenyum dan pergi meninggalkannya.

Clarice menghempaskan nafasnya, dia menatap kearah Dyson, dan sedang ragu-ragu bagaimana caranya untuk menjelaskan kepadanya, hari ini dia mungkin tidak bisa bertemu lagi dengan ayahnya.

“Kakak, dimanakah ayah berada?” Dyson tengah mengangkat kepala dan menatapinya dengan sepasang mata yang hitam yang penuh dengan harapan.

Clarice tidak tega untuk mengatakan tidak kepada anaknya, namun Carol muncul di Prancis dan pergi ke kamar Lewis malam hari, sebagai orang dewasa yang mempunyai kebutuhan normal, tidak susah untuk menebak apa yang akan mereka lakukan.

Clarice tidak bisa membuat Dyson menghadapi ayahnya sedang mesra bersama dengan wanita lain, jadi dia hanya bisa membawanya pergi, meskipun dengan begitu akan membuatnya kecewa dan sedih.

“Dyson, maaf, hari ini kita sepertinya tidak bisa bertemu dengan ayah.”

“Mengapa?” tanya Dyson tanpa putus asa.

Clarice menutup rapat bibirnya, namun dia tidak menemukan alasan yang tepat, sekalipun untuk membohonginya, dia merasa dirinya juga tidak bisa mengarang sebuah penjelasan yang logis.

“Dyson, lain kali saja ok?”

“Kapan lain kali itu?” tanya Dyson lagi, mulutnya di naikkan, dan berlagak sangat dirugikan, mata besarnya yang cantik terus dikedipkan, sambil bersinar, selayaknya akan nangis kapan saja.

Dari penuh harapan menjadi kecewa, Clarice tentu saja mengerti perasaannya.

Dia mengulurkan tangan dan memeluk Dyson, dan terus bergumam, suaranya serak, dan terdengar berat dan sakit, “Maaf, Dyson, maaf.”

Bersamaan dengan itu, Carol tengah berada dibawah arahan petugas dan tiba didepan pintu kamar hotel Lewis, dia tersenyum dan mengeluarkan beberapa lembar uang tunai dengan nominal kecil kepada petugas itu.

Setelah dia berterima kasih, dia meninggalkan tempat itu dengan senang.

Carol mengulurkan tangan dan menekan bel kamar, hanya berbunyi sekali saja dan pintu langsung terbuka, seolah orang didalamnya memang sudah menantikannya dengan panik.

“Surprise!” Carol tersenyum dan berkata kepada orang yang membuka pintu tersebut, namun kejutannya ini bagi Lewis hanya lah sebuah tragedi saja, dia melihatnya dengan jelas bahwa senyuman diwajah Lewis sirna ketika melihatnya.

“Carol, bagaimana bisa adalah kamu?” wajah tampan Lewis kembali menjadi tenang seperti biasanya, dia bertanya dengan nada tenang.

“Aku datang satu minggu yang lalu, ada sebuah pertemuan akademis, hari ini Alex menelepon dan mengatakan bahwa kamu juga berada di Paris, barulah aku datang, kenapa, kamu tidak menyambut kedatanganku?” Carol tersenyum dan menganggukkan bahunya.

“Tidak, hanya saja sedikit diluar dugaan.” Jawab Lewis, lalu dia memberikan sebuah jalan untuk membiarkan Carol masuk.

Didalam kamar, terdapat bunga dan wine, lilin di atas meja bersinar, diatas kasur masih ada beberapa hadiah, sangat jelas bahwa Lewis sedang menunggu orang, tak heran mengapa dia membuka pintu begitu cepat.

Carol juga tiba-tiba ingin datang, Lewis tidak mengetahuinya sebelumnya, jadi orang yang ditunggunya pasti bukanlah dia.

“Malam ini kamu ada tamu?”

“Iya, nanti Clarice akan membawa Dyson kemari.” Jawab Lewis dengan jujur kepada Carol.

Carol sedikit tercengang, senyumannya berubah kaku, ternyata hari ini adalah hari perkumpulan mereka sekeluarga, saat ini dia menjadi seorang tamu yang tidak diundang.

“Apakah aku mengganggumu?” kata Carol dengan penuh rasa bersalah.

“Tidak.” Lewis hanya bisa menjawab demikian.

“Kebetulan kamu juga ada di Paris, jadi datang untuk melihatmu, tenang saja, aku tidak akan menganggumu dan Clarice, setelah dia dan Dyson datang, aku akan pergi setelah bersapa dengan mereka.” Lanjut Carol.

Lewis merapatkan bibirnya, dia sedikit tersenyum, dia memang tidak cocok untuk mengusirnya, Carol sengaja datang untuk menjenguknya, memang niatnya juga baik.

Setelah mereka mengobrol sejenak, mereka terdiam, karena topik pembicaraan mereka tidaklah banyak.

Carol duduk diatas sofa, dia terlihat sedang menonton tv, namun matanya menatapi bayangan lilin yang berada dimeja, seolah adalah sindiran bagi dirinya sendiri.

Lewis sedang membelakanginya dan menelepon sambil merokok.

Carol tidak bisa melihat ekspresinya, namun dia bisa merasakan kepanikannya lewat sosok belakangnya.

Dia mengerti rasanya menunggu seseorang, itu adalah sebuah rasa penuh harapan, ketegangan dan kegelisahan, dia menunggu Lewis bertahun-tahun, namun Lewis menunggu orang lain.

Waktu berjalan terus menerus, telepon Clarice terus menunjukkan tidak ada yang menerima panggilan telepon, Lewis yang awalnya tegang dan panik berubah menjadi khawatir.

Diluar sana salju semakin besar, karena jalanan yang kurang bagus, sangatlah muda untuk terjadi kecelakaan, Lewis tidak bisa menghubungi Clarice, rasa takut dalam hatinya semakin menjalar, hingga membuatnya merasa sesak nafas.

Dia tidak bisa terus menunggu lagi, lalu berbalik badan dan berjalan ke pintu, dia mengambil jaket yang digantungkan lalu bersiap untuk keluar.

“Apakah kamu akan keluar?” Carol berdiri dan menanyakannya.

Lewis menghentikan langkahnya tanoa sadar, serasa baru sadar akan keberadaannya, tadi dia hampir melupakan keberadaan Carol.

“Iya, aku ingin keluar untuk menjemput Clarice.” Jawab Lewis.

“Clarice bukanlah anak kecil, dia tidak mungkin tidak bisa menemukan tempat ini, diluar sana masih sedang turun salju, mungkin karena terhambat dijalan, kamu tunggulah sebentar dengan sabar.” Kata Carol dengan lembut.

Dia mengehentikannya, pertama karena tidak menginginkan Lewis keluar mencari orang tanpa arah yang jelas di cuaca seperti ini, kedua juga karena dia tidak ingin ditinggalkan seperti orang bodoh.

Seusai berkata, bel kamar berbunyi.

Lewis langsung bergegas membuka pintu, namun orang yang berdiri didepan sana adalah petugas hotel yang mengenakan seragam kerja, “Tuan, apakah butuh pembersihan kamar?”

Hotel menentukan cleaning service dua kali setiap hari, satunya pukul 10 pagi dan satunya lagi adalah sekarang.

“Tidak perlu, terima kasih.” Lewis menjawabnya menggunkan bahasa Prancis yang lincah, ketika pintu kamar ditutup, dia mengerutkan keningnya, tatapannya penuh dengan rasa kecewa.

Dia mengangkat telepon dan menelepon Clarice lagi, yang berada diluar dugaannya adalah kali ini panggilannya dijawab.

Sisi lain dari telepon terdengar suara Clarice yang tenang, “Halo.”

“Clarice, dimanakah kamu?” tanya Lewis tidak sabaran.

“Oh, tadi ada kerjaan mendadak dikantor, aku mungkin tidak bisa pergi, jika besok kamu tidak pulang, aku bisa menyuruh pembantu untuk mengantarkan Dyson untuk pergi mencarimu.” Jawab Clarice, suara dari sisi sana sangatlah tenang, suaranya sangatlah jelas.

Tangan Lewis memegang erat telepon tanpa sadar, dahinya penuh dengan kerutan, nada bicaranya menjadi berat, serasa memerintah, “Beritahu aku, dimana kamu, aku segera pergi.”

“Tidak perlu, aku masih sedang sibuk, besok saja baru hubungi lagi.” Seusai berkata Clarice mengakhiri panggilan tanpa menunggu balasan Lewis.

Novel Terkait

My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu